Pages

16 Januari 2010

Kejujuran Itu Membahagiakan


Ada seorang bendahara yang jujur. Ia hidup dari gaji yang ia peroleh dari pekerjaannya sebagai bendahara di suatu kantor. Ada usaha-usaha dari teman-temannya untuk meminta tambahan tip setiap kali penggajian. Ada banyak janji dari teman-temannya untuk memberi dia bagian juga, kalau mereka diberi tip itu. Tetapi bendahara itu selalu menolak. Alasannya, hal itu tidak sesuai dengan peraturan dan hati nuraninya.

Suatu hari salah seorang anaknya sakit keras. Gajinya tidak cukup untuk ongkos perawatan anaknya itu. Ia pun tergoda oleh uang yang banyak di kas di kantornya. Setelah diberitahu oleh istrinya tentang anaknya yang sakit keras itu, ia memutuskan untuk mengambil sejumlah uang dari kas kantornya untuk ongkos perawatan anaknya. Ia membawa pulang uang itu. Ia sangat hati-hati, supaya tidak ada teman-teman sekerjanya nengetahui perbuatannya.

Tetapi di tengah perjalanan menuju rumahnya, bendahara itu merasa tidak enak. Suara hati nuraninya menegurnya dengan keras, “Kembalikan uang itu. Itu bukan milikmu.” Ia berjuang keras untuk melawan suara hatinya. Tetapi ia tidak mampu. Dengan hati yang agak kecewa, ia kembali lagi ke kantornya. Ia mengembalikan uang itu ke kas kantornya. Setelah itu, ia pulang ke rumahnya. Ia merasa damai. Ia merasa tenang.

Namun begitu sampai di rumah, ia menyaksikan anaknya yang sedang sekarat karena demam tinggi. Ia menggendong anaknya. Ia memeluknya. Lalu ia berdoa, “Tuhan, saya serahkan anak ini kepadaMu. Tuhan mau apakan anak ini, terserah.” Seketika itu juga anak itu sembuh. Ia tidak harus membawa anak itu ke rumah sakit. Demamnya tiba-tiba hilang.

Orang yang jujur akan menemukan kebahagiaan dalam hidupnya. Kisah di atas menunjukkan bahwa dalamm kondisi apa pun orang mesti jujur terhadap dirinya sendiri. Bendahara itu mengakui keterbatasan dan kekurangannya. Karena itu, ia menyerahkan keterbatasan dan kekurangannya itu kepada Tuhan. Harapannya pada Tuhan menjadi kunci kebahagiaannya. Anaknya yang sakit keras dapat sembuh kembali. Ia tidak perlu kehilangan anaknya.

Dalam hidup sehari-hari sering orang beriman ditantang untuk tetap hidup jujur. Ada begitu banyak godaan yang mendatangi orang yang jujur. Namun orang beriman mesti menyerahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan. Artinya, orang menaruh harapannya hanya pada Tuhan. Ia yakin, Tuhan akan mampu memberikan yang terbaik bagi hidupnya.

Mampukah Anda menaruh harapan Anda hanya pada Tuhan semata? Kalau Anda berani menaruh harapan Anda pada Tuhan semata, yakinlah kebahagiaan akan senantiasa menaungi Anda. Karena itu, sebagai orang beriman, mari kita mengandalkan Tuhan dalam hidup kita. Dengan demikian, damai dan kebahagiaan selalu menjadi bagian hidup kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.

Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com
297
Bagikan

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.