Pages

09 Oktober 2011

Berlajar untuk Bertobat dari Dosa


Ada seorang pemuda yang punya hobby bermain catur di internet. Hobby itu membuat pemuda itu sangat ketagihan. Tiada satu hari pun ia lewatkan tanpa bermain catur. Setiap waktu luang ia gunakan untuk bermain catur. Bahkan waktu-waktu kerja ia gunakan juga untuk bermain catur di internet. Hasilnya? Pemuda itu merasa puas.

Suatu hari, pemuda itu menyadari kebiasaan buruknya itu. Ia berusaha untuk melepaskan diri dari ketagihan itu. Namun ia gagal. Ia tetap saja berada di depan komputer untuk bermain catur. Ia berkata, ”Ah, kan hanya sebentar. Tidak lama lagi saya akan berhenti juga.”

Pemuda itu terus-menerus berusaha untuk menghentikan kebiasaan buruknya itu. Ia mengalami jatuh dan bangun. Sambil memberi alasan-alasan yang menyegarkan dirinya, pemuda itu terus berusaha. Apa yang terjadi kemudian? Suatu hari, ia berusaha untuk tidak membuka permainan catur di internet. Kalau ada godaan untuk main catur, ia mengalihkan ke hal-hal lain. Ia tidak mau membuka permainan catur itu.

Kali ini ia berhasil. Ia melupakan permainan catur. Ia memusatkan perhatiannya pada pekerjaannya. Keesokan harinya, ia mencoba hal yang sama. Kali ini ia pun berhasil. Hari-hari berikutnya, pemuda itu tidak lagi peduli terhadap permainan catur. Pikirannya terfokus pada pekerjaan-pekerjaannya.

Sahabat, sering manusia berkelit dan berdalih tentang dosa dan kesalahan yang dilakukannya. Manusia tidak mudah meninggalkan kebiasaan-kebiasaan yang telah dirasakan nikmat. Manusia berusaha untuk mempertahankan kenikmatan itu meski sebenarnya kenikmatan yang dialami itu hanyalah semu. Manusia tetap mau tenggelam dalam kenikmatan dosa.

Namun ternyata orang tidak bisa berlama-lama hidup dalam kenikmatan dosa. Mengapa? Karena kenikmatan dosa itu mengganggu ketenteraman hidup. Orang selalu merasa tidak aman dan nyaman. Dosa menggerogoti kedamaian manusia. Dosa meracuni hidup manusia. Dosa membuat hidup manusia tidak harmonis. Damai sulit tercapai ketika orang hidup di dalam dosa. Mengapa? Karena orang selalu merasa dikejar-kejar oleh dosa itu.

Akibat dari dosa tidak hanya dialami oleh diri sendiri. Akibat dosa juga dialami oleh sesama, karena perbuatan dosa selalu bersifat sosial. Penderitaan akibat dosa juga dialami oleh orang yang tidak melakukan dosa. Misalnya, dosa korupsi dan manipulasi yang dilakukan seorang pejabat berakibat pada kemiskinan bagi rakyat yang dipimpinnya. Anggaran yang semestinya digunakan untuk kebutuhan masyarakat itu digunakan untuk diri sendiri.

Karena itu, orang mesti berusaha menyadari kedosaannya. Caranya adalah dengan berefleksi diri. Ada saatnya orang mesti menukik ke dalam dirinya sendiri. Orang mesti berani mempertanyakan dosa dan kesalahan yang telah dilakukannya. Dengan demikian, orang mampu berubah dan bertobat. Artinya, orang membuka dirinya untuk rahmat Tuhan yang hadir dalam hidupnya. Bertobat yang sesungguhnya adalah menerima Tuhan dalam hidup sehari-hari. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


801

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.