Pages

30 November 2010

Meraih Kesuksesan melalui Kerja Keras

John Grisham adalah seorang penulis buku-buku novel terkenal Amerika. Buku-bukunya seperti The Firm, The Client dan Pelican Brief bahkan menjadi buku-buku best seller di dunia. Ketiga buku itu pernah difilmkan dengan menampilkan bintang-bintang film tenar.

John Grisham mulai menulis buku pertamanya pada sebuah notes kecil yang dibawanya ke mana saja ia pergi. Buku itu dikerjakannya satu atau dua halaman dalam satu hari. Namun akhirnya demi menyelesaikan bukunya, ia rela melepaskan pekerjaannya di bidang hukum. Ia berkata, ”Saya meneruskan menulis buku itu sekalipun saat menderita flu, saat bertamasya dan sering kehilangan waktu tidur.”

Namun kerja keras John Grisham tidak cuma pada saat menulis. Saat buku pertamanya selesai, buku itu dikirimkannya kepada beberapa penerbit untuk dipublikasikan. Berapa kali buku pertamanya itu ditolak oleh para penerbit? Dua puluh lima kali buku pertamanya ditolak oleh para penerbit. Namun ia tidak putus asa. Ia terus bekerja menulis buku.

Kerja kerasnya itu membuahkan hasil, ketika buku-bukunya menjadi buku-buku yang disukai oleh masyarakat. Mereka membaca pikiran-pikirannya. Mereka mencerna ide-idenya. Mereka menginternalisasi ide-ide John Grisham bagi hidup mereka. Sungguh, sesuatu yang luar biasa. Buku-buku itu telah mengobati kerinduan jiwa untuk semakin dekat satu sama lain.

Sahabat, bekerja keras untuk sesuatu yang bernilai tinggi merupakan suatu keutamaan dalam hidup ini. Seorang ibu yang sangat mencintai bayinya yang baru dilahirkannya akan memusatkan perhatiannya pada buah hatinya itu. Ia mengorbankan seluruh hidupnya, segenap hatinya demi si buah hati. Seluruh waktunya tercurah untuk kekasih jiwanya itu. Mengapa? Karena hidupnya ia persembahkan untuk orang yang baru dilahirkan itu. Ia telah merawatnya dengan penuh kasih sayang, ketika masih berada di dalam rahimnya. Karena itu, ia pun memberikan perhatian yang sungguh-sungguh besar bagi bayinya itu.

Orang yang tidak mau bekerja keras di dalam hidupnya akan gampang dirundung keputusasaan. Ia tidak dapat bertahan, ketika ada aral yang melintang. Ia akan gampang hanyut oleh badai kehidupan yang menerjang dirinya. Mengapa? Karena orang yang tidak mau bekerja itu tidak mau berkorban. Tidak menginginkan sesuatu hilang dari dirinya. Ia ingin tetap menggenggam erat korban yang seharusnya ia lepaskan dari dirinya sendiri.

Kisah John Grisham tadi mau mengatakan kepada kita bahwa keberhasilan hanya dapat diraih melalui kerja keras dan korban. Karena itu, orang beriman yang ingin berhasil dalam hidupnya mesti berani bekerja keras. Ia mesti berani mengorbankan dirinya bagi sesama. Dengan demikian, keputusasaan tidak gampang merundung dirinya. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


560

29 November 2010

Membangun Hati yang Tulus dan Murni

Di pusat kota Madrid, Spanyol, ada sebuah stasiun kereta api bawah tanah. Mereka memberinya nama Metro. Dari stasiun ini kita bisa pergi ke berbagai tempat di kota ini, bahkan ke berbagai kota di Spanyol. Misalnya, kalau kita mau pergi ke bandara, kita bisa naik kereta api bawah tanah hingga bandara. Atau kalau kita mau ke Toledo, sebuah kota tua berjarak 50 kilometer dari Madrid, kita juga bisa menggunakan kereta api bawah tanah ini.

Namun di sana tidak hanya terdapat halte-halte kereta bawah tanah itu. Di Metro ini juga terdapat supermarket yang sangat besar. Ada ratusan toko berada di tempat ini. Di dalamnya terpajang ribuan bahkan jutaan barang-barang menarik untuk dibawa pulang oleh para pengunjung. Yang dibutuhkan dari para pengunjung adalah kesabaran untuk memilih barang-barang yang dijajakan di sana. Ada souvenir-souvenir indah yang bisa didapatkan di tempat ini sebagai buah tangan bagi orang-orang yang dicintai.

Suatu hari ada seorang ibu yang membeli banyak sekali anting-anting. Ia sangat kagum terhadap anting-anting tersebut. Menurutnya, ia ingin membagikannya untuk rekan-rekan kerjanya di kantor. Itulah kenang-kenangan yang terindah bagi mereka. Ia tidak peduli harga anting-anting itu. Yang penting baginya adalah ia dapat membangun relasi yang baik dengan teman-temannya. Ia membelinya dengan hati yang tulus. Ia ingin menjadikan anting-anting itu sebagai bingkisan dari lubuk hatinya.

Sahabat, sebuah hadiah atau bingkisan memiliki nilai yang sangat mendalam bagi yang menerimanya. Apalagi kalau bingkisan itu diberikan dengan tulus. Karena itu, persoalannya bukan seberapa mahal harga bingkisan itu. Tetapi seberapa tulus bingkisan itu diberikan kepada orang yang dikenal dan dicintai.

Kalau sebuah bingkisan atau hadiah diberikan dengan wajah yang muram durja, tidak akan memiliki nilai sama sekali. Meski mahal sekalipun harga bingkisan itu, bingkisan itu tidak memiliki sentuhan kasih yang mendalam. Mengapa? Karena bingkisan itu tidak berasal dari hati yang mencintai. Sesuatu yang berasal dari hati yang tulus akan selalu singgah di hati. Tidak ada penolakan. Bahkan akan diterima dengan penuh rasa terima kasih.

Kata orang, hati manusia itu pusat seluruh hidupnya. Perbuatan baik seseorang berasal dari hatinya yang tulus. Demikian pula iri hati, permusuhan dan dendam dapat tercipta dan dapat hidup di dalam hati manusia. Kalau orang dapat mengarahkan hatinya dengan baik, orang akan memetik hal-hal yang berguna bagi hidupnya. Namun kalau orang mengarahkan hatinya untuk kepentingan egoismenya, segala sesuatu hanya ditarik untuk dirinya sendiri.

Karena itu, membangun hati yang tulus dan murni mesti menjadi bagian dari hidup orang beriman. Orang beriman senantiasa menimba kasih Tuhan dalam hidupnya. Tuhan selalu mencintai manusia. Tuhan tidak pernah menarik segala sesuatu untuk kepentinganNya sendiri. Sebaliknya, Tuhan selalu memberikan yang terbaik kepada manusia. Mari kita membangun hati yang tulus dan murni bagi kesejahteraan kita bersama. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


559

28 November 2010

Memiliki dan Membangun Harapan

Suatu sore sepasang suami istri menggelar dagangan mereka di trotoar jalan. Lampu jalan tidak cukup terang untuk menerangi dagangan mereka. Di kanan kiri tumpukan puing-puing bongkaran pasar mengepung. Di depan mereka berlalu lalang kendaraan dan langkah-langkah kaki yang cepat. Melihat kondisi seperti ini, belum tentu ada orang yang menoleh ke arah dagangan mereka.

Belum lagi polisi pamong praja (pol pp) yang ganas sering melintasi tempat mereka. Pernah suatu sore dagangan mereka dibawa pergi oleh pihak pol pp. Mereka harus menebusnya dengan mahal. Padahal sore itu dagangan berupa gorengan yang mereka jual belum banyak laku. Sore itu mereka tidak bisa menjual dagangan mereka hingga malam hari. Mereka cepat-cepat menyusul pihak pol pp ke kantor untuk menebus dagangan mereka. Setelah itu, mereka pulang ke rumah.

Ketika ditanya tentang hal ini, mereka menjawab, ”Kami tidak kehilangan harapan. Itulah satu-satunya matapencaharian kami. Kami tahu harapan tidak pernah meninggalkan mereka yang menggenggamnya.”

Karena mampu menggenggam harapan itu, pasangan suami istri ini mampu menghidupi keluarganya. Mereka mampu membiayai anak-anaknya sekolah hingga perguruan tinggi. Mereka yakin, harapan yang ditumbuhkembangkan dalam hidup sehari-hari akan mampu memberi mereka kekuatan untuk tetap bertahan dan maju dalam hidup.

Sahabat, ada banyak orang jatuh dalam usaha-usaha mereka, karena kurang punya harapan. Sedikit tantangan datang menerpa, mereka tidak kuat bertahan. Mereka ikut jatuh terjerembab. Akibatnya, keputusasaan yang menjadi bagian dari hidup mereka. Orang kurang menumbuhkan harapan di dalam dirinya. Orang kurang berani menggenggam harapan.

Kisah tadi mau mengatakan kepada kita bahwa harapan mesti menjadi bagian dari hidup kita. Kita hidup dalam dunia yang tidak begitu saja mudah menyediakan berbagai sarana dan fasilitas untuk hidup kita. Kita sendiri mesti berusaha untuk menyediakan sarana-sarana itu untuk kemajuan hidup kita. Untuk maju, orang mesti berani menggenggam harapan dalam hidup ini.

Setiap usaha yang dilakukan pasti akan menghasilkan sesuatu yang berguna bagi hidup. Tidak akan hilang begitu saja. Tidak akan berlalu begitu saja. Karena itu, bertahan di dalam harapan merupakan suatu keutamaan yang mesti ditumbuhkembangkan dalam hidup ini. Menggenggam harapan tidak berarti mematikannya, namun terus-menerus berusaha untuk memajukan usaha-usaha.

Sebagai orang beriman, kita dipanggil untuk tetap setia pada usaha-usaha yang telah kita mulai. Banyak orang gagal dalam usahanya, karena kurang punya kesetiaan. Mereka berusaha, tetapi begitu ada tantangan yang menghadang, mereka meninggalkannya. Mereka membiarkan usaha-usahanya mati tak terurus.

Mari kita memupuk dan menggenggam harapan kita. Kita menaruh harapan kita pada Tuhan yang mampu membantu kita bertahan dalam usaha-usaha kita. Dengan demikian, kita dapat menemukan damai dan sukacita dalam hidup kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

27 November 2010

Terbuka bagi Rahmat Tuhan


Seorang pemuda tampak lesu sepanjang hari. Tidak ada gairah dalam dirinya. Ia tidak mau makan. Ia tidak mau bekerja. Yang ia lakukan adalah duduk di ruang tamu rumahnya dengan pandangan mata yang menerawang jauh. Orangtuanya bingung melihat kondisi anaknya. Namun tidak berani bertanya tentang kondisi yang sesungguhnya telah terjadi.

Selidik punya selidik, ternyata pemuda itu kehilangan idolanya. Sang idola yang selama ini dibangga-banggakan ternyata adalah seorang buronan polisi yang terlibat dalam perdagangan obat-obatan terlarang. Padahal idolanya itu orang yang tenar. Idolanya itu menjadi rujukan bagi kaum muda sebayanya.

Dalam kondisi seperti itu, ia berkata kepada ibunya, ”Mama, dunia ini tidak adil. Ada orang-orang yang begitu baik, tetapi kemudian terjerumus ke dalam lilitan narkoba. Bagaimana saya bisa mencontoh cara hidupnya? Padahal orang itu sungguh-sungguh menjadi kebanggaan saya. Idola saya.”

Dengan senyum kasihnya, sang mama berkata, ”Nak, kamu tidak boleh menggantungkan hidupmu pada ketenaran orang lain. Kamu harus bisa memotivasi dirimu sendiri untuk maju dalam hidup ini.”

Pemuda itu menjadi sadar bahwa yang mesti memberikan motivasi bagi dirinya sendiri bukan orang lain. Ia sendiri harus berani memotivasi dirinya sendiri untuk dapat maju dalam kehidupan ini. Ia tidak perlu menggantungkan dirinya pada kesuksesan orang lain.

Sahabat, sering orang merasa bahwa mereka dapat maju kalau ada orang lain yang memberi mereka motivasi untuk maju. Tentu saja hal ini keliru. Orang mesti meluruskan pandangan seperti ini. Tak seorang pun bertanggung jawab atas motivasi yang ada di dalam diri kita. Kita sendiri harus berani menumbuhkan motivasi itu. Dengan demikian, kita dapat tumbuh dan berkembang dengan lebih baik.

Setiap rangsangan yang kita terima dari luar merupakan alat pacu bagi kemajuan diri kita. Nasihat-nasihat indah yang ditujukan kepada diri kita itu bertujuan untuk mengetuk motivasi yang ada di dalam diri kita. Dengan begitu, kita sendiri yang mulai bertumbuh dan berkembang.

Karena itu, setiap rangsangan dari luar itu mesti kita pilah-pilah mana yang mampu membantu kita untuk bertumbuh dan berkembang. Motivasi yang membantu kita untuk kita berkembang kita gunakan bagi kemajuan diri kita. Kita yang bertanggung jawab atas perjalanan hidup kita, bukan orang lain.

Sebagai orang beriman, kita yakin bahwa dalam hidup ini kita menerima rahmat Tuhan. Rahmat Tuhan itu menjadi motivasi bagi kita untuk bertumbuh dan berkembang dalam hidup ini. Karena itu, kita tidak boleh bekerja sendirian dalam memotivasi diri kita. Kita mesti membuka hati kita kepada rahmat Tuhan yang senantiasa mengalir untuk kita. Dengan demikian, kita dapat menjadi orang-orang yang berkenan kepada Tuhan. Kita mampu menjalani hidup ini dengan baik. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

557

26 November 2010

Mencari dan Menemukan Tuhan yang Hilang


Suatu malam seorang perempuan pengusaha yang cantik kehilangan sebuah giwang yang mahal harganya. Ia hendak memakai giwang itu untuk datang ke suatu pesta para pengusaha. Ia pusing tujuh keliling. Ia berusaha untuk mengingat-ingat ke mana saja ia memakai giwang tersebut. Mungkin giwang itu telah jatuh di tempat lain. Namun seingat dia, giwang itu tidak pernah jatuh dari telinganya. Setiap kali ia pulang dari suatu pesta dengan mengenakan giwang itu, ia selalu melepaskannya dan menempatkannya di tempatnya semula.

Dalam kebingungan itu, ia mengambil sapu. Ia menyapu lantai kamarnya. Tidak cukup dengan lampu kamar yang ada, ia menyalakan sebuah lilin. Ia mencari ke sudut-sudut kamarnya, barangkali giwang kesayangannya ada di sana.

Setelah beberapa lama mencari dengan hiasan keringat di wajahnya, ia menemukan giwang tersebut. Sebuah giwang yang mahal harganya terbuat dari emas murni 24 karat. Ia sangat bersukacita. Ia menggenggam giwang itu erat-erat. Yang hilang telah ia temukan kembali. Lantas ia pun mengenakannya di telinganya, menambah anggun penampilannya. Ia siap untuk menghadiri pesta para pengusaha dengan penuh percaya diri.

Sahabat, hal yang sangat penting dalam hidup manusia biasanya mendapatkan perhatian yang utama. Kalau hal itu hilang, orang bisa mengalami stress. Orang dapat mengalami suatu kekosongan dalam hidupnya. Orang akan bingung. Karena itu, orang berusaha mati-matian untuk menemukannya kembali. Berbagai cara dilakukan yang penting hal yang sangat penting dan berharga itu dapat ditemukan kembali.

Kisah tadi mau mengatakan kepada kita bahwa perempuan itu memusatkan perhatiannya pada giwang kesayangannya. Ia tidak mau giwang itu hilang lenyap dari dirinya. Giwang itu telah menjadi bagian dari hidup dan dirinya sendiri. Karena itu, hal yang sangat berharga itu tidak boleh hilang. Ia berusaha mati-matian untuk menemukannya kembali. Ia berusaha dengan segenap kekuatannya untuk mendapatkannya kembali.

Pernahkah Anda kehilangan hal yang sangat berharga dari diri Anda? Tentu saja Anda pernah kehilangan hal yang sangat berharga dari diri Anda. Mungkin ada dari Anda kehilangan orang-orang yang sangat Anda cintai. Mungkin ada dari Anda yang kehilangan cinta yang tulus. Mungkin ada dari Anda yang kehilangan harta yang tak ternilai harganya. Dalam kondisi seperti itu tentu saja Anda berusaha mati-matian untuk mendapatkan kembali. Anda berusaha sekuat tenaga untuk merebut kembali cinta tulus yang hilang itu. Mengapa? Karena itulah yang menjadi pusat perhatian Anda.

Tetapi pernahkah Anda menyadari bahwa Anda sedang kehilangan Tuhan dalam hidup Anda? Ketika Anda lebih mengutamakan egoisme dan kesombongan diri, saat itulah Tuhan menjauh dari hidup Anda. Ketika Anda lebih memusatkan perhatian Anda untuk merebut harta dan kekuasaan, saat itulah Tuhan hilang dari diri Anda. Tuhan tidak menguasai Anda lagi. Yang berkuasa atas diri Anda adalah egoisme, kesombongan, harta dan kekuasaan.

Karena itu, orang beriman mesti mengutamakan Tuhan dalam hidupnya. Ketika Tuhan menjauh, orang beriman mesti segera mencari dan menemukannya kembali. Orang beriman mesti menjadikan Tuhan pusat dari seluruh hidupnya. Dengan demikian, hidup ini menjadi lebih berharga dan bermakna. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

25 November 2010

Hadir untuk Membangun Kedamaian


Ada seorang pemuda yang sangat mengagumi dirinya sendiri. Ke mana pun ia pergi, ia selalu menyombongkan kemampuan beladirinya. Tidak hanya itu. Ia pun menantang orang yang dijumpainya untuk mengetes kemampuannya. Berkali-kali ia dapat mengatasi tes atas kemampuan beladirinya.

Suatu hari ia berjumpa dengan seorang kakek tua. Tampaknya kakek ini tidak punya kekuatan apa-apa. Tubuhnya tampak rapuh. Ia berjalan dengan membungkukkan badannya meski sudah disanggah oleh tongkat. Tanpa pikir panjang, pemuda itu mulai mengganggu kakek tua itu. Ia memukulnya dengan jurus-jurus beladiri yang dimilikinya. Awalnya, kakek tua itu tidak mau membalasnya. Ia hanya menyaksikan ulah pemuda itu.

Namun setelah merasa diperlakukan tidak sopan oleh pemuda itu, kakek tua itu pun mulai mengeluarkan jurus-jurus beladirinya. Dengan bantuan tongkatnya, kakek tua itu membalas pukulan-pukulan pemuda itu. Setiap jurus yang dikeluarkannya ternyata sulit dielakkan oleh pemuda itu. Pemuda itu berusaha membalas, namun tidak satu pun jurus pukulannya mengenai kakek tua itu. Suatu saat, pemuda itu jatuh tersungkur di kaki kakek tua itu. Wajahnya babak belur oleh tongkat kakek tua itu. Ia pun meminta ampun.

Sambil memandang pemuda itu, kakek tua itu berkata, “Anak muda, ilmu beladiri yang kita miliki seharusnya tidak digunakan untuk menyakiti orang lain. Saya terpaksa menggunakan ilmu beladiri saya, karena kamu tidak tahu diri. Baru pertama kali ini saya gunakan untuk menyakiti orang lain. Tetapi ini demi pertobatanmu.”

Sahabat, ada orang-orang yang salah menggunakan kemampuan yang mereka miliki. Padahal kemampuan itu semestinya digunakan untuk kesejahteraan bersama. Orang menggunakan kemampuannya untuk menyombongkan dirinya sendiri. Kekaguman terhadap diri sendiri dapat merusak hidup manusia.

Kisah tadi mau mengatakan kepada kita bahwa hidup ini mesti diatur sebaik-baiknya. Kakek tua itu selama hidupnya menggunakan kemampuan dirinya bukan untuk menaklukkan orang lain. Bukan untuk kebanggaan dirinya. Tetapi ia gunakan untuk kesejahteraan bersama. Kalau ia terpaksa menggunakan kemampuannya, itu demi kebaikan sesama juga. Ia gunakan bagi pertobatan sesamanya.

Karena itu, kita mesti menyadari kehadiran kita di tengah-tengah sesama kita. Kita hadir bukan untuk menyombongkan diri kita. Kita hadir untuk membawa kesejahteraan bagi sesama. Tugas kita adalah menggunakan kemampuan yang kita miliki untuk membangun kedamaian dan sukacita bagi sesama kita.

Sebagai orang beriman, kita diajak untuk senantiasa berusaha membawa damai bagi lingkungan kita hidup. Kemampuan yang kita miliki mesti menjadi sarana untuk membangun relasi yang baik dengan sesama. Dengan demikian, dunia ini menjadi tempat yang aman dan damai bagi semua orang. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


555

23 November 2010

Bukan karena Warisan

Ada seorang perempuan yang begitu bangga terhadap salah seorang anaknya. Pasalnya, anaknya ini sangat peduli terhadap dirinya. Apa saja yang dibutuhkannya dipenuhi oleh sang anak. Ia diajak anaknya berjalan-jalan ke luar negeri untuk menikmati indahnya musim semi. Ia diberi kesempatan untuk mengunjungi beberapa tempat bersejarah di Eropa yang menjadi kerinduannya sejak masih muda.

Namun ibu ini tetap menaruh curiga terhadap kebaikan anaknya. Karena itu, ia bertanya kepadanya, “Nak, apa yang membuat kamu begitu baik kepada mama? Apa karena mama punya warisan untukmu?”

Sang anak terkejut mendengar pertanyaan ibunya. Ia tidak habis pikir, mengapa mamanya sampai bertanya begitu. Dengan wajah yang sedih, sang anak menjawab, “Saya melakukan semua ini dengan setulus hati saya. Mama telah mengandung, melahirkan dan membesarkan saya. Sekarang giliran saya melakukan sesuatu yang terbaik untuk mama.”

Sang mama sangat terharu mendengar kata-kata sang anak. Sejak itu, ia tidak pernah mempertanyakan lagi perbuatan baik yang dilakukan anaknya. Ia berusaha untuk membahagiakan anaknya dengan menerima setiap perbuatan baik anaknya. Baginya, itulah tanda penyertaan Tuhan atas dirinya.

Sahabat, kasih orangtua bagi anak-anaknya begitu besar. Tidak pernah lekang oleh perubahan zaman. Namun tidak berarti kasih yang mereka miliki itu tidak kreatif. Sungguh, kasih mereka bukan kasih yang mati. Kasih mereka terus bertumbuh dan berkembang sesuai dengan perjalanan jaman.

Karena itu, pantaslah seorang anak menunjukkan kasihnya kepada orangtuanya. Bukan berarti mau membalas budi baik orangtuanya. Tetapi itulah hakekat dari setiap orang yang mesti selalu memberikan perhatian dan kasih sayang kepada orang lain. Mengapa? Karena utang harta dapat dibayar, namun utang budi dibawa mati. Orang tidak dapat membalas kebaikan orang lain secara persis. Perbuatan baik tetaplah suatu perbuatan baik.

Kisah tadi mau mengatakan kepada kita bahwa orang yang peduli terhadap kebaikan orangtuanya akan menemukan kebahagiaan dalam hidupnya. Kebaikan-kebaikan yang dilakukannya untuk orangtuanya sebenarnya ia lakukan untuk dirinya sendiri. Mengapa? Karena dengan demikian, ia terlahir dari buah kasih sayang orangtuanya. Ia tumbuh dalam kasih sayang orangtuanya.

Untuk itu, orang beriman mesti selalu menumbuhkan rasa kasih sayang terhadap orang-orang yang dekat dengannya. Orang tidak boleh menciptakan suasana dendam atau iri hati terhadap sesamanya yang baik kepadanya. Hanya dengan menumbuhkan kasih sayang itu, orang dapat mengaktualisasikan dirinya sebagai orang yang beriman kepada Tuhan.

Mari kita menjunjung tinggi kasih sayang terhadap orangtua kita. Mereka telah mengasihi kita. Mereka telah menanamkan nilai-nilai yang baik dalam diri kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


554

22 November 2010

Menemukan Kesempatan dalam Diri

Ada seorang pemuda yang sudah lama lulus dari perguruan tinggi. Ia sudah mendatangi berbagai perusahaan untuk melamar pekerjaan. Namun tidak ada yang mau menerimanya. Pasalnya, pemuda itu dinilai kurang kreatif dalam berbagai hal. Yang ia tahu hanya ilmunya sendiri. Padahal perusahaan-perusahaan mengharapkan dia memiliki kemampuan di bidang lain juga. Tambahan lagi, pemuda itu pun tetap berteguh pada pendiriannya. Akhirnya, ia memutuskan untuk menganggur.

Namun dalam situasi seperti itu ia justru mulai kreatif. Ia mulai membuka sebidang tanah peninggalan ayahnya di desa. Tanah seluas dua hektar itu ia tanami sayur-sayuran. Modal ia peroleh dari ibunya yang membuka warung di kota. Setiap bulan ia dapat menghasilkan jutaan rupiah dari jualan sayur-sayuran. Ia mengembangkan sayuran organik yang tidak menggunakan bahan-bahan kimia.

Dengan sayur organik, banyak orang mengincar hasil kebunnya. Ia tidak perlu membawanya ke kota. Banyak orang kota mendatangi kebunnya. Mereka membelinya langsung di kebunnya. Harganya pun lebih mahal daripada sayur-sayuran yang menggunakan bahan-bahan kimia. Dengan hasil kebun seperti itu, ia dapat membiaya hidupnya. Ia juga dapat membantu adik-adiknya melanjutkan sekolah mereka.

Ia juga memiliki beberapa pegawai yang membantunya mengelola kebun sayurnya. Ia merasa gembira atas sukses yang telah ia raih. Seandainya dulu ia diterima di perusahaan, tentu saja ia masih tetap menjadi pegawai. Tetapi sekarang ia bukan sekadar pegawai. Ia seorang bos yang berhasil.

Sahabat, sering orang berpikir bahwa kesuksesan itu mendatangi dirinya. Tidak perlu mengejar kesuksesan itu. Orang cukup duduk dan menunggu kesuksesan itu bagai durian yang matang yang akan jatuh dari pohonnya. Yang dilakukan cukup berpangku tangan.

Tentu saja sikap seperti ini bukan sikap yang benar. Orang mesti mengejar dan merebut kesuksesan itu. Orang tidak bisa berpangku tangan begitu saja menunggu kesuksesan menghampirinya. Ada begitu banyak kesempatan di sekeliling kita. Bahkan kesempatan emas yang sering diidam-idamkan itu ada di dalam diri kita sendiri. Tinggal bagaimana kita membuka pintu diri kita untuk kesempatan itu.

Kesempatan itu ada di dalam diri kita. Tidak bergantung pada lingkungan, keberuntungan atau pertolongan orang lain. Kisah tadi menegaskan hal ini. Pemuda itu mesti memulai dari dirinya sendiri, kalau ia mau sukses. Dan ketika ia memulainya, ia berhasil dengan baik. Ia meraih kesuksesan itu bagi dirinya. Ia tidak perlu mengemis pekerjaan ke mana-mana untuk diberi pekerjaan.

Karena itu, orang mesti memulai merebut kesempatan itu. Orang mesti mengubah dirinya, kalau suatu kesempatan mengalami jalan buntu. Orang tidak bisa memaksakan prinsip-prinsip hidupnya yang justru menghambat dirinya dalam meraih sukses. Karena itu, kreativitas menjadi salah satu alat bantu untuk meraih kesuksesan itu.

Sebagai orang beriman, kita diajak untuk berusaha menemukan kesempatan-kesempatan yang ada dalam diri kita. Kesempatan emas mesti kita olah menjadi kesuksesan-kesuksesan yang membantu kita bertumbuh dan berkembang. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


21 November 2010

Tidak Ada Jalan Pintas untuk Sukses


Seorang remaja terpesona oleh kehebatan seorang super star. Ia berdecak kagum begitu super star itu menyanyikan lagu-lagunya dengan sangat indah dan menawan. Hati remaja itu tergugah untuk menjadi seperti super star itu. Ia ingin menjadi penyanyi kaliber dunia. Ia ingin menjadi seorang yang tenar dan dikenal oleh orang sejagat. Tetapi bagaimana?

Salah satu jalan yang ia tempuh adalah mencontoh gaya super star tersebut. Tetapi setiap kali ia mau berlatih, ia menemui banyak rintangan. Ia mengurungkan niatnya untuk berlatih menyanyi. Baginya, menjadi seorang super star itu terlalu berat. Biarlah ia menjadi orang yang biasa-biasa saja.

Suatu ketika ia mempunyai kesempatan untuk berjumpa dengan super star pujaannya. Ia gunakan kesempatan itu untuk berdialog dengan super star tersebut. Ia bertanya, ”Bagaimana Anda menjadi seorang yang terkenal?”

Sambil tersenyum, super star itu menjawab, ”Adik, saya menjadi super star tidak tiba-tiba. Saya belajar bertahun-tahun. Saya berlatih menyanyi lima belas jam dalam satu hari. Pelatih saya selalu memberi saya motivasi untuk terus berlatih di kala saya merasa capek. Tidak ada kata menyerah. Saya harus bisa melakukannya.”

Remaja itu semakin kagum terhadap idolanya itu. Ternyata menjadi seorang super star itu tidak segampang yang dibayangkan. Orang mesti berjuang untuk meraih sukses itu. Kadang-kadang orang mesti mengalami jatuh terpuruk. Tetapi orang mesti bangkit lagi, kalau ingin meraih sukses yang gilang gemilang.

Sahabat, banyak orang sering terkecoh oleh keberhasilan seseorang. Mereka mengira keberhasilan itu diraih dengan mudah, tanpa kerja keras. Ternyata tidak demikian. Di balik kekeberhasilan itu selalu ada jalan panjang yang memuat catatan perjuangan dan pengorbanan. Keringat dan kecapekan. Jatuh dan bangun mesti dilewati untuk meraih keberhasilan itu.

Kisah tadi mengatakan kepada kita bahwa tidak ada jalan pintas untuk meraih kesuksesan. Kalau mau menjadi orang yang tenar atau super star orang mesti mengorbankan banyak waktu dan engerinya untuk berlatih dan berlatih. Orang tidak bisa berpangku tangan saja lalu mengharapkan kesuksesan mendatangi dirinya.

Karena itu, orang mesti berusaha terus-menerus, kalau ingin meraih kesuksesan itu. Orang mesti berani untuk mengorbankan diri dan seluruh hidupnya untuk kesuksesan itu. Kesuksesan seperti ini akan tahan lama. Tidak lekang oleh kemajuan jaman. Mengapa? Karena orang meraihnya melalui jerih payahnya sendiri. Orang tidak meraihnya melalui cara-cara yang instan.

Sebagai orang beriman, kita mesti terus-menerus berjuang untuk meraih kesuksesan dalam hidup ini. Tuhan telah memberi kita potensi-potensi untuk kita kembangkan menjadi sesuatu yang berguna bagi kemajuan diri kita. Untuk itu, mari kita berusaha, agar kita tetap setia pada apa yang telah pilih untuk hidup kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


552

19 November 2010

Roti Kehidupan

Kadang kita bertanya dlm hati & menyalahkan Tuhan," apa yg telah saya lakukan sampai saya harus mengalami ini semua ?" atau "kenapa Tuhan membiarkan ini semua terjadi pada saya ?

Seorang anak memberitahu ibunya kalau segala sesuatu tidak berjalan seperti yang dia harapkan. Dia mendapatkan nilai jelek dalam raport, putus dengan pacarnya, dan sahabat terbaiknya pindah ke luar kota. Saat itu ibunya sedang membuat kue, dan menawarkan apakah anaknya mau mencicipinya, dengan senang hati dia berkata,

"Tentu saja, I love your cake."

"Nih, cicipi mentega ini, " kata Ibunya menawarkan.

"Yaiks," ujar anaknya. "Bagaimana dgn telur mentah ?".

"You're kidding me, Mom.""Mau coba tepung terigu atau baking soda?"

Mom, semua itu menjijikkan."

Lalu Ibunya menjawab, " ya, semua itu memang kelihatannya tidak enak jika dilihat satu per satu. Tapi jika dicampur jadi satu melalui satu proses yang benar, akan menjadi kue yang enak." Tuhan bekerja dengan cara yang sama. Seringkali kita bertanya kenapa Dia membiarkan kita melalui masa-masa yang sulit dan tidak menyenangkan. Tapi Tuhan tahu jika Dia membiarkan semuanya terjadi satu persatu sesuai dgn rancangan-Nya, segala sesuatunya akan menjadi sempurna tepat pada waktunya. Kita hanya perlu percaya proses ini diperlukan untuk menyempurnakan hidup kita. Tuhan teramat sangat mencintai kita. Dia mengirimkan bunga setiap musim semi, sinar matahari setiap pagi.Setiap saat kita ingin bicara, Dia akan mendengarkan. Dia ada setiap saat kita membutuhkan-Nya, Dia ada di setiap tempat, dan Dia memilih untuk berdiam di hati kita.

Tuhan Memberkati anda dengan seluruh perjuangan yang saat ini dihadapi.



Have a nice day.


Agustinus Riyanto, SCJ

18 November 2010

Surat dari Ayah

Kadangkala hidup mengharuskanmu menangis tanpa sebab. Kamu merasa sudah berbuat baik dan benar, tetapi masih banyak kritikan yang dialamatkan kepadamu. Kamu mengira keputusan yang kamu ambil sudah tepat, ternyata perkiraanmu keliru. Jangan putus asa !! Bangkitlah !!

Matahari tanpa sinar tidak layak disebut matahari, demikian juga dirimu, kau adalah matahari yang seharusnya memancarkan sinar, sekalipun mendung kelabu menutupi pandangan orang untuk melihat keindahan cahayamu. AKU sering melihatmu marah ketika kamu melihat orang lain berhasil. Untuk apa kamu menginginkan keberhasilan orang lain? Bukankah AKU udah menyediakan suksesmu sendiri? Kamu tidak pernah mengejarnya, jadi kamu tidak pernah bisa memilikinya.

Matamu tidak terfokus kepada rancangan-Ku yang dahsyat atas hidupmu, melainkan tertuju kepada karya-Ku yang luar biasa atas hidup orang lain. Jadilah seperti air. Selalu mengalir melewati semua benda, menembus semua sisi dan tanpa batas. Anak-Ku, jangan mau dikalahkan oleh keadaan, tetapi kalahkan keadaaan!

Anak-Ku yang terkasih, jangan sakit hati ketika kau ditegur, padahal kau merasa sudah mengerjakan yang terbaik. Sakit hati itu hanya akan membuat tidurmu tidak nyenyak dan perasaanmu tidak nyaman. Buanglah itu dari hatimu dan pikiranmu! Kuasailah dirimu sedemikian rupa hingga kamu bisa mengatasi perasaan diperlakukan tidak adil, dilecehkan, diremehkan ataupun dikhianati oleh sesamamu. Bukankah untuk itu kau hidup? untuk melihat kenyataan bahwa di dunia ini yang paling mengerti perasaanmu dan menerima dirimu apa adanya hanya AKU? Jauhilah segala bentuk kemarahan, tetapi jangan jauhi AKU.

Anak-Ku, ingatlah hal ini baik-baik. Aku selalu membuka tangan-Ku lebar-lebar untuk memberimu rasa aman, kapanpun kau membutuhkannya. AKU senantiasa menyiapkan bahu untuk tempat kepalamu bersandar dan mencurahkan tangis. AKU melakukannya karena AKU sungguh-sungguh peduli padamu!!



Ayah yang selalu mengasihimu,



YESUS




written by: Agustinus Riyanto, SCJ

Kekuatan Doa

Biarkan hatimu yang berbicara kepada-Nya dan bukan bibirmu.

Kendati suaramu lirih, akan terdengar bagaikan gemuruh di hati-Nya.

Meski doamu hanya seperti tetesan air, Dia akan memberimu hujan berkat.

Walau dirimu penuh dengan duka dan nestapa, berdoalah dengan air matamu dan tangan kasih-Nya akan meneduhkanmu.



Biarkan doamu tulus seperti sekuntum bunga melati dan Dia akan memberimu taman bunga kedamian.

Biarkan getar bibir ketakutan, kecemasan dan kepedihan menyertai doamu,

Dia akan memelukmu dan berkata, "Anak KU aku selalu bersamamu!"

Mungkin doamu terucap dalam ketakberdayaanmu,

Dia mampu memberi kekuatan lebih dari apa yang kamu harapkan.



Berdoalah dengan sepenuh hati,

dan doamu memiliki daya untuk menggapai pintu surga serta membukanya.

Di sana, tersedia limpah rahmat yang siap tercurah bagimu.



Sahabat, doa yang tulus tidak akan kembali kepadamu dengan tangan hampa.




Doa dan berkat....


Agustinus Riyanto, SCJ

14 November 2010

Mewaspadai Ucapan



Pada masa kekuasaan Tsar Nicolas I di kekaisaran Rusia, pecah sebuah pemberontakan yang dipimpin seorang bernama Kondraty Ryleyev. Namun, pemberontakan itu berhasil ditumpas. Ryleyev, sang pemimpin ditangkap dan dijatuhi hukuman gantung. Tetapi saat tali sudah diikatkan di lehernya dan eksekusi dilaksanakan, tiba-tiba tali gantungan itu putus. Di masa itu, kejadian luar biasa seperti itu biasanya dianggap sebagai bukti bahwa terhukum tidak bersalah dan Tsar mengampuninya.

Namun Ryleyev yang lega dan merasa di atas angin pun menggunakan kesempatan itu untuk tetap mengkritik. Ia berkata, “Lihat, di pemerintahan ini sama sekali tidak ada yang betul. Bahkan membuat tali pun tidak becus!”

Seorang pembawa pesan yang melihat peristiwa putusnya tali ini kemudian melaporkan kepada Tsar. Sang penguasa Rusia itu bertanya, “Apa yang Ryleyev katakan?”

Ketika pembawa pesan itu menceritakan komentar Ryleyev di atas, Tsar pun menjawab, “Kalau begitu, mari kita buktikan bahwa ucapannya tidak benar.”

Ryleyev pun menjalani hukuman gantung kedua kalinya dan kali ini tali gantungannya tidak putus. Bukan hukuman yang membinasakannya, tapi ucapannya sendiri.

Sahabat, sering orang jatuh karena ucapannya sendiri. Mengapa bisa terjadi? Karena yang diucapkan dengan yang dilakukan ternyata berbeda. Tidak sesuai antara kata dan perbuatan. Akibatnya, orang tidak dipercaya. Orang seperti ini kemudian dijauhi oleh orang-orang yang ada di sekitarnya. Mereka tidak mau menerima orang yang hanya menggembar-gemborkan sesuatu.

Kata orang, lidah itu tidak bertulang. Banyak kata-katanya, namun sering hampa. Hanya bunyi-bunyi yang diucapkan oleh lidah tersebut. Padahal lidah itu mempunyai fungsi yang sangat penting dalam hidup seseorang. Lidah mampu membakar semangat hidup orang. Tetapi lidah juga dapat mematikan semangat hidup orang lain melalui ucapan-ucapannya.

Kisah tadi mau mengatakan bahwa dengan lidah orang dapat menghancurkan hidupnya sendiri. Dengan lidah yang sombong, orang memberi kesempatan kepada orang lain untuk mengungkapkan tindakan yang mengakhiri hidup orang lain.

Lidah itu seperti kekang kuda, kemudi sebuah kapal yang hanya benda kecil, tetapi bisa mengendalikan benda raksasa. Lidah dapat menjadi seperti api kecil di tengah hutan, bahkan lebih buas dari segala hewan liar. Apa yang kita ucapkan sangat sering menentukan arah hidup kita. Apa saja yang kita ucapkan kepada orang lain dan kepada diri sendiri sangat berpengaruh terhadap kejadian-kejadian yang akan kita alami kemudian.

Karena itu, orang beriman mesti menggunakan lidahnya untuk menyampaikan pesan-pesan damai yang menyejukan hati kepada sesama. Dengan demikian, hidup ini semakin memiliki makna bagi hidup. Tuhan Memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 20.55 WIB.

Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com

551

13 November 2010

Membiarkan Tuhan Menuntun Hidup Kita


Sir Henry Wyat adalah seorang bangsawan di masa pemerintahan Raja Richard III dari Inggris yang memerintah dari tahun 1452 hingga 1485. Sir Henry dituduh terlibat dalam kejahatan politik oleh raja. Ia dijatuhi hukuman mati, meski sudah ada pembelaan terhadap dirinya.

Namun cara melaksanakan hukuman mati itu agak aneh. Ia dimasukkan ke dalam Tower of London. Ia tidak diberi makan. Ia dibiarkan mati kelaparan. Kondisi itu membuat Sir Henry kuatir terhadap dirinya sendiri. Namun ia tetap punya harapan untuk dapat hidup dan dibebaskan dari penjara yang aneh itu.

Hal yang membantu dirinya adalah kucing miliknya. Kucing itu mengikuti tuannya ke Tower of London. Ia tahu tempat tuannya itu dipenjara. Setiap hari ia mengunjungi tuannya dengan membawa seekor merpati bagi tuannya lewat cerobong. Dengan cara inilah Sir Henry Wyat dapat bertahan hidup hingga berbulan-bulan.

Mendengar bahwa Sir Henry belum juga mati-mati, sang raja menjadi cemas. Ia kuatir, kalau ia nanti dituduh telah menelantarkan orang yang pernah berjasa untuk kerajaan. Karena itu, ia segera memerintahkan Sir Henry Wyat dilepaskan dari tahanannya.

Sahabat, setiap peristiwa hidup yang kita alami itu suatu anugerah dari Tuhan. Sering orang kurang menyadari hal ini. Orang merasa bahwa apa yang mereka peroleh dalam hidup ini adalah usaha-usaha mereka sendiri. Tentu saja hal ini keliru. Apa pun yang kita peroleh adalah anugerah dari Tuhan.

Kisah Sir Henry tadi mau mengatakan kepada kita bahwa dalam kesulitan hidup Tuhan masih menolong manusia. Dengan caranya sendiri Tuhan ingin menyelamatkan manusia dari kebinasaan. Dalam kisah tadi, Tuhan menggunakan kucing untuk menyelamatkan tuannya dari kematian. Berkat kebaikan Tuhan itu, Sir Henry diselamatkan. Ia boleh mengalami kasih Tuhan. Ia boleh mengalami kebaikan Tuhan bagi dirinya.

Karena itu, setiap pengalaman hidup yang kita jumpai mesti membantu manusia untuk senantiasa bersyukur kepada Tuhan. Tuhan telah menganugerahkan hidup ini kepada kita. Tuhan ingin, agar kita kembangkan hidup ini sebaik mungkin. Dengan demikian, orang akan menemukan damai dan sukacita dalam hidupnya.

Untuk itu, manusia mesti menyerahkan hidupnya ke dalam penyelenggaraan Tuhan. Kita biarkan Tuhan menuntun hidup kita. Yakinlah, kalau Tuhan yang menuntun hidup kita, kita akan mengalami kedamaian. Kita akan menemukan bahwa hidup ini begitu indah. Dengan demikian, kita tidak perlu putus asa dan patah semangat dalam mengembangkan hidup kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 20.55 WIB.

Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com

550

12 November 2010

Menjauhkan Diri dari Godaan-godaan Iblis



Suatu hari, Iblis mengiklankan bahwa ia akan mengobral perkakas-perkakas kerjanya. Pada saat penjualan, seluruh perkakasnya dipajang untuk ditonton calon pembeli. Lengkap dengan harganya yang ditempelkan pada setiap perkakas. Seperti kita masuk ke toserba, semua barang yang dijual tampak sanggat menarik. Semua barang tampak sangat berguna sesuai dengan fungsinya. Harganya pun tidak mahal.

Barang-barang yang dijual si Iblis antara lain dengki, iri hati, tidak jujur, tidak menghargai orang lain, tidak tahu terima kasih, malas, dendam dan masih banyak yang lain lagi.

Di suatu pojok display ada sebuah perkakas yang bentuknya sederhana. Sudah agak aus, tetapi harganya sangat mahal. Bahkan jauh lebih tinggi dibandingkan yang lainnya.

Seorang calon pembeli bertanya kepada Iblis, “Ini alat apa namanya?”

Sambil tersenyum, Iblis menjawab, “Ini namanya Putus Asa.”

Pembeli itu penasaran. Ia bertanya lagi, “Mengapa harganya mahal sekali, padahal sudah aus?”

Iblis menjelaskan, “Ya, karena perkakas ini sangat mudah dipakai dan berdaya guna tinggi. Saya bisa dengan mudah masuk ke dalam hati manusia dengan alat ini dibandingkan dengan alat lain. Begitu saya berhasil masuk ke dalam hati manusia, saya dengan sangat mudah melakukan apa saja yang sangat saya inginkan. Barang ini menjadi aus, karena saya sering menggunakannya hampir kepada semua orang. Apalagi kebanyakan manusia tidak tahu kalau putus asa itu milik saya.”

Sahabat, setiap hari kita menyaksikan budaya kematian. Mengapa semua itu terjadi? Karena manusia tergiur oleh indah dan menariknya iklan si iblis yang dihadirkan dalam berbagai bentuk. Begitu banyak orang mesti mengakhiri hidupnya, karena tidak tahan terhadap begitu beratnya hidup ini. Apa yang mereka miliki untuk melanjutkan hidup ini musnah, karena digadaikan dengan bujuk rayu si iblis.

Begitu banyak orang mesti menderita sebagai akibat dari dendam kesumat oleh bangsa-bangsa tertentu. Dendam menjadi senjata ampuh bagi iblis untuk melumpuhkan kehidupan manusia. Yang kemudian hidup di tengah-tengah manusia adalah budaya kematian. Sementara manusia larut dalam jerit tangis, si iblis bersuka cita dalam pesta pora kemenangan.

Karena itu, manusia mesti mensiasati hidupnya. Manusia mesti tidak boleh mudah tergoda oleh iklan-iklan murahan yang mematikan dari iblis. Manusia tidak boleh mudah tergiur oleh bujukan-bujukan yang manis dari si jahat. Untuk itu, manusia mesti memupuk iman yang semakin kuat kepada Tuhan. Hanya dengan membangun iman yang semakin kuat, orang akan mengembangkan hidup ini untuk lebih mencintai.

Orang beriman mesti selalu sadar akan cara hidupnya bahwa orang yang sungguh-sungguh beriman itu senantiasa menjauhkan diri dari dendam dan iri hati. Orang beriman mesti menjauhkan diri dari putus asa yang hanya menghancurkan hidupnya. Dengan demikian, hidup ini menjadi sesuatu yang berguna bagi diri sendiri dan bagi banyak orang. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 20.55 WIB.

Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com

549

11 November 2010

Menyalurkan Rahmat Kasih kepada Sesama

Seorang profesor diundang untuk berbicara di sebuah basis militer. Di sana ia berjumpa dengan seorang prajurit bernama Harry. Ia tidak bisa melupakan nama ini, karena Harry menjemputnya di bandara. Setelah saling memperkenalkan diri, mereka menuju tempat pengambilan koper.

Ketika berjalan keluar, Harry sering menghilang. Banyak hal yang dilakukannya. Misalnya, ia membantu seorang wanita tua yang kopernya jatuh. Atau ia mengangkat seorang anak kecil, agar dapat melihat pemandangan. Ia juga menolong orang yang tersesat dengan menunjukkan arah yang benar. Setiap kali ia kembali ke sisi profesor itu dengan senyum lebar menghiasi wajahnya.

Melihat tingkah laku Harry, sang profesor bertanya, ”Dari mana Anda belajar melakukan hal-hal seperti itu?”

Sambil tersenyum, Harry menjawab, ”Selama perang.”

Lantas ia menuturkan kisah perjalanan tugasnya di Vietnam. Juga tentang tugasnya saat membersihkan ladang ranjau. Saat itu, ia menyaksikan bagaimana satu per satu teman-temannya tewas terkena ranjau di depan matanya.

Ia berkata, ”Saya belajar untuk hidup di antara pijakan setiap langkah. Saya tidak pernah tahu, apakah langkah berikutnya merupakan pijakan terakhir. Karena itu, saya belajar untuk melakukan segala sesuatu yang sanggup saya lakukan tatkala mengangkat dan memijakkan kaki. Setiap kaki yang saya ayunkan adalah sebuah dunia baru. Saya kira sejak saat itulah saya menjalani kehidupan seperti ini.”

Sahabat, pernahkah Anda menyadari saat Anda mengangkat kaki-kaki Anda? Pernahkah Anda merasakan ada sesuatu yang mendorong Anda untuk melakukan sesuatu bagi sesama? Mungkin banyak orang kurang menyadarinya. Mungkin banyak orang melakukan sesuatu secara otomatis saja.

Tetapi ketika orang menyadari apa yang dilakukannya, tentu saja ada rahmat yang mengalir dari hatinya. Setiap langkah yang kita buat dalam hidup ini merupakan rahmat yang berlimpah ruah bagi banyak orang. Ada seorang yang sedang sakit yang kita jamah dengan penuh kasih akan merasakan rahmat itu mengalir ke dalam sanubarinya. Ia merasa damai. Ia merasa tenang. Ia merasa ada sesuatu yang seolah menyembuhkan batinnya yang luka.

Sebagai orang beriman, kita tentu ingin agar sesama kita mendapatkan rahmat kasih yang berlimpah-limpah dari diri kita. Soalnya, apakah kita mau mengalirkan rahmat itu bagi mereka? Atau kita hanya diam saja sementara sesama kita sangat membutuhkan aliran rahmat itu?

Karena itu, kita mesti dengan penuh kerelaan mengalirkan rahmat demi rahmat kepada sesama kita. Hanya dengan cara demikian, kita mampu membahagiakan banyak orang. Hanya dengan cara itu, kita mampu membawa banyak orang kepada kehidupan yang aman dan tenteram. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 20.55 WIB.

Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com

548

10 November 2010

Membangun Hati yang Tulus

Kalau saja Marco Polo tidak ditangkap dan dipenjara selama satu tahun oleh pemerintah kota Genoa, Italia, tentu dunia tidak akan mengetahui petualangannya sepanjang 22 tahun ke Timur Jauh. Saat kembali ke Venesia, setelah perjalanannya ke Timur Jauh, Marco Polo menjabat ‘Komandan Kehormatan’ dalam perang antara Venesia melawan Genoa.

Sayang, dalam pertemuran di Pulau Curzold, pasukannya tertangkap. Ia ditawan di penjara Genoa. Di dalam penjara itu Marco Polo bertemu dengan seorang penulis bernama Rustichello. Penulis ini mendengar cerita tentang petualangan Marco Polo selama dalam tahanan. Ia berhasil membujuk Marco Polo untuk menulis buku tentangan petualangannya ke Timur Jauh.

Tanpa buku Marco Polo ini, ada kemungkinan orang Eropa juga tidak menemukan benua Amerika. Christopher Columbus sangat terinspirasi oleh petualangan Marco Polo. Ia ingin mencapai Timur Jauh lewat laut, meski akhirnya ia terdampar di Amerika.

Sahabat, penulis yang dipenjara itu mampu membujuk Marco Polo, karena ia yakin akan sesuatu yang lebih besar. Ia yakin, ketulusan hati mampu mengubah hidup manusia. Ketulusan hati Marco Polo untuk menulis kisah perjalanannya ternyata membuka wawasan bangsa manusia terhadap dunia.

Ketulusan hati itu mendorong orang untuk menghargai sesama yang memiliki kemampuan yang lebih. Ketulusan hati itu membuat manusia terus berusaha untuk mencari hal-hal yang berguna bagi semua orang. Orang yang tulus hatinya biasanya tidak mementingkan dirinya sendiri. Ia lebih mengutamakan kepentingan banyak orang yang membutuhkan kehidupan yang lebih layak.

Sebaliknya, orang yang memiliki hati yang culas biasanya menyimpan kecurigaan dan iri hati terhadap kemajuan yang diraih oleh orang lain. Orang seperti ini biasanya ingin sukses sendiri. Kalau bisa dirinya yang mendapatkan kesuksesan itu, bukan orang lain. Atau kalau sampai orang lain yang memperolehnya, ia akan berusaha sekuat tenaga untuk merebutnya dengan cara-cara yang tidak elegan. Hasil dari tindakan seperti ini adalah suasana yang tidak harmonis. Orang saling menaruh dendam dan iri hati. Orang saling memicu balas dendam.

Patutkah orang beriman bersikap seperti ini? Bukankah orang beriman mesti selalu memberi penghargaan yang tinggi atas kebaikan dan kesuksesan yang diraih oleh sesamanya?

Sebagai orang beriman, kita dituntut untuk senantiasa mendahulukan ketulusan hati. Hanya dengan ketulusan hati kita dapat membangun dunia ini menjadi lebih baik. Dunia ini akan menjadi damai dan sejahtera, kalau kita sungguh-sungguh berusaha untuk tidak culas terhadap sesama yang sukses. Mari kita terus-menerus berusaha untuk memiliki ketulusan hati. Hanya dengan ketulusan hati itu kita dapat membangun suatu persahabatan dengan semua orang. Tuhan memberkati. **





Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 20.55 WIB.

Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com

547

09 November 2010

Menggunakan Kapasitas Pikiran untuk Kesejahteraan

Seorang gadis berusaha untuk tetap menutupi wajahnya. Dia tidak ingin dipandang oleh orang lain. Menurutnya, ia tidak memiliki wajah yang cantik, sehingga tidak banyak orang tertarik kepadanya. Ke mana-mana ia berusaha menutupi wajahnya dengan kain selendang yang dibawanya. Akibatnya, pikiran gadis ini menjadi sempit. Ia hanya berpikir tentang dirinya sendiri.

Suatu hari, setelah pulang dari belanja, gadis ini langsung menuju dapur. Tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya. Cuma tetes-tetes air mata jatuh satu-satu membasahi wajahnya. Ia tidak menghiraukan ibunya yang sedang memasak di dapur itu. Tidak berapa lama kemudian, ia berusaha merampas pisau tajam yang sedang dipegang ibunya. Sang ibu sangat kaget melihat tingkah putrinya itu. Ia berusaha untuk mempertahankan pisau itu.

Setelah sang ibu berteriak keras-keras beberapa saat kemudian muncul sang ayah. Ia langsung melerai dua orang yang sedang bergumul itu. Sang ayah heran, mengapa peristiwa itu mesti terjadi. Ia menanyakan alasannya kepada istrinya. Namun sang istri juga tidak tahu penyebabnya. Sementara sang anak sudah mengunci diri di kamar.

Selidik punya selidik, ternyata sang gadis hendak bunuh diri. Ia sewot, karena ada orang yang mengatakan bahwa ia sangat cantik. Ia tidak perlu menutupi wajahnya.

Sahabat, orang yang terkungkung pada pikirannya sendiri akan mengalami persoalan-persoalan dalam hidupnya. Orang seperti ini tidak terbuka terhadap dunia sekitarnya. Ia hanya berorientasi pada dirinya sendiri. Akibatnya, apa yang dipikirkannya menjadi standar atau pedoman bagi dirinya sendiri. Apa yang ada di dalam pikirannya itulah yang paling benar.

Padahal pikiran manusia itu tidak memiliki batas. Orang tidak perlu alat-alat bantu untuk menggunakan pikirannya. Cukup kalau orang memperluas wawasannya, orang akan menemukan betapa hidup ini begitu banyak kemungkinan. Pikiran yang jernih telah membantu manusia untuk menemukan berbagai hal untuk kebutuhan hidupnya. Coba kita perhatikan sekeliling kita. Kita perhatikan rumah, mobil, komputer, telephon, kulkas, jam yang kita pakai atau buku-buku yang sedang kita baca. Semua itu berasal dari pikiran manusia. Ternyata begitu banyak hal yang dapat dikerjakan oleh pikiran kita.

Beberapa ilmuwan mengatakan bahwa manusia normal cuma menggunakan kurang dari lima persen kapasitas otaknya. Jadi masih begitu banyak yang belum kita gunakan dari pikiran kita untuk menemukan hal-hal yang berguna untuk kehidupan kita.

Karena itu, kita tidak boleh membatasi kemampuan otak kita dengan berdiam diri saja. Kita mesti gunakan kapasitas otak kita seluas-luasnya untuk kesejahteraan hidup kita. Kalau kita membuka pikiran kita seluas-luasnya, kita akan menemukan dan membuat berbagai hal untuk kehidupan kita.

Orang beriman itu mesti mampu menggunakan kapasitas pikirannya untuk menyejahterakan semakin banyak orang. Orang beriman tidak hanya cukup duduk-duduk di tempatnya lalu semua beres. Orang beriman mesti bergerak terus-menerus, agar kemampuan pikirannya semakin tajam dan berguna untuk kesejahteraan banyak orang. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 20.55 WIB.

Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com

546

08 November 2010

Menumbuhkan Kepedulian terhadap Sesama


Karier aktris dan penyanyi Selena Gomez (17) dari Amerika Serikat terus melejit. Selain menjadi ikon remaja Disney, ia juga mulai mantap menancapkan kariernya sebagai penyanyi. Namun, dari semua capaian itu, Gomez mengaku, pengalaman berharga yang mengubah hidupnya justru dari perjalanannya sebagai duta Unicef.

Gomez baru saja pulang dari Afrika, tepatnya dari Ghana. Tentang perjalanannya itu, duta termuda Unicef itu berkata, ”Di sana saya bertemu dengan remaja belasan tahun lainnya. Saya juga bertemu anak-anak.” Ia merasa beruntung mendapatkan kesempatan untuk mengalami hidup bersama kaum remaja dan anak-anak di Ghana.

Menurutnya, perjalanan yang telah ia lakukan mampu membantunya untuk melihat lebih jauh pergumulan hidup sesamanya. Pemeran Alex Russo di serial Disney Channel, Wizards of Waverly Place, ini berkata, “Perjalanan ini benar-benar mengubah hidup saya dan membuka mata saya. Sejak pulang dari sana, saya tak akan mengeluh lagi soal hidup.”

Tahun lalu (2009) merupakan tahun kedua Gomez menjadi juru bicara Trick-or-Treat, sebuah program gerakan volunter remaja untuk Unicef. Tahun lalu lembaga ini memperoleh dana 700.000 dollar AS. Tahun ini Gomes menargetkan 1 juta dollar AS.

Sahabat, kepedulian terhadap sesama mesti dimulai sejak dini. Orang tidak bisa tiba-tiba memiliki kepedulian itu. Orang mesti melatih diri sejak dini untuk memiliki kepedulian terhadap sesama. Ada berbagai cara untuk memiliki kepedulian itu. Orang mesti belajar untuk memiliki hati yang mudah tergerak untuk mengulurkan bantuan bagi sesama.

Kisah Selena Gomez tadi mau mengatakan kepada kita bahwa di usianya yang begitu muda ia telah mendapatkan pelajaran yang sangat bermakna bagi hidupnya. Ternyata perjalanannya ke negeri yang miskin telah mengubah hidupnya. Ia menjadi orang yang peduli terhadap sesamanya. Karena itu, ia tetap berusaha untuk mengumpulkan bantuan bagi sesamanya yang kurang beruntung.

Beberapa bulan terakhir ini negeri kita dilanda oleh berbagai bencana alam. Ada gempa bumi di Jawa, ada banjir bandang di beberapa tempat. Dan terakhir adalah gempa dahsyat yang menelan ratusan jiwa di Sumatera Barat. Bencana alam demi bencana alam itu seolah-olah telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari hidup manusia.

Lantas apa yang mesti kita buat? Tentu saja kita tidak bisa menahan atau menghentikan bencana-bencana tersebut. Yang dapat kita buat adalah kita memiliki kepedulian terhadap sesama yang menjadi korban bencana-bencana tersebut.

Kepedulian itu dapat ditunjukkan dengan berbagai cara. Misalnya dengan memberikan bantuan makanan, uang, selimut. Tetapi kita juga diajak untuk memberikan dukungan moril kepada mereka yang mengalami bencana-bencana itu.

Mari kita bantu sesama kita dengan semangat kepedulian terhadap mereka. Dengan demikian, beban penderitaan mereka dapat diringankan. Dan yang juga penting adalah agar kita pun dapat mengubah cara hidup kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 20.55 WIB.

Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com

545

07 November 2010

Berjuang Meraih Sukses


Ada seorang anak yang selalu tidak berani tampil ke hadapan umum. Ia selalu menyuruh temannya untuk maju, kalau ada kegiatan yang menuntut suatu kompetisi. Semua soal akan ia kerjakan, yang penting ia tidak maju untuk membawakan jawaban atas soal-soal itu. Biarlah temannya yang mendapat nama, kalau nanti berhasil menjuarai suatu kompetisi. Lama sekali situasi ini berlangsung. Ia mau hidup di balik bayang-bayang orang lain. Sebaliknya, temannya itu juga hidup di balik bayang-bayang dirinya.

Akibatnya, anak ini menjadi kurang percaya diri. Ia tidak mampu mengungkapkan isi hatinya dengan baik kepada orang lain. Padahal ia bukan orang yang bodoh. Ia orang yang pandai. Ia selalu menduduki rangking tertinggi di kelas bahkan di sekolahnya. Memang, ia punya prinsip bahwa yang penting adalah hasil yang baik. Bukan penampilan yang paling penting. Namun tetap saja menampilkan diri di hadapan orang lain merupakan suatu ungkapan penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain.

Lama-kelamaan anak ini menjadi orang yang kurang pergaulan. Ia hanya punya teman orang-orang tertentu saja. Akibatnya, ia juga tidak mudah mendapatkan pekerjaan setelah menyelesaikan sekolahnya. Ia hanya bisa tinggal di rumah. Ia hanya mampu bergaul dengan teman-teman tertentu saja.

Sahabat, kondisi seperti kisah tadi tentu sesuatu yang kurang baik. Berani tampil di hadapan umum itu bukan untuk menonjolkan kehebatan diri. Itu suatu bentuk pengungkapan penghargaan terhadap diri dan sesama. Orang yang hanya bersembunyi di balik bayang-bayang orang lain hanya akan menghancurkan diri sendiri. Orang seperti ini tidak membuka dirinya lebih luas untuk dunia di sekitarnya. Orang seperti ini lebih mementingkan dirinya sendiri. Egoismenya menguasai pribadinya.

Namun sebaliknya orang yang bersembunyi di balik bayang-bayang orang lain hanya untuk menikmati keberhasilan orang lain juga sesuatu yang kurang baik. Orang seperti ini mengakui ide, jerih payah, karya dan keberhasilan orang lain sebagai miliknya. Ke mana-mana ia membanggakan dirinya. Padahal apa yang diraihnya itu bukan usaha dirinya sendiri, tetapi usaha orang lain.

Kondisi seperti ini merupakan suatu kegagalan dalam hidup. Bahkan ini suatu kekalahan telak bagi integritas seseorang. Semestinya orang dengan tulus mengakui keberhasilan orang lain dengan menghargai dan menghormati apa yang telah mereka raih. Orang mesti dengan tulus menyatakan bahwa keberhasilan itu bukan miliknya. Ini hanyalah sebuah keberhasilan yang semu.

Karena itu, orang mesti mulai meniti keberhasilan dirinya sendiri. Meski hanya setetes, keberhasilan sejati adalah mata air yang terus-menerus memancarkan harapan bagi hidup ini. Untuk itu, orang mesti kreatif dalam hidupnya. Orang tidak bisa hidup di balik bayang-bayang orang lain. Mengapa? Karena apa yang diberikan sebuah bayangan hanyalah kegelapan.

Orang beriman mesti menunjukkan kemampuannya sendiri. Tidak perlu kuatir. Tidak usah berkecil hati, kalau ada kegagalan-kegagalan kecil menimpa diri kita. Kita mesti berusaha untuk meraih kesuksesan bagi hidup kita. Sedikit demi sedikit kita bekerja, lama-lama akan berhasil dengan baik. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 20.55 WIB.

Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com


544

06 November 2010

Memaknai Peristiwa-peristiwa Hidup

Suatu hari seorang anak mendaki gunung bersama ayahnya. Itu baru pertama kali ia lakukan. Ia sangat senang. Ia mendaki dan terus mendaki. Ia tidak merasa lelah. Tetapi ketika tiba pada ketinggian tertentu, anak itu tersandung batu. Ia berteriak keras, ”Aduuuhhh....” Jeritannya memecah keheningan suasana pegunungan.

Namun ia sangat terkejut mendengar suara di kejauhan menirukan teriakannya persis sama, ” Aduuuhhh....” Ia sangat penasaran terhadap suara itu. Lantas ia bertanya dengan nada suara tinggi, “Hei, siapa kau?”

Lagi-lagi jawaban yang ia dengar adalah “Hei, siapa kau?” Ia tidak habis pikir, mengapa suara itu persis sama dengan suaranya. Lalu ia membentak, “Pengecut, kamu!” Namun jawaban yang ia terima sama persis: “Pengecut, kamu!” Ia menggeleng-gelengkan kepalanya tanda merasa heran.

Beberapa saat kemudian ia menanyakan hal itu kepada ayahnya. Dengan penuh kebijaksanaan, sang ayah tersenyum. Lalu ia berkata kepada anaknya, ”Coba perhatikan kata-kata ayah ini: ”Saya kagum padamu!” Suara di kejauhan menjawab, ” ”Saya kagum padamu!” Sekali lagi sang ayah berteriak, ”Kamu sang juara!” Suara itu menjawab, ”Kamu sang juara!”

Sang anak semakin heran, namun ia masih tetap belum mengerti. Lantas ayahnya berkata, ”Suara itu adalah gema. Tetapi sesungguhnya itulah kehidupan.”

Sahabat, sering orang merasa bahwa hidup ini berlalu begitu saja. Dari detik ke detik, dari menit ke menit seolah-olah tidak ada makna. Tidak ada pengalaman yang sungguh-sungguh indah. Orang lalu mengabaikan peristiwa-peristiwa indah dalam hidupnya. Tentu saja hal ini tidak benar. Ternyata hidup ini memiliki makna yang sangat dalam. Setiap detik kehidupan kita memberikan suatu umpan balik yang sangat berguna bagi perjalanan hidup ini.

Kehidupan ini memberi umpan balik atas semua ucapan dan tindakan kita. Kehidupan kita adalah sebuah pantulan atau bayangan atas tindakan kita. Karena itu, kalau kita ingin orang lain peduli terhadap kita, kita mesti juga peduli terhadap mereka. Kalau kita ingin orang lain menghargai kita, kita mesti lebih dahulu memberikan penghargaan yang tinggi terhadap hidup orang lain.

Kalau kita ingin mendapatkan cinta yang lebih banyak dari sesama kita, kita mesti menciptakan cinta di dalam hati kita. Kalau kita ingin agar tim kita berfungsi dan menghasilkan sesuatu yang lebih baik, kita mesti tingkatkan kemampuan kita masing-masing. Ternyata hidup ini memberi kembali segala sesuatu yang telah kita berikan kepadanya. Hidup itu bukan sebuah kebetulan, tetapi sebuah bayangan diri kita.

Orang beriman mesti menanggapi hidup ini sebagai suatu rencana dari Tuhan. Dia yang menciptakan hidup ini tentu telah menginginkan hidup ini memiliki makna yang dalam bagi hidup manusia. Karena itu, kita mesti menangkap setiap peristiwa hidup kita. Dengan cara demikian, kita akan menemukan hidup sungguh-sungguh berguna. Orang yang mau berguna bagi sesama mesti menggunakan setiap kesempatan untuk melakukan hal-hal yang baik. Tuhan memberkati. **





Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 20.55 WIB.

Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com


543

05 November 2010

Merefleksikan Kebaikan Sesama


Suatu hari seorang gadis terkejut melihat kerut-kerut di wajahnya mulai semakin banyak. Padahal selama ini ia kurang menyadarinya. Namun ia tidak mau terlalu memperdulikannya. Biarlah semua itu terjadi. Toh ia bukan seorang gadis belasan tahun lagi. Ia seorang gadis tiga puluhan. Ia ingin menikmati masa-masa itu dalam ketenangan. Tidak perlu kuatir akan keadaan yang terjadi dengan dirinya.

Memang, beberapa temannya sudah mengingatkan dia akan kerut-kerut di wajahnya. Namun ia tetap tidak peduli. Baginya, mereka hanya bisa mengkritik. Mereka tidak bisa menghilangkan kerut-kerut di wajahnya. Mereka boleh saja memberi berbagai nasihat yang menenangkan batinnya. Tetapi mereka bukan Tuhan yang mampu menghilangkan persoalan di wajahnya itu.

Ia punya prinsip bahwa siapa saja yang getol mengkritik orang lain, belum tentu dapat melakukan apa yang dikritiknya itu untuk dirinya sendiri. Memang, lebih mudah memberikan koreksi terhadap orang lain daripada mengkritik diri sendiri. Lebih mudah kita menghabisi orang lain daripada kita membongkar kekurangan dan kelemahan diri kita untuk diperbaiki.

Sahabat, orang mengatakan bahwa sekali Anda bergembira menemukan sebutir debu kesalahan orang lain, Anda tergoda untuk mendapatkan yang sebesar kerikil. Begitu seterusnya hinggga tanpa sadar Anda menciptakan gunung kesalahan orang lain. Benarkah demikian yang mesti berjalan dalam hidup manusia?

Kiranya refleksi terus-menerus mesti dibuat, agar orang tidak hanya melihat kesalahan dan dosa orang lain. Melalui refleksi itu orang semestinya menemukan hal-hal yang baik dalam diri orang lain. Banyak hal baik yang ada dalam diri sesama kita. Ini yang semestinya menjadi pedoman dalam hidup kita. Kita mesti yakin bahwa sesama kita juga memiliki kebaikan-kebaikan yang membantu kita untuk menjalin persaudaraan bersama.

Orang yang hanya melihat dirinya sendiri selalu baik biasanya kurang kritis terhadap dirinya sendiri. Orang seperti ini menempatkan diri terlalu tinggi. Orang seperti ini biasanya menyombongkan dirinya. Tujuannya agar orang lain memuji-mujinya. Dengan demikian, ia dianggap sebagai orang yang paling baik dan paling mampu dalam segala bidang.

Tentu saja orang beriman bukan orang seperti ini. Orang beriman itu mesti berani membongkar kelemahan dirinya. Tujuannya untuk mengalami proses pembentukan kembali, sehingga ia dapat bertumbuh dan berkembang dengan lebih baik. Orang beriman itu orang yang tidak mau menyombongkan dirinya sendiri. Tetapi orang yang dengan penuh kasih menempatkan diri sejajar dengan sesamanya.

Karena itu, mari kita berusaha untuk menghormati kelebihan dan kelemahan sesama kita. Dengan demikian, kita dapat menjadi orang yang sungguh-sungguh berguna bagi sesama kita. Tuhan memberkati. **





Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 20.55 WIB.

Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com

542

04 November 2010

Menyampaikan Pesan Damai kepada Sesama

Suatu hari seorang pekerja bangunan memanjat ke atas tembok yang sangat tinggi. Ketika ia harus menyampaikan pesan penting kepada teman kerjanya yang ada di bawah, ia berteriak-teriak. Namun temannya tidak bisa mendengar suaranya, karena suara bising dari mesin-mesin dan orang-orang yang bekerja.

Ia tidak kehilangan akal. Ia merogoh saku celananya dan mendapatkan beberapa uang logam. Ia mengambil satu keping uang logam lalu melemparkannya di hadapan temannya. Temannya berhenti bekerja saat melihat uang logam itu. Lantas ia mengambilnya dan memasukkan ke dalam sakunya. Ia mulai bekerja lagi. Usaha ini tidak mengundang temannya untuk melihat ke atas. Lalu ia mencoba sekali lagi. Tetapi terjadi hal yang sama. Yang ia inginkan adalah temannya memandang ke atas untuk mendapatkan pesan darinya. Hal itu tidak terjadi.

Ia tidak kehilangan akal. Tiba-tiba ia mendapat ide baru. Ia mengambil batu kecil lalu melemparkannya ke arah orang itu. Batu itu tepat mengenai kepala temannya. Karena merasa sakit, temannya menengadah ke atas. Segera ia menjatuhkan catatan yang berisi pesan kepada temannya itu. Kali ini ia berhasil.

Sahabat, suatu pesan dapat disampaikan dengan berbagai cara. Tujuannya agar orang mendapat pesan itu dengan baik dan melaksanakan isi pesan itu. Untuk itu, orang mesti punya berbagai cara untuk menyampaikan pesan itu. Orang tidak bisa hanya berhenti pada satu cara. Kalau satu cara tidak bisa berhasil, orang mesti mencoba cara yang lain.

Kisah tadi mau mengatakan kepada kita bahwa setiap usaha untuk menyampaikan pesan itu mesti dilakukan berkali-kali. Tidak cukup hanya sekali saja. Caranya pun tidak hanya sekali, tetapi beberapa kali. Orang yang tidak putus asa akan memperoleh hasil yang memadai untuk usaha-usahanya.

Dalam hidup sahari-hari kita berjumpa dengan berbagai persoalan. Pertanyaannya, apakah kita berhenti pada persoalan itu? Atau kita mencoba untuk menyelesaikan persoalan itu dengan kehendak yang baik? Lantas kalau ada kendala-kendala yang dihadapi, apakah kita akan berhenti? Atau kita mencari cara-cara yang efektif untuk menyelesaikan persoalan-persoalan itu?

Sebagai orang beriman, kita mesti tetap berusaha untuk mencari cara-cara yang efektif untuk menyampaikan pesan-pesan. Ada berbagai pesan yang indah dan menarik yang dibutuhkan oleh banyak orang. Soalnya adalah pesan-pesan itu sering tidak sampai kepada manusia. Ada orang yang enggan membagikan pesan-pesan yang damai dan sejuk bagi sesamanya.

Sekarang ada begitu banyak cara untuk menyampaikan pesan itu. Tampaknya cara-cara itu tidak terbatas. Dunia kita yang dikuasai oleh teknologi informasi ini membantu kita untuk menyampaikan pesan-pesan yang damai bagi sesama. Karena itu, mari kita berusaha untuk senantiasa menyampaikan pesan-pesan damai kepada sesama. Dengan demikian, damai senantiasa menjadi bagian dari hidup kita. Tuhan senantiasa menyertai kita dengan damaiNya. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 20.55 WIB.

Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com

5