Pages

16 Oktober 2011

Selalu Punya Pintu Maaf di Hati



Seorang gadis merasa kecewa luar biasa terhadap pacarnya. Pasalnya, ia merasa sudah banyak berkorban untuk pacarnya itu. Tetapi pacarnya itu serta merta meninggalkan dirinya. Tanpa alasan yang jelas. Bahkan pacarnya itu sudah punya pacar baru. Hati gadis itu pedih serasa diiris sembilu.

Gadis itu mengaku bahwa ia sulit melupakan peristiwa pedih itu. Akibatnya, ia merasa sulit untuk mengampuni mantan pacarnya itu. ”Tidak ada pintu maaf di hati saya baginya. Saya merasa sakit. Saya tidak bisa menerima perlakuannya. Saya sadar, saya bukanlah yang tercantik, tetapi saya juga punya hak untuk tidak diperlakukan seperti ini,” kata gadis itu.

Sejak itu, gadis itu tidak percaya terhadap setiap lelaki. Ia menolak semua pemuda yang berusaha mendekatinya. Ia tidak mau gagal untuk yang kedua kalinya. Ia menutup pintu hatinya rapat-rapat bagi setiap cinta dari kaum lelaki. Ia memutuskan untuk hidup sebatang kara. Ia tidak mau hidup bersama seorang lelaki pun untuk membangun sebuah keluarga. Baginya, hidup menyendiri lebih bermakna.

Sayang, gadis itu tetap merasa sulit untuk mengampuni. Pintu pengampunan sudah tidak ada bagi mantan pacarnya itu. Ia hidup dalam situasi penuh curiga. Mengapa hal itu terjadi? Karena ia tidak ingin disakiti. Ia tidak ingin dikecewakan lagi. Baginya, satu kali kecewa itu sudah cukup. Gadis itu akhirnya mengakhiri hidupnya dalam kesendirian dan kekecewaan yang mendalam.

Sahabat, orang yang hidup tanpa cinta kasih itu sebenarnya orang yang telah mati. Ia tidak digerakkan oleh dorongan cinta kasih yang menjadi dasar hidup seorang manusia. Orang seperti ini lebih mementingkan dirinya sendiri. Orang seperti ini tumbuh dalam egosime yang sangat kuat.

Padahal cinta kasih yang normal itu membawa rasa sakit dalam hidup. Cinta kasih yang tulus itu membiarkan dirinya merasa kecewa, karena korbannya dianggap sepele. Cinta kasih yang sesungguhnya itu dibangun di atas butir-butir keringat dan airmata. Ada rasa sakit. Ada korban. Namun orang tidak berhenti pada rasa sakit dan korban.

Orang mesti bangkit dari rasa sakit itu. Orang mesti berani meninggalkan rasa sakit dan kecewa. Caranya adalah dengan berani melupakan perlakuan dari mereka yang menyebabkan hati tersayat-sayat. Caranya adalah dengan mengampuni mereka yang telah menusuk hati kita dengan kata-kata yang tidak mengenakkan.

Orang beriman itu selalu punya pintu pengampunan bagi sesamanya yang melakukan dosa dan kesalahan terhadap dirinya. Hanya dengan pengampunan itu, orang dapat lepas dari rasa sakit hati. Hanya dengan memberikan maaf yang tulus orang dapat mengobati luka batinnya.

Membiarkan diri terus-menerus didera oleh kekecewaan adalah suatu tindakan kurang bijak. Mengapa? Karena yang mengalami rasa sakit itu adalah diri sendiri. Bukan orang lain. Yang mengalami luka batin itu adalah diri sendiri. Karena itu, dalam ketegaran hati orang mesti memiliki hati yang mudah tersentuh untuk mengampuni sesamanya. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


804

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.