Pages

14 Maret 2010

Menghadapi Konflik dengan Kasih



Seorang ibu merasa putus asa, karena harus berkonflik terus-menerus dengan putrinya. Keduanya sama-sama keras kepala. Hampir setiap persoalan berakhir dengan konflik berkepanjangan. Kadang-kadang soal yang sangat sepele dapat menjadi suatu persoalan yang sangat besar dan berkepanjang. Padahal soal yang sepele itu tidak perlu dipersoalkan. Akan hilang dengan sendirinya.

Ibu itu mendatangi berbagai pihak untuk meminta nasihat dalam menghadapi putrinya. Tetapi semua nasihat itu tidak mempan. Karena itu, ia merasa putus asa. Berhari-hari ia tidak mau bicara lagi dengan putrinya itu. Ia bahkan mengancam bunuh diri, kalau putrinya tidak mau berhenti berkonflik dengannya.

Memang, akar permasalahan adalah masa lalu yang kurang baik. Putri tu pernah ditelantarkan oleh ibunya. Peristiwa itu tertanam dalam hatinya. Lantas timbullah rasa benci dalam hatinya terhadap ibu yang telah melahirkannya itu. Ia tidak bisa memaafkan ibunya, meskipun sudah berkali-kali ibunya meminta maaf. Setiap kali ada masalah kecil, pasti ia mengungkit-ungkit masa lalu yang kurang baik itu.

Putri ini kehilangan pengampunan dari hatinya. Seandainya ia masih memiliki pengampunan, konflik tidak perlu terjadi. Ibunya tidak perlu putus asa menghadapi dirinya.

Luka batin itu tidak mudah disembuhkan. Apalagi luka itu dilakukan oleh orang yang melahirkan kita. Luka batin itu akan tertanam lama sekali. Kalau suatu saat sembuh, itu membutuhkan suatu proses yang panjang. Dan proses itu mesti melewati berbagai peristiwa yang menyakitkan. Karena itu, kalau orang putus asa menghadapi dan menyembuhkan luka batin itu, orang tidak akan bisa menyembuhkan luka batinnya.

Luka batin hanya bisa disembuhkan kalau orang mau terbuka untuk bersedia dimaafkan dan memaafkan. Karena itu, peranan pengampunan itu sangat besar dalam penyembuhan luka batin. Untuk itu, orang mesti mengutamakan kerendahan hati dalam usaha menyembuhkan luka batinnya. Memiliki semangat rendah hati itu tidak mudah. Dalam kondisi orang mengalami luka batin, orang akan membangun suatu mekanisme pertahanan diri. Dengan berbagai cara orang berusaha untuk membenarkan diri. Orang akan menyalahkan orang-orang di sekitarnya yang menyebabkan ia menderita luka batin.

Karena itu, untuk menyembuhkan luka batin secara tuntas, orang mesti berani merendahkan diri menerima permintaan maaf dari orang yang membuat ia menderita luka batin. Orang mesti berani menanggalkan egoismenya. Kunci dari semua ini adalah kasih. Kalau orang memiliki kasih yang besar, ia akan berani dengan tulus menerima permohonan maaf dari orang yang melukai batinnya. Orang juga berani memaafkan orang yang melukai batinnya itu.

Sebagai orang beriman, pengampunan yang bersumber dari kasih mesti didahulukan dalam hidup. Hidup manusia itu sebenarnya terjalin dari 70 persen pengampunan dan 30 persen kasih sayang. Jadi mari kita menyelesaikan konflik dengan pengampunan dan kasih. Dengan demikian hidup kita menjadi lebih bermakna. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.

Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com

350




Bagikan

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.