Pages

30 Oktober 2011

Membangun Kesetiaan bagi Hidup Bahagia

Masihkah Anda punya kesetiaan terhadap sesama Anda? Atau ketika sesama Anda mengalami dukacita dalam hidup ini, Anda meninggalkannya berjuang sendirian?

Greyfriars Bobby adalah anjing yang menjadi terkenal setelah tuannya meninggal. John Gray meninggal pada 8 Februari 1858 di Edinburgh, Skotlandia. Ia tidak meninggalkan apa-apa kecuali seekor anjing kecil bernama Bobby. Sehari setelah pemakaman, kurator melihat Bobby berbaring di gundukan tanah segar.

Dia segera mengusir anjing kecil itu, tapi keesokan harinya ia kembali. Sekali lagi, kurator mengusirnya, tetapi pada hari ketiga, meskipun dingin dan hujan, Bobby sudah kembali. Akhirnya, kurator kasihan pada anjing miskin itu dan membiarkan dia tinggal. Akhirnya ia kemudian dikenal sebagai Greyfriars Bobby, anjing penjaga yang setia di mana majikannya dimakamkan.

Selama empat belas tahun, Bobby tetap setia menjaga dan mengawasi makam pemiliknya. Ia jarang meninggalkan makam tuannya kecuali untuk mengambil makan siang tepat pada pukul satu. Ketika ia meninggal, ia dimakamkan persis di gerbang di Greyfriars Kirkyard. Di batu nisannya tertulis, "Greyfriars Bobby - meninggal 14 Januari 1872 - berusia 16 tahun - Biarlah kesetiaan dan pengabdian menjadi pelajaran bagi kita semua."

Sahabat, masihkah kesetiaan kita miliki dalam hidup ini? Masihkah suami istri saling setia untuk membangun keluarga yang bahagia dan damai? Bukankah ada begitu banyak godaan yang mudah menggoyahkan kesetiaan kita? Bukankah masyarakat kita begitu permisif terhadap ketidaksetiaan?

Kisah Greyfriars Bobby tadi mau mengajak kita untuk membangun kesetiaan kita terus-menerus satu sama lain. Anjing kecil itu setia menjaga kubur tuannya sampai maut menjemputnya. Ia tidak peduli akan begitu banyaknya tantangan dan aral yang menghadang dirinya.

Bagi kita, kesetiaan menjadi suatu kekuatan dalam menghadapi berbagai persoalan hidup. Namun kesetiaan bukanlah tujuan hidup kita. Kesetiaan menjadi saarana bagi kita untuk meraih hidup yang bahagia dan damai. Setiap orang yang membangun kebersamaan dalam hidup selalu mendambakan hidup yang bahagia dan damai. Untuk itu, orang mesti berusaha untuk menumbuhkan kesetiaan itu dalam hidupnya.

Dasar kesetiaan orang beriman adalah cinta kasih yang tulus. Sering kita berhadapan dengan cinta kasih yang semu. Cinta yang mengada-ada untuk mengail keuntungan yang sebesar-besarnya bagi diri sendiri. Ini cinta yang egois. Ini cinta yang tidak mengarahkan orang untuk setia. Ini cinta yang membahayakan kehidupan bersama.

Orang beriman mesti senantiasa belajar untuk saling setia. Orang beriman mesti berani mencecap buah dari kesetiaan itu bagi hidupnya. Tentu saja buah dari kesetiaan adalah cinta yang tulus bagi sesama. Dengan demikian, hidup ini menjadi suatu kesempatan untuk membahagiakan diri dan sesama. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

815

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.