Pages

27 Juli 2011

Melepas Egoisme bagi Hidup yang Lebih Baik



Ketika kaum perempuan belum mendapatkan pendidikan yang memadai, mereka dianggap sebagai kaum yang lemah. Akibatnya, mereka sering tidak diikutsertakan dalam berbagai segi kehidupan. Mereka sering dianggap sebagai pelengkap saja dalam kehidupan kaum pria.

Di zaman dulu, mereka dipingit. Mereka tidak boleh melakukan hal-hal yang baik di luar rumah. Kehidupan publik mereka sangat dibatasi. Akibatnya, kaum perempuan tetap tertinggal dari kaum lelaki dari berbagai segi kehidupan. Kondisi seperti ini mesti bukan menjadi suatu kebanggaan bagi umat manusia. Kita semestinya merasa trenyuh terhadap kondisi seperti ini. Yang mesti kita lakukan adalah kita memperjuangkan kemajuan kaum perempuan. Namun setelah pembatasan-pembatasan dibuka, kaum perempuan semakin mendapatkan kesempatan yang banyak untuk mengembangkan diri.

Kemajuan-kemajuan di berbagai bidang kehidupan pun diraih. Ada yang menjadi guru besar di perguruan tinggi. Ada yang menjadi pilot. Berliana Febrianti, pemain film dan sinetron, merasa bahwa kemajuan perempuan Indonesia sampai sekarang ini sangat membanggakan. Ia berkata, ”Perempuan itu makhluk yang kuat. Biarpun mereka mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), perempuan (pada umumnya) tetap memiliki kekuatan untuk bertahan.”

Tentang KDRT yang sering terjadi, ia mengatakan bahwa kelihatannya perempuan yang mengalami KDRT tersebut tidak memberontak. Hal itu karena mereka ingin melindungi anaknya. Perempuan selalu berpikir panjang.

Untuk itu, ia berharap agar kaum pria tidak berlaku kasar terhadap kaum perempuan. Ibu dari tiga orang anak ini berkata, ”Lebih baik jika kaum lelaki mengerti, kekuatan perempuan itu luar biasa. Setidaknya, mereka bisa mengingat betapa besar kekuatan yang dimiliki ibu mereka.”

Sahabat, KDRT yang terjadi dalam kehidupan bersama itu merupakan salah satu bentuk perendahan terhadap martabat manusia. Kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga itu suatu bentuk tumbuh kuatnya egosime. Orang yang melakukan kekerasan itu hanya mementingkan diri sendiri. Kuasa egoisme itu bisa dihilangkan, kalau orang menyadari kehadiran sesama bukan hanya sebagai pelengkap. Namun kehadiran sesama itu sebagai suatu keharusan. Mengapa? Karena manusia tidak bisa hidup sendiri. Manusia membutuhkan sesama untuk menjalani kehidupan ini. Orang yang ingin maju dalam hidupnya mesti menerima kehadiran sesamanya. Kalau kesadaran ini senantiasa tumbuh dalam diri seseorang, ia akan mudah untuk menghargai kehadiran sesamanya. Karena itu, orang beriman mesti menukik ke dalam dirinya sendiri. Orang beriman mesti berani menerima kehadiran sesamanya sebagai partner dalam suka dan duka. Dengan demikian, hidup ini menjadi suatu kegembiraan bagi semua orang. Tuhan memberkati. **

Frans de Sales, SCJ


738

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.