Pages

12 Oktober 2010

Memelihara Kebahagiaan dengan Sikap Rendah Hati

Seorang gadis bangga luar biasa atas prestasi yang diraihnya. Betapa tidak? Ia menjadi murid yang menempati rangking satu di kelas bahkan di sekolahnya. Begitu bangganya, ia mentraktrik teman-teman kelasnya. Ia membawa mereka ke sebuah rumah makan yang mahal. Kelas tinggi. Ia tidak peduli atas berapa uang yang akan dikeluarkannya untuk makan siang itu. Yang penting baginya adalah ia senang dan teman-temannya pun senang. Ia dapat membahagiakan diri dan teman-temannya.

Soalnya adalah sepuluh orang teman yang dibawanya itu makan sebanyak-banyaknya. Bagi mereka, itulah kesempatan yang sangat berharga. Apalagi mereka tidak perlu keluar uang untuk makan siang itu. Mereka makan sepuas-puasnya. Mereka berusaha untuk menyenangkan hati gadis itu.

Ketika selesai makan, tagihan sangat banyak. Lebih dari yang diperkirakan gadis itu. Ia menjadi sedih. Ia dapat membayarnya siang itu, karena hari itu ia membawa banyak uang. Hatinya tidak damai. Kesenangan sesaat yang ia peroleh. Ia menjadi kecewa terhadap teman-temannya, meskipun ia tidak mengungkapkan kekecewaannya itu.

Hari-hari selanjutnya adalah hari-hari penuh kemurungan. Ia kehabisan uang untuk jajan dan membeli kebutuhan-kebutuhan lainnya. Ia mau meminta kepada orangtuanya, ia takut kalau mereka tahu bahwa ia sudah mentraktir teman-temannya. Ia tidak berani. Ia merasa sangat bersalah atas perbuatannya. Sejak itu, ia berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak foya-foya.

Sahabat, hidup ini penuh dengan mimpi-mimpi. Orang bermimpi untuk dipuja-puji atas keberhasilannya meraih sesuatu yang tinggi. Orang bermimpi untuk menggapai bulan dalam sehari. Orang bermimpi melintasi api yang sedang bernyala-nyala. Namun semua mimpi itu hanya meninggalkan kekecewaan demi kekecewaan. Ternyata mimpi-mimpi itu tidak menjadi kenyataan.

Kisah tadi mau mengatakan kepada kita bahwa suatu kebahagiaan yang dapat bertahan itu kebahagiaan yang tidak semu. Suatu kebahagiaan yang tidak bisa dibeli dengan uang. Suatu kebahagiaan yang mengalir dari hati yang terdalam. Bukan suatu kebahagiaan yang sementara saja sifatnya.

Tentu saja kebahagiaan yangg bertahan lama itu tidak harus digembar-gemborkan. Suatu kebahagiaan yang menukik ke dalam diri sendiri. Suatu kebahagiaan yang senantiasa direfleksikan terus-menerus dalam perjalanan hidup manusia. Untuk itu, mengobral kebahagiaan hanyalah suatu tindakan yang merugikan diri sendiri. Suatu tindakan yang hanya membiarkan diri dikuasai oleh kekecewaan demi kekecewaan.

Karena itu, apa yang mesti kita buat untuk mempertahankan kebahagiaan itu? Kita mesti tetap rendah hati. Kita mesti rela untuk menemukan hidup kita dalam keadaan apa adanya. Tidak berubah menjadi suatu pribadi yang megah dan aneh. Tentu saja merendahkan diri kita di hadapan Tuhan dan sesama itu tidak mudah. Namun kalau kita memiliki sikap syukur yang terus-menerus, kita akan menjadi orang-orang yang sungguh-sungguh bahagia dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.

Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com


523

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.