Pages

27 Oktober 2010

Berusaha Meninggalkan Egoisme

Suatu hari seorang anak merengek-rengek minta dibelikan mainan kesukaannya. Dengan sedikit enggan, ibunya mengulurkan selembar uang untuk membelinya sendiri. Sedang ia mengawasi anaknya dari kejauhan. Lalu anak itu dengan tekun mengikuti gerak tangan seorang kakek tua yang menjual mainan di pingggir jalan itu. Anak itu tergelak menyaksikan sang kakek tua memainkan permainan dari mainan itu. Anak itu sangat senang. Ia menikmati permainan kakek tua yang sudah seharian duduk di pinggir jalan itu.

Setelah beberapa saat, kakek tua itu menyerahkan mainan itu kepada anak itu. Lantas anak itu pulang menemui ibunya yang berdiri mengamatinya dari kejauhan. Herannya, kakek tua itu tidak meminta sesen pun dari anak itu. Ia menyuruh anak itu pergi begitu saja. Padahal sejak pagi belum ada yang membeli mainan darinya.

Setelah menemui ibunya, anak itu mengembalikan lagi selembar uang yang diberikan ibunya. Ia berkata, “Kakek tua itu tidak mau menerima uang ini. Dia menyuruh saya pulang dengan membawa mainan ini.”

Sang ibu mengambil uang itu. Lantas ia mengajak anaknya untuk kembali kepada kakek tua itu. Setelah berada di hadapan kakek itu, sang ibu mengucapkan terima kasih atas kebaikannya. Kakek tua itu menjawab, “Saya menjadi teringat akan cucu-cucu saya. Mereka sudah lama berpisah dari saya. Jadi kehadiran anak ibu mengingatkan saya akan cucu-cucu saya.”

Sahabat, kenangan akan orang yang dekat dengan kita membuat kita melepaskan hal-hal yang berguna bagi kita untuk orang lain. Orang yang memberi itu merasakan suatu sukacita dan kegembiraan, ketika ia boleh melepaskan apa yang dimiliki untuk orang-orang yang dicintai.

Namun ada orang yang tidak peduli terhadap sesamanya, bahkan terhadap orang-orang yang sangat dekat dan dicintainya. Banyak kita saksikan ada pertentangan di antara orang-orang yang hidup di bawah satu atap. Ada iri hati dan benci. Mengapa ini bisa terjadi di dalam sebuah komunitas yang semula punya komitmen untuk hidup bersama?

Alasan yang paling kuat adalah orang kurang punya kasih. Yang ditumbuhsuburkan adalah kecurigaan dan kebencian. Semestinya yang tumbuh subur dalam sebuah komunitas adalah kasih yang menjadi dasar seluruh hidup manusia. Yang semestinya tumbuh subur adalah pengampunan dan menerima kehadiran sesama dengan hati yang tulus.

Karena itu, orang mesti memegang teguh komitmen bersama. Artinya, orang mesti setia terhadap komitmen yang telah dibuta secara bersama-sama itu. Konsekuensinya adalah orang rela berkorban untuk sesamanya. Orang berani melepaskan kepentingan dirinya sendiri dengan mengutamakan kepentingan bersama. Egoisme mesti ditinggalkan untuk sesuatu yang lebih luas bagi hidup bersama.

Sebagai orang beriman, kita semua dipanggil untuk menghidupi komitmen kasih yang telah kita buat bersama-sama. Orang yang menyerahkan hidup kepada Tuhan itu orang yang mau meninggalkan egoismenya dan membangun komitmen bersama untuk suatu kepentingan yang lebih luas. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 20.55 WIB.

Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com

538

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.