Pages

26 Januari 2010

Belajar Mendengarkan Suara Hati



Sebut saja namanya Arif. Ia seorang pegawai sebuah kantor pemerintah. Kedudukannya di kantor itu adalah kepala bagian salah satu seksi. Menurut teman-temannya, Arif termasuk orang yang baik dan jujur. Ia tidak biasa memungut uang dari orang-orang yang mengurus surat dengannya. Karena itu, teman-temannya sangat salut terhadapnya.

Suatu hari Arif mesti menjalani suatu pelatihan berkenaan dengan jabatannya. Arif sudah tahu, kalau acara seperti ini dibiayai oleh kantor dia bekerja. Biayanya biasanya banyak. Banyak anggaran yang dibuat-buat untuk memenuhi proyek yang telah diajukan itu.

Dalam hati, Arif mengalami pertentangan. Apakah ia mesti mengikuti pelatihan itu atau tidak. Kalau ia ikut, ia akan melanggar suara hati nuraninya. Soalnya, ia tidak ingin terlibat dalam kebohongan dengan mark up dana pelatihan. Tetapi kalau ia tidak ikut, ia akan dicap sebagai orang yang tidak loyal kepada atasannya.

Ini pilihan yang sulit bagi Arif. Soalnya, selama ini ia juga dikenal sebagai orang yang sangat loyal kepada atasannya. Dalam banyak hal ia loyal kepada atasannya, kecuali dalam hal mark up dana. Ini yang tidak pernah ia lakukan.

Salah seorang staf di kantornya merasakan kondisi ini. Suatu hari ia mendatangi Arif. Ia bicara tentang suasana batin Arif yang sudah mulai ia ketahui. Dengan berat hati, Arif menceritakan persoalan yang ia hadapi.

Stafnya itu berkata, “Selama ini bapak selalu menggunakan hati nurani yang jernih. Jadi saya harap bapak masih menggunakan hati nurani yang jernih untuk mengambil keputusan.”

Dengan berat hati, Arif berkata, “Kamu boleh berkata begitu. Tetapi ini persoalan masa depan saya dan kalian semua. Kalau saya tidak mengikuti pelatihan, kita semua akan hancur.”

Stafnya itu terheran-heran mendengar kata-kata Arif. “Jadi bapak tidak akan mengikuti suara hati bapak? Untuk satu hal ini, saya dan teman-teman tidak akan mendukung bapak,” kata stafnya itu dengan nada yang tinggi.

Arif terdiam. Beberapa saat kemudian ia berdiri memeluk stafnya itu. Ia menyesali kata-katanya. Untuk kali ini ia ingin mendengarkan suara hatinya yang jernih. Ia memutuskan untuk tidak mengikuti pelatihan.

Tidak mudah orang mengadakan pembedaan tentang yang benar dan yang salah dalam hidup ini. Orang sering dihadapkan pada persoalan-persoalan yang menuntut keberanian untuk mengambil keputusan. Keputusan yang salah akan berakibat fatal bagi hidup ini. Keputusan yang benar akan mendatangkan kebahagiaan bagi hidup.

Untuk itu, orang mesti dekat dengan Tuhan, Sang Kebenaran Sejati. Orang mesti masuk dalam perjumpaan dengan Tuhan yang mendalam. Tentu hal ini lewat doa. Lewat doa orang dapat menemukan kejernihan dalam mengambil keputusan untuk hidupnya.

Karena itu, sebagai orang beriman, kita diajak untuk senantiasa dekat dengan Tuhan. Doa mesti menjadi andalan hidup kita di saat-saat kita hendak mengambil keputusan-keputusan penting dalam hidup. Jangan hanya mengandalkan kemampuan diri sendiri yang serba terbatas itu.

Setiap hari kita mengalami betapa hidup ini begitu indah. Tentu saja indahnya hidup ini tidak tercipta hanya dari yang baik-baik saja. Hidup ini juga tercipta dari kesulitan-kesulitan hidup. Karena itu, mari kita syukuri aneka pengalaman hidup ini. Kita mengsyukurinya karena aneka pengalaman itu mampu membentuk hidup kita seperti sekarang ini. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.

Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com

312
Bagikan

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.