Pages

31 Desember 2010

Hidup Itu mesti Punya Tujuan

Suatu hari ada seorang yang sedang berlayar di samudra yang luas. Ia hanya ingin berlayar dan menikmati indahnya angin laut. Dengan perahu yang memadai untuk berlayar, ia berusaha untuk menikmati hidup ini. Ia berlayar dan berlayar. Namun di tengah perjalanan kebosanan melanda dirinya. Ia pun mengubah tujuan pelayarannya. Tetapi ia tidak tahu apa yang menjadi tujuannya. Ia terus berlayar. Ia tidak perlu kuatir akan persediaan makanan yang dimilikinya. Ia punya banyak makanan.

Akhir dari pelayaran itu adalah ia terjebak oleh badai angin yang menerpa samudera dan perahunya. Ia terdampar di sebuah pantai. Perahunya tertancap di dalam pasir. Tidak bisa keluar. Tidak ada orang lain di pantai itu selain dirinya sendiri. Ia sendiri mesti menolong dirinya sendiri. Dengan sisa makanan yang ada, ia masih bisa bertahan selama satu bulan. Namun tinggal di pantai itu seorang diri selama sebulan tentu hanya menghabis-habiskan waktu.

Karena itu, orang itu mulai merancang hidupnya. Ia menyadari bahwa hidup tanpa tujuan itu tidak memiliki nilai apa-apa. Hidup yang memiliki tujuan itu akan memiliki nilai yang tinggi. Hidup semakin terarah. Tidak terombang-ambingkan oleh godaan dan tantangan yang menghadang.

Sahabat, coba Anda hidup tanpa suatu arah yang jelas, Anda akan menemukan fatamorgana-fatamorgana yang indah. Namun fatamorgana-fatamorgana itu hanyalah suatu kekosongan. Tidak memiliki makna yang mendalam bagi hidup Anda. Mengapa? Karena fatamorgana-fatamorgana itu hanyalah bayang-bayang hampa. Bukan kenyataan hidup. Hanya mimpi-mimpi.

Hidup tanpa tujuan yang jelas itu hanya mimpi-mimpi. Orang bermimpi menggenggam pulau, tetapi ketika dia membuka tangannya ternyata tidak ada. Kosong. Hidup tanpa tujuan yang pasti itu bagai orang yang berlayar tanpa tujuan. Orang hanya membiarkan perahunya dibawa oleh angin. Ia tidak mengendalikan perahunya. Ia membiarkan diri dihanyutkan oleh angin bersama perahunya.

Karena itu, orang mesti mengetahui arah untuk mencapai tujuan hidupnya. Untuk itu, orang memerlukan peta. Orang mesti berani memetakan tujuan hidupnya. Di dalam memetakan tujuan hidup itu, orang juga menemukan kekuatan dan kelemahan dirinya. Kekuatan digunakan untuk meraih tujuan hidupnya. Sedangkan kelemahan digunakan untuk memotivasi diri dalam mencapai tujuan yang diimpikan itu.

Dengan cara ini, orang dapat meraih mimpi-mimpi dalam hidupnya. Orang tidak perlu kuatir terhadap berbagai persoalan hidup yang dihadapinya. Mengapa? Karena tujuan hidupnya sudah jelas. Orang tinggal berusaha untuk meraih tujuan hidupnya.

Orang beriman merancang tujuan hidupnya bersama Tuhan. Orang beriman berjuang menggapai tujuan hidupnya di dalam dan bersama Tuhan. Mereka selalu mengandalkan Tuhan dalam hidup mereka. Dengan demikian, mereka mengalami sukacita dan damai bersama Tuhan. Tuhan memberkati. **

Selamat Tahun Baru 2011



Frans de Sales, SCJ

http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/

30 Desember 2010

Jangan Berkeluh Kesah

Ada seorang kepala keluarga yang selalu mengeluh. Apa saja yang tidak berkenan di hatinya selalu ia keluhkan. Bahkan sesuatu yang kecil sekalipun ia keluhkan. Setiap kali ia mengluh, istrinya diam saja. Ia menerima setiap keluhan suaminya dan menyimpannya baik-baik di dalam hatinya. Ia tidak ingin bertengkar dengan suaminya. Ia tidak ingin ribut-ribut dengan suaminya. Apalagi suaminya sudah menyiapkan seribu satu pembelaan diri yang mematikan.

Namun suatu hari sang istri tidak tahan lagi mendengar keluhan demi keluhan dari sang suami. Setelah suaminya mengeluarkan semua unek-uneknya, ia pun mulai berbicara. Ia berkata, “Bapak selalu mengeluh dan menyalahkan semua orang di rumah ini. Namun bapak tidak pernah sadar bahwa yang bapak keluhkan itu justru karena kekurangan dan kelemahan bapak. Seharusnya bapak lebih bersyukur atas kebaikan dan kasih sayang yang kami berikan kepada bapak. Mengapa hal ini tidak terjadi?”

Suaminya sangat terkejut mendengar kata-kata istrinya itu. Baru pertama kali itu ia mendengar bantahan dari istrinya yang sangat menampar dirinya. Mulutnya ternganga lebar. Namun tidak ada kata pembelaan yang keluar dari mulutnya. Semuanya tertahan oleh keheranannya. Ternyata istrinya dapat mengatakan sesuatu yang benar. Seharusnya ia tidak perlu mengeluh dan menyalahkan orang lain atas sesuatu yang tidak beres. Sejak itu, ia tidak berani mengeluh lagi.

Sahabat, pantaskah orang selalu mengeluh dan menyalahkan sesamanya? Padahal setiap orang telah dikarunia kelengkapan oleh Tuhan untuk hidupnya? Bukankah semestinya manusia mensyukuri setiap anugerah yang diberikan Tuhan kepadanya?

Orang yang biasa mengeluh itu sebenarnya mengungkapkan kekurangan-kekurangan dan keterbatasan dirinya. Orang seperti ini sedang berakting seolah-olah dia dapat melakukan apa saja. Ternyata orang seperti ini hanya bisa mengeluh. Tidak dapat melakukan apa yang dikeluhkannya itu.

Karena itu, orang mesti menyadari dirinya sendiri. Orang tidak boleh membiarkan kekuatan yang ada pada dirinya musnah oleh keluh kesah dari dirinya. Orang mesti menggunakan kekuatan dan kemampuan dirinya untuk melakukan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan sesamanya. Bukan hanya berkeluh-kesah.

Untuk itu, orang mesti tegar hatinya. Orang tidak boleh membiarkan semangatnya hilang hanya karena tidak tahu apa jawaban atas persoalan-persoalan hidupnya.

Orang beriman adalah orang-orang yang tidak gampang berkeluh-kesah. Orang beriman itu orang yang terus-menerus mencari cara-cara untuk menemukan langkah-langkah bagi pemecahan persoalan-persoalan hidup. Orang beriman lebih ringan tangan untuk bekerja daripada berkeluh kesah sepanjang hari. Mari kita terus-menerus melakukan karya-karya yang berguna bagi kehidupan kita. Dengan demikian, tidak ada waktu untuk berkeluh-kesah. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

29 Desember 2010

Meraih Sukses dengan Hal-hal Kecil


Ada seorang gadis yang ingin meraih cita-citanya yang tinggi. Ia ingin menjadi seorang astronot yang bisa mengitari ruang angkasa. Untuk itu, ia menyiapkan diri dengan belajar. Langkah yang ia tempuh adalah langsung belajar prinsip-prinsip hidup di ruang angkasa. Para instrukturnya heran terhadap ulah gadis itu. Mereka menyarankan agar dia mempelajari dulu hal-hal dasar tentang teknologi sederhana.

Namun gadis itu menolak. Ia ingin mempelajari hal-hal yang tinggi, karena ia akan mengitari ruang angkasa. Para instrukturnya pun mengalah. Mereka memberi dia ilmu-ilmu ruang angkasa yang sulit dipahami oleh gadis itu. Ia terus berusaha. Namun suatu ketika gadis itu menyerah. Terlalu berat baginya. Ia pun memutuskan untuk tidak meneruskan cita-citanya menjadi seorang astronot.

Dari peristiwa itu gadis itu dapat belajar tentang pentingnya memulai sesuatu dari yang kecil dulu. Ia tidak bisa meraih sesuatu yang besar secara tiba-tiba. Ia mesti mulai belajar dari hal-hal yang kecil dan mendasar seperti yang disarankan oleh para instrukturnya.

Sahabat, kesuksesan dalam hidup itu dambaan semua orang. Setiap orang ingin mengalami kebahagiaan dan damai melalui sukses yang diraih dalam hidup. Namun banyak orang sering lupa bahwa sukses itu diraih melalui hal-hal kecil yang senantiasa diperjuangkan. Banyak orang ingin sukses yang diraih dalam waktu yang singkat. Akibatnya, terjadi frustrasi dalam hidup ini, karena orang tidak melewati proses membangun kesuksesan itu dari hal-hal kecil.

Karena itu, orang yang ingin sukses dalam hidupnya mesti mulai dari hal-hal kecil. Orang tidak boleh berhenti, ketika mulai membangun kesuksesan itu. Orang mesti bertumbuh dan berkembang untuk mencapai kesuksesan itu. Sesuatu yang kecil yang tetap dijalankan secara terus-menerus akan mengembangkan diri seseorang. Orang mesti memelihara momentum yang telah didapati itu. Dengan demikian, orang dapat meraih cita-cita yang telah dicanangkannya.

Untuk itu, orang mesti hati-hati menerima tawaran demi tawaran yang diberikan secara instan. Orang mesti bertahan pada prinsip bahwa sesuatu yang besar itu dicapai dengan melakukan hal-hal kecil dalam hidup ini. Hal-hal kecil itu dikumpulkan menjadi banyak dan besar. Biasanya kesuksesan yang dicapai dengan cara seperti ini akan tetap bertahan. Tidak akan tergerus oleh pengaruh jaman.

Orang beriman perlu bertanya diri, ”Ke mana kita akan bergerak? Apa hal kecil yang dapat kita kerjakan sekarang?” Barangkali hal kecil yang dapat dikerjakan sekarang adalah masing-masing dari kita saling memberikan perhatian. Caranya sederhana, yaitu memberikan senyum kepada sesamanya setiap hari. Kalau hal ini dikembangkan dan dipertahankan terus, dunia ini akan menjadi dunia yang aman dan damai bagi semua orang. Dengan demikian, cita-cita untuk hidup bahagia di dunia ini dapat tercapai. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


580

27 Desember 2010

Mengubah Rasa Takut Menjadi Berkat

Ada seorang murid yang takut menghadapi ujian. Setiap kali ujian itu mendekat, ia mengalami sakit perut. Akibatnya, ia selalu serba salah dalam mengerjakan soal-soal ujian. Ia tidak tahu mengapa hal itu terjadi atas dirinya. Ia menanyakan hal itu kepada orangtuanya. Namun mereka juga tidak mengerti. Orangtuanya hanya menyarankan kepadanya untuk tetap tenang dan fokus pada ujian yang akan diikutinya. Namun setiap kali mengikuti saran orangtuanya, ia selalu merasa takut. Seolah-olah ada sesuatu yang sedang mengancam dirinya.

Suatu hari ia memutuskan untuk berani menghadapi ujian semesternya. Apa yang terjadi? Ternyata rasa takut itu justru memberikan dorongan baginya untuk terus maju. Awalnya tangan dan dahinya dipenuhi keringat. Namun begitu ia masuk ke ruang ujian, ia menjadi tegar. Ia tidak grogi atau takut lagi. Ia mengerjakan soal-soal yang diberikan dengan baik. Kali ini ia mendapat nilai sempurna: sepuluh. Tidak seperti di waktu-waktu yang lalu, ketika ia masih diliputi rasa takut.

Ia berkata kepada ibunya setelah selesai ujian, ”Mama, saya tidak takut lagi. Tadi saya kerjakan ujian-ujian itu dengan baik. Ternyata rasa takut itu hanya perasaan saja yang mengganggu diri saya. Ketika saya menghadapinya dengan tenang, rasa takut itu hilang.”

Sahabat, banyak orang takut akan hidup ini. Banyak orang takut terhadap hal-hal yang tidak ada. Banyak orang takut terhadap bayangan-bayangan. Sayangnya rasa takut seperti ini kemudian menguasai diri seseorang. Akibatnya, orang itu seolah-olah tidak bisa berbuat apa-apa. Orang itu terkungkungan oleh bayangan ketakutan yang dibuatnya sendiri.

Kalau Anda sekarang sedang merasa takut, coba perhatikan rasa takut Anda itu. Perhatikan pesan yang berusaha disampaikannya. Rasa takut itu sebenarnya membuat Anda lebih waspada dalam hidup ini. Mungkin rasa takut itu sedang memberi Anda peluang untuk mengatasi masalah-masalah yang sedang Anda hadapi.

Karena itu, Anda mesti mengambil sikap secara lain terhadap rasa takut itu. Semestinya Anda gunakan rasa takut itu sebagai dorongan untuk mengatasi persoalan-persoalan hidup Anda. Rasa takut itu tidak perlu dilebih-lebihkan. Tetapi mesti diminimalisir sedemikian rupa untuk menghadapi persoalan-persoalan dalam hidup Anda. Tidak usaha terlalu kuatir akan rasa takut itu.

Kisah tadi mau mengajak kita untuk mengubah rasa takut menjadi sesuatu yang lebih berguna bagi hidup kita. Gunakan rasa takut itu sebagai motivasi untuk kemajuan diri Anda. Kalau Anda terus-menerus tenggelam dalam rasa takut, Anda akan selalu gagal dalam hidup ini. Jadi Anda mesti bertindak untuk mengubah rasa takut menjadi rahmat yang menghasilkan buah-buah kebaikan dalam hidup Anda.

Orang beriman selalu menyertakan Tuhan dalam mengatasi rasa rakutnya itu. Orang seperti ini akan senantiasa memperoleh perlindungan dari Tuhan atas perbuatan-perbuatan baiknya. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

Selamat Natal dan Tahun Baru 2011

24 Desember 2010

Terbuka Terhadap Hal-hal Baru

Suatu hari seorang anak mendekati ayahnya yang sedang mengasah parang. Setelah membuka hutan untuk ladang, parang menjadi tumpul. Karena itu, sang ayah mesti mengasahnya. Anak itu bertanya kepada ayahnya, ”Mengapa ayah mengasah parang hari ini?”
Rata Penuh
Sambil tersenyum, sang ayah menjawab, ”Parang ini sudah tumpul, nak. Kemarin ayah gunakan untuk memotong pohon-pohon untuk membuka ladang. Ayah harus mengasahnya supaya tetap tajam. Hari ini ayah akan gunakan lagi parang ini untuk bekerja.”

Anak itu masih belum yakin akan penjelasan ayahnya. Ia bertanya lagi, ”Tetapi kan parang itu masih bisa dipakai walaupun tidak diasah, ayah?”

Sambil menggelengkan kepalanya, sang ayah berkata, ”Benar, nak. Tetapi kalau tidak diasah tidak akan setajam sebelumnya. Setelah diasah, parang ini akan lebih tajam lagi. Akan lebih berguna bagi ayah, nak.”

Sahabat, sesuatu yang sudah tumpul mesti diasah lagi agar tetap tajam. Seorang penebang pohon akan selalu mengasah parang atau kampak, agar selalu tajam. Dengan demikian, parang atau kampak itu akan berfungsi dengan lebih maksimal. Tidak banyak pohon yang bisa ditebang oleh parang atau kampak yang tumpul.

Seorang pemanah akan selalu mengencangkan busurnya, agar dapat menggunakannya dengan efektif. Larinya anak panah akan lebih kencang dan mengenai sasaran. Busur yang tidak kencang memperlambat larinya anak panah.

Demikian pula pikiran manusia mesti selalu diasah untuk selalu menghasilkan kejernihan dalam berpikir. Pikiran manusia yang tidak pernah diasah dengan ilmu-ilmu baru hanyalah akan terkungkung di dalam dunianya sendiri. Bagai katak dalam tempurung. Dunianya sempit dan gelap. Orang seperti ini tidak terbuka terhadap hal-hal baru yang menguntungkan bagi hidupnya.

Pikiran yang selalu diasah akan memiliki ketajaman dalam mencerna dan memikirkan sesuatu yang bernilai bagi kehidupan ini. Orang bijak itu selalu mengasah pikirannya dengan ilmu-ilmu baru. Orang pandai tidak berhenti pada pengetahuan yang dimilikinya. Ia selalu menambah pengetahuannya dengan membaca dan belajar dari kehidupan sehari-hari.

Orang seperti ini biasanya orang yang rendah hati. Orang yang selalu ingin belajar dari sesuatu atau dari orang lain. Orang yang selalu terbuka pikirannya untuk memajukan dirinya. Orang yang selalu ingin memajukan orang lain juga. Baginya, keterbatasan dirinya mesti dibuka, agar hal-hal baru dapat masuk dan menjadi bagian dari dirinya.

Orang beriman itu selalu menyediakan pikirannya untuk pengetahuan dan ilmu-ilmu baru. Dengan demikian, orang beriman dapat mengembangkan kemampuan-kemampuan yang telah diberikan Tuhan kepadanya. Kemampuan-kemampuan itu dapat berguna bagi banyak orang. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

578

23 Desember 2010

Berani Mencoba Sesuatu yang Baru

Ada seorang gadis yang suka mengutak-atik alat-alat elektronik. Semua alat elektronik yang ada di rumahnya sudah pernah ia bongkar. Ia lakukan hal itu sejak ia masih kelas enam SD. Ia menyukai hal itu. Ia tidak hanya membongkar alat-alat elektronik itu. Tetapi ia juga memperbaiki peralatan yang rusak. Awalnya ia belajar dari ayahnya yang juga suka mengutak-atik alat-alat elektronik. Padahal profesi ayahnya adalah dosen ilmu sosial di sebuah perguruan tinggi.

Ketika ditanya tentang kesukaannya itu, gadis itu mengatakan bahwa ia ingin mencoba sesuatu yang baru. Ia ingin belajar sendiri memperbaiki alat-alat elektronik yang rusak. Ia berkata, ”Saya tidak harus mempelajarinya di bangku sekolah untuk memperbaiki alat-alat yang rusak di rumah sendiri. Saya belajar sendiri. Saya belajar dari buku-buku dan dari ayah saya..”

Dengan berani mencoba sesuatu yang baru, gadis itu menjadi orang yang sungguh-sungguh ahli. Ia sering dipanggil untuk memperbaiki alat-alat elektronik yang rusak. Ia menunjukkan dengan sungguh-sungguh keahliannya. Semakin hari semakin bertambah pula pelanggannya. Ia melayani mereka dengan sangat baik dan memuaskan. Peralatan elektronik yang rusak itu dapat digunakan lagi.

Sahabat, banyak orang takut mencoba sesuatu yang baru. Mereka merasa bahwa mencoba sesuatu yang baru itu hanyalah buang-buang waktu. Apalagi hal tersebut tidak berkenaan dengan profesi dan keahlian mereka. Takut melakukan kesalahan merupakan sebab terbesar orang tidak berani mencoba sesuatu yang baru. Orang enggan untuk mengambil resiko atas apa yang dicoba itu. Orang kurang berani berhadapan dengan tantangan baru.

Mencoba sesuatu yang baru adalah suatu tantangan bagi setiap orang. Kalau orang berani berhadapan dengan resiko, orang akan dengan segera menghadapi tantangan itu. Orang tidak peduli akan kegagalan yang akan dihadapi. Bahkan kegagalan dipandang sebagai sukses yang akan diraih di masa yang akan datang.

Namun orang mesti juga memperkaya diri dengan ilmu-ilmu yang ada. Orang tidak perlu merasa rendah diri ketika mempelajari sesuatu yang baru. Orang mesti memiliki semangat untuk belajar dan belajar terus. Bekal yang dimiliki dari ilmu-ilmu dan sumber-sumber lain akan membantu orang untuk berani mencoba sesuatu yang baru.

Kisah tadi menunjukkan bahwa gadis itu memiliki semangat untuk mempelajari sesuatu yang baru. Tidak hanya itu. Ia juga belajar dari sumber-sumber lain. Ia membuka hati dan pikirannya untuk ilmu-ilmu lain yang tidak ia miliki sebelumnya. Ilmu-ilmu itu menjadi pendukung baginya dalam usahanya untuk mencoba sesuatu yang baru.

Karena itu, orang beriman mesti berani mencoba sesuatu yang baru. Artinya, orang mesti juga berani menghadapi resiko yang akan terjadi. Orang mesti berani bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya. Orang seperti ini biasanya akan sukses dalam hidupnya. Dengan demikian, orang dapat sungguh-sungguh menemukan damai dan sukacita dalam hidupnya. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ
577

21 Desember 2010

Ketekunan Menghasilkan Buah Berlimpah


James E Casey adalah penggagas United Parcel Service atau biasa disingkat dengan UPS. Perusahaan ini kemudian berkembang pesat di Amerika Serikat dalam bidang jasa pengantaran barang-barang pos. Namun UPS bukan hanya berkembang di Amerika Serikat. Jasa ini pun menyebar ke penjuru dunia.

Tetapi tahukah Anda siapa James E Casey? Ketika ia berusia sebelas tahun, ia terpaksa berhenti dari sekolah. Ia lakukan itu karena ia harus membantu keluarganya mencari nafkah. Ayahnya tidak kuat lagi bekerja untuk menghidupi keluarganya. Ayahnya sakit-sakitan.

Pekerjaan pertama yang diperoleh Casey adalah mengantar pembungkus ke sebuah gudang serba ada dengan gaji sebulannya sebesar dua setengah dollar. Selain itu, ia juga bekerja sebagai pengantar telegraf di sebuah perusahaan telegraf.

Ketika berusia 15 tahun, James Casey dan dua rekannya yang bekerja sebagai pengantar telegraf memulai usaha sendiri. Usaha mereka adalah usaha mengantar barang-barang pos. Usaha itu kemudian berhasil dengan baik. Mereka menamainya United Parcel Service. Mereka mengawalinya dengan berjalan kaki mendatangi rumah-rumah dan kantor-kantor untuk mengantar barang-barang dan surat-surat. Setelah punya modal, mereka membeli sepeda dan menggunakan sepeda. Ketika modal mereka semakin besar, mereka menggunakan motor. Akhirnya, mereka menggunakan truk untuk mengantar barang-barang dan surat-surat.

Saat ini, United Parcel Service mempunyai lebih dari 340.000 karyawan yang tersebar di seluruh dunia. Omset per tahunnya lebih dari 22 milyar dollar.

Sahabat, usaha yang dikerjakan dengan tekun dan sungguh-sungguh akan menghasilkan buah yang berlimpah. Meskipun kecil, usaha yang dijalankan dengan baik dan benar akan bertumbuh dan berkembang menjadi usaha yang besar. Kisah tadi mau mengatakan kepada kita bahwa ketekunan dalam berusaha dapat menghasilkan sesuatu yang berguna untuk banyak orang.

Yang penting adalah orang dengan sungguh-sungguh mencurahkan hidupnya untuk usaha itu. Orang juga mesti memikirkan kepentingan banyak orang. Tidak hanya mementingkan dirinya sendiri. James Casey dan kawan-kawannya tentu saja tidak hanya memikirkan diri mereka sendiri. Usaha yang baik dan berhasil selalu memiliki dampak positif bagi kehidupan banyak orang.

Karena itu, orang mesti memiliki motivasi yang positif ketika memulai sebuah usaha. Orang mesti berani melakukan sesuatu yang baik untuk orang lain. Keuntungan yang diperoleh dari usaha itu tidak melulu dihitung berdasarkan angka-angka yang kelihatan. Tetapi orang mesti berani menghitungnya dari kesejahteraan yang diperoleh orang lain dalam usaha itu.

Sebagai orang beriman, kita diajak untuk melakukan suatu usaha dengan tekun dan setia. Ketika kita setia dalam hal-hal kecil, kita akan diberi kepercayaan untuk mengelola sesuatu yang lebih besar. Mari kita berusaha terus-menerus untuk memberi makna yang lebih baik terhadap usaha-usaha kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

20 Desember 2010

Keberanian untuk Terus-menerus Belajar

Ada seorang pemuda yang selalu merasa diri tahu segala-galanya. Ia juga sering memosisikan dirinya sebagai orang yang pintar dan cerdas. Setiap pertanyaan yang ditujukan kepadanya diusahakannya untuk dijawab dengan tepat. Padahal sebenarnya banyak yang tidak ia ketahui. Hal itu membuat pemuda itu menjadi orang yang sombong. Apa saja kesulitan yang dihadapi orang lain ia coba bantu. Ia tampil seolah-olah ia orang yang sangat ringan tangan.

Suatu hari pemuda itu kena batunya. Ia dimintai bantuan oleh seorang anak kecil di desanya. Dengan senang hati ia membantu. Namun yang terjadi adalah ia malah membuat anak kecil itu semakin menderita. Anak itu meminta pemuda itu untuk memecahkan soal Matematika kelas duanya. Dengan berbagai cara, pemuda itu mencari jalan untuk memecahkan soal itu. Namun ia tidak mendapatkan cara terbaik untuk memecahkan soal itu. Akibatnya, anak kelas dua SD itu mengusirnya pergi. Anak itu merasa terganggu.

Setelah pemuda itu pergi, anak itu justru dapat menyelesaikan soal Matematika itu. Setelah beberapa waktu kemudian ia bertemu dengan pemuda itu, ia mengejek pemuda itu. Ia berkata, “Kalau tidak tahu, katakan tidak tahu. Soal begitu mudah kok tidak tahu?” Sejak itu, pemuda itu tidak berani lagi menyombongkan dirinya.

Sahabat, banyak orang merasa diri mereka tahu segala-galanya. Karena itu, mereka malu untuk mengatakan tidak tahu kepada orang yang membutuhkan jawaban mereka atas suatu persoalan. Kalau sudah ketahuan tidak tahu apa-apa baru orang berani mengakui keterbatasan dirinya. Tentu saja hal ini mesti disadari oleh setiap orang.

Sebenarnya sikap yang paling baik adalah mengatakan dengan terus terang tentang kondisi diri kita. Kalau kita tidak tahu tentang sesuatu, kita mesti mengatakannya dengan terus terang. Namun tidak berarti kita membiarkan diri kita tidak tahu sama sekali.

Yang mesti kita lakukan adalah kita berusaha untuk mencari tahu apa yang tidak kita ketahui itu. Kita mesti berusaha untuk mengenal dan mengetahui situasi di sekitar kita. Atau kita mesti berusaha untuk mengisi diri kita dengan pengetahuan-pengetahuan yang berguna bagi diri kita.

Karena itu, belajar merupakan satu-satunya cara untuk mengisi diri kita dengan pengetahuan-pengetahuan yang selalu baru dan segar. Kalau orang punya sikap ingin belajar terus-menerus, ia akan memiliki segudang pengetahuan yang dapat ia gunakan kapan saja untuk menjawab setiap persoalan yang dihadapainya.

Orang beriman itu orang yang berani menyiapkan kesempatan untuk terus-menerus balajar. Dengan demikian, ia tidak akan pernah kekurangan ilmu pengetahuan bagi diri dan sesama. Untuk itu, orang mesti berlajar terus-menerus. Hanya dengan cara ini orang dapat memberikan kontribusi bagi hidup bersama. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


575

19 Desember 2010

Menjadi Peka terhadap Situasi Sekitar


Tindakan Alexei Dymovsky, seorang perwira polisi di Rusia ini patut ditiru. Tidak tahan dengan budaya korupsi yang terjadi, ia membuat sebuah rekaman video tentang perilaku korup para atasannya.

Seperti diberitakan AFP, Senin (9/11/2009), Dymovsky, polisi yang berusia 32 tahun ini menuding atasannya di wilayah Novorossiisk telah melakukan jual beli perkara. Dymovsky adalah penyidik senior di wilayah tersebut yang memegang divisi kejahatan narkotika dan penyelundupan.

Menurutnya, ia tidak tahan selalu diminta untuk menutup-nutupi kejahatan. Ia berkata, “Saya tidak tahan karena selalu diminta untuk menutupi kejahatan. Saya capek disuruh memenjarakan orang yang tidak bersalah.”

Dalam videonya, Dymovsky juga meminta bertemu langsung dengan Perdana Menteri Rusia Vladimir Putin untuk membahas permasalahan di lembaga kepolisian. Ia juga meminta agar pemerintah memerhatikan kesejahteraan polisi.

Tentang gaji seorang polisi, ia mengeluh, “Bagaimana bisa bekerja profesional dengan gaji hanya sekitar 14,000 ruble (USD 549) per bulan.”

Menteri Dalam Negeri Rusia Rashid Nurgaliyev memerintahkan penyelidikan menyeluruh atas laporan dari Dymovksy. Tim langsung mulai bekerja. Rashid berkata, “Laporan lengkap akan disampaikan pada Presiden Dmitry Medvedev dan Perdana Menteri Vladimir Putin.”

Sahabat, setiap hari di negeri kita juga digonjang-ganjing oleh persoalan pemberantasan korupsi. Ada pernyataan-pernyataan yang masih menyimpan tanda tanya-tanda tanya di benak masyarakat. Sebetulnya apa yang sesungguhnya terjadi dengan aparat hukum di negeri ini? Apakah benar aparat hukum di negeri ini sudah berada di titik nadir?

Korupsi terjadi karena ketidakjujuran. Pertama, ketidakjujuran terhadap diri sendiri. Orang yang tidak jujur terhadap dirinya sendiri biasanya menyembunyikan kelemahan-kelemahan yang ada dalam dirinya. Orang seperti ini mempunyai cita-cita yang tinggi, tetapi tidak punya modal yang banyak. Akibatnya, orang seperti ini menggunakan wewenang dan kekuasaan yang dimilikinya untuk melakukan korupsi. Kalau saja ia mengakui keterbatasan dirinya, ia tidak perlu ngoyo dalam usaha meraih cita-citanya.

Kedua, ketidakjujuran terhadap orang lain. Orang seperti ini biasanya mudah membuat janji-janji kepada orang lain. Ketika ia sulit menepati janji, ia mulai mencari cara-cara untuk menepati janji itu. Akibatnya, ia mulai melakukan ketidakjujuran. Ia dapat melakukan korupsi, agar orang lain senang. Padahal orang lain tidak tahu dari mana uang atau harta benda yang dimilikinya itu berasal.

Ketiga, ketidakjujuran terhadap Tuhan. Orang yang tidak jujur biasanya mengabaikan perintah Tuhan dalam hidupnya. Orang seperti ini menganggap enteng firman Tuhan yang mengarahkan dirinya kepada kebaikan dan kebenaran. Ia mudah mengingkari kebaikan-kebaikan yang berasal dari Tuhan sendiri. Akibatnya, suara hatinya tidak lagi bekerja dengan baik. Suara hatinya menjadi tumpul. Ketika ia melakukan korupsi, suara hatinya tidak menegurnya.

Kita mesti berani mendengarkan suara hati kita yang berbicara jujur kepada kita. Dengan demikian, kita dapat menjadi orang-orang yang peka terhadap situasi hidup di sekitar kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


574

18 Desember 2010

Perbuatan Baik yang Berlandaskan Cinta Kasih


Ada seorang ibu tua yang hidup kesepian. Sudah bertahun-tahun ia ditinggal pergi oleh suaminya. Lima orang anak yang dilahirkan dan dibesarkan dalam kesendirian itu pun tidak tahu entah ke mana. Di masa tuanya sebenarnya ia ingin sekali ada dari orang-orang yang pernah dekat dengannya itu menemaninya. Atau paling kurang ada yang datang untuk mengunjunginya.

Ketika tetangga-tetangganya mengunjunginya, ibu tua itu sangat senang. Ia merasa ada orang yang peduli terhadap dirinya. Ia tidak dilupakan begitu saja. Kerinduan dan cintanya yang begitu besar terhadap orang-orang yang pernah dekat dengan dirinya seolah-olah tercurahkan kepada tetangga-tetangganya itu. Ia merasa gembira. Ia merasakan ada aliran cinta yang mengalir dalam dirinya. Darahnya terasa seolah-olah mengalir begitu lancar.

Cinta yang sempat hilang itu kini kembali bersemi. Ia menemukan kembali betapa bermaknanya hidup ini dihiasi oleh cinta yang tulus. Tetangga-tetangga itu mengungkapkan cinta mereka dengan mengunjunginya. Mereka memberikan perhatian terhadap dirinya, bukan karena ia telah berjasa terhadap mereka. Tetapi semata-mata karena mereka memiliki cinta yang mendalam terhadap dirinya.

Dalam kondisi demikian, ibu tua itu berusaha mengucapkan syukur atas kebaikan Tuhan bagi dirinya. Baginya, cinta Tuhan telah mendorong orang-orang itu mendatangi dirinya. Cinta Tuhan memberi motivasi kepada orang-orang itu untuk mengungkapkan cinta mereka.

Sahabat, kalau Anda melakukan sesuatu yang baik untuk orang lain, apa yang mendorong Anda? Apakah Anda merasa terdorong oleh keinginan untuk dikenal oleh banyak orang melalui perbuatan baik itu? Atau Anda ingin menjadi orang yang populis yang disanjung-sanjung di mana-mana?

Kalau hal-hal ini menjadi pertimbangan Anda untuk melakukan hal-hal yang baik, Anda keliru. Setelah pujian terhadap perbuatan baik Anda berlalu, Anda akan menjadi orang yang stress. Tidak ada lagi tepuk tangan pujian untuk Anda. Tidak ada lagi yel-yel yang membahana untuk mengangkat Anda tinggi-tinggi ke udara. Yang tersisa adalah Anda hidup dalam kesendirian.

Karena itu, yang mesti menjadi andalan dalam melakukan perbuatan baik adalah cinta kasih. Orang mesti mendasarkan perbuatan baik itu pada cinta kasih terhadap sesamanya. Suatu perbuatan baik yang tidak dilaksanakan berdasarkan dorongan cinta kasih hanyalah suatu upaya sosial belaka. Kurang memiliki makna yang mendalam bagi diri dan sesama. Setelah orang melakukan suatu perbuatan baik, sudah itu selesai. Tidak ada makna lagi. Tidak ada sesuatu pun yang membekas. Yang tertinggal hanyalah stress yang berlarut-larut.

Sebagai orang beriman, kita diajak untuk senantiasa mendasarkan perbuatan baik kita atas cinta kasih. Hal ini menjadi bekal bagi kita untuk semakin memberi makna terhadap hidup kita. Kita hidup bukan untuk diri kita sendiri saja. Kita hidup juga bagi orang lain. Tuhan memberkati. **

Frans de Sales, SCJ


573

14 Desember 2010

Meraih Kesempurnaan melalui Proses Hidup

Ada seorang bapak yang selalu merasa ada sesuatu yang kurang dalam dirinya. Karena itu, ia selalu tidak puas terhadap penampilan dirinya. Ia berusaha untuk tampil sempurna. Namun selalu saja ada yang kurang. Ia kesal terhadap dirinya sendiri. Ia resah setiap kali ia akan tampil untuk urusan-urusan yang penting. Akibatnya, ia tampil serba salah. Tidak pernah ada yang benar seratus persen.

Suatu hari, bapak ini mengeluhkan situasi dirinya kepada istrinya. Selama ini ia berusaha untuk menutup-nutupi dirinya agar sang istri tidak tahu tentang kondisi yang sebenarnya. Mendengar keluhan itu, istrinya terkejut. Istrinya tidak percaya terhadap keluhannya. Mengapa? Karena yang ia saksikan selama ini adalah suaminya selalu tampil penuh percaya diri. Ia pun selalu meyakinkan khalayak dengan kata-katanya yang lantang dan berbobot.

Karena itu, istri itu tetap memberikan dukungan kepada suaminya. Ia berharap agar suaminya dapat memiliki keyakinan bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini. Tujuan hidup manusia adalah mencapai kesempurnaan di hadapan Tuhan dan sesama. Karena itu, ia mendorong suaminya untuk terus-menerus berusaha menjadi orang yang sempurna. Kesempurnaan itu diperoleh melalui kegagalan demi kegagalan. Kalau orang tidak berhenti pada kegagalan hidup, orang akan menemukan kesempurnaan itu dalam hidupnya.

Sahabat, banyak orang resah terhadap kondisi diri mereka sendiri. Banyak orang tidak puas terhadap hidup mereka sendiri. Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena orang merasa bahwa kesempurnaan itu mesti diraih dalam waktu yang singkat. Orang tidak sabar dalam menjalani hidupnya. Dengan demikian, orang mengalami tekanan-tekanan dalam hidupnya.

Perjalanan menuju kesempurnaan adalah proses yang menentukan setiap langkah hidup manusia. Setiap pergumulan hidup kita menuju satu titik, yaitu kesempurnaan. Tidak ada batas waktu orang mencapai kesempurnaan itu. Ada orang yang mesti berjuang bertahun-tahun sepanjang hidupnya untuk meraih kesempurnaan. Ada orang yang meraih kesempurnaan itu ketika ajal menjemputnya.

Karena itu, yang mesti disadari adalah langkah hidup ini mesti dimaknai dengan baik dan benar. Orang mesti mampu melewati waktu-waktu hidupnya dengan penuh makna dalam cinta, pengetahuan dan iman. Kalau orang mampu menyerahkan hidupnya kepada Tuhan dalam hidup yang nyata, orang akan dapat menemukan kebahagiaan dalam hidupnya.

Kisah di atas mau mengatakan kepada kita bahwa keresahan boleh saja ada dalam perjalanan hidup ini. Namun keresahan itu mesti sungguh-sungguh diolah dalam hidup ini, sehingga berguna bagi manusia dalam meraih kesempurnaan hidup. Sering pengolahan hidup ini lemah. Akibatnya, manusia terus-menerus diliputi oleh keresahan hidup. Mari kita berusaha berproses dalam hidup ini, agar kita dapat menemukan kebahagiaan dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

13 Desember 2010

Hidup Abadi Sudah Dimulai di Dunia Ini

Karl Marx adalah seorang penganut atheis. Dialah yang menciptakan Marxisme, sebuah aliran atheisme yang besar. Baginya, manusia ini hanyalah materi. Manusia berasal dari peristiwa evolusi yang berlangsung jutaan tahun. Manusia hanyalah benda yang memiliki tubuh. Tidak ada jiwa dalam diri manusia. Kalau manusia mati, tubuhnya itu kembali menjadi materi. Tidak perlu lagi ia memikirkan tentang hidup sesudah mati. Setelah mati, ya sudah.

Karena itu, hadirnya agama-agama hanyalah sebuah ilusi. Agama hanya mengajarkan mimpi-mimpi mengenai hidup sesudah kematian yang sebenarnya tidak ada. Agama hanya menjadi alat hiburan bagi manusia. Dia menyebut agama sebagai opium bagi masyarakat. Agama mengajarkan sesuatu yang tidak nyata. Agama hanya memberi hiburan murahan kepada manusia.

Ajaran Karl Marx itu berkembang subur di Eropa. Banyak orang mengikuti ajaran-ajarannya. Mereka mengira bahwa hidup ini akan berakhir tanpa meninggalkan sesuatu yang bermakna. Setelah orang menghembuskan nafasnya, hidup ini pun berakhir. Tidak ada lagi hidup sesudah kematian.

Sahabat, benarkah pandangan Marx di atas? Bukankah manusia memiliki jiwa yang memberi hidup kepada tubuh yang materi itu? Bukankah jiwa itu menyemangati manusia untuk senantiasa melakukan hal-hal yang baik dalam hidup ini? Bukankah tanpa jiwa, manusia tidak memiliki daya apa-apa?

Orang beriman selalu yakin bahwa manusia memiliki tubuh dan jiwa. Keduanya merupakan dua bagian yang tak terpisahkan. Manusia yang hidup tanpa jiwa adalah manusia yang tidak punya arah hidup yang jelas. Manusia yang hanya mementingkan keinginan tubuh jasmaninya saja. Biasanya kepuasan-kepuasan jasmani itu tidak bertahan lama. Kepuasan jasmani itu membuat orang cepat lapar dan haus.

Karena itu, hidup manusia mesti diimbangi oleh kekokohan jiwanya. Orang yang terus-menerus memelihara semangat jiwanya, semangat roh. Mengapa? Karena manusia tidak hanya dihidupi oleh yang jasmani, yang materi. Tetapi orang juga diberi kekuatan oleh semangat yang berkobar, agar sungguh-sungguh menemukan makna dalam kehidupan ini. Orang seperti ini akan menerima ada kehidupan setelah pengembaraannya di dunia ini berakhir. Orang seperti ini akan terus-menerus memperjuangkan kehidupan yang baik dan benar.

Orang beriman yakin bahwa agama yang dianutnya bukan sekedar sebuah hiburan yang memberikan impian-impian. Namun orang yang sungguh-sungguh beriman akan selalu membawa hidupnya dalam semangat percaya teguh kepada Tuhan. Orang beriman percaya bahwa sesudah hidup di dunia ini akan ada hidup yang abadi. Suatu hidup yang telah dimulai selama di dunia ini.

Karena itu, hidup manusia itu tidak berakhir dalam kematian. Tetapi hidup manusia itu dilanjutkan dalam hidup yang abadi. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

Usaha Mewujudkan Mimpi dalam Hidup

Ada seorang pemuda yang bermimpi menjadi seorang pemimpin sebuah desa. Ia ingin menjadi seorang pemimpin yang murah hati. Ia ingin memimpin rakyatnya dengan mengandalkan cinta kasih. Untuk itu, ia berusaha sekuat tenaga untuk mewujudkan mimpinya itu.

Hal pertama yang ia lakukan adalah ia belajar menjadi orang yang murah hati. Apa yang dia miliki dia bagikan kepada penduduk di desanya yang membutuhkannya. Lantas ia mengunjungi penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan. Hal itu ia lakukan bukan untuk mencari dukungan dari mereka dalam pemilihan kepala desa. Ia lakukan semata-mata untuk mengumpulkan data-data tentang penduduk di desanya itu.

Setelah beberapa tahun, ia pun terpilih menjadi kepala desa di desanya. Hal itu ia terima dengan tulus hati. Hal pertama yang ia kerjakan adalah ia mengumpulkan orang-orang yang dapat membantunya untuk mewujudkan keinginannya. Namun orang-orang itu tidak begitu setuju dengan padangan-pandangannya. Ia mendapatkan pertentangan dari mereka. Akibatnya, ia kehilangan kawan untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat di desanya.

Namun pemuda itu tidak hilang akal. Dengan kemampuan dan tenaga yang dimiliki, ia mulai membangun desanya. Ia melibatkan seluruh masyarakat di desanya. Ia memberikan pengarahan kepada mereka, agar mereka mau bahu-membahu dalam memajukan desa mereka. Langkah ini ternyata cukup efektif. Ia tidak hanya bermimpi. Di akhir masa pemerintahannya, desa itu tampak sejahtera. Ada sarana-sarana publik yang dapat digunakan untuk membantu kesejahteraan rakyat.

Ketika hendak dipilih lagi untuk menjadi kepala desa, pemuda lajang itu menolak. Ia bermimpi untuk menjadi pemimpin yang lebih tinggi lagi, yaitu camat. Ia ingin membantu semakin banyak orang untuk meraih kesejahteraan dalam hidup ini.

Sahabat, kalau orang tidak punya mimpi, ia tidak punya banyak kreativitas. Ia adalah orang yang stagnan. Tidak bisa berkembang. Tidak bisa maju. Namun bermimpi saja belum cukup. Orang mesti mewujudkan mimpinya itu dalam kenyataan hidupnya. Mimpi sekedar mimpi bagai tong kosong yang nyaring bunyinya.

Karena itu, orang yang bermimpi itu mesti mempersenjatai dirinya dengan ketrampilan-ketrampilan dan keahlian-keahlian. Dua hal ini menjadi sarana untuk memperlancar perwujudan mimpinya. Yang dibutuhkan adalah orang berani menerjang aral yang melintang untuk mewujudkan mimpinya itu. Orang tidak bisa hanya membiarkan mimpinya berlalu begitu saja.

Orang beriman akan mewujudkan mimpinya itu dengan bantuan dari Tuhan. Ia membuka hatinya, agar Tuhan terlibat dalam kehidupannya. Ia membiarkan dirinya dituntun oleh Tuhan yang mahapengasih dan penyayang. Dengan demikian, perjuangannya untuk mewujudkan mimpinya itu sungguh-sungguh memiliki makna yang lebih mendalam.

Karena itu, usaha terus-menerus untuk mewujudkan mimpi atau cita-cita itu mesti juga dikuatkan oleh konsistensi dalam hidup. Orang yang konsisten itu orang yang bekerja tidak setengah-setengah. Orang seperti ini selalu memberi prioritas utama dalam memadukan mimpi dan perwujudan mimpi itu dalam hidup yang nyata. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ



570

12 Desember 2010

Membuka Diri untuk Meraih Kebahagiaan

Suatu hari seorang gadis mendatangi seorang bijak. Gadis itu sedang mendalami makna kehidupan. Ia sudah lama berusaha untuk mengerti tentang makna kehidupan. Sedikit demi sedikit ia telah menemukannya. Namun ia ingin lebih dari itu. Karena itu, ia mengembara untuk menemukan makna yang sesungguhnya dari hidup ini.

Setelah bertemu dengan orang bijak itu, gadis itu bertanya, ”Pak, apa sebenarnya kebahagiaan itu? Saya sudah lama mencarinya, namun saya belum sungguh-sungguh menemukan maknanya.”

Orang bijak itu terkejut mendengar pertanyaan gadis itu. Namun ia berusaha menyembunyikan sikapnya. Orang bijak itu tidak langsung menjawab pertanyaan gadis itu. Ia malah bertanya kepadanya, ”Apakah Anda bisa membuka mata Anda lebar-lebar?”

Gadis itu bingung mendengar pertanyaan itu. Namun ia mengganggukkan kepalanya. Itu tandanya ia dapat membuka matanya. Lantas orang bijak itu bertanya lagi, ”Apakah Anda bisa membuka mata hati Anda?”

Gadis itu bingung. Ia punya mata hati, namun apakah orang dapat membuka mata hati? Yang biasa dibuat adalah orang merasakan dengan hatinya apa yang dialaminya. Lalu gadis itu menggelengkan kepalanya.

Melihat gelengan kepala gadis itu, orang bijak itu bertanya lagi, ”Tetapi apakah Anda mau membuka diri Anda terhadap orang lain?”

Sambil tersenyum, gadis itu menganggukkan kepalanya. Lalu orang bijak itu berkata, ”Kebahagiaan itu terjadi ketika Anda mampu membuka mata Anda untuk menyaksikan segala sesuatu yang indah dan menyenangkan. Kamu akan bahagia, kalau kamu dapat membuka hatimu untuk merasakan segala sesuatu yang baik. Kamu akan bahagia, ketika kamu dapat membuka diri untuk dicintai dengan tulus oleh orang lain.”

Sahabat, banyak orang mencari kebahagiaan di luar dirinya sendiri. Mereka merasa bahwa kebahagiaan itu datang dari orang lain. Mereka mengira bahwa kebahagiaan itu pertama-tama milik orang lain. Mereka mesti mengejar dan merebut kebahagiaan itu bagi diri mereka sendiri.

Tentu saja pandangan seperti ini keliru. Kebahagiaan itu pertama-tama mesti ditemukan dalam diri sendiri. Orang mesti berani membuka matanya, hatinya dan dirinya untuk memiliki sikap yang baik. Orang mesti memiliki disposisi batin yang baik untuk menemukan kebahagiaan dalam hidup ini. Karena itu, kebahagiaan itu bukan sekedar sesuatu yang datang dari luar. Tetapi kebahagiaan itu mesti diciptakan dari dalam diri sendiri.

Karena itu, orang beriman mesti selalu membuka dirinya kepada Tuhan dan sesama. Mengapa? Karena hanya dengan membuka diri itu orang dapat menerima cinta dan perhatian yang tulus dari Tuhan dan sesama. Orang dapat menyediakan dirinya untuk membalas cinta kasih sesamanya dengan setulus hati pula. Pada dasarnya kebahagiaan sejati itu terjadi, ketika bertemunya cinta yang tulus dengan cinta yang tulus.

Mari kita berusaha untuk membuka diri kita bagi cinta yang tulus dan mendalam. Kita biarkan diri kita diisi oleh cinta Tuhan dan cinta sesama yang tulus. Dengan demikian, kita boleh menemukan makna yang terdalam dari kebahagiaan. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


569

11 Desember 2010

Meraih Kesuksesan dengan Kerja Keras

Caroline Wozniacki adalah seorang petenis muda belia berusia 19 tahun berasal dari Denmark. Tahun lalu ia termasuk petenis yang berprestasi tinggi. Banyak kejuaran tenis wanita yang ia ikuti. Hasil dari keikutsertaannya dalam kejuaraan-kejuaraan tenis sepanjang tahun itu adalah ia masuk kelompok delapan besar. Kelompok ini kemudian bertanding di WTA Sony Ericsson Championship 2009 di Doha, Qatar. Selama satu minggu ia harus bertanding. Ia masuk ke semifinal kejuaraan tenis akhir tahun ini.

Namun sial bagi Wozniacki. Ia mesti mengundurkan diri akibat cedera otot perutnya. Ia tidak bisa menyelesaikan pertandingan semifinal itu. Namun cedera yang diderita Wozniacki sudah terjadi dalam dua pekan terakhir. Ia bahkan sempat terjatuh karena keram di pertandingan pertama. Namun, Wozniacki memperlihatkan semangat juang luar biasa. Sambil menangis, dia bangkit dan memenangi laga.

Sayang, hal itu tak bisa diulanginya di semifinal. Tentang kegagalannya di semifinal, ia berkata, ”Kali ini saya bisa tersenyum atau menangis dan saya pilih tersenyum saja. Tak ada lagi yang bisa dilakukan. Saya menjalani tahun yang luar biasa. Saya memakai seluruh tenaga yang saya punya, dan hari ini tak ada lagi yang tersisa.”

Wozniacki mendapat pelajaran yang sangat berharga. Ia berkata, ”Saya sadar bahwa saya seorang pejuang dan tak ada yang mustahil. Saya hanya perlu terus berkembang. Saya akan kembali dan bermain lebih baik lagi.”

Sahabat, perjuangan untuk meraih sukses tidak semudah yang dibayangkan dalam mimpi indah di siang bolong. Kesuksesan itu diraih dengan kerja keras, bahkan dengan berurai air mata. Apalagi sekarang ini dunia kompetisi sering mendominasi hidup manusia. Kesuksesan yang gemilang tidak datang dengan sendirinya. Orang mesti memperjuangkannya dengan keteguhan hati dan imannya.

Kisah di atas mau mengatakan kepada kita bahwa perjuangan yang dilalui dengan penuh keyakinan akan mendatangkan kebahagiaan. Meski akhirnya gagal, Wozniacki merasa bergembira. Ia telah mencurahkan seluruh tenaganya untuk suatu kompetisi tingkat tinggi. Kalau toh ia gagal juga, ia menerimanya dengan lapang dada. Apalagi kegagalannya itu karena cedera yang dideritanya.

Orang yang mampu berjuang untuk meraih suatu kesuksesan itu orang yang memiliki iman yang kokoh. Orang yang juga mau berserah diri kepada Tuhan. Orang yang tidak bekerja sendirian, tetapi senantiasa melibatkan Tuhan dalam hidupnya. Karena itu, orang yang hanya ingin meraih kesuksesan dengan bermalas-malasan adalah orang yang tidak mau membiarkan dirinya dikuasi oleh Tuhan. Orang seperti ini ingin berjuang sendiri. Orang seperti ini tidak percaya bahwa Tuhan memiliki kekuatan untuk menemani perjuangan hidupnya.

Sebagai orang beriman, perjuangan kita dalam meraih hidup yang bahagia mesti selalu ditandai dengan kerja keras. Kita tidak membiarkan diri kita dikuasai oleh kemalasan. Kita membiarkan diri kita dikuasai oleh Tuhan yang mahapengasih dan penyayang. Dengan demikian, rahmat Tuhan senantiasa menyertai perjuangan hidup kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


10 Desember 2010

Berusaha Lepas dari Belenggu-belenggu


Suatu hari seekor merpati lepas dari sangkarnya. Sejak kecil ia hidup di dalam sangkar. Bahkan ia dilahirkan di dalam sangkar itu. Ia terbang dan terbang. Namun tidak bisa terbang lebih tinggi dan jauh daripada merpati-merpati lain yang berada di alam bebas. Ia merasa penasaran melihat teman-temannya terbang begitu tinggi dan jauh. Ia ingin sekali terbang tinggi seperti mereka. Namun ia tidak bisa lakukan itu.

Lantas ketika bertemu dengan salah satu temannya, ia bertanya, ”Mengapa kamu bisa terbang tinggi dan jauh? Mengapa saya tidak punya kekuatan seperti kalian?”

Temannya itu balik bertanya kepadanya, ”Di mana tempat kamu tinggal selama ini? Dari mana kamu belajar terbang?”

Merpati putih itu terkejut mendengar pertanyaan temannya itu. Ia mengira bahwa semua merpati pasti bisa terbang tinggi dan jauh. Saat itu juga ia mulai menyadari kenyataan dirinya. Sangkar yang selama ini menjadi tempat tinggalnya yang nyaman itu telah membentengi dirinya. Ia tidak bisa terbang lebih tinggi dan jauh. Sangkar itu telah memberi dia pelajaran untuk terbang sebatas sangkar itu.

Sahabat, sering manusia juga mengalami hal yang sama dengan merpati yang berada di dalam sangkar itu. Pikiran manusia sering terbelenggu oleh lingkungan di mana ia hidup. Lingkungan yang memiliki keterbatasan akan menjadikan manusia memiliki keterbatasan pula dalam hidup ini. Karena itu, manusia mesti berusaha untuk keluar dari lingkungan yang terbatas itu.

Soalnya adalah banyak orang membiarkan dirinya dibatasi oleh sekat-sekat. Mereka membiarkan diri mereka terbelenggu oleh keterbatasan-keterbatasan diri itu. Dan mereka berusaha untuk menikmatinya. Padahal ketika mereka berlangkah melewati batas-batas itu, mereka akan menemukan berbagai hal yang lebih hebat lagi.

Karena itu, orang mesti memilah-milah mana hal-hal yang membelenggu dirinya dan mana yang tidak. Hal-hal yang membelenggu diri itu mesti diperangi, agar manusia dapat menemukan sesuatu yang lebih luas. Orang tidak boleh membiarkan dirinya terbelenggu oleh sekat-sekat yang menghancurkan dirinya.

Untuk itu, orang mesti berani untuk membarui diri secara terus-menerus. Caranya adalah dengan meninggalkan belenggu-belenggu itu dan menerima hal-hal baru yang mampu mengubah sikap hidupnya. Sikap hidup yang kurang baik mesti diganti dengan sikap hidup yang menguntungkan bagi diri dan sesama.

Orang beriman itu orang yang berani membarui dirinya. Orang yang mampu menilai secara kritis hal-hal yang membelenggu dirinya. Orang yang mau memajukan hidup dirinya dan sesamanya. Mari kita berusaha untuk membarui diri kita, agar kita tidak terkungkung oleh keterbatasan-keterbatasan. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

567

09 Desember 2010

Melakukan Perbuatan Baik dengan Hati yang Tulus

Ada seorang ibu yang selalu memperhitungkan apa saja yang dilakukannya. Setiap hal yang ia lakukan ia selalu menilainya dengan uang atau materi. Karena itu, ia tidak mau kehilangan waktu untuk hal-hal yang ia anggap tidak berguna. Baginya, time is money. Ia menolak setiap orang yang mengajaknya untuk terlibat dalam kehidupan masyarakat dan sosial. Apalagi kalau kegiatan-kegiatan itu tidak menguntungkan bagi dirinya secara materi.

Akibatnya, ibu ini tidak pernah diajak oleh teman-temannya untuk berbagai kegiatan yang ada di lingkungannya. Mereka enggan bergaul dengan orang yang mengukur segala sesuatu dengan materi atau uang. Bagi mereka, orang seperti ini hanya menjadi duri dalam daging. Orang seperti ini tidak memiliki kepedulian terhadap sesamanya.

Orang mesti melakukan sesuatu dengan setulus hatinya. Orang yang melakukan suatu kebaikan mesti mendasarkan perbuatannya di atas cinta yang mendalam terhadap sesamanya. Dengan demikian, orang akan menemukan kebahagiaan dan damai dalam hidupnya. Orang tidak perlu mengukur kebahagiaan dan damai itu dengan materi atau uang. Ibu yang nahas itu akhirnya tidak punya sahabat untuk bertukar pikiran dan berwawan hati. Ia hidup sendiri. Ia menjadi orang yang kesepian.

Sahabat, apa pun yang kita lakukan semestinya kita lakukan dengan kebaikan hati. Hati yang baik itu mencerminkan orang yang mau terlibat dalam kehidupan sesamanya. Orang yang memiliki kepedulian terhadap sesamanya. Orang yang mau berjuang bukan hanya untuk keselamatan dirinya sendiri, tetapi juga keselamatan orang lain.

Memang, tidak mudah melakukan sesuatu dengan kebaikan hati. Hati manusia sering terselubungi egoisme dan kepentingan diri yang berlebihan. Kalau untuk kepentingan diri sendiri, manusia selalu berjuang mati-matian. Manusia tidak peduli akan apa yang akan terjadi. Yang ia lakukan adalah menyelamatkan dulu dirinya sendiri. Tentu saja hal seperti ini menjadi suatu tantangan tersendiri dalam hidup bersama.

Karena itu, orang mesti berani berkorban bagi kehidupan ini. Orang mesti memiliki hati yang tulus untuk melakukan sesuatu dengan motivasi yang baik. Seorang bijak berkata, “Kalau busur Anda patah dan anak panah terakhir telah dilontarkan, tetaplah membidik.” Kata-kata bijak ini mau mengatakan bahwa perbuatan baik yang kita lakukan mesti datang dari hati yang tulus. Orang tidak boleh berhenti berbuat baik, ketika ada halangan dan rintangan.

Sebagai orang beriman, kita diajak untuk terus-menerus melakukan perbuatan baik dengan hati yang tulus. Hanya dengan cara ini, kita dapat menemukan sukacita dan bahagia dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


566

08 Desember 2010

Membuka Hati bagi Sesama

Suatu ketika seorang pemuda berusaha untuk mencari kedamaian. Pasalnya, ia mengalami hidup yang kurang tenteram. Selalu saja terjadi pertentangan antara dirinya dengan orang-orang yang ada di rumahnya. Ia berjalan menyusuri pantai yang indah. Lautnya sangat tenang, sehingga mengundang dirinya untuk berhenti sejenak di tepi pantai itu. Sesaat ia menemukan damai di pantai pasir putih itu. Tidak ada ombak yang besar hari itu membantu dia untuk menemukan secercah damai.

Namun pemuda itu belum merasa puas. Yang ia inginkan adalah damai abadi. Suatu damai yang membantu dirinya untuk hidup rukun dengan orang-orang serumahnya. Ia ingin menemukan damai seperti itu. Karena itu, ia melanjutkan perjalanannya. Kali ini ia sampai di sebuah hutan belantara. Ia menyaksikan binatang-binatang buas yang sedang berjaga-jaga di pinggir hutan itu. Melihat kedatangannya, binatang-binatang itu hendak menerkamnya. Ia menjadi takut. Namun ia tetap memberanikan diri untuk maju.

Pikirnya, binantang-binatang itu hanyalah menggertak dirinya saja. Benar. Binatang-binatang buas itu hanya menggertak. Ia maju dan menemukan seorang kakek tua dalam sebuah gubuk. Kakek tua itu menyambut dirinya dengan penuh kehangatan. Pemuda itu langsung mendapatkan tempat di hati kekek tua itu.

Lantas kakek tua itu bertanya, “Apa yang kaucari, pemuda?”

Pemuda itu menjawab, “Kedamaian. Aku ingin damai senantiasa menjadi bagian dari hidupku.”

Sambil menatap matanya dalam-dalam, kakek tua itu berkata, “Kau telah menemukannya! Ketika ada hati yang terbuka untuk menerima kehadiranmu, saat itulah kautemukan damai. Peliharalah damai itu dengan membuka hatimu untuk sesama.”

Sahabat, betapa banyak orang bingung dalam hidupnya, karena damai seolah-olah menjauh dari hidupnya. Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena tidak ada hati yang terbuka lebar untuk kehadiran sesama manusia. Hati manusia tertutup oleh egoisme. Hati manusia buntu oleh dengki dan cinta diri yang berlebihan. Hati manusia tidak punya tempat bagi sesamanya.

Kisah tadi mau mengatakan kepada kita bahwa keterbukaan hati bagi sesama dapat memberikan ketenteraman hidup bagi orang lain. Mengapa terjadi percekcokan dan pertengkaran di dalam keluarga? Karena hati nurani manusia buntu. Tidak ada keterbukaan hati untuk mengampuni sesama. Manusia hidup hanya untuk dirinya sendiri. Padahal manusia itu makhluk sosial. Makhluk yang semestinya selalu menyediakan hatinya bagi yang lain.

Karena itu, orang mesti selalu menyadari bahwa Tuhan telah memberikan anugerah yang sangat besar kepada manusia. Tuhan telah memberikan manusia hati daging yang lemah lembut. Maksudnya adalah hati manusia itu selalu lunak terhadap sesamanya. Hatinya selalu memberi ruang bagi sesamanya. Bukan hati yang keras seperti batu yang tidak bisa terbuka untuk sesamanya.

Sebagai orang beriman, kita diajak untuk senantiasa membuka hati kita bagi sesama. Dengan demikian, damai senantiasa menjadi bagian dari hidup kita. Dunia ini menjadi tempat yang damai bagi setiap orang. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


565

07 Desember 2010

Kesuksesan Itu Ada di Tangan Anda


Ada seorang gadis yang gagal dalam suatu kompetisi ilmu pengetahuan. Ia sudah mempersiapkan diri dengan baik selama berbulan-bulan. Ia telah mengikuti kursus-kursus di berbagai tempat kursus dengan guru-guru pendamping terbaik. Tetapi begitu ia maju ke kompetisi, ia gagal. Lebih menyakitkan hatinya lagi adalah ia gagal di babak awal. Padahal ia sudah menghabiskan begitu banyak uang dan waktu hanya untuk menyiapkan diri dalam kompetisi tersebut.

Salah satu sumber mengatakan adalah gadis itu kurang kreatif. Ia tampil terlalu teks book. Padahal yang juga sangat diharapkan dari kompetisi itu adalah seorang murid yang berani kreatif dan inovatif. Seorang kompetitor mesti berani mengungkapkan gagasan-gagasan baru. Tidak hanya mengulangi apa yang telah dipelajari di bangku sekolah atau bangku kursus.

Gadis itu sangat kecewa. Ia memutuskan untuk tidak lagi mengikuti kompetisi-kompetisi untuk mewakili sekolahnya. Ia ingin berdiam diri dulu. Ia ingin belajar menemukan hal-hal baru. Setelah itu, kalau toh keadaan memaksa, ia mau mengikuti kompetisi-kompetisi di bidang ilmu pengetahuan. Ia sadar bahwa hanya ia seorang yang dapat menentukan apakah ia gagal atau sukses dalam suatu kompetisi. Semua yang lain hanyalah sarana bantuan bagi dirinya.

Sahabat, banyak orang berpikir bahwa tingkat kesuksesan seseorang tergantung pada orang lain. Atau juga tergantung pada lingkungan sekitar. Kesuksesan itu ada di tangan orang lain atau lingkungan yang mendukung. Tentu saja pandangan seperti ini tidak seratus persen benar.

Orang mesti sadar bahwa orang tidak bisa meminjam, meminta atau mencuri kesuksesan orang lain. Orang lain hanya mampu memberi inspirasi, mengajar, mendorong seseorang untuk maju meraih sukses. Tetapi sesungguhnya kesuksesan itu tergantung pada diri sendiri. Kesuksesan itu tergantung pada bagaimana orang mampu mengatur hidupnya.

Kalau begitu, kita tidak perlu bantuan orang lain untuk meraih sukses? Tentu saja kita butuh bantuan orang lain untuk kesuksesan kita. Namun mau gagal atau sukses itu kembali kepada diri kita sendiri. Setiap orang memiliki cara sendiri-sendiri untuk meraih sukses itu. Setiap orang punya keinginan sendiri-sendiri untuk menggapai kesuksesan.

Karena itu, orang beriman mesti memiliki kemampuan untuk mengatur dirinya sendiri. Dengan bantuan dari orang-orang sekelilingnya, orang beriman mesti menancapkan tekadnya untuk membangun suatu hidup yang lebih baik. Orang beriman tidak boleh hanya menadahkan tangan meminta bantuan dari orang lain untuk kesuksesannya. Orang beriman mesti bekerja keras untuk meraih kesuksesan itu.

Untuk itu, orang beriman mesti selalu terbuka pada Tuhan yang senantiasa memberikan semangat untuk kehidupannya. Dengan hati yang terbuka itu, orang siap untuk menerima rahmat yang menguatkannya untuk bangkit kembali, ketika mengalami kegagalan dalam hidup. Dengan hati yang terbuka itu, orang mau menyerahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan dengan tetap bekerja keras untuk meraih kesuksesan. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


564

06 Desember 2010

Gunakan Yang Dimiliki untuk Kesuksesan

Suatu hari seorang teman saya menunjukkan sebuah karya lukis yang sangat indah. Sebuah pemandangan alam pantai di waktu senja. Matahari sedang tenggelam di balik awan di ufuk barat. Bianglala menyertai kepergian sang mentari ke peraduannya. Suasana memukau mata.

Teman saya itu sangat mengagumi karya tersebut. Namun yang dia kagumi bukan pertama-tama sang mentari yang diiring bianglala yang memukau itu. Yang sungguh-sungguh ia kagumi adalah imajinasi sang pelukis. Ia mampu memadukan imajinasinya dengan realitas alam yang nan megah.

Ia berkata, “Yang membuat saya semakin kagum adalah lukisan ini dibuat dengan kaki. Goresan-goresan halus di atas kanvas ini dilakukan oleh kuas yang dijepit oleh dua jari kaki. Bukan oleh tangan manusia. Luar biasa.”

Lukisan itu dibuat oleh seorang yang cacat kedua tangannya. Ia terlahir sebagai manusia normal, kecuali ia tidak punya tangan. Namun ia telah belajar untuk meraih kesuksesan dalam hidupnya dengan apa yang dimilikinya. Ia menggerakkan seluruh tubuhnya dengan kedua kakinya. Ia mencampur warna-warna dengan kedua kakinya. Ia membawa kanvas ke tepi pantai dan meletakkan di atas pasir-pasir putih dengan kedua kakinya. Lantas imajinasinya mengalir ke kedua kakinya itu. Dari sanalah ia menghasilkan lukisan yang memukau manusia.

Sahabat, banyak orang sering salah berpikir. Banyak orang berpikir bahwa orang hanya dapat hidup dengan normal kalau orang memiliki organ-organ tubuh yang normal. Orang berpikir bahwa orang yang tidak memiliki organ tubuh yang normal akan mengalami rintangan-rintangan dalam hidup.

Tetapi banyak orang yang normal sering salah menggunakan kenormalannya. Ketika mereka merasa tidak bisa melakukan sesuatu, mereka hanya diam membisu. Tidak ada jalan lain bagi mereka. Mereka menjadi tidak aktif. Mereka hanya berharap pada bantuan dari orang lain. Tidak ada kreativitas yang mereka kerjakan.

Kisah tadi mau mengatakan kepada kita bahwa cacat bukanlah halangan bagi seseorang untuk meraih sukses dalam hidup ini. Cacat tidak boleh membiarkan orang terpuruk dalam duka nestapanya. Justru orang mesti mencari cara-cara untuk mengatasi keterbatasan dirinya. Orang tidak boleh duduk diam saja tanpa kreativitas.

Karena itu, kalau Anda tidak bisa meraih sesuatu dengan tangan Anda, raihlah dengan kaki Anda. Anda mesti bergerak menuju tujuan yang ingin Anda gapai. Anda tidak boleh duduk sambil meringis meminta bantuan orang lain. Kreatiflah, maka Anda akan dapat meraih cita-cita Anda.

Untuk itu, orang mesti menggunakan seluruh pikirannya, imajinasinya dan semangatnya. Jangan biarkan hal-hal ini tumpul dan tak berguna. Gunakanlah unsur-unsur ini untuk kemajuan diri Anda. Orang beriman mesti memiliki semangat untuk mengembangkan dirinya. Jangan hanya memandang sesuatu dari satu perspektif. Ada banyak sudut pandang yang bisa Anda pakai untuk meraih cita-cita Anda. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ
563

05 Desember 2010

Hidup dalam Naungan Kasih Tuhan

Suatu hari seekor ular di kandang di sebuah kebun binatang tidak mau makan. Ia tampak bermalas-malasan. Seekor tikus besar yang dimasukkan ke kandangnya dibiarkannya saja berlarian kian ke mari. Ia tidak mau memangsa tikus itu. Bahkan ia menyembunyikan kepalanya di balik badannya. Ia tertidur nyenyak, meskipun sudah sebulan ini ia tidak makan.

Selidik punya selidik, ternyata ular jenis piton itu sedang bersedih hati. Sang betina pujaannya baru saja dipindahkan dari kandangnya. Sudah lama mereka hidup bersama di dalam kandang itu. Mereka sudah menjadi sepasang sejoli yang hidup harmonis. Alasan sang betina dipindahkan ke kandang yang lain adalah sudah bertahun-tahun sang betina tidak juga menghasilkan telur. Padahal pemilik kebun binatang itu menginginkan ular jenis piton itu berkembang biak di dalam kebun binatang miliknya.

Setelah beberapa bulan dipindahkan ke kandang yang lain, sang betina mati. Pasalnya, di tempat yang baru ia tidak bisa hidup dengan ular jantan yang baru dimasukkan ke kandang itu. Tidak ada keharmonisan di antara mereka. Mereka sering bertengkar. Mereka sering berkelahi. Barangkali matinya ular piton betina itu telah menyebabkan ular piton jantan itu tidak mau makan. Ia membiarkan tubuhnya menjadi kurus. Lama kelamaan ia pun mati, menyusul sang betina yang telah lebih dahulu mati.

Sahabat, kegundahan hati karena cinta yang hilang dapat menyebabkan berakhirnya suatu hidup. Orang yang saling mencintai itu orang yang mampu saling meneguhkan. Orang yang saling menimba kekuatan dari cinta itu. Karena itu, ketika salah satu dari mereka mengkhianati cinta, dapat dipastikan bahwa hidup ini berakhir dengan duka. Keharmonisan yang dialami, karena tumbuhnya cinta itu pun berakhir.

Kisah tadi mau mengatakan kepada kita bahwa kerinduan yang begitu dalam untuk tetap bersatu dalam keharmonisan menumbuhkan semangat hidup. Namun ketika situasi seperti ini hilang, maka tumbuhlah kekecewaan demi kekecewaan dalam hidup. Tidak ada lagi pegangan bagi hidup ini. Orang terlepas dari akarnya. Orang tidak punya apa-apa lagi untuk menyandarkan hidupnya.

Orang yang kehilangan cinta itu orang yang menjauhkan dirinya dari Tuhan. Mengapa? Karena pada hakekatnya Tuhan adalah kasih. Tuhan senantiasa mengasihi manusia. Tuhan menghendaki manusia hidup di dalam kasih itu. Ketika manusia menjauh dari kasih Tuhan, manusia kehilangan pegangan hidupnya. Manusia kehilangan tempat untuk menyandarkan hidupnya.

Karena itu, apa yang mesti dibuat oleh orang-orang beriman di jaman yang serba bising dan kacau balau ini? Orang beriman mesti selalu mau hidup dalam naungan kasih Tuhan. Orang beriman mesti menyerahkan hidupnya kepada Tuhan. Dengan demikian, manusia selalu menemukan hidupnya dalam lindungan Tuhan. Orang beriman senantiasa hidup berdasarkan nilai-nilai kasih yang berasal dari Tuhan. Mari kita hidup dalam naungan kasih Tuhan, agar hidup ini semakin memiliki makna bagi diri kita dan sesama. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ
562

01 Desember 2010

Kemampuan Menerima Diri Apa Adanya

Ada seorang gadis yang menolak kenyataan dirinya sendiri. Ia berasal dari keluarga yang miskin. Ayahnya sudah meninggal dunia sejak ia masih bayi. Ia hidup bersama ibu dan dua orang kakaknya. Ia selalu berusaha tampil dengan penuh glamour. Ia membeli gaun-gaun yang mahal harganya. Padahal ibunya selalu keberatan terhadap keinginannya. Ibunya bekerja setengah mati mengumpulkan uang sedikit demi sedikit untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Namun gadis itu selalu ingin memiliki hasil kerja ibunya itu untuk membeli pakaian dan perhiasan-perhiasan yang mahal.

Gadis itu ingin orang lain memandangnya sebagai seseorang yang punya sesuatu yang berharga. Ia tidak ingat bahwa yang berharga itu adalah dirinya sendiri. Ia ingin orang melihat apa yang ada di luar dirinya, yaitu pakaian dan perhiasan-perhiasan yang mahal-mahal. Padahal nilai dan harga manusia itu terletak dalam diri manusia. Kemauan manusia yang baik dan suci menjadi nilai dan harga manusia yang paling tinggi.

Bertahun-tahun lamanya gadis itu hanya terobsesi pada pikirannya sendiri. Ia terjerat oleh islusinya sendiri tentang nilai dan harga manusia. Hidupnya menjadi kacau balau, karena ia selalu mengejar yang tampak dan yang kelihatan oleh mata. Ketika ia tidak mendapatkannya, ia kecewa berat. Ketika orang mulai tahu tentang latar belakang dirinya, ia menjadi resah. Hidupnya menjadi tidak tenang. Akhirnya, ia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan minum racun. Tragis! Sungguh sangat tragis hidup manusia seperti ini.

Sahabat, hampir seluruh persoalan hidup manusia bermula dari ketidakmauan manusia menerima hidupnya apa adanya. Manusia tidak mampu berkompromi dengan kenyataan dirinya. Orang tidak mampu melihat realitas hidupnya secara sederhana dan biasa-biasa saja. Orang lebih suka bermain-main dengan obsesi, persepsi dan ilusi.

Tentu saja situasi seperti ini akan membawa manusia ke dalam penderitaan demi penderitaan. Mengapa? Karena keinginan tidak gampang diraih dalam kondisi yang tidak nyata. Orang hanya bertumbuh dan berkembang dalam mimpi-mimpi hampa. Orang terbelenggu oleh ilusinya sendiri. Ini bahaya. Ini dapat menjadi tragedi yang membuat manusia kehilangan jati dirinya.

Karena itu, manusia yang normal adalah manusia yang mampu menerima hidup dan dirinya apa adanya. Manusia yang mampu mengkompromikan antara keinginan dan kenyataan hidupnya. Manusia yang tidak lari dari kenyataan dan membentuk bayang-bayang semu dalam hidupnya.

Kisah gadis tadi mau mengatakan kepada kita bahwa kehidupan ini akan berjalan dengan normal, kalau manusia mampu merendahkan dirinya. Kalau manusia mau menerima kekurangan-kekurangan dalam hidupnya. Kekurangan-kekurangan itu dapat menjadi kekuatan untuk meraih sukses yang gilang-gemilang dalam hidup ini.

Mari kita berusaha untuk menerima hidup kita apa adanya. Untuk itu, kita mesti berserah diri kepada Tuhan, agar Tuhan memberi kita kekuatan dan petunjuk untuk menerima hidup ini apa adanya. Hanya Tuhan yang dapat membantu kita untuk mengkompromikan cita-cita dan kenyataan hidup kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

561