Pages

29 April 2011

Menemukan Makna Hidup dalam Keseharian


Sebuah lagu memiliki peranan yang bermakna bagi hidup manusia. Syair-syair sebuah lagu dapat membantu manusia untuk berintrospeksi diri. Orang dapat melihat diri sendiri dari sebuah lagu tersebut. Orang dapat melihat kesalahan dirinya sendiri. Orang dapat menemukan kelebihan yang ada dalam dirinya sendiri.

Nafa Urbach menelurkan album ke-14 berjudul Cinta Abadi. Ia menyiapkan album terbarunya itu selama lima bulan. Ia dibantu oleh sang suami, Jack Lee, dalam memilih lagu-lagu untuk albumnya tersebut. Salah satu lagu yang menjadi unggulannya adalah Ku Tak Sempurna. Liriknya soal manusia yang tak sempurna, tentang menerima pasangan apa adanya.

Nafa mengatakan bahwa album Cinta Abadi berisi hal-hal positif bagi mereka yang sedang pacaran atau sudah menikah. Lagu berjudul ”Ulangi”, bahkan membuat dua teman Nafa tak jadi bercerai. Lagu Nafa yang lain, ”Pria Sejati”, bicara soal pengampunan dan sikap tidak menghakimi pasangan.

Tentang lagu berjudul Memori, Nafa berkata, ”Lewat lagu ini aku pengin bilang bahwa kita jangan terus terikat memori, kenangan masa lalu. Kita harus belajar untuk terus bergerak maju.”

Sahabat, ada berbagai peristiwa hidup yang mesti didalami oleh manusia. Peristiwa-peristiwa itu menjadi indah, ketika manusia sungguh-sungguh menangkap makna yang terkandung di dalamnya. Kisah-kisah hidup yang diubah menjadi lirik-lirik lagu menjadi bagi kita suatu dukungan bagi hidup ini.

Karena itu, lewat album ke-14nya, Nafa Urbach mau mengajak kita untuk tetap berpacu dengan waktu. Kita mesti tetap berusaha menemukan kasih yang abadi yang hadir dalam keseharian hidup kita. Untuk itu, orang mesti tetap bertahan dalam situasi hidupnya. Apa pun yang terjadi terhadap hidupnya, orang mesti berusaha untuk tetap setia pada komitmen yang telah dipilihnya.

Sebagai orang beriman, kita diajak untuk terus-menerus menemukan kehidupan yang lebih baik. Kita diajak untuk tetap menemukan hidup ini sebagai sesuatu yang bermakna dan berharga bagi hidup kita. Usaha untuk menemukan makna hidup itu mesti selalu dalam naungan kasih Tuhan. Hanya dengan melibatkan Tuhan dalam hidup ini, orang akan memiliki hidup yang bermakna.

Mari kita tetap berusaha untuk setia pada komitmen yang telah kita pilih bersama Tuhan. Dengan demikian, kita dapat menjadi orang-orang yang berguna bagi Tuhan dan sesama. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


668

28 April 2011

Usaha Melestarikan Budaya Asli


Beberapa hari yang lalu (awal Februari 2010) diberitakan bahwa kelestarian rumah adat Bari di Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan, terancam. Sejak tahun 2008, rumah-rumah panggung itu menjadi buruan kolektor yang bersedia membeli dengan harga tinggi.

Penjualan rumah Bari marak terjadi di Kecamatan Kota Agung dan di daerah perbatasan Lahat dengan Kota Pagar Alam. Berdasarkan informasi dari warga, jumlah rumah Bari yang terjual di wilayah itu mencapai puluhan. Rumah Bari yang menjadi incaran kolektor umumnya berusia lebih dari 50 tahun.

Biasanya para kolektor dari Jakarta itu membeli rumah tersebut untuk dibawa ke Jakarta. Kalau sudah terjadi kesepakatan harga, rumah tersebut dibongkar lalu dibawa ke Jakarta dengan truck. Harga rumah Bari sekitar Rp 300 juta hingga Rp 1 miliar. Penentuan harga bergantung pada kondisi rumah, usia, dan detail ukiran dinding. Sulit mencari bekas lokasi rumah adat bari di Kota Agung karena fondasinya pun diangkut.

Soalnya adalah mengapa rumah Bari itu mesti dijual? Salah satu sebabnya adalah persoalan ekonomi yang dihadapi oleh warga. Karena itu, ketika ada tawaran yang menggiurkan dari para kolektor, mereka pun melepas rumah mereka. Nurhayati, warga Kota Agung, mengatakan, warga terpaksa menjual rumah Bari karena perlu uang untuk biaya hidup. Mayoritas warga bekerja sebagai petani kopi dan karet yang penghasilannya tidak menentu, karena tergantung dari cuaca serta pergerakan harga pasar.

Sahabat, bagi masyarakat Sumatera Selatan, rumah Bari adalah identitas budaya yang mesti dijaga dan dilestarikan. Mendengar nama Sumatera Selatan, pikiran banyak suku di negeri ini tertuju kepada rumah Bari. Rumah yang terbuat dari kayu unglen atau merbau yang kuat dan tahan air ini telah menampilkan suatu sisi budaya Sumatera Selatan.

Karena itu, kehadiran rumah Bari bukan sekadar pajangan. Rumah Bari membawa identitas budaya asli orang Sumatera Selatan. Siapa lagi yang mesti menjaga dan melestarikannya, kalau bukan orang Sumatera Selatan sendiri?

Kita hidup dalam suatu dunia yang mendesakkan modernisasi di segala bidang kehidupan. Namun sering kali modernisasi itu membawa banyak dampak negatif terhadap kehidupan bersama. Dalam keseharian hidup, misalnya, masyarakat menjadi semakin individualis dengan hadirnya rumah-rumah modern dan megah. Rumah-rumah tersebut dikelilingi pagar tembok menjulang tinggi yang membentengi manusia dari sesamanya.

Karena itu, melestarikan kehadiran rumah Bari berarti kita terus-menerus membuka diri bagi orang lain. Kita tidak membentengi diri terhadap sesama. Hadirnya rumah Bari mau mengatakan kepada kita bahwa masyarakat kita bukan masyarakat yang tertutup. Namun masyarakat yang senantiasa membuka diri untuk bersahabat dengan siapa saja. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

Baca juga di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com

667

27 April 2011

Cara-cara yang Kreatif untuk Perdamaian


Berbagai usaha dilakukan untuk menciptakan dunia yang lebih baik. Suatu dunia yang damai yang didambakan oleh semua orang mesti menjadi andalan bagi manusia. Beberapa waktu lalu, Clint Eastwood, sutradara dan aktor tua ini membidani sebuah film berjudul Invictus. Film ini berdasarkan kisah nyata Nelson Mandela, pejuang anti apartheid Afrika Selatan.

Nelson Mandela berusaha menciptakan suatu dunia yang damai. Soalnya adalah ia menghadapi diskriminasi dari kaum kulit putih di negerinya. Usaha untuk menyatukan kedua belah pihak, yaitu kaum kulit putih dan kaum kulit hitam sering terganjal. Karena itu, Nelson Mandela yang kreatif itu mencoba menggunakan olahraga Rugby. Olahraga ini sangat populer di Afrika Selatan.

Nelson Mandela membangun sebuah relasi yang khusus dengan Francois Piennar, kapten tim rugby yang berkulit putih. Usaha ini cukup berhasil. Persahabatan keduanya menumbuhkan usaha-usaha untuk menyatukan kedua ras yang berbeda warna kulit itu. Kita tahu, Nelson Mandela kemudian berhasil membebaskan bangsa Afrika Selatan dari sistim apartheid.

Tentang cara pendekatan ini, Clint Eastwood berkata, “Pendekatan politik yang dipilih Mandela sungguh menarik. Ia memakai olahraga untuk menyampaikan misi rekonsiliasi (antarwarga berbeda warna kulit) di negerinya. Mandela itu salah seorang sosok populer dan kreatif di dunia ini.”

Sahabat, ketulusan hati Nelson Mandela untuk membangun jembatan perdamaian itu sungguh-sungguh membuahkan hasil. Rekonsiliasi yang dulu hanya dalam impian banyak warga kulit hitam Afrika Selatan itu kemudian terjadi. Cita-cita untuk mempersatukan pandangan dan sikap yang sangat berbeda itu terwujud. Sistim apartheid runtuh. Yang muncul adalah suatu situasi hidup yang saling berdampingan. Mereka saling berbagi hidup. Mereka dapat bekerja sama untuk membangun suatu kehidupan yang lebih baik.

Kisah tadi mau mengatakan bahwa ada banyak cara untuk menciptakan damai dalam kehidupan bersama. Yang penting adalah orang mau membuka hatinya untuk berdialog dengan sesamanya. Yang penting adalah orang tidak merendahkan martabat manusia. Nilai-nilai kemanusiaan mesti dijunjung tinggi, agar dalam kehidupan ini tidak ada sesama yang diinjak hak-haknya.

Orang beriman adalah orang yang senantiasa memiliki kreatifitas dalam usaha untuk membangun perdamaian. Ketika terjadi perselisihan, orang beriman mesti segera berusaha mendamaikannya. Ketika terjadi kebekuan dalam kehidupan bersama, orang mesti berusaha untuk mencairkan situasi.

Dengan demikian, suasana yang damai senantiasa tercipta dalam hidup ini. Mari kita mencari cara-cara yang kreatif untuk membangun suatu dunia yang damai. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

Baca juga di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com


665

26 April 2011

Melepaskan Diri dari Kekuatiran

Seorang gadis sangat kuatir akan hidupnya. Setiap kali menghadapi saat-saat penting dalam hidupnya, ia merasa kuatir. Ia cemas, apakah ia mampu melewati saat-saat penting itu atau tidak. Karena itu, ia sering tidak berani menghadapi saat-saat penting itu. Kadang-kadang ia menyembunyikan diri di kamar. Atau ia sengaja menghindari saat-saat penting itu.

Akibatnya, gadis itu tumbuh dalam suasana yang tidak kondusif. Tidak menyenangkan. Ia menjadi orang yang kurang berani tampil. Ia lebih memilih untuk berada di belakang layar. Padahal ia punya potensi yang besar. Ia punya bakat yang besar dalam olah vokal dan memainkan alat-alat musik.

Tentang keadaan dirinya itu, gadis itu berkata, ”Saya mesti menerima diri saya apa adanya. Saya tidak bisa mengubah apa yang ada dalam diri saya. Saya pasrah. Saya tidak punya kekuatan apa-apa.”

Kekuatiran itu terus-menerus menggerogoti hidup gadis itu. Orangtuanya sudah berusaha untuk menghilangkan rasa kuatir dalam dirinya. Namun tetap saja gadis itu tidak mampu menghilangkannya. Ia selalu dihantui oleh kekuatiran itu.

Sahabat, kekuatiran merupakan bagian dari hidup manusia. Namun suatu kekuatiran yang berlebihan bisa menjadi suatu penyakit yang menggerogoti hidup manusia itu sendiri. Kekuatiran bisa menjadi seperti penyakit kanker yang terus-menerus menyakiti tubuh. Kalau tidak diobati, ia makin menjadi-jadi. Kalau tidak diusahakan untuk diobati, kekuatiran itu dapat membunuh pertumbuhan hidup manusia.

Karena itu, orang mesti berani mencari tahu sebab musabab kekuatiran itu. Mengapa seseorang sampai pada kekuatiran yang kronis? Apakah ia punya masa lalu yang kurang menyenangkan? Apakah ia mengalami broken-home, sehingga ia selalu dihantui oleh kekuatiran itu?

Keberanian untuk bertanya pada diri sendiri tentang sesuatu yang negatif yang dialami akan sangat membantu orang untuk keluar dari hal tersebut. Keberanian untuk bertanya itu membuktikan bahwa orang ingin keluar dari kesulitan hidupnya. Orang mau mengobati yang sakit yang ada dalam dirinya. Dengan demikian, orang dapat memiliki hidup yang menyenangkan. Orang tidak perlu terbelenggu oleh ilusi-ilusi. Orang tidak perlu terjerumus ke dalam bayangan-bayangan semu.

Sebagai orang beriman, usaha kita mengatasi kekuatiran kita senantiasa bersama Tuhan. Ketika kita dikuasai oleh Tuhan, sebenarnya kita tidak perlu kuatir. Mengapa? Karena Tuhan senantiasa menjadi jaminan hidup kita. Tuhan senantiasa setia kepada kita. Tuhan selalu peduli terhadap kita.

Untuk itu, yang mesti kita lakukan adalah kita menyerahkan hidup kita sepenuhnya kepada Tuhan. Kita biarkan Tuhan membimbing langkah-langkah kaki kita. Kita biarkan Tuhan menguatkan hati kita yang mudah loyo. Tuhan memberkati. **

SELAMAT PASKAH


Frans de Sales, SCJ

Baca juga di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com

25 April 2011

Belajar Memberi Diri



Ada seorang anak yang sulit sekali memberi. Apa yang dia punya ia pakai sendiri. Kalau ada adik atau kakaknya ingin memakainya, ia akan memarahi mereka habis-habisan. Tidak boleh ada yang menyentuh barang miliki kepunyaannya. Ia tidak ingin orang lain mengganggu miliknya itu. Ia ingin menggunakannya untuk dirinya sendiri saja. Akibatnya, saudara-saudaranya tidak berani mendekatinya. Mereka berusaha menjauhinya. Ia menjadi orang yang terkucil. Ia kesepian sendiri.

Menurut pandangannya, kalau ia memberi miliknya kepada orang lain, ia akan merasa kehilangan yang besar. Ia akan mengalami kekurangan dalam dirinya. Yang dia punyai itu menjadi tidak ada lagi. Karena itu, ia takut untuk memberi apa yang dimiliki kepada orang lain. Bahkan kepada saudara-saudaranya sendiri.

Ia tidak hanya takut memberi apa yang dimilikinya. Ia juga takut memberi dirinya kepada sesamanya. Ketika ada pekerjaan yang dapat dikerjakan bersama-sama, ia menyendiri. Ia tidak mau membantu sesamanya dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Tangannya menjadi kaku. Ia tidak punya tangan yang ringan membantu sesama. Lagi-lagi, pandangannya tetap sama. Ia tidak mau kehilangan dirinya. Ia tidak mau ada yang berkurang dari dirinya.

Sahabat, apakah benar ketika orang memberikan sesuatu kepada orang lain ia akan kehilangan atau kekurangan? Apakah benar kalau orang memberi diri untuk kebaikan dan kebahagiaan sesama akan kehilangan dirinya?

Dalam kehidupan sehari-hari kita menyaksikan ada banyak orang yang berani memberikan apa yang dimilikinya. Namun mereka tidak kehilangan atau kekurangan. Justru ketika mereka memberikan milik itu, mereka mendapatkan banyak hal baik dalam hidup mereka. Karena itu, memberi tidak berhubungan dengan kekurangan atau kehilangan. Justru dengan kerelaan memberi itu, orang diberi kemampuan untuk memenuhi hidupnya. Orang menjadi kreatif untuk memiliki tangan yang ringan bagi sesamanya.

Apalagi ketika orang memberikan dirinya untuk kebaikan orang lain. Orang yang berani memberi diri bagi kebaikan dan kebahagiaan sesama akan menemukan hidup itu begitu indah. Ternyata hidup ini memiliki makna yang begitu dalam. Hidup ini tidak hanya sekedar mengurusi diri sendiri. Hidup ini selalu bersentuhan dengan orang-orang lain di sekitarnya.

Kisah tadi mau mengatakan kepada kita bahwa orang yang tidak berani memberi diri itu orang yang kehilangan banyak hal dalam hidupnya. Ia kehilangan relasi yang baik dengan sesama. Ia kehilangan begitu banyak perbuatan baik yang dapat diberikan oleh orang lain kepadanya. Sebenarnya yang mesti ia lakukan hanya sederhana saja, yaitu membuka diri bagi sesamanya.

Sebagai orang beriman, kita diajak untuk senantiasa memberi hidup kita bagi sesama kita. Dengan memberi diri itu, kita mampu mengorbankan hidup kita bagi sesama. Dalam pemberian diri itu ada kasih yang memancar dari hati kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


663

24 April 2011

Bersama-sama Bangun Hidup Persaudaraan

Beberapa waktu lalu di sebuah kebun binatang di California, Amerika Serikat, seekor macan melahirkan dua ekor anaknya. Sayang, kedua anaknya itu tidak lama hidup. Mereka mati. Sang induk sangat sedih menyaksikan dua anaknya yang mati itu. Ia mengalami stress yang luar biasa. Akibatnya, petugas kebun binatang mesti merawatnya secara khusus di tempat yang khusus pula. Ia dipisahkan dari macan-macan lain.

Setelah sembuh dari stressnya, sang induk diberi tiga ekor anak babi yang di punggungnya diberi warna belang-belang seperti macan. Apa yang terjadi? Induk macan itu tertarik terhadap tiga ekor anak babi itu. Ia mendekati mereka. Ia merangkul mereka seperti anaknya sendiri. Yang mengejutkan para petugas kebun binatang itu adalah sang induk pun mulai menyusui tiga anak babi itu. Ia memperlakukan mereka seperti anaknya sendiri. Sungguh, luar biasa. Ia tidak memangsa mereka.

Lama-kelamaan mereka hidup dengan penuh damai. Sang induk melatih tiga anak babi itu berlari. Ia melatih mereka untuk berburu mangsa. Ketiga anak babi itu pun melakukannya dengan penuh semangat. Mereka melakukannya dengan baik. Para pengunjung kebun binatang dibuat berdecak kagum menyaksikan peristiwa itu. Hidup rukun tercipta di antara jenis binatang yang berbeda itu. Sang macan yang ganas tidak serta merta memangsa ketiga babi itu. Sebaliknya, mereka membangun persahabatan yang baik.

Sahabat, tidak ada yang mustahil dalam hidup ini. Kehidupan yang harmonis dan damai dapat tercipta, kalau manusia ingin membangun persaudaraan. Kuncinya terletak pada niat baik setiap orang untuk membangun hidup ini menjadi lebih baik. Niat baik itu mesti selalu didasarkan pada kepedulian satu sama lain. Manusia tidak boleh saling menindas. Yang mesti terjadi adalah situasi saling menghargai. Suatu situasi yang memberi kesempatan orang lain untuk bertumbuh dan berkembang dalam hidupnya.

Tentu saja situasi seperti ini tidak mudah dicapai dalam hidup. Situasi yang harmonis dan damai itu tidak sekaligus jadi. Orang mesti memperjuangkannya. Orang mesti berani untuk mengorbankan kepentingan dirinya sendiri bagi kebahagiaan bersama. Orang yang berani mengorbankan diri bagi kehidupan bersama yang bahagia tentu memiliki suatu cinta yang besar.

Karena itu, orang yang mengandalkan kekuatan diri sendiri akan mengalami kesulitan dalam membangun persaudaraan yang sejati. Orang yang mau menang sendiri akan menemukan kehidupan bersama menjadi penghalang bagi tercapainya keinginan-keinginannya.

Untuk itu, sebagai orang beriman, kita diajak untuk membangun suatu hidup yang harmonis dan damai yang didasarkan pada cinta kasih yang mendalam. Kalau ini yang terjadi, kita akan menemukan hidup ini sungguh-sungguh bermakna. Kita dapat belajar dari induk macan dan tiga anak babi yang dapat hidup bersama dalam kisah tadi. Perasaan senasib sepenanggungan mesti selalu diolah dan dikembangkan dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

662

23 April 2011

Sungguh Peduli atau Sok Peduli?



Ada berita menggembirakan beberapa hari lalu (awal Februari 2010) dari para anggota DPRD Sumatera Selatan. Dalam salah satu rapatnya, para wakil rakyat ini menolak rencana distribusi beras untuk rakyat miskin atau raskin oleh Bulog. Alasannya, beras yang akan dibagikan berkualitas jelek, sebab ditemukan banyak patahan sehingga tidak layak dikonsumsi.

Ahmad Jauhari, Wakil Ketua DPRD Sumatera Selatan, mengatakan, Komisi II masih menemukan raskin bermutu jelek saat melakukan pemantauan di gudang Bulog pada Jumat, tanggal 29 Januari lalu (2010). Beras tersebut mengandung banyak patahan atau menir, sehingga tidak layak dikonsumsi masyarakat.

Ia berkata, ”Menyikapi temuan tersebut, DPRD Sumatera Selatan menolak pembagian raskin yang kualitasnya tidak sesuai standar nasional.”

Tindak lanjutnya adalah DPRD Sumsel tidak mengizinkan Bulog mendistribusikan raskin yang jelek. Bulog harus mengganti dengan raskin berkualitas bagus. Menurut Ahmad, Bulog bisa mendatangkan raskin pengganti yang berkualitas bagus dari Lampung atau daerah lain. Sebab, Sumsel cukup dekat dengan daerah lain yang merupakan sentra penghasil beras.

Tindakan ini bukan untuk mempersulit masyarakat. Namun tindakan ini sebagai bentuk kepedulian DPRD Sumsel terhadap masyarakat.

Sahabat, kepedulian pemerintah terhadap rakyat miskin dengan pembagian raskin itu sebenarnya sesuatu yang sangat baik. Pihak penguasa tidak ingin melihat rakyatnya menderita kelaparan. Setidak-tidaknya penderitaan rakyat sedikit diringankan oleh pembagian raskin gratis itu.

Persoalan yang muncul adalah mekanisme pembagian dan mutu beras untuk rakyat miskin itu. Kalau ada kehendak yang baik dan suci untuk meningkatkan gizi masyarakat miskin, semestinya beras kualitas unggul yang diberikan kepada mereka. Dengan demikian, tidak ada kesan bahwa perhatian yang diberikan kepada masyarakat miskin dilakukan dengan setengah hati. Bukankah selama ini masyarakat miskin sudah mengalami penderitaan yang besar? Bukankah masyarakat miskin begitu sering menjadi obyek proyek?

Karena itu, dibutuhkan kesadaran dari semua pihak untuk sungguh-sungguh memiliki hati yang baik bagi pengentasan masyarakat miskin. Kalau masyarakat miskin itu suatu ketika menjadi sejahtera, yang beruntung juga pemerintah dan pengusaha. Ketika mereka menjadi sejahtera, pemerintah mengalihkan pemikiran terhadap hal-hal lain. Ketika masyarakat menjadi lebih sejahtera, daya beli mereka juga menjadi lebih kuat. Yang kemudian untung berlipat ganda adalah pengusaha. Mari kita sungguh-sungguh menciptakan suatu kepedulian yang tulus terhadap sesama yang belum beruntung dari segi ekonomi. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ
Baca juga di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com

22 April 2011

Melepaskan Diri dari Kekuatiran



Seorang gadis sangat kuatir akan hidupnya. Setiap kali menghadapi saat-saat penting dalam hidupnya, ia merasa kuatir. Ia cemas, apakah ia mampu melewati saat-saat penting itu atau tidak. Karena itu, ia sering tidak berani menghadapi saat-saat penting itu. Kadang-kadang ia menyembunyikan diri di kamar. Atau ia sengaja menghindari saat-saat penting itu.

Akibatnya, gadis itu tumbuh dalam suasana yang tidak kondusif. Tidak menyenangkan. Ia menjadi orang yang kurang berani tampil. Ia lebih memilih untuk berada di belakang layar. Padahal ia punya potensi yang besar. Ia punya bakat yang besar dalam olah vokal dan memainkan alat-alat musik.

Tentang keadaan dirinya itu, gadis itu berkata, ”Saya mesti menerima diri saya apa adanya. Saya tidak bisa mengubah apa yang ada dalam diri saya. Saya pasrah. Saya tidak punya kekuatan apa-apa.”

Kekuatiran itu terus-menerus menggerogoti hidup gadis itu. Orangtuanya sudah berusaha untuk menghilangkan rasa kuatir dalam dirinya. Namun tetap saja gadis itu tidak mampu menghilangkannya. Ia selalu dihantui oleh kekuatiran itu.

Sahabat, kekuatiran merupakan bagian dari hidup manusia. Namun suatu kekuatiran yang berlebihan bisa menjadi suatu penyakit yang menggerogoti hidup manusia itu sendiri. Kekuatiran bisa menjadi seperti penyakit kanker yang terus-menerus menyakiti tubuh. Kalau tidak diobati, ia makin menjadi-jadi. Kalau tidak diusahakan untuk diobati, kekuatiran itu dapat membunuh pertumbuhan hidup manusia.

Karena itu, orang mesti berani mencari tahu sebab musabab kekuatiran itu. Mengapa seseorang sampai pada kekuatiran yang kronis? Apakah ia punya masa lalu yang kurang menyenangkan? Apakah ia mengalami broken-home, sehingga ia selalu dihantui oleh kekuatiran itu?

Keberanian untuk bertanya pada diri sendiri tentang sesuatu yang negatif yang dialami akan sangat membantu orang untuk keluar dari hal tersebut. Keberanian untuk bertanya itu membuktikan bahwa orang ingin keluar dari kesulitan hidupnya. Orang mau mengobati yang sakit yang ada dalam dirinya. Dengan demikian, orang dapat memiliki hidup yang menyenangkan. Orang tidak perlu terbelenggu oleh ilusi-ilusi. Orang tidak perlu terjerumus ke dalam bayangan-bayangan semu.

Sebagai orang beriman, usaha kita mengatasi kekuatiran kita senantiasa bersama Tuhan. Ketika kita dikuasai oleh Tuhan, sebenarnya kita tidak perlu kuatir. Mengapa? Karena Tuhan senantiasa menjadi jaminan hidup kita. Tuhan senantiasa setia kepada kita. Tuhan selalu peduli terhadap kita.

Untuk itu, yang mesti kita lakukan adalah kita menyerahkan hidup kita sepenuhnya kepada Tuhan. Kita biarkan Tuhan membimbing langkah-langkah kaki kita. Kita biarkan Tuhan menguatkan hati kita yang mudah loyo. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

21 April 2011

Cinta Yang Sejati Itu Memberi Hidup



Sudah bertahun-tahun seorang gadis jatuh hati terhadap seorang pemuda di kampungnya. Namun tampaknya ia hanya bertepuk sebelah tangan. Pemuda itu tidak menanggapi cinta gadis itu. Hal itu membuat gadis itu patah semangat. Setiap kali ada pemuda lain yang mendekatinya, ia selalu menolak. Ia berkata kepada mereka, “Saya sudah ada yang punya.”

Padahal ia masih tetap menaruh hati pada pemuda yang tidak mencintainya itu. Ia masih tetap mencintai pemuda itu meski pemuda itu telah menikahi seorang gadis dari kampung yang lain. Tentang hal ini, ia berkata, “Saya memiliki cinta yang sejati yang tidak akan padam. Cinta yang sejati tidak akan berhenti saat menghadapi rintangan demi rintangan.”

Namun suatu hari gadis itu pun sadar bahwa ia tidak bisa mencintai orang yang tidak mencintainya. Cinta yang ia miliki itu hanyalah cinta semu. Sebuah cinta yang tidak berbuah apa-apa, karena orang yang dia cintai itu sama sekali tidak mencintainya. Kesadaran itu membuat ia membuka hatinya untuk cinta seorang pemuda dari kampung tetangganya. Cinta mereka saling bersahut-sahutan. Mereka merajut cinta itu. Ternyata itulah cinta sejati yang dia miliki.

Ia pun mengalami sukacita dan damai dalam hidupnya. Ia pun boleh mengekspresikan daya cinta yang dimilikinya untuk membangun sebuah keluarga yang bahagia. Anak-anak yang lahir dari perkawinannya itu merupakan buah dari cinta yang sejati itu.

Sahabat, banyak orang merasa bahwa mereka memiliki cinta yang sejati dalam hidup ini. Banyak orang bertindak seolah-olah cinta yang mereka berikan itu cinta yang tulus dan murni. Namun kalau orang sungguh-sungguh menukik ke dalam batinnya, orang akan menemukan bahwa sebenarnya cinta mereka hanyalah semu. Cinta yang tidak berbuah, karena lengketnya egoisme dalam cinta itu.

Orang mencintai sesamanya untuk memilikinya. Bukan demi kebahagiaan orang yang dicintainya itu. Atau ada orang yang merasa putus asa dalam hidupnya, karena cintanya tidak bergema. Ia berkata, “Saya tidak menemukan cinta dalam hidup ini. Untuk apa saya hidup, kalau tidak ada cinta?”

Karena itu, orang yang memiliki cinta yang sejati itu tidak mengunci cinta dalam hidupnya. Cara tercepat untuk mendapatkan cinta adalah dengan memberinya. Sebaliknya, cara tercepat untuk kehilangan cinta adalah dengan menggenggamnya seerat-eratnya untuk diri sendiri. Orang yang mencintai itu orang yang berani berkorban bagi sesamanya. Orang yang berani membuka hidupnya untuk sesamanya.

Sebagai orang beriman, kita mesti berani membuka hati kita untuk sesama kita. Artinya, kita mau memberikan hidup kita untuk digunakan oleh orang lain. Kita tidak ingin hidup ini menjadi milik kita sendiri. Dengan demikian, hidup ini menjadi suatu kesempatan untuk bersukacita, karena kita memiliki cinta yang sejati. Hidup ini memiliki makna yang mendalam bagi sesama. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ



659

20 April 2011

Berharap pada Penyelenggaraan Tuhan

Suatu hari seorang anak menangis tersedu-sedu di hadapan ibunya. Pasalnya, setelah menerima rapor kenaikan kelas, nilainya pas-pasan. Padahal ia sudah berjuang mati-matian. Selama sebulan penuh ia menyiapkan diri untuk menghadapi ulangan kenaikan kelas. Ia sudah mengorbankan begitu banyak waktu hanya untuk ulangan itu. Namun nilai-nilai yang diperolehnya tidak memuaskan dirinya. Sedangkan seorang temannya yang dianggap malas belajar ternyata naik kelas dengan nilai-nilai yang lebih baik. Ia marah terhadap dirinya sendiri. Ia tidak menerima keadaan dirinya.

Sang ibu memandang anaknya dengan seutas senyum pengharapan. Ia tidak ingin anaknya terpuruk dalam keputusasaan. Ia ingin agar anaknya bangkit. Ia berkata, ”Nak, janganlah kamu kecewa. Masih ada hal-hal indah yang bisa kita gunakan untuk melanjutkan perjalanan hidup ini. Yang penting kamu lulus. Tidak usah terlalu kecewa. Tahun ajaran yang baru, kamu harus lebih baik lagi.”

Anak itu menjadi sadar bahwa hidup ini mesti terus berjalan. Hidup ini belum berakhir. Besok masih ada kesempatan untuk memperbaiki hidup. Karena itu, ia berjanji kepada ibunya untuk terus berjuang. Ia ingin sukses dalam hidupnya. Ia ingin membahagiakan dirinya dan orang-orang yang ada di sekitarnya.

Karena itu, sejak awal tahun pelajaran ia sudah menyusun kiat-kiat lengkap dengan strategi untuk meraih keberhasilan. Ia berusaha untuk sabar dan tekun belajar. Ia tidak ingin diganggu oleh berbagai hal yang tidak mendukung keinginan dirinya. Di akhir semester, ia meraih nilai-nilai tertinggi di kelasnya. Ia menjadi juara satu. Suatu usaha yang luar biasa telah ia torehkan dalam hidupnya.

Sahabat, kadang-kadang manusia itu mudah putus asa. Sedikit saja tantangan yang menghampirinya, orang sudah menyerah. Orang tidak mau mencari cara-cara atau jalan-jalan untuk mengatasi tantangan-tantangan itu. Tentu saja sikap seperti ini bukan sikap orang beriman yang sejati. Orang yang percaya kepada Tuhan itu orang yang yakin bahwa masih ada cara-cara untuk mengatasi kesulitan hidup.

Kisah tadi mau mengatakan kepada kita bahwa meski hidup ini penuh dengan tantangan, orang tidak boleh menyerah. Menyerah kalah sebelum berperang menunjukkan sikap kecut hati. Orang yang besar itu orang yang berani melintasi tantangan-tantangan hidup. Orang yang tidak takut terhadap setiap bentuk tantangan yang akan menghadangnya.

Untuk itu, orang mesti memiliki iman yang besar kepada Tuhan. Orang mesti percaya bahwa di ujung jalan yang gelap itu masih ada Tuhan yang menanti kedatangannya. Di atas jalan yang licin dan berbatu-batu itu masih ada Tuhan yang akan membimbing orang untuk sampai pada tujuan hidupnya. Di atas titian jembatan yang goncang dan rapuh itu masih ada Tuhan yang senantiasa memberi semangat untuk terus maju dan berjuang.

Orang beriman itu orang yang senantiasa mempercayakan dirinya pada kasih karunia Tuhan. Mari kita membiarkan diri kita dikuasai oleh kasih karunia Tuhan. Dengan demikian, kita dapat senantiasa bangkit dari keterpurukan kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


658

16 April 2011

Menemukan Tuhan dalam Hidup Rata Penuh


John Wals awalnya adalah pengusaha hotel mewah dengan bisnis yang cukup maju. Hingga suatu hari, putra John diculik. Usaha pihak berwenang pun tampak lambat dalam menemukan putranya itu.

Enam belas hari mereka mencari, tetapi akhirnya sungguh tragis. Anak laki-laki tersebut ditemukan dalam keadaan tewas. Peristiwa itu membuat hidup John hancur. Berat badannya turun drastis. Rumahnya disita. Bisnisnya hancur. Ia kehilangan semua harapan.

Hingga suatu hari ia bertemu dengan Dr. Ronald Wright, seorang ahli koroner yang bertanya kepadanya, "Anda sedang berpikir untuk bunuh diri, bukan?"

John menjawab, "Untuk apalagi saya hidup? Anak saya dibunuh. Saya tidak bisa bicara dengan istri saya. Bisnis hancur, rumah disita, seluruh hidup saya akan berakhir."

Kemudian Dr. Ronald memberi nasihat, "Tidak, tidak demikian. Anda masih punya kemampuan fasih berbicara. Anda bisa menyusun sebuah kampanye besar untuk membantu anak-anak yang hilang. Pergilah dan berusahalah untuk mengubah segala sesuatu.”

John tercengang mendengar nasihat itu. Baginya, itulah nasihat terbaik yang pernah ia dapatkan. Nasihat itu memberinya sebuah tujuan hidup. John pun memiliki kekuatan yang kini diarahkan untuk melayani dan menolong orang lain. Tahun 1998, ia memulai acara America's Most Wanted. Acara itu berlanjut juga hingga hari ini. Acara itu telah berjasa atas penangkapan 1050 penjahat dan juga empat belas nama yang terdaftar dalam daftar buronan FBI. Melalui acara itu, ia menyelamatkan puluhan anak-anak yang hilang.

Sahabat, pernahkah Anda ingin mengakhiri hidup Anda, karena ada sesuatu yang hilang dari diri Anda? Atau sebaliknya, Anda semakin memiliki semangat untuk mencari dan menemukan sesuatu yang hilang itu? Bagaimana seandainya Anda kehilangan Tuhan dalam hidup Anda? Apakah Anda ingin segera mencarinya atau membiarkan Tuhan tetap hilang? Apalagi Tuhan kan tidak bisa dilihat oleh mata?

Tidak dapat dipungkiri bahwa sekarang ini banyak orang sedang kehilangan Tuhan. Kok bisa? Tandanya adalah banyak orang hanya memusatkan hidup pada dirinya sendiri. Orang kurang peduli terhadap orang-orang lain di sekitarnya. Mereka sibuk untuk diri mereka sendiri.

Akibatnya, mereka kehilangan Tuhan dalam hidup mereka. Mereka tidak peduli bahwa Tuhan senantiasa hadir dalam perjalanan hidup mereka. Tuhan memberikan apa yang dibutuhkan. Tuhan memberi kita nafas kehidupan. Namun banyak orang kurang menyadari hal ini.

Apa yang terjadi kalau orang kehilangan Tuhan dalam hidupnya? Orang akan mengalami kegalauan dalam hidupnya. Orang kehilangan pegangan hidup. Tidak ada lagi kekuatan untuk menjalani hidup ini. Karena itu, mari kita terus-menerus menemukan Tuhan dalam hidup ini. Dengan demikian, kita dapat memiliki pegangan untuk membangun hidup yang bahagia. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

Tabloid KOMUNIO


657

15 April 2011

Membuka Diri untuk Membangun Persahabatan


Seorang bapak hidup dalam suasana ketakutan. Ia selalu merasa ada orang yang sedang mengejar-ngejar dirinya. Akibatnya, ia enggan untuk tampil di hadapan umum. Ia mengurung diri di kamarnya. Ketika ada orang datang ke rumahnya, ia cepat-cepat menghindar. Ia merasa tidak layak menatap wajah orang lain.

Selidik punya selidik, ternyata bapak ini kurang pede. Ia punya rasa minder yang besar terhadap orang lain. Karena itu, ia membiarkan dirinya terkurung di dalam dirinya. Ia mau hidup sendiri. Ia tidak ingin orang lain terlibat dalam hidupnya. Ia ingin melakukan apa yang diinginkannya.

Persoalannya, mengapa ia merasa rendah diri? Belakangan diketahui bahwa bapak ini punya kedangkalan dalam berpikir. Ia juga kurang punya semangat untuk bergaul dengan orang lain. Sejak kecil, ia diajar oleh orangtuanya untuk tidak menyertakan orang lain dalam hidupnya.

Akibatnya, ketika ia memiliki kekurangan-kekurangan, ia mau tangani sendiri. Persoalan-persoalan yang dihadapi itu mau ia selesaikan sendiri. Padahal ada persoalan-persoalan yang tidak bisa ia selesaikan sendiri. Ia butuh bantuan orang lain.

Akibat lebih lanjut adalah ia menjadi minder. Ia kurang punya semangat untuk hidup. Ia mudah putus asa dalam hidupnya. Ia sendiri tidak mampu menemukan cara-cara yang baik untuk menyelesaikan persoalan-persoalan hidupnya itu. Ia tenggelam dalam kesendiriannya. Ia semakin diliputi oleh rasa takut terhadap dirinya sendiri.

Sahabat, kita hidup dalam zaman yang serba canggih dan modern. Persahabatan dapat dibangun dengan siapa saja. Melalui media massa yang semakin canggih dan modern, kita dapat membangun pertemanan dengan siapa saja di dunia ini.

Dalam kondisi seperti inilah kita dapat melakukan hal-hal yang berguna bagi hidup kita. Kita dapat membagikan pengalaman hidup kita yang manis maupun yang pahit. Pengalaman-pengalaman yang manis dapat membantu teman-teman kita di senatero jagat ini untuk bertumbuh di dalam kebaikan. Sedangkan pengalaman-pengalaman hidup yang pahit yang kita bagikan dapat membantu kita untuk menghadapi kerasnya hidup ini.

Karena itu, ketika orang mengurung dirinya dalam kesendirian, ia tidak akan menemukan solusi atas persoalan-persoalan hidupnya. Orang yang kurang berani membangun pertemanan biasanya tenggelam dalam kepicikan dirinya. Keterbatasan pikirannya menjadi andalan hidupnya. Tentu saja hal ini berbahaya. Mengapa? Karena orang seperti ini akan mengukur segala sesuatu dari kepicikan dirinya.

Orang beriman adalah orang yang berani membangun relasi yang lebih baik dengan siapa saja di seantero jagat ini. Orang beriman yang berani membuka dirinya bagi sesamanya akan menemukan indahnya kehidupan ini. Ia tidak perlu merasa putus asa ketika menghadapi persoalan-persoalan. Justru teman-temannya yang tersebar di berbagai tempat akan siap membantunya dengan jalan keluar yang baik.

Mari kita berusaha untuk membangun persahabatan dengan semua orang. Yakinlah, persahabatan itu membantu kita keluar dari kepicikan diri kita. Dengan demikian, kita akan menemukan sukacita dan damai dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

KOMSOS Keuskupan Agung Palembang


656

14 April 2011

Memiliki Kepekaan terhadap Sesama


Beberapa hari lalu saya melintas di depan sebuah bank. Bank itu terkunci rapat. Saya tidak tahu, apakah bank itu masih berfungsi atau tidak. Namun yang menarik perhatian saya adalah seorang perempuan tua berpakaian compang camping. Di siang hari itu, perempuan tua yang berlepotan keringat dan ingus itu sedang menikmati makan siang. Dengan tangannya yang hitam karena debu, perempuan itu mengambil nasi dengan sayur seadanya. Ia mengunyah makanan itu.

Hal yang mengagetkan saya adalah di samping kiri kanan perempuan tua itu dua ekor kucing ikut menyantap makan siang perempuan itu. Herannya, perempuan itu merasa tidak terganggu. Malahan ia seolah membiarkan kucing-kucing itu menyantap bersamanya. Setelah kenyang, kedua kucing itu pun pergi. Mereka meninggalkan perempuan tua itu sendirian.

Setelah makan, perempuan tua itu melanjutkan perjalanannya. Dengan pakaian compang-camping dan sebuah tas kumal, ia mencari penghidupan. Tangannya yang hitam legam ia julurkan kepada orang-orang yang mau berbelaskasihan terhadapnya. Sejumlah uang yang diperolehnya dari mengemis itu ia gunakan untuk membeli makanan yang ia bagikan juga kepada kucing-kucing liar. Ketika malam menjemput, perempuan tua itu menggulingkan tubuhnya yang kurus di emperan toko. Ia tidak peduli akan nyamuk-nyamuk yang menyerangnya sepanjang malam.

Sahabat, ini adalah salah satu bagian dari potret kehidupan manusia di kota kita (Palembang). Mungkin kita semua pernah menyaksikan kondisi seperti ini. Anak-anak jalanan yang berseliweran di perempatan-perempatan jalan. Atau sesama kita yang berjalan dari satu pintu rumah ke pintu rumah yang lain demi sesuap nasi yang mampu memberi mereka kekuatan untuk mempertahankan hidup.

Mungkin ada dari kita yang mempertanyakan kehadiran orang-orang itu di kota kita tercinta ini. Mengapa mesti ada anak-anak jalanan yang berseliweran di tengah-tengah kita? Bukankah kegiatan mereka itu mengganggu hidup sesama yang lain? Bukankah semestinya mereka menikmati masa-masa indah di sekolah?

Kondisi kemiskinan tentu saja menjadi sebab dari kehadiran mereka di jalan-jalan. Mengapa kemiskinan mesti melilit kehidupan manusia? Tentu saja ada banyak alasan. Salah satu alasannya adalah kesenjangan hidup di antara manusia. Ada anggota masyarakat yang begitu kaya dan ada anggota masyarakat yang begitu miskin. Untuk makan saja, mereka yang miskin mesti berjuang setengah mati. Belum tentu selama satu hari mengemis mereka mendapatkan uang yang cukup untuk makan dua kali. Sementara ada pihak yang kaya menghambur-hamburkan kekayaannya untuk sesuatu yang tidak berguna.

Karena itu, sebagai orang beriman, kita mesti memiliki kepekaan terhadap sesama kita. Masih ada begitu banyak orang miskin di sekitar kita. Untuk hidup satu hari saja mereka berjuang luar biasa berat. Rumah yang layak tidak dimiliki oleh mereka. Kini saatnya kita memberikan perhatian yang lebih bagi mereka yang miskin dan sengsara. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ
Majalah FIAT


655

Memaknai Kekuatan Kasih

Ada seorang janda yang ditinggal pergi oleh suaminya. Mereka bertengkar hebat sebelum suaminya memutuskan untuk pergi dari rumah. Bertahun-tahun tidak ada kabar berita tentang sang suami. Janda itu hidup dengan tiga orang anaknya. Ia membesarkan dan mendidik anak-anaknya seorang diri.

Suatu hari, setelah 15 tahun kepergian suaminya, janda itu mendengar kabar tentang suaminya yang jatuh miskin. Suaminya menjadi seorang gelandangan. Untuk mempertahankan hidupnya, ia mesti mengemis di perempatan jalan di suatu kota. Janda itu jatuh kasihan. Ia memutuskan untuk berangkat ke kota itu mencari suaminya di saat musim libur sekolah tiba. Ia membawa serta ketiga anaknya.

Dari satu perempatan kota ke perempatan kota yang lain, ia mencari suaminya. Berhari-hari mereka mencari. Namun ternyata sulit mereka temukan. Mereka pulang kembali ke kota mereka. Namun janda itu tidak bisa tenang dalam hidupnya. Ia selalu merasa bersalah. Di saat bersamaan, cintanya pada sang suami kembali tumbuh, bersemi.

Ia berkata kepada ketiga anaknya, “Mama akan terus mencari papa kalian. Mama tidak mau dia menderita.”

Musim liburan berikutnya, ia mengajak ketiga buah hatinya untuk kembali mencari sang suami. Kali ini mereka mujur. Mereka menemukan suaminya sedang mengemis di perempatan jalan. Mereka menemuinya dan mengajaknya pulang ke rumah. Mereka memberinya tempat terhormat di dalam keluarga.

Ketika salah seorang anaknya bertanya, janda itu berkata, “Mama lakukan semua ini karena mama masih mencintai papamu. Mulai sekarang kita semua tidak boleh lagi menyakiti hati papamu. Dia adalah bagian yang tak terpisahkan dari hidup kita.”

Sahabat, Tuhan adalah kasih. Tuhan yang adalah kasih itu selalu peduli terhadap kehidupan manusia. Yang dikehendaki Tuhan adalah keselamatan bagi semua orang. Karena itu, Tuhan tidak pernah memandang orang menurut suku, golongan, ras, atau agamanya. Setiap orang dikenal Tuhan secara pribadi. Setiap orang mendapatkan kasih yang sama.

Karena itu, Tuhan ingin agar kita mengarahkan seluruh hidup kita kepada kasih. Bukan kepada egoisme diri sendiri. Atau cinta akan kelompok, suku, golongan, ras atau agama sendiri. Untuk itu, manusia mesti meninggalkan kefasikkan, tipu daya hanya untuk keuntungan pribadi.

Selanjutnya, orang beriman itu mesti hidup adil dan benar di hadapan Tuhan. Kalau dua hal ini tidak ada, berarti orang hanya mengandalkan cinta dirinya. Orang tidak mengandalkan kasih yang universal yang telah diberikan oleh Tuhan. Orang kemudian memilih untuk tidak bersikap adil dan benar. Yang dipilih adalah perbuatan yang kurang senonoh yang tidak berkenan kepada Tuhan.

Bagi orang beriman, kekuatan hidup ini terletak pada saling mengasihi. Dalam situasi mengasihi itu, orang rela memberi hidup bagi yang lain. Dalam saling mengasihi itu, orang akan berani berkorban bagi sesamanya. Orang berani membagi waktunya bagi kebahagiaan sesamanya. Mari kita hidup dalam kasih Tuhan. Dengan demikian, kita semakin memiliki sukacita dan damai. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


654

13 April 2011

Membangun Persahabatan yang Baik

Seorang petani merasa terganggu oleh tetangganya yang adalah seorang pemburu. Pemburu itu memiliki anjing galak yang sering melompati pagar untuk memangsa domba-domba petani tersebut.

Petani itu sudah sering meminta tetangganya untuk mengendalikan anjing-anjingnya. Tetapi tidak ada juga tindakan yang nyata dari pihak pemburu. Setiap kali anjing-anjing itu melompati pagar yang memisahkan rumah si petani dan si pemburu, beberapa ekor domba pasti terluka parah.

Karena kesabaran si petani sudah sampai di ambang batas, ia pergi ke kota untuk menemui seorang hakim dan menceritakan perkaranya dengan si pemburu. Setelah mendengarkan keluh kesah petani itu, hakim itu berkata, “Pak, saya bisa saja menghukum pemburu itu dan memerintahkan agar anjingnya dirantai atau dikurung. Kalau saya melakukan itu, Anda akan kehilangan seorang teman dan menambah seorang musuh. Mana yang ingin Anda miliki, teman atau musuh?”

Karena si petani lebih memilih untuk menambah satu orang teman lagi dalam hidupnya, maka si hakim menawarkan sebuah solusi. Ia berkata, “Baiklah, saya akan memberikan sebuah jalan keluar yang baik bagi Anda. Sehingga domba-domba Anda aman dan tetangga itu dapat menjadi sahabat yang sejati.”

Setelah mendengar penjelasan, petani itu pun pulang. Sesampai di rumah, petani itu menjalankan saran dari hakim tersebut. Dia mengambil tiga ekor domba dan memberikannya kepada ketiga orang putra tetangganya yang masih kecil. Ketiga bocah itu sangat senang dan selalu bermain dengan domba-domba pemberian sang petani.

Melihat kegembiraan putra-putranya, si pemburu pun membangun sebuah kandang yang tinggi bagi anjing-anjingnya, sehingga domba-domba milik putranya aman. Sejak saat itu anjing-anjing si pemburu tidak lagi pernah mengganggu domba si petani. Efek lain dari sikap baik petani itu adalah jembatan persahabatan yang lebih dulu dibangun petani itu membuat pemburu itu suka berbagi hasil buruan kepadanya.

Sahabat, membangun persahabatan yang baik itu selalu saja ada korban. Orang mesti berani mengorbankan egoismenya demi persahabatan yang baik itu. Korban seperti itu biasanya akan dirasakan sebagai sesuatu yang membahagiakan. Dalam membangun persahabatan yang baik itu orang saling memberi diri. Orang memberikan apa yang dimilikinya tanpa harus meminta kembali pemberiannya. Pemberian yang tulus itu menghasilkan sesuatu yang berguna bagi hidupnya.

Sebagai orang beriman, kita mesti membangun persahabatan dengan saling memberi diri. Dalam pemberian diri itu, ada korban yang mesti kita berikan kepada orang lain. Namun korban yang ditanggung dengan penuh cinta kasih akan mendatangkan kebahagiaan dalam hidup ini. Korban itu menjadi sesuatu yang berdaya guna dalam membangun persahabatan yang langgeng.

Mari kita terus-menerus membangun persahabatan yang baik. Jangan takut untuk mengorbankan sesuatu yang kita punya. Ketika kita berani berkorban dengan ketulusan cinta kita, kita akan mendapatkan persahabatan yang baik. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


653

12 April 2011

Berusaha Memiliki Mata Batin yang Tajam


Rajawali termasuk dalam kelompok unggas, sama halnya dengan ayam. Namun, mengapa kita tidak pernah mendengar istilah rabun rajawali? Karena Rajawali memiliki pandangan mata yang sangat tajam. Menurut riset, rajawali memiliki pandangan 8 kali lebih tajam daripada pandanagan manusia normal. Karena itu, tidak heran kalau dari tempat yang tinggi sekalipun, seekor rajawali tetap mampu melihat mangsa yang jauh di bawahnya.

Mungkin Anda pernah dengar kisah seorang perenang yang di akhir perjuangannya untuk mencapai garis finish, tidak berhasil. Ia menyerah di tengah cuaca dingin dan kabut sedemikian pekat, sehingga menutupi pandangannya. Padahal, sebenarnya, hanya tinggal dua mil saja, dia akan mencapai garis finish. Sangat disayangkan bukan?

Apa yang membuat perenang itu berhenti? Faktor utama tentu bukan karena kedinginan. Tetapi karena pandangannya yang kabur. Ia tidak bisa melihat daratan yang sesungguhnya di depan mata. Seandainya waktu itu ia bisa melihat daratan, tentu ia akan memecahkan rekor tersebut.

Yang kemudian ia peroleh dari perjuangannya yang berat itu adalah rasa kecewa. Ia tidak bisa merebut hadiah yang banyak sebagai juara satu. Kabut menjadi penghalang baginya. Akibatnya, ia mesti melepaskan keinginannya untuk meraih prestasi tinggi.

Sahabat, dalam hidup ini ada orang yang mesti mengalami hal-hal yang mengecewakan. Mengapa terjadi demikian? Karena orang tidak memiliki mata batin yang tajam seperti mata rajawali. Akibatnya, ketika ada rintangan-rintangan yang datang menghadangnya, orang berhenti berjuang. Orang merasa tidak mampu untuk melanjutkan perjuangan hidupnya.

Tentu saja situasi seperti ini kurang menguntungkan bagi hidup ini. Semestinya orang mampu membangun hidup berdasarkan mata batinnya yang tajam. Mata batin itu digunakan untuk menganalisa berbagai hal yang membantu seseorang untuk menjalani hidup ini dengan lebih baik. Mata batin itu berfungsi untuk membantu seseorang dalam membahagiakan hidupnya.

Karena itu, sebagai orang beriman, kita mesti terus-menerus mengasa mata batin kita. Tujuannya agar kita memiliki mata batin yang tajam dalam menganalisa berbagai peristiwa dalam hidup ini. Dengan mata batin yang tajam itu, kita mampu menjalani hidup ini dengan baik. Kita dapat memiliki pandangan yang tajam tentang hidup ini. Hidup ini tidak hanya sekedar untuk ada. Namun hidup ini mempunyai tujuan yang mulia. Hidup ini mempunyai tujuan untuk menemukan kebahagiaan.

Mari kita berusaha memiliki mata batin yang tajam. Dengan demikian, hidup menjadi lebih bermakna bagi kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


652

10 April 2011

Jangan Mengandalkan Egosime dalam Hidup Bersama

Denise Richards (38) merasa harus jujur kepada anak perempuannya, Sam Sheen (5), tentang sang ayah, aktor Charlie Sheen, yang terpaksa merayakan Natal di penjara. Gara-garanya, anak sulung Richards itu mendapat pertanyaan dari teman sekolahnya tentang berita koran yang menyebut Sheen dipenjara.

Awalnya, Denise yang pernah berperan sebagai ”gadis Bond” dalam The World is Not Enough berusaha menutupi kebenaran itu dari kedua anak perempuannya, Sam dan Lola Rose Sheen (4). Dia berbohong tentang keberadaan Sheen yang sesungguhnya saat Sheen menelepon dari penjara di Aspen, Colorado, AS, untuk mengucapkan selamat Natal kepada anak-anaknya.

Namun, Richards merasa harus menjernihkan persoalan itu saat Sam bertanya tentang pertengkaran ayah mereka dengan istrinya kini, Brooke Mueller. Denise berkata, ”Sungguh sangat sulit menjelaskan hal itu. Ini berawal di sekolah saat anakku ditanya temannya, ’Apakah ayahmu masih di penjara?’ Sebelumnya, aku tak pernah bercerita tentang ayah mereka sedang di penjara.”

Natal 2009, Sheen terbukti melakukan kekerasan domestik terhadap Mueller hingga istrinya itu mengalami cedera parah. Akibat perbuatannya itu, Sheen harus melewati Natal di penjara.

Sahabat, kekerasan domestik merupakan sesuatu yang menyedihkan. Persoalannya, mengapa mesti terjadi kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang-orang yang begitu dekat? Mengapa orang-orang yang dicintai itu mesti menghadapi suatu situasi yang menyedihkan dan menakutkan?

Jawaban atas pertanyaan ini tentu mesti dicari dari hakekat kehidupan bersama. Kalau orang sungguh-sungguh mengerti tentang hakekat kehidupan bersama, orang akan mudah membangun suasana damai. Tujuan hidup bersama itu untuk membangun kebahagiaan. Setiap orang yang hidup dalam kebersamaan itu mesti berusaha untuk menciptakan suasana damai itu. Mereka mesti berusaha menjauhkan situasi diri yang dipenuhi oleh egoisme berlebihan.

Kekerasan bisa terjadi dalam hidup bersama, karena egoisme dan kepentingan diri sendiri mengatasi kepentingan bersama. Ada yang kemudian mau menang sendiri. Ada yang tidak mau orang lain dominan dalam hidup bersama itu. Akibatnya, terjadilah kekerasan. Orang mengandalkan siapa kuat dia menang. Hidup seperti di dalam hutan belantara saja.

Karena itu, orang beriman mesti senantiasa menyadari panggilan hidupnya untuk menciptakan kebersamaan yang damai. Orang mesti sadar bahwa dalam kehidupan bersama itu kepentingan bersama mesti dijunjung tinggi. Egoisme dan kepentingan diri sendiri tidak boleh diutamakan. Dengan demikian, hidup ini menjadi lebih baik dan damai. Tuhan memberkati. **

Frans de Sales, SCJ


651

09 April 2011

Hati yang Mudah Tergerak oleh Penderitaan


Gempa bumi yang meluluhlantakkan Haiti ternyata mengundang perhatian banyak pihak. Salah seorang yang merasa terketuk hatinya untuk membantu sesamanya adalah Shakira. Penyanyi berusia 32 tahun ini ingin turut serta membangun sekolah yang hancur karena gempa bagi anak-anak Haiti.

Januari tahun 2010 lalu Shakira tampil dalam acara televisi bernama Hope For Haiti, yang digelar untuk amal atas prakarsa aktor George Clooney. Namun Secara pribadi, Shakira juga ingin membangun sekolah untuk anak-anak Haiti melalui Yayasan Barefoot yang dikelolanya. Untuk itu, Shakira bekerja sama dengan Architecture for Humanity.

Pelantun lagu ”She Wolf” ini berharap, sekolah yang akan dibangunnya itu bisa menjadi kelanjutan sukses fasilitas pendidikan yang dia bangun di negara asalnya, Kolombia. Fasilitas itu tak hanya menyediakan pengajaran. Tetapi juga gizi dan bimbingan bagi anak-anak yang kekurangan.

Shakira mengatakan bahwa Haiti membutuhkan bantuan segera dan bantuan bagi rekonstruksi jangka panjangnya. Ia berkata, ”Atas alasan itu, kami melakukan bagian kecil kami untuk Haiti, agar anak-anak memiliki kesempatan untuk terus belajar dan tumbuh dengan baik. Saya berharap kami dapat menggunakan hal-hal yang kami pelajari saat bekerja di Kolombia untuk membantu pemulihan anak-anak Haiti. Saat ini Haiti membutuhkan bantuan dari kita semua.”

Sahabat, tentu saja ini suatu kepedulian yang mesti didukung oleh banyak pihak. Hati yang mudah terketuk oleh penderitaan sesama mesti menjadi bagian dari hidup orang beriman. Artinya, hati kita mesti mudah tergerak begitu menyaksikan sesama mengalami penderitaan. Penderitaan sesama sebenarnya penderitaan kita juga.

Untuk itu, yang mesti kita lakukan adalah kita mendidik hati nurani kita. Tujuannya agar hati nurani kita selalu memperjuangkan kebaikan sesama. Tidak hanya terkurung oleh kepentingan diri sendiri. Orang yang hanya terkurung oleh kepentingan diri sendiri biasanya punya wawasan yang sempit. Orang seperti ini mempersempit dunia hanya dalam lingkup dirinya saja. Ia tidak berani melangkah lebih jauh dari dirinya itu.

Orang yang mudah tergerak hatinya oleh kebutuhan sesamanya biasanya memiliki wawasan yang lebih luas. Yang ia lihat dalam penderitaan sesama itu bukan sekedar suatu fenomena. Namun penderitaan itu mesti segera diatasi. Dengan demikian, ada suatu sukacita bagi sesama.

Orang yang mampu membahagiakan sesama itu orang yang membawa terang bagi dunia ini. Orang yang menghidupi nilai-nilai kemanusiaan dalam hidupnya sehari-hari. Apa yang dipelajari itu bukan hanya menjadi suatu teori. Tetapi sungguh-sungguh menjadi nyata dalam hidup. Mari kita berusaha untuk memiliki kepedulian terhadap sesama. Tuhan memberkati. **

Frans de Sales, SCJ

648

08 April 2011

Membangun Hidup Bersama yang Harmonis



Oktober tahun 2009 dunia digemparkan oleh perselingkuhan Tiger Woods, sang maestro golf dunia. Akibatnya, namanya terpuruk. Sang istri pun meninggalkannya, pulang ke kampung halamannya di Swedia. Hidup berkeluarga pun diambang kehancuran bagi Woods dan istrinya, Elin. Keduanya saling menjauh. Tidak ada lagi komunikasi yang mesra dan harmonis. Yang ada adalah hati yang panas dari kedua belah pihak.

Keutuhan rumah tangga Elin-Woods terancam perceraian akibat skandal seks Woods yang juara 14 turnamen golf utama dunia ini. Siapa mengira di balik penampilannya yang memukau itu, Woods melakukan sesuatu yang sangat memalukan dan meruntuhkan kariernya.

Baru-baru ini Tiger Woods akhirnya memutuskan menjalani program rehabilitas di Klinik Rehabilitas Seks di Hattiesburg, Mississippi, Amerika Serikat. Ia ingin terbebas dari kungkungan dosa seksual. Ia ingin kembali hidup normal seperti kebanyakan orang. Ia tidak ingin terbelenggu oleh skandal yang mematikan kariernya itu.

Dalam situasi seperti itu, sang istri datang mengunjunginya. Rupanya hatinya terketuk oleh penderitaan sang suami. Elin sebenarnya berasal dari keluarga yang broken home. Orangtuanya bercerai ketika ia masih kecil. Sebuah sumber mengatakan, Elin tidak ingin keluarga yang dibangunnya itu tercerai berai pula. Sumber itu mengatakan, ”Itu sebabnya Elin akan berusaha menyatukan kembali keluarganya, sekalipun harus hidup bersama Woods sebagai dua teman dan bukan sepasang kekasih.”

Berita terakhir mengatakan, kedua pasangan ini memutuskan untuk berpisah.

Sahabat, keutuhan keluarga mesti senantiasa dipertahankan. Mengapa? Karena dari keluarga itu mengalir cinta kasih yang dalam bagi para anggotanya. Anak-anak yang dibesarkan dalam suasana cinta kasih akan menemukan hidup yang riang gembira. Mereka tidak tertekan oleh ketakutan-ketakutan, karena orangtua sering bertengkar dan tidak harmonis.

Keluarga yang berantakan sering mewariskan hal-hal yang negatif kepada anak-anak. Mereka menjadi orang-orang yang mudah curiga terhadap orang lain. Mereka gampang emosi, karena kejiwaan mereka yang kurang stabil. Akibat lanjutnya adalah anak-anak seperti ini mudah berbuat nekat.

Karena itu, orang beriman diajak untuk senantiasa membangun hidup berkeluarga yang rukun dan harmonis. Tentu saja hal ini tidak gampang. Ada banyak tantangan dan rintangan yang mesti dihadapi. Namun kalau orang tetap setia satu sama lain, orang akan dapat membangun suatu hidup yang lebih harmonis.

Untuk itu, kunci utama yang mesti selalu dipegang adalah mengandalkan cinta kasih dalam hidup bersama. Orang yang memiliki cinta kasih yang besar akan senantiasa mendahulukan kedamaian dan keharmonisan dalam hidup berkeluarga. Dibutuhkan hati yang terbuka satu sama lain untuk saling memaafkan di kala ada kesalahan yang dilakukan dalam hidup bersama. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


650

07 April 2011

Menumbuhkan Rasa Percaya Diri


Ada seorang anak yang sangat mencintai kakaknya. Ia selalu membantu kakaknya di kala kakaknya mengalami kesulitan dalam belajar. Anak ini termasuk anak yang cerdas. Kepandaiannya di atas rata-rata. Suatu hari sang kakak mengalami kesulitan mengerjakan soal-soal Matematika. Namun ia malu bertanya kepada adiknya. Ia merasa gengsinya turun, kalau sang adik tahu bahwa ia tidak bisa mengerjakan soal-soal Matematika itu.

Namun sang adik menangkap kesulitan sang kakak. Dari gerak-geriknya, ia tahu bahwa sang kakak membutuhkan bantuan. Ia mendatangi kamar kakaknya. Ia menyapanya dengan penuh kehangatan. Ia mengulurkan bantuan kepada kakaknya untuk memecahkan soal-soal Matematika itu. Namun sang kakak tidak menggubris. Ia menolaknya secara halus.

Sang kakak berkata, “Biar saya kerjakan sendiri. Adik lebih baik menyiapkan pelajaran untuk besok. Kan besok adik punya banyak ulangan.”

Sang adik merasa sedih mendengar kata-kata sang kakak. Ia tahu betul kakaknya membutuhkan bantuan segera. Kalau tidak ada bantuan, sang kakak akan mengalami kesulitan. Ia tidak mau melihat sang kakak dipermalukan oleh guru di kelasnya. Ia ingin membantunya dengan tulus. Tidak ada maksud apa-apa untuk mempermalukan kakaknya.

Meski sedih, ia pun sadar bahwa sang kakak punya kebebasan untuk mendapatkan bantuan atau tidak. Karena itu, ia membiarkan kakaknya mengerjakan soal-soal Matematika itu sendirian. Setelah selesai, sang kakak mendatangi sang adik. Ia menunjukkan hasil kerjanya. Setelah melihat hasilnya, sang adik geleng-geleng kepala. Ternyata sang kakak berhasil mengerjakan soal-soal itu dengan baik. Ia memuji keberanian sang kakak untuk berpikir keras.

Sahabat, memacu orang lain untuk berhasil tidak mesti dengan membantunya secara langsung. Motivasi yang diberikan kepada orang itu dapat membantu seseorang untuk dapat maju dalam usaha-usahanya. Ibaratnya, kalau membantu orang untuk meraih hasil itu tidak perlu memberi hasil itu. Biarkan orang itu sendiri berusaha untuk meraih hasil itu. Dengan demikian, ia akan menemukan cara-cara yang terbaik dalam memecahkan suatu persoalan.

Kisah tadi menunjukkan bahwa suatu usaha keras akan menghasilkan sesuatu yang berguna bagi hidup. Yang penting adalah orang punya rasa percaya diri dan ketekunan dalam usaha-usahanya. Rasa percaya diri itu menjadi modal bagi orang untuk berhasil dalam usaha-usahanya.

Untuk itu, rasa percaya diri itu mesti dibangun. Rasa percaya diri tidak datang dengan sendirinya. Rasa percaya diri itu mesti ditumbuhkan. Usaha-usaha menumbuhkan rasa percaya diri itu tentu saja mendapatkan tantangan.

Karena itu, orang mesti berusaha untuk menghadapi tantangan itu dengan hati yang lapang. Orang tidak boleh putus asa, ketika ada tantangan yang menghadang. Orang mesti berusaha terus untuk menemukan cara-cara yang terbaik. Dengan demikian, sukses akan bisa diraih. Mari kita berusaha menumbuhkan rasa percaya diri di dalam diri kita dengan berusaha keras. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


649

05 April 2011

Meningkatkan Kepedulian terhadap Sesama

Meningkatkan Kepedulian terhadap Sesama


Namanya Muhammad Wildan Rabbani Kurniawan. Usianya baru 17 tahun. Maklum ia baru selesai sekolah di SMA. Wildan meraih nilai terbaik untuk hasil ujian nasional tingkat SMA se-Jawa Timur 2010 lalu. Wildan meraih nilai total 57,20 dari enam mata pelajaran, yakni Bahasa Indonesia (9,00), Bahasa Inggris (9,20), Matematika (10,00), Fisika (9,75), Kimia (9,75), dan Biologi (9,50). Prestasi bagus itu tidak hanya membanggakan dan membuatnya bahagia, tetapi sekaligus waswas. Begitu selesai ujian, Wildan menunggu hasil pengumuman lewat jalur prestasi dari Universitas Indonesia, Jakarta. Pilihan pertamanya Fakultas Kedokteran dan kedua Teknik Metalurgi. Kalaupun ia diterima, rupanya juga tak membuatnya senang, sebab biaya mendaftar Rp 250.000 pun merupakan dana patungan teman-temannya. Semula ia tak yakin bisa melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi selepas SMA. Orangtuanya kini kerja serabutan setelah usaha kapur tulis lesu sejak sekolah lebih banyak menggunakan whiteboard dan spidol. Wildan sangat bersyukur atas pencapaiannya. Remaja asal Dusun Kebondalem, Desa Mojopurowetan, Kecamatan Bungah, Kabupaten Gresik, ini tak menyangka bisa meraih nilai tertinggi. Tentang hasil belajarnya, Wildan berkata, “Sepulang sekolah, kalau tidak lelah, saya sempatkan mengulang pelajaran sekitar satu jam.” Secercah harapan Wildan pun muncul, ketika ada dua pengusaha Jakarta dan Gresik yang bersedia membiayai kuliah Wildan sampai tuntas.

Sahabat, mendengar kisah di atas kita bertanya pada diri kita, adilkah dunia ini terhadap kehidupan manusia? Ada begitu banyak anak Indonesia yang meraih prestasi tinggi dalam pendidikannya. Namun mereka terbentur oleh biaya yang begitu mahal. Bagaimana mereka dapat menjadi anak-anak yang memiliki pendidikan tinggi? Bagaimana mereka memiliki ilmu dan ketrampilan yang tinggi?

Kisah Wildan sebenarnya bukan baru ini terjadi. Ada begitu banyak anak bangsa yang belum mendapatkan pendidikan yang memadai. Alasannya tetap sama, yaitu biaya pendidikan bagi mereka. Saat kampanye pilkada, banyak calon kepala daerah berjanji untuk meningkatkan pendidikan bagi warganya. Namun apa yang terjadi kemudian adalah janji-janji kosong belaka. Nyatanya masih banyak anak bangsa yang putus sekolah. Masih ada begitu banyak anak bangsa yang buta huruf. Apa yang sebenarnya telah terjadi?

Sebagai orang beriman, kita mesti meningkatkan kepedulian kita terhadap pendidikan anak-anak bangsa. Uluran tangan kita dapat membantu sesama yang membutuhkan. Investasi yang kita berikan bagi sesama akan membahagiakan mereka. Masa depan anak-anak bangsa ini ada di tangan kita. Demikian pula masa depan bangsa ini ada di tangan kita semua. Karena itu, pendidikan anak-anak bangsa ini mesti selalu diperhatikan. Tuhan memberkati. **

Frans de Sales, SCJ

03 April 2011

Cinta Mendekatkan Hati


Suatu hari seorang guru bertanya kepada murid-muridnya, “Mengapa ketika seseorang sedang dalam keadaan marah, ia akan berteriak?”

Setelah berpikir beberapa saat, seorang murid menjawab, “Karena saat seperti itu ia telah kehilangan kesabaran. Karena itu, ia berteriak.”

Guru itu berkata lagi, “Tapi lawan bicaranya justru berada di sampingnya. Mengapa harus berteriak? Apakah tidak bicara pelan-pelan dan halus saja?”

Hampir semua murid di kelas itu memberikan sejumlah alasan yang menurut mereka benar. Namun tidak satu pun jawaban mereka memuaskan.

Lantas guru itu berkata, “Ketika dua orang sedang berada dalam situasi kemarahan, jarak antara kedua hati mereka menjadi sangat jauh. Walaupun secara fisik mereka begitu dekat. Karena itu, untuk mencapai jarak yang demikian, mereka harus berteriak. Anehnya, semakin keras mereka berteriak, semakin mereka menjadi marah. Dengan sendirinya jarak hati yang ada di antara keduanya pun menjadi lebih jauh lagi. Karena itu, mereka terpaksa berteriak lebih keras lagi.”

Sambil melempar senyum, para murid mengangguk-anggukan kepala tanda setuju. Lantas guru itu melanjutkan penjelasannya, “Sebaliknya, apa yang terjadi ketika dua orang saling jatuh cinta? Mereka tidak berteriak. Ketika mereka berbicara suara yang keluar dari mulut mereka begitu halus dan kecil. Sehalus apa pun suara mereka, keduanya bisa mendengarkan dengan begitu jelas.”

Sahabat, cinta itu mendekatkan hati manusia. Hati yang dekat satu sama lain itu mampu memahami keinginan dan kebutuhan sesama. Bahkan dalam hidup suasana cinta yang mendalam kata-kata menjadi tidak sangat berarti. Orang mampu berkomunikasi dengan tanda-tanda yang membangkitkan semangat untuk semakin mendekatkan diri satu sama lain.

Sebaliknya, ketika orang dikuasi emosi dan kemarahan yang meledak-ledak, hati orang menjadi semakin jauh. Tidak ada kata-kata indah yang muncul dari mulut seseorang. Yang muncul adalah kata-kata yang membuat hati seseorang sakit. Dalam kondisi seperti itu, jarak antarhati semakin jauh dan jauh. Mengapa? Karena tidak ada cinta yang mampu mendekatkan dan menyatukan dua hati.

Karena itu, ketika orang sedang dilanda kemarahan semestinya orang tidak perlu meneriakkan kata-kata kasar. Orang mesti mampu meredamnya dengan kata-kata yang menyejukkan hati. Dengan demikian, hati orang semakin dekat. Yang terjadi adalah orang mampu menguasai emosi dan kemarahannya. Orang berusaha memberikan yang terbaik bagi sesamanya dengan kata-kata yang lembut. Tentu saja hal ini tidak muncul begitu saja. Orang mesti berani memulai dan belajar untuk mengungkapkan kata-kata yang lembut di saat kemarahan melandanya.

Orang beriman mesti mengutamakan cinta daripada kemarahan. Hanya dengan begitu, orang beriman mampu menciptakan suatu dunia yang penuh sukacita dan damai. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

Tabloid KOMUNIO


647

Menumbuhkan Keberanian untuk Memulai


Ada seorang ibu yang ingin membuka sebuah restoran di pekarangan rumahnya. Setelah melakukan penelitian yang agak lama, ia punya keyakinan bahwa restoran cepat saji yang akan dibuka itu akan dikunjungi banyak orang. Betapa tidak?! Di sekitar rumahnya ada banyak pabrik dengan ribuan karyawan. Banyak tempat kos di sekitar rumahnya. Soalnya adalah ibu itu takut melakukan kesalahan. Ia takut kalau-kalau survei yang dibuat itu tidak tepat.

Beberapa bulan kemudian seorang ibu dari kota lain membuka sebuah restoran cepat saji di daerah itu. Ibu dari kota lain itu membeli tanah kosong. Ia membangun restoran dan mulai menjalankannya. Setiap hari ratusan karyawan pabrik antri di restoran tersebut untuk membeli makanan cepat saji. Ternyata hasilnya sangat memuaskan. Investasi yang ditanam ibu itu pun segera kembali. Setahun kemudian, ia mulai meraih keuntungan yang berlipat-lipat.

Apa kunci kesuksesan ibu itu? Kuncinya adalah ia berani menanamkan investasi di restoran cepat saji itu. Ia punya keyakinan bahwa apa yang ia lakukan itu akan mendatangkan banyak keuntungan. Ia juga membantu banyak karyawan yang bekerja dengannya.

Ketika ditanya tentang kesuksesannya, ibu itu berkata, ”Kita mesti punya keyakinan. Kita mesti berani untuk menjalankan suatu usaha. Kalau toh nanti kita mengalami kerugian, itu sudah resiko usaha.”

Sahabat, mengapa banyak orang sering gagal dalam hidupnya? Jawabannya sangat sederhana, yaitu karena mereka takut membuat kesalahan. Kesalahan terbesar manusia dalam hidup ini adalah takut membuat kesalahan. Rasa takut membuat kesalahan sering menghambat kemajuan manusia. Kalau orang sudah takut duluan, orang tidak akan pernah berani memulai sesuatu dalam hidupnya. Kesuksesan pun tidak pernah akan diraih.

Kisah tadi mau mengatakan kepada kita bahwa yang dibutuhkan manusia dalam hidup ini adalah keberanian untuk memulai sesuatu. Orang mesti mengabaikan berbagai pertimbangan yang sering membuat nyali menciut. Ketika orang memiliki keberanian untuk memulai sesuatu, di sanalah jalan terbuka bagi kesuksesan hidup.

Untuk itu, orang mesti memiliki keyakinan bahwa apa yang dilakukan itu akan mendatangkan kebahagiaan bagi hidupnya. Ia tidak sekedar mengerjakan sesuatu. Tetapi ia sungguh-sungguh mengerjakannya untuk kehidupan dirinya dan banyak orang lain. Ia tidak bekerja sendirian. Ada begitu banyak orang yang mau membantunya, termasuk Tuhan akan mengulurkan bantuan bagi dirinya.

Orang beriman mesti berani memulai sesuatu yang berguna bagi hidupnya. Untuk itu, orang beriman mesti memulai sesuatu dengan survei yang cermat. Orang beriman pun mesti menyerahkan seluruh usahanya kepada Tuhan. Orang membiarkan Tuhan terlibat dalam usaha-usahanya. Dengan demikian, ia mengalami sukacita dan damai dalam hidupnya. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

KOMSOS Keuskupan Agung Palembang

646