Pages

13 Oktober 2010

Melepaskan Iri Hati dan Cemburu

Ada seorang bapak yang begitu gampang iri hati dan cemburu. Temannya berhasil dalam usaha, ia cemburui. Ia iri hati. Namun ia sendiri tidak bisa melakukan sesuatu yang membuat ia dapat berhasil dalam usahanya. Ia bukan tipe seorang pejuang yang secara sportif menerima keterbatasan dan kekurangannya.

Karena itu, ia punya berbagai siasat untuk menjatuhkan teman sekerjanya yang selalu bekerja dengan tekun dan baik. Ia mendekati pimpinannya lalu mulai menjelek-jelekan temannya itu. Ia berharap dengan menceritakan kejelekan temannya itu, pimpinannya akan percaya kepadanya. Selanjutnya, pimpinannya akan memberi dia tempat yang lebih tinggi di perusahaan itu.

Ternyata dugaannya keliru. Pimpinannya itu tidak mudah terprovokasi. Ia tidak mau begitu saja percaya terhadap cerita temannya itu. Ia mencari informasi lain tentang orang yang dijelek-jelekan itu. Hasilnya, sangat mencengangkan. Bapak yang menjelek-jelekkan temannya itu justru dipanggil oleh pimpinannya. Ia diberi peringatan untuk berhenti menjelek-jelekkan orang lain. Kalau ia masih juga berani menjelek-jelekkan orang lain, ia bakal kehilangan pekerjaannya.

Bapak itu pun bertobat. Sejak dipanggil dan diberi peringatan itu, ia tidak lagi menjelek-jelekkan orang lain di perusahaan itu. Ia juga tidak lagi iri hati dan cemburu ketika teman-temannya yang lain berhasil dalam pekerjaan-pekerjaan mereka.

Sahabat, iri hati dan cemburu buta bukanlah sikap yang baik dari orang beriman. Iri hati sering membuat orang hanya melihat sesama dari sisi yang jelek. Situasi hitam yang selalu menjadi hal utama yang dilihat. Sedangkan sisi baik yang sebenarnya lebih banyak menguasai diri manusia seringkali tidak dilihat. Orang yang berhasil baik dalam pekerjaannya tidak diberi semangat dan pujian. Bahkan dicari-cari kejelekkannya untuk dihancurkan.

Tentu saja kita tidak ingin iri hati dan cemburu menguasai dri kita. Untuk itu, apa yang mesti kita buat? Yang mesti kita buat adalah kita mesti berani menerima sesama apa adanya. Kita tidak perlu melihat sisi hitam atau jelek yang ada dalam dirinya. Yang mesti kita lihat adalah kebaikan-kebaikan dari sesama kita.

Namun tidak berarti kita tidak kritis terhadap sesama. Kita boleh mengkritik sesama kita sejauh kritik itu membangun dan memajukan dirinya dalam kehidupan bersama. Kalau kritik kita tidak bersifat membangun dan memajukan, lebih baik kita berhenti mengkritik. Lebih baik kita melakukan kegiatan-kegiatan kita untuk kemajuan bersama di tempat kita bekerja.

Sebagai orang beriman, kita diberi kemampuan untuk mengasihi sesama kita. Semestinya kemampuan inilah yang menjadi andalan dalam hidup kita. Semestinya inilah hal yang terpenting dalam memajukan kehidupan bersama kita. Dengan demikian, kita menjadi orang-orang yang berguna bagi hidup bersama. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.

Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com


524

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.