Pages

25 Januari 2010

Membangun Kesetiaan

Seorang anak begitu kecewa terhadap ayah dan ibunya. Pasalnya, ayahnya punya istri simpanan. Sedangkan ibunya cuek saja terhadap dirinya. Dalam hatinya, ia memberontak. Namun ia tidak bisa berbuat apa-apa. Ia seorang gadis lemah yang sering dimarahi oleh ayahnya, kalau ia mulai mengungkit-ungkit istri simpanan ayahnya.


Gadis itu begitu merasakan derita yang begitu mendalam dalam batinnya. Ia berjuang untuk menahan semua derita itu. Namun ia tidak kuat. Suatu hari, ia mengambil keputusan untuk pergi dari rumahnya. Ia berharap dengan pergi dari rumah, semua persoalan yang ia hadapi selama ini akan selesai.


Ternyata gadis itu keliru. Justru ia tidak bisa melupakan persoalan dalam keluarganya. Sosok ayahnya selalu menghantui dirinya. Demikian juga sosok istri simpanan ayahnya selalu membayangi-bayangi wajahnya. Akhirnya, ia memutuskan untuk pulang ke rumah. Katanya dalam hati, “Saya akan pulang dan menghadapi semua persoalan ayah dan ibu. Kalau mereka tidak saling setia, saya mau berusaha untuk setia. Apa pun yang akan terjadi, terjadilah.”


Dalam hidup ini kesetiaan itu mesti selalu dibangun. Namun persoalannya adalah membangun kesetiaan satu sama lain itu tidak selalu mudah. Susah-susah gampang, kata orang. Kesetiaan itu ibarat jinak-jinak burung merpati. Padahal kesetiaan itu mesti menjadi landasan dalam membangun sebuah keluarga dan hidup bersama. Suami istri yang saling setia akan memancarkan keharmonisan. Kesetiaan itu membuat suami istri tidak saling curiga. Kesetiaan membuat suami atau istri merasa tenang dalam hidupnya. Tidak ada yang perlu dicurigai.


Karena itu, suatu perkawinan itu tidak selesai, ketika kedua pasangan berjanji setia satu sama lain waktu mereka menikah. Kesetiaan itu mesti dibangun terus-menerus. Kesetiaan itu bukan sesuatu yang instan. Ada kalanya orang jatuh ke dalam godaan dan cobaan. Ada kalanya orang tidak kuat menghadapi berbagai persoalan hidup, sehingga membuat pasangan suami istri menyeleweng.


Setiap keluarga semestinya menjadi tempat untuk belajar kesetiaan. Untuk itu, orangtua mesti lebih dahulu menunjukkan kesetiaan itu dalam keluarga. Orangtua mesti saling setia. Bagaimana kesetiaan itu bisa dibangun? Banyak contoh yang bisa dipelajari dari keluarga-keluarga yang hidupnya baik di masyarakat. Orangtua yang saling setia itu orangtua yang mau memberi contoh kepada anak-anaknya untuk selalu setia dalam hidup sehari-hari.


Kita hidup dalam suatu dunia di mana perbedaan antara kesetiaan dan ketidaksetiaan itu begitu tipis. Kita hidup dalam masyarakat yang begitu mudah mengingkari kasih setia mereka. Hampir setiap hari kita menyaksikan tetangga kita yang cerai. Kita nonton berita begitu banyak artis yang cerai. Ini semua tantangan bagi keluarga-keluarga kita. Untuk memiliki sebuah keluarga yang baik dan harmonis, suami istri mesti tetap setia. Tidak ada jalan lain menuju keharmonisan kecuali melalui jalan kesetiaan.


Kita telah menerima banyak hal baik dari sesama dan Tuhan. Mari kita belajar dari Tuhan yang senantiasa setia kepada kita. Tuhan tidak pernah mengingkari kesetiaanNya kepada manusia, meskipun manusia tidak setia kepadaNya. Tuhan selalu menepati janjiNya. Tuhan memberkati. **

Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.


Bagikan

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.