Pages

23 Desember 2011

Menumbuhkan Kesabaran dan Kegigihan


Apa modal Anda untuk sukses dalam hidup ini? Harta yang melimpah? Kepandaian otak yang Anda miliki?

Ada seorang yang cacat. Tangan kanannya tidak bisa ia gerakan sejak ia lahir. Kaki kanannya pun pincang. Namun pria ini sangat aktif dengan menggunakan tangan kirinya. Ia belajar bersama anak-anak normal di sekolah. Segala pekerjaan ia lakukan dengan tangan kirinya. Ia tidak minder. Ia melakukan semua pekerjaan rumah dengan baik dan benar. Di sekolah, ia bukan anak yang bodoh. Otaknya encer. Ia sering menduduki rangking pertama dalam kelasnya.

Setelah menyelesaikan semua pendidikan dasar, ia meneruskan ke perguruan tinggi. Di sana ia juga tidak mengalami kesulitan dalam belajar. Ia lulus dengan pujian. Bukan hanya soal teori. Tetapi ia juga pandai dalam mempraktekkan ilmu yang diperolehnya di bangku kuliah.

Dengan modal sarjana, ia melamar pekerjaan di sebuah perusahaan yang menjual sabun terkenal. Ia melamar menjadi salesman. Namun kemampuannya diragukan oleh pimpinan perusahaan itu. Awalnya ia diberi pekerjaan di bagian administrasi. Namun lama-kelamaan ia merasa jenuh. Ia merasa bahwa kemampuannya menjadi lebih baik, kalau ia menekuni bagian penjualan.

Setelah mengajukan diri untuk menjadi salesman, ia diterima. Ia mulai berjuang dari rumah ke rumah untuk menjual produk dari perusahaan sabun itu. Dengan kakinya yang timpang dan tangan kanan yang tidak bisa digerakkan, ia berhasil membujuk para pembeli. Ia berhasil. Dua kata yang selalu ia pegang teguh dari sang ibu adalah kesabaran dan kegigihan. Tahun itu, ia menjadi penjual terbaik yang memasarkan produk sabun. Ia mendapat hadiah dari perusahaan.

Sahabat, sering orang lupa bahwa dalam hidup ini orang membutuhkan kesabaran dan kegigihan. Orang mudah meninggalkan pekerjaannya, ketika ada tantangan dan rintangan. Orang merasa dirinya tidak mampu menghadapi rintangan itu. Orang lebih mudah mencari hal-hal yang gampang untuk dikerjakan. Apalagi kalau hal itu mendatangkan banyak uang.

Kisah tadi mau mengatakan kepada kita bahwa dalam hidup ini yang kita butuhkan adalah kesabaran dan kegigihan. Meski tubuhnya tidak normal seperti umumnya orang-orang, namun pria itu yakin ia bisa menjalani hidup ini dengan baik. Karena itu, ia mengembangkan kesabaran dan kegigihan. Ia yakin, dua kata ini mampu memberi motivasi bagi dirinya untuk sukses.

Orang beriman mesti memiliki kesabaran dan kegigihan dalam hidupnya. Hanya dengan cara ini, orang mampu menjalani hidup ini dengan baik dan benar. Berbagai godaan sering menjerumuskan manusia pada sikap gegabah dalam hidupnya. Orang tergoda untuk tidak sabar. Orang tergoda untuk cepat-cepat meraih sukses dalam waktu singkat. Akibatnya, banyak hal negatif yang mereka alami dalam hidup ini.

Mari kita tumbuhkan kesabaran dalam hidup kita. Kita bercermin dari Tuhan yang sabar terhadap kita. Kalau kita melihat diri kita yang penuh dengan kelemahan dan dosa ini, kita mesti sadar bahwa Tuhan begitu sabar menantikan kita untuk bertobat. Tuhan ingin kita kembali ke jalan yang benar dengan mengembangkan semangat sabar dan gigih. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ



848

22 Desember 2011

Kesabaran dalam menyelesaikan masalah



Anda punya masalah dalam hidup Anda? Mengapa Anda dikuasai oleh masalah-masalah? Tentu saja banyak hal yang menyebabkan Anda dikuasai oleh masalah-masalah. Anda tidak ingin membiarkan masalah-masalah itu hadir dalam diri Anda.

Seorang mantan pengguna narkoba bercerita bahwa awalnya ia menggunakan narkoba, karena mengalami sulit tidur. Ia sudah berusaha untuk tidur, tetapi rupanya matanya sulit sekali diajak untuk menutup. Berbagai cara sudah ia coba untuk dapat membantu dirinya dapat memejamkan mata.

Awalnya, ia membaca buku-buku dari yang ringan sampai yang berat. Namun ia gagal. Ia tetap saja tidak bisa tertidur pulas. Lantas ia minum obat tidur setiap kali mau tidur. Namun cara ini pun tidak membantunya untuk menikmati tidur yang nyenyak. Hari-hari ia lalui dengan kepenatan. Kadang-kadang ia frustrasi. Ia sulit menjalani hidup dengan normal.

Akhirnya, seorang temannya menawarinya menggunakan narkoba. Merasa baik untuk dirinya, ia pun mulai mencoba sedikit demi sedikit. Awalnya, ia merasa enak dan menyenangkan. Ia dapat tidur dengan nyenyak. Ia pun meneruskan cara ini untuk mengatasi kesulitan tidurnya.

Namun lama-kelamaan ia ketagihan. Ia tidak bisa melepaskan diri dari narkoba lagi. Setiap kali mau tidur, ia gunakan narkoba. Ketergantungannya semakin besar, sementara kesehatan tubuhnya semakin menurun. Memorinya mulai berkurang. Akibatnya, ia menjadi orang yang linglung. Syukurlah, suatu hari ia bisa melepaskan diri dari cengkeraman narkoba. Ia meninggalkan diri dari narkoba. Ia menjalani masa rehabilitasi dari ketergantungan narkoba. Kini ia bisa tidur nyenyak tanpa narkoba.

Sahabat, begitu banyak orang kurang sabar menghadapi persoalan hidup mereka. Mereka ingin cepat lepas dari persoalan-persoalan hidup. Karena itu, mereka ambil jalan pintas. Mereka tidak peduli jalan pintas itu justru memerosokkan diri mereka ke dalam kegelapan hidup.

Kisah di atas mau mengatakan kepada kita bahwa butuh waktu untuk mengatasi persoalan-persoalan hidup kita. Jalan pintas merupakan suatu usaha yang merugikan diri kita sendiri. Jalan pintas yang diambil biasanya tanpa melalui suatu pemikiran yang matang. Akibatnya, kita mesti membayarnya dengan lebih mahal.

Orang beriman mesti memiliki pemikiran yang luas dan dalam saat menghadapi suatu persoalan dalam hidupnya. Artinya, ada berbagai pertimbangan yang mesti dibuat. Ada berbagai dimensi yang mesti didekati, agar kita tidak terjerumus pada hal-hal yang berakibat buruk bagi hidup kita.

Dosa atau kekeliruan yang kita buat sering menimbulkan akibat negatif bagi hidup kita. Karena itu, orang beriman mesti merumuskan tujuan hidupnya dengan baik dan benar. Orang mesti berpegang teguh pada rumusan tujuan hidup itu. Konsistensi sangat diperlukan dalam hal ini. Suatu sikap yang konsisten akan membantu manusia dalam meraih kebaikan dalam hidupnya. Orang tidak perlu dikejar-kejar oleh hal-hal negatif yang menguasai dirinya. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ



847

20 Desember 2011

Mengambil Waktu untuk Hening

Apa yang Anda lakukan saat Anda mengalami bahwa hidup ini begitu bising? Ada berbagai hal yang mengganggu pikiran Anda. Tentu saja ada banyak cara yang akan Anda lakukan. Salah satunya adalah menenangkan diri untuk mendengarkan sabda Tuhan.

Ada seorang gadis yang sulit sekali diam. Ia selalu punya kegiatan yang membuat ia tenggelam dalam kesibukan-kesibukan. Ia merasa dengan cara menyibukkan diri, ia dapat berbuat baik sebanyak-banyaknya bagi diri dan sesama. Akibatnya, ia sering tidak fokus pada apa yang dilakukannya. Berbagai kegiatan itu membuat ia bekerja serabutan.
Rata Penuh
Suatu hari, gadis itu merasa bosan dengan apa yang ia lakukan. Ia mengambil waktu luang beberapa hari untuk merefleksikan apa yang telah diperbuatnya. Ia pergi ke tempat yang sunyi. Di sana ia mampu menemukan kembali makna hidupnya. ia merasa bersyukur atas kesempatan itu.

Pulang ke rumahnya, ia mulai memilah-milah semua yang dikerjakan selama ini. Ia mulai membatasi diri. Hasilnya, ia dapat fokus pada hal-hal utama yang menjadi pekerjaannya. Ia menjadi orang yang semakin dewasa dalam hidup hariannya. Semakin banyak hal baik justru dapat ia buat bagi diri dan sesamanya.

“Andaikan saya hanya sibuk dengan berbagai pekerjaan, saya tidak akan bertumbuh menjadi lebih baik. Saya bersyukur, saya punya waktu untuk merefleksikan diri saya dan apa yang saya lakukan. Ternyata hidup ini indah, kalau kita bisa fokus pada apa yang kita buat. Saya dapat mempunyai kesempatan untuk memperhatikan orang-orang di sekitar saya,” kata gadis itu.

Sahabat, sering banyak orang resah ketika tidak punya banyak pekerjaan. Mereka merasa bahwa hidup ini semakin menjadi bermakna, ketika mereka bisa buat banyak hal untuk diri dan orang lain. Karena itu, mereka belum puas kalau belum melakukan hal-hal yang bermakna dalam hidupnya.

Kisah tadi mau mengatakan kepada kita bahwa ada begitu banyak kesempatan yang bisa kita buat untuk hidup kita. Namun kita tidak boleh membombardir diri kita dengan berbagai kegiatan. Kita mesti memilah-milah, mana hal-hal yang sungguh-sungguh urgen untuk kebaikan diri kita. Memilah berarti kita mau fokus pada apa yang sedang kita lakukan. Kita tidak mudah meninggalkan pekerjaan itu.

Namun kita juga mesti menyadari bahwa kita butuh waktu untuk merefleksikan apa yang telah dan sedang kita lakukan. Dengan berefleksi, kita mampu menimba kebaikan-kebaikan yang telah kita lakukan itu. Atau kesempatan refleksi membantu kita untuk semakin sungguh-sungguh melakukan sesuatu bagi hidup kita dan sesama.

Banyak orang merasa sibuk dengan pekerjaan-pekerjaan mereka. Mereka lupa bahwa salah satu kekuatan dalam meraih kesuksesan hidup adalah refleksi. Untuk itu, orang mesti mengambil saat hening untuk berefleksi, sehingga menemukan kembali makna hidupnya. Dengan demikian, hidup ini tidak hanya berjalan begitu saja seperti air yang mengalir. Hidup ini tidak membosankan. Hidup ini memiliki arah dan tujuan yang jelas. Tuhan memberkati. **

Frans de Sales, SCJ


846

Kita Butuh Orang Lain

Anda ingin hidup Anda lebih baik dan bermanfaat bagi sesama? Tentu saja Anda mesti terbuka terhadap sesama yang ada di sekitar Anda. Anda bukanlah makhluk super yang bisa melakukan apa saja tanpa bantuan sesama Anda. Anda butuh bantuan orang lain.

Ada seorang pemuda yang merasa dirinya sudah mampu melakukan apa saja. Orang-orang yang ada di sekitarnya dianggapnya sebagai pengganggu kehidupan dan pekerjaannya. Karena itu, ia marah kalau ada orang yang bertanya kepadanya tentang keahlian yang dimilikinya. Ia tidak mau mereka meniru apa yang dibuatnya.

Suatu hari pemuda ini memutuskan untuk mengisolasi diri. Di depan kamarnya ia menulis dengan tulisan yang sangat jelas, “Dilarang masuk, ada anjing galak.” Ia merasa dengan cara itu, ia dapat menemukan ketenangan hidup. Dengan cara itu, ia dapat melakukan pekerjaan-pekerjaannya dengan baik dan benar.

Berbulan-bulan pemuda ini mengisolasi dirinya. Bahkan kedua orangtuanya pun dilarang untuk masuk ke dalam rumahnya. Ia merasa sukses melakukan pekerjaannya itu. Namun setelah membuka pintu kamarnya, ternyata pemuda itu salah. Isolasi itu bukannya menguntungkan dirinya, melainkan merugikan dirinya. Apa yang dia lakukan tidak sehebat orang lain lakukan. Mengapa? Karena ia tidak bisa belajar dari orang lain. Di saat ia mengalami kesulitan, tidak ada orang yang mampu membantunya. Ia menjadi stress. Ia tidak berhasil dengan cita-citanya meraih sukses yang gemilang.

Sahabat Sonora, kita hidup bersama orang lain. Kita tidak hidup sendirian. Kita selalu bersentuhan dengan sesama di sekitar kita. Sering hal ini kurang kita sadari dalam perjalanan hidup ini. Kita merasa kalau kita berjuang sendirian, kita akan berhasil dengan gilang-gemilang. Padahal kita mesti juga belajar dari sesama yang ada di sekitar kita.

Kisah di atas menjadi salah satu contoh betapa kesendirian tidak mampu membawa kesuksesan dalam hidup kita. Kesendirian lebih banyak mendatangkan kerugian bagi diri kita sendiri. Kesendirian hanya mendatangkan malapetaka bagi diri kita. Kita menjadi orang yang kerdil dalam pengetahuan dan pergaulan kita.

Yang mesti disadari oleh orang beriman adalah kita manusia sosial. Kita bisa hidup dengan damai dan tenang berkat relasi yang kita bangun dengan sesama kita. Kita dapat belajar banyak hal dari orang-orang di sekitar kita. Keterbatasan kita dapat diperkaya oleh sesama kita. Keterbatasan kita menjadi kesempatan untuk membuka hati kita kepada bantuan sesama.

Kesadaran yang lebih besar mesti ditumbuhkan adalah kita adalah bagian dari masyarakat. Kita ikut terlibat dalam kesulitan, masalah dan pengharapan yang dialami oleh masyarakat di mana kita hidup. Untuk itu, kepedulian terhadap sesama menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari hidup kita. Kita peduli terhadap dukacita sesama kita. Kita berani mengulurkan tangan kita untuk sesama kita.

Memang, dosa sering mempengaruhi hidup kita untuk menutup diri terhadap sesama. Dosa menumbuhkan egoisme dan cinta diri yang berlebihan. Karena itu, yang mesti kita tumbuhkan adalah kemampuan untuk melepaskan diri dari dosa itu. Mengapa? Karena dosa sering menjerumuskan hidup kita ke lembah kekelaman. Dosa membuat kita sombong dan merasa hanya diri kita sendiri yang dapat melakukan segala hal. Orang lain tidak bisa melakukan seperti yang kita lakukan.

Mari kita lepaskan diri dari kecenderungan untuk mengisolasi diri. Kita bangun kebersamaan dalam hidup. Dengan demikian, kita dapat berbagi kehidupan kita dengan sesama. Kasih dan kerendahan hati menjadi hal-hal yang kita dahulukan dalam perjalanan hidup kita. Tuhan memberkati.**



Frans de Sales, SCJ


845

17 Desember 2011

Belajar dari Kegagalan untuk Meraih Sukses

Anda pernah gagal dalam hidup ini? Rasanya kita semua pernah gagal dalam hidup ini. Soalnya, bagaimana Anda menyikapi kegagalan itu? Apakah Anda terpuruk dan jatuh? Atau justru kegagalan itu menjadi alat pemacu untuk meraih kesuksesan dalam hidup?

Penyelenggaraan Piala Dunia 2010 lalu berakhir dengan gemilang. Spanyol menjadi kampiun alias juara dunia. Trofi piala dunia pun menjadi milik tim matador itu. Mereka akan mempertahankannya dua tahun mendatang di Brasil. Banyak hal yang dapat diambil hikmahnya dari ajang sepakbola sejagat itu.

Salah satu hal yang dapat diambil hikmahnya adalah kegagalan dari tim tuan rumah, Afrika Selatan. Sebagai tuan rumah, Afrika Selatan diharapkan berkiprah hingga babak final. Sayang, tim berjuluk Bafana Bafana ini hanya sampai di babak 16 besar. Mimpi mereka untuk mengangkat trofi kemenangan digagalkan oleh tim yang lebih kuat.

Meski pada pertandingan terakhir tim Afrika Selatan mengalahkan mantan juara dunia, yaitu Prancis, mereka kalah selisih gol dari tim Mexico. Untuk hal ini, sang pelatih yaitu Carlos Alberto Pareira merasa timnya tidak gagal. Justru ia melihat hal ini sebagai suatu kemajuan besar sepakbola Afrika.

“Kami kecewa karena tidak lolos, tapi saya tidak melihatnya sebagai sebuah kegagalan. Apalagi kami telah mengalahkan mantan juara dunia dan juara Eropa,” kata Carlos A Pareira.

Sahabat, dalam hidup ini kita memiliki banyak target pribadi. Kita telah punya bidikan-bidikan yang mau kita raih. Namun kadang-kadang bidakan kita itu meleset. Ada banyak hal menyebabkannya. Misalnya, kita lengah dalam menjaga sasaran bidik kita. Semestinya kita bidik dengan fokus yang tepat. Namun karena berbagai persoalan yang kita hadapi lalu bidikan kita nyasar.

Kita tentu punya rasa percaya diri yang tinggi untuk meraih target-target yang telah kita buat. Namun tidak selamanya kita berhasil. Ada yang kemudian merasa kegagalan dirinya sebagai sesuatu yang membawa kegelapan dalam hidupnya. Orang seperti ini kemudian meratapi dirinya. Orang seperti ini tidak mau menerima kenyataan dirinya. Lantas putus asa menjadi bagian yang tak terpisahkan dari dirinya.

Kisah kegagalan tim sepakbola Afrika Selatan tadi memberi inspirasi bagi kita untuk melihat kegagalan sebagai suatu kesempatann untuk belajar. Kita belajar membuat strategi-strategi baru untuk mengatasi kesalahan dan kekeliruan yang telah kita buat. Kita merintis kembali hal-hal yang baru untuk meraih kesuksesan dalam hidup.

Kata orang, kegagalan adalah guru yang paling baik. Soalnya adalah sering orang memandang kegagalan sebagai batu sandungan dalam hidupnya. Orang tidak mau belajar dari kegagalan itu. Kegagalan menjadi kesempatan untuk mengintrospeksi diri. Kita belajar bersyukur atas segala kebaikan yang sudah kita terima dari Tuhan.

Karena itu, orang beriman mesti memiliki kesabaran dalam hidupnya. Dengan kesabaran itu, orang beriman akan menemukan bahwa hidup ini menjadi suatu kesempatan untuk melakukan hal-hal baik bagi Tuhan dan sesama.

Orang yang berhasil itu bukan orang yang targetnya tidak pernah meleset. Namun orang yang berhasil itu orang yang tidak pernah putus asa dalam menghadapi berbagai rintangan dalam hidupnya. “Tujuh kali orang benar jatuh, namun ia bangun kembali” (Amsal 24:16). Artinya, orang seperti ini tidak pernah putus harapan. Ia akan terus menjalani hidupnya meski banyak tantangan dan rintangan. Mari kita berusaha melihat kegagalan dalam hidup kita sebagai kesempatan untuk melakukan hal-hal spektakuler dalam hidup. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


844

15 Desember 2011

Membesarkan Hal-hal Baik dalam Diri Kita


Apa yang membuat Anda sakit hati? Apa yang membuat batin Anda terluka? Tentu saja ada banyak hal yang menyebabkannya. Namun hal-hal itu semestinya tidak menyebabkan hati kita terluka. Mengapa? Karena sebenarnya di dalam diri kita ada begitu banyak hal baik yang mesti kita tumbuhkan.

Ada seorang gadis mengalami kegoncangan jiwa. Pasalnya, saat ia menikah ia baru tahu bahwa ia bukanlah anak kandung dari kakek-neneknya yang selama ini ia kagumi. Ternyata ia adalah anak angkat mereka. Ia baru mengetahui statusnya saat berusia 21 tahun. Saat itu, ia hendak melangsungkan pernikahannya.

“Saya adalah anak sulung dari lima bersaudara kandung. Saat saya dilahirkan, orangtua saya belum menikah. Untuk menutupi rasa malu, saya diadopsi oleh kakek-nenek dari pihak ibu. Akibatnya, sejak saya lahir saya masuk daftar keluarga kakek. Saya menjadi anak bungsu dari tujuh bersaudara,” katanya.

Ia menikah pada usia 25 tahun. Pernikahan yang seharusnya penuh sukacita, namun justru sebaliknya. Saat perkawinan, dibacakan bahwa ia adalah anak yatim piatu. Sementara di sebelahnya duduk kedua orangtua kandungnya.

“Air mata saya mengalir. Ingin rasanya saya berteriak. Saya ingin mengatakan kepada semua orang, “Saya masih punya orangtua yang hidup! Dan mereka ada di sini!” kata perempuan itu.

Sangat menyakitkan ketika ia tahu bahwa ia tidak diakui sebagai anak kandung secara hukum. Ia hanya diakui secara biologis saja. Menikah dalam kondisi emosi yang masih labil sangat mempengaruhi hidup suami-istri. Ia menjadi orang yang sangat emosional dan sensitif.

“Saya mudah terluka. Saya bersyukur mempunyai suami yang sangat sabar dan mengerti serta memahami sikap saya. Suami saya memberi saya waktu untuk mengolah pengalaman luka batin saya. Saya diberi waktu untuk berubah menjadi baik, menjadi istri yang baik dan sabar,” kata perempuan.

Sahabat, ketika ada pengalaman pahit dalam hidup, kita sering menonjolkan pengalaman pahit itu. Kita lupa bahwa ada hal-hal yang manis dalam hidup ini. Sering hal-hal manis itu lebih banyak kita alami dalam hidup ini. Kita lebih mendahulukan hal-hal yang pahit. Seolah-olah hal-hal pahit itu yang utama dalam hidup kita.

Kisah tadi mengajak kita untuk melihat hidup ini dari segi positif. Meski ada duka lara yang kita miliki, tetapi yakinlah hal itu hanya sebentar saja. Dukacita membantu kita untuk memetik nilai-nilai kebaikan dalam hidup kita. Perempuan dalam kisah di atas tidak terlalu lama terpuruk dalam luka batinnya. Ia cepat bangkit dari kenyataan diri yang ditolak itu. Ia yakin, dengan cara itu ia mampu menjadi seorang yang lebih baik.

Apa yang mesti kita buat saat kita menghadapi masa-masa pahit yang menyebabkan luka batin menganga? Yang perlu kita lakukan adalah kita butuh kesabaran dalam mengendalikan emosi kita. Kita tidak perlu marah atau emosi saat menghadapi situasi seperti ini. Dengan demikian, kita lebih memusatkan perhatian kita pada hal-hal yang baik dalam hidup ini. Kita mesti ingat bahwa ada begitu banyak hal baik yang ada dalam diri kita. Kita tumbuhkan hal-hal baik itu. Kita besarkan hal-hal yang baik itu. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


843

13 Desember 2011

Menumbuhkan Kualitas melalui Ketekunan

Sebelum tahun 2007, hanya sedikit orang yang mengenal Jon Favreau. Walaupun memiliki keahlian dalam menulis pidato semasa kuliah di College of Holy Cross di Massachusetts, Amerika Serikat, namanya justru meroket ketika ia masuk sebagai tim kampanye Barack Obama. Ia menjadi ketua tim perumus pidato-pidato Barack Obama. Usianya yang masih sekitar 20-an tahun ketika itu membawa Favs tercatat dalam sejarah Amerika Serikat sebagai penulis pidato pelantikan presiden AS termuda.

Jon Favreau menghabiskan waktu selama dua bulan, 16 jam sehari, untuk menyusun dan merangkai kata-kata pidato Obama. Tidaklah mengherankan apabila sang Presiden selalu memukau pada setiap penampilannya di hadapan jutaan bahkan ratusan juta rakyatnya. Semua tak lain dan tak bukan berkat buah kejeniusan anak muda ini.

Tentu saja pencapaian seperti ini tidak diraih Jon Favreau begitu saja. Ia mesti bekerja keras. Ia mesti mengorbankan saat-saat senggang untuk bersantai ria dengan sahabat-sahabatnya. Ia mengaku, banyak waktu istirahatnya ia gunakan untuk merancang pidato-pidato bagi presiden Amerika Serikat itu.

Sahabat, kualitas karya seseorang tidak dicapai dalam waktu yang singkat. Orang juga tidak melewatinya dengan santai-santai saja. Tetapi suatu kualitas karya diraih dengan banyak korban. Korban itu bisa waktu. Korban itu bisa tenaga yang begitu banyak dicurahkan untuk suatu karya yang spektakuler.

Untuk meraih kualitas yang baik dalam suatu karya orang membutuhkan ketekunan. Orang juga perlu kesabaran dalam membangun kualitas karya. Kalau orang tidak sabar, orang akan mudah putus asa saat menghadapi benturan demi benturan. Kalau orang tidak tekun, orang akan lari dari satu karya ke karya yang lain saat menghadapi tantangan dan rintangan.

Kisah di atas mau mengatakan kepada kita bahwa kita punya kesempatan yang sama untuk meraih kualitas karya-karya kita. Yang penting adalah kita tekun dan sabar dalam usaha-usaha kita untuk mengasah karya-karya kita. Ketekunan telah membawa Jon Favreau dikenal banyak orang. Kualitas karyanya memukau jutaan orang. Ia tidak bekerja asal-asalan. Ia bekerja dengan penuh kesungguhan hati.

Sering banyak orang mudah menyerah begitu ada tantangan yang menghadang usaha-usaha mereka. Atau mereka lari dari satu karya ke karya yang lain. Akibatnya, mereka kurang fokus. Mereka memulai suatu karya dari awal lagi. Akibatnya, karya-karya mereka kurang punya kualitas.

Emas murni yang berkualitas tinggi diperoleh melalui proses yang butuh ketekunan dan kesabaran. Orang yang mau cepat-cepat menciptakan emas yang murni biasanya akan kecewa. Orang tidak akan memiliki kualitas sempurna dari emas yang diinginkannya.
Orang beriman mesti membangun ketekunan dan kesabaran untuk meraih kualitas hidup yang lebih baik. Untuk itu, orang mesti berani mempertaruhkan hidupnya. Orang mesti fokus pada karya yang sedang dilakukannya. Dengan demikian, hidup ini menjadi semakin baik. Tuhan memberkati. **

Frans de Sales, SCJ

842

12 Desember 2011

Perlunya Introspeksi Diri dalam Hidup


Anda punya kebiasaan-kebiasaan yang kurang baik? Apa yang akan Anda lakukan untuk memiliki hidup yang lebih baik?

Ada seorang gadis ingin mengubah tingkah lakunya. Menurutnya, ia punya tingkah laku yang tidak baik di hadapan sesamanya. Misalnya, ia suka memaksakan kehendaknya kepada teman-temannya. Kalau ia mau meraih keinginannya, ia ingin teman-temannya membantunya. Padahal sering teman-temannya itu tidak bisa melakukannya. Ia ingin menjadi orang yang punya sahabat-sahabat yang baik.

Suatu hari ia mendatangi seorang bijaksana. Ia menceritakan situasi hidupnya. Lantas ia juga mengatakan kepada orang bijaksana itu bahwa ia ingin berubah. Soalnya adalah kehendak dirinya itu sering lebih kuat daripada keinginannya untuk berubah. Ia sudah berusaha, namun selalu saja ada aral yang melintang.

Orang bijaksana itu mengatakan bahwa yang ia butuhkan adalah introspeksi diri. Ia mesti melihat ke dalam dirinya sendiri tentang keberadaan sesamanya dalam hidupnya. Ia berkata, “Kehadiran sesama kita bukan hanya untuk diri kita sendiri. Kehadiran sesama itu sebagai wujud kebaikan Tuhan dalam hidup kita. Jadi janganlah kita memaksakan kehendak kita kepada orang lain.”

Lantas orang bijaksana itu meminta gadis itu untuk menumbuhkan komitmen dalam dirinya untuk rela berubah. Hal ini membutuhkan korban dari dirinya sendiri. Ia mesti berusaha terus-menerus. Ia tidak boleh berhenti, karena berubah berarti memiliki hidup baru. Hidup yang sungguh-sungguh menghargai kehadiran sesama.

Sahabat, sering kita mengalami hidup yang biasa-biasa saja. Kita sering kurang bergairah dalam menjalani hidup ini. Ibaratnya ada angin ribut yang sedang menerpa rumah kita, namun kita merasa tidak terjadi apa-apa. Kita merasa bahwa hidup biasa-biasa saja sudah cukup.

Kisah tadi mau mengingatkan kita bahwa kita punya kesempatan untuk berubah dalam hidup ini. Kita bisa menjadi orang yang lebih baik daripada sebelumnya. Gadis itu tidak takut untuk berubah. Ia ingin memiliki hidup yang lebih baik lagi. Ia tidak ingin kehilangan sahabat-sahabatnya. Ia ingin membangun komitmen untuk berubah.

Memang, tidak mudah seseorang yang telah menghidupi kebiasaan yang jelek bertahun-tahun untuk berubah. Seseorang yang punya kebiasaan menipu sesamanya sulit melepaskan diri dari kebiasaannya. Ada saja cara-cara untuk menipu sesamanya. Namun kalau ia mau mengadakan introspeksi diri, kiranya ia akan mampu meninggalkan kebiasaan buruknya itu.

Introspeski berarti kita menilai kembali kebiasaan-kebiasaan yang ada dalam hidup kita. Apakah kebiasaan-kebiasaan itu mengganggu kehidupan bersama? Apakah kebiasaan-kebiasaan itu menjadi batu sandungan bagi orang lain untuk maju dalam hidup ini?

Introspeksi juga berarti kita mengadakan evaluasi terhadap diri kita sendiri. Kita mesti menyadari bahwa kita bukanlah malaikat yang tak bercacat. Kita adalah manusia yang memiliki keterbatasan dan kekurangan-kekurangan. Karena itu, kita mesti berani mengevaluasi diri kita. Hanya dengan cara ini, kita mampu menjadi orang yang lebih baik lagi. Dengan demikian, kita akan mengalami hidup yang damai dan sukacita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

841

11 Desember 2011

Berani Berkorban demi Cinta yang Tulus


Pernahkah Anda mengorbankan hidup Anda bagi sesama Anda? Mengapa Anda rela berkorban? Tentu saja ada banyak alasan. Namun satu alasan yang pasti adalah Anda mengasihi sesama Anda itu.

Waktu saya masih kecil, saya sering pergi ke kebun kami yang ada di lereng gunung. Di sana ayah saya membuka ladang untuk menanam padi, jagung dan ubi jalar. Biasanya tiga jenis tanaman ini yang ditanam bersama-sama di atas satu bidang ladang yang sama. Biasanya jagung ditanam berjauhan setiap rumpunnya. Jagung biasanya dipanen lebih dulu. Panen berikutnya adalah padi dan yang terakhir adalah ubi jalar.

Masa-masa panen adalah masa yang paling menyenangkan bagi saya. Kami akan menginap di kebun sambil menikmati enaknya ibu memasak beras merah. Jenis padi yang biasa ditanam oleh ayah saya adalah padi merah. Biasanya di akhir panen padi, ibu memotong seekor ayam jantan sebagai ucapan terima kasih atas kebaikan Tuhan. Semua yang terlibat dalam panen padi itu akan mendapatkan bagian dari daging ayam jantan itu.

Suasana kekeluargaan tampak sangat dominan dalam situasi seperti itu. Semua orang bergembira ria, karena Tuhan telah memberi kebaikan-Nya kepada manusia. Kami saling bersenda gurau. Anak-anak berkejar-kejaran di ladang yang baru selesai dipanen. Persahabatan menjadi bagian yang kami tumbuhkan sejak kecil. Saya mengalami hidup bersaudara yang begitu membahagiakan.

Ayah saya berkata, “Kita mesti saling mencintai. Kalau kita tidak saling mencintai, untuk apa kita bekerja keras? Untuk apa saya mencangkul di lereng gunung ini? Tuhan telah memberi kita kekuatan untuk saling mengasihi.”

Sahabat, cinta tidak diraih dalam sekejap. Cinta yang tulus dan murni diraih melalui korban-korban. Seorang ayah mesti mengorbankan waktu dan tenaganya untuk kelangsungan hidup keluarganya. Seorang ibu mesti rela mengorbankan nyawanya saat melahirkan buah hatinya.

Kalau korban itu dilakukan dengan penuh iman, korban itu membahagiakan. Orang tidak merasa terpaksa dalam memberikan hidupnya bagi sesamanya. Orang merasa bahagia, karena telah memberikan hidupnya bagi orang yang mereka cintai. Orang mengalami damai dalam hidup ini.

Kisah tadi mau mengatakan bahwa hidup yang biasa-biasa menjadi semakin berguna, ketika dimaknai dengan baik dan benar. Persaudaraan dan persahabatan mesti dibangun dalam perjalanan hidup sehari-hari. Untuk memiliki persaudaraan dan persahabatan yang memiliki makna, orang mesti rela berkorban. Artinya, orang berani kehilangan dirinya untuk sesamanya yang membutuhkan kasihnya.

“Tiada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang menyerahkan hidupnya bagi sesamanya,” kata seorang guru bijaksana. Artinya, orang yang sungguh-sungguh mengasihi sesamanya mesti menampakkan kasih itu dalam perbuatan yang nyata. Tidak hanya cukup kasih itu diungkapkan lewat kata-kata yang banyak dan panjang lebar.

Mengasihi sesama dibangun dengan rela merendahkan diri. Artinya, hanya orang yang memiliki kerendahan hati mampu memberikan hidupnya bagi sesamanya. Mari kita bangun kasih yang tulus dalam hidup sehari-hari. Dengan demikian, hidup kita menjadi semakin bermakna. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


840

10 Desember 2011

Bertahan dalam Perbuatan-perbuatan Baik

Anda merasa kurang dipercaya oleh Tuhan untuk mengerjakan hal-hal besar dalam hidup ini? Mengapa? Tentu saja ada banyak alasan.

Seorang karyawan sebuah perusahaan merasa bangga terhadap pimpinan perusahaannya. Pasalnya, ia merasa selalu mendapatkan perhatian melebihi karyawan-karyawati yang lain. Apa saja yang dia butuhkan untuk kemajuan perusahaan selalu dipenuhi oleh pimpinan perusahaan itu. Alasan-alasannya selalu masuk akal.

Namun suatu ketika ia ketahuan menggunakan dana yang ia minta dari pimpinan bukan untuk kepentingan perusahaan. Ia gunakan dana itu untuk dirinya sendiri. Ia mentraktir teman-temannya. Ia berfoya-foya dengan teman-temannya. Padahal dana itu sangat penting untuk ekspansi perusahaan. Akibatnya, perusahaan mengalami kerugian yang sangat besar.

Karyawan itu harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Ia mengakui kesalahannya. Namun pemimpin perusahaan mesti menegakkan keadilan. Karyawan itu mesti mengganti dana yang telah ia gunakan. Akibat lanjutnya, karyawan itu tidak lagi menduduki posisi penting dalam perusahaan itu. Ia tidak dipercaya lagi menangani ekspansi perusahaan atau pengembangan perusahaan.

Sahabat, kepercayaan yang diberikan mesti dipertanggungjawabkan melalui kinerja yang jujur dan bersih. Tampaknya dua hal ini bukan hal yang mudah. Banyak orang kurang punya ketahanan mental saat menghadapi godaan-godaan. Mereka mudah tergiur oleh hidup yang enak dan menyenangkan, meski hanya sesaat. Mereka gampang terjerumus ke dalam perbuatan yang tercela.

Kisah di atas mau mengatakan kepada kita bahwa orang yang dipercaya akan mendapatkan kebaikan dalam hidup. Bukan hanya ketika ia berhasil lalu mendapatkan bonus. Tetapi lebih-lebih tanggung jawab atas kepercayaan yang diberikan itu menjadi bukti kesetiaan kepada yang memberi kepercayaan itu. Karyawan itu tidak punya ketahanan dalam mempertanggungjawabkan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Akibatnya, ia jatuh ke dalam godaan. Ia kurang setia. Ia merasa sepele terhadap kepercayaan yang diberikan kepadanya.

Seorang guru bijaksana mengatakan bahwa orang tidak bisa dipercaya dalam hal-hal besar, kalau ia tidak mampu melaksanakan hal-hal kecil. Langkah besar dicapai setelah orang mengayunkan langkah pertama. Langkah pertama itu tampak kecil dan sederhana. Namun langkah pertama itu sangat menentukan ke mana arah langkah-langkah selanjutnya.

Orang beriman diajak untuk tetap setia dalam melakukan hal-hal yang berguna bagi hidupnya dan sesama. Untuk itu, dibutuhkan ketahanan mental saat menghadapi godaan-godaan. Sekecil apa pun godaan itu mesti dihadapi dengan hati yangg tenang. Mengapa? Karena orang mesti mempertanggungjawabkan kepercayaan yang diberikan kepadanya.

Ketika kita setia dalam melakukan hal-hal kecil, kita akan dipercaya untuk melakukan hal-hal besar. Mari kita tetap setia dalam melaksanakan kepercayaan yang diberikan kepada kita. Dengan demikian, kita dapat menemukan damai dalam hidup bersama. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

839

08 Desember 2011

Kasih Tuhan Tidak Pernah Habis


Ketika kita menyatakan rasa syukur kepada Tuhan, biasanya dengan mudah kita akan bersyukur atas berkat materi dan hidup yang indah, meskipun semuanya itu akan mudah hilang. Tubuh yang sehat memang adalah berkat yang luar biasa, tapi tahukah kita bahwa itu semua bisa lenyap suatu hari.

Suatu hari seorang anak menangis tanpa henti. Pasalnya, ia baru saja kehilangan ayah yang sangat dikasihinya. Tanpa sebab musabab yang pasti, ayahnya tiba-tiba menghembuskan nafas terakhirnya. Anak itu menangis. Anak itu memberontak. Anak itu tidak mau menerima kenyataan itu.

Ia menuduh ibunya yang tidak menjaga ayahnya. Ia memarahi kakaknya yang tidak menggunakan refleksnya untuk menangkap ayahnya yang tiba-tiba jatuh. Ia memelototi mereka satu per satu. Ia menuding mereka telah menyebabkan ayahnya meninggal dunia.

Dengan tenang, sang ibu berusaha untuk menenangkan kegalauan hati anaknya. Ia berusaha meyakinkan anaknya bahwa apa yang terjadi dengan ayahnya adalah sesuatu yang terbaik. Tuhan telah memberi hidup kepada ayahnya. Tuhan pula yang mengambilnya kembali.

“Nak, tidak seorang pun dari kita yang menghendaki kematian ini terjadi atas diri bapak. Mungkin ini cara yang terbaik bagi bapak untuk menghadap Tuhan. Yang kita lakukan adalah kita pasrah kepada Tuhan. Yakinlah, Tuhan pasti memberikan yang terbaik bagi bapak,” kata sang ibu.

Sahabat, manusia tidak gampang menerima penderitaan. Manusia tidak mudah menerima kematian. Padahal kematian itu hakekat manusia. Begitu dilahirkan ke dalam dunia, sebenarnya manusia telah berhadapan dengan kematiannya. Manusia tidak bisa mengelak dari kenyataan ini. Lantas apa yang mesti kita lakukan di saat kita menghadapi situasi seperti ini?

Kisah di atas mengatakan kepada kita bahwa betapa pun sedihnya kita, kita mesti tetap menerima kenyataan pahit kehidupan kita. Yang mesti kita lakukan adalah kita berusaha untuk mengendalikan diri dari berbagai bentuk sikap emosi. Sikap pasrah kepada Tuhan dengan penuh pengharapan menjadi salah satu bagian yang mesti kita kembangkan dalam hidup.

Seorang guru bijaksana mengajak orang yang menghadapi situasi seperti ini untuk tetap bertahan pada imannya. Mengapa? Karena tidak ada yang memisahkan kita. Kematian tidak mampu memisahkan manusia. Apalagi kalau kita hidup dalam kasih Tuhan. Ia mengatakan bahwa tidak ada sesuatu pun yang dapat memisahkan kita dari kasih Tuhan. Kasih Tuhan tidak pernah gagal. Kasih Tuhan tidak pernah mengecewakan. Kasih Tuhan tidak pernah berubah. Kasih Tuhan tidak akan pernah habis atau hilang.

Karena itu, kita diajak untuk tetap bertahan dalam iman kita akan Tuhan yang senantiasa mengasihi kita. Kita mesti tetap setia kepada Tuhan meski penderitaan yang berat mesti kita tanggung dalam hidup ini. Yakinlah, Tuhan akan memberikan yang terbaik bagi hidup kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


838

06 Desember 2011

Membangun Kemauan untuk Meraih Impian


Apa yang akan Anda lakukan untuk merealisasikan cita-cita hidup Anda? Anda tunggu saja bintang jatuh dari langit? Atau Anda mulai meniti cita-cita Anda dengan membangun kemauan?

Udara dingin musuh bagi penderita rematik. Cuaca dingin bisa sangat menyiksa dengan rasa nyeri yang luar biasa dan membuat penderitanya tak leluasa bergerak. Tapi Jeffrey Gottfurcht membuktikan, dengan rheumatoid arthritis (salah satu jenis rematik), ia pun bisa mendaki puncak tertinggi di dunia, Mount Everest.

14 Mei lalu, Jeffrey Gottfurcht yang berusia 38 tahun ini menjadi orang pertama dengan rheumatoid arthritis (RA) yang berhasil mencapai puncak gunung tertinggi di dunia. ”Saya mencoba melakukan pendakian tahun lalu, namun tidak berhasil. Tapi tahun ini saya melakukannya,” katanya.

Ayah dari tiga anak yang tinggal di utara California, AS, ini memulai pendakian pada 29 Maret 2011 lalu. Ia berhasil mencapai puncak Everest hampir tujuh minggu kemudian. Perjalanan yang brutal itu sempat membuat Gottfurcht mengalami kebutaan sementara di mata kirinya. Hal ini sebagai akibat dari kondisi atmosfer yang tidak bersahabat. Ia juga harus berjuang melawan kondisi sakitnya.

Rheumatoid Arthritis (RA) adalah suatu kondisi autoimun kronis yang menyebabkan peradangan pada sendi. Menurut Arthritis Foundation, orang dengan RA hidup dengan rasa sakit yang parah, bengkak, kekakuan dan deformitas (kelainan) tulang.

Bagi kebanyakan penderita, gerakan sederhana sekalipun bisa sulit dilakukan. Seorang pasien dengan inflamasi arthritis akan lebih mudah kelelahan, cenderung memiliki anemia dan akan mengalami kesulitan menggerakkan sendi. Itulah sebabnya, mengapa dokter yang mengobati rheumatoid arthritis Gottfurcht menemukan hal yang luar biasa.

Gottfurcht mengatakan, ia masih memiliki banyak rasa sakit di lutut dan pinggulnya. Ia tidak bisa menekuk pergelangan tangannya kembali.”Tapi mendaki gunung melibatkan gerakan yang sangat berbeda karena banyak menarik tali,” katanya.

Sahabat, tentu saja keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh ilmu atau kemampuan fisik seseorang. Suatu keberhasilan juga didorong oleh kemauan yang tinggi untuk meraih mimpi-mimpi. Orang yang punya banyak mimpi, namun tidak punya kemauan untuk merealisasikan mimpinya tidak akan berhasil dalam hidupnya. Ia menjadi tukang mimpi yang berharap-harap cemas akan hidupnya sendiri.

Kisah Jeffrey Gottfurcht di atas memberi kita inspirasi berkenaan dengan menata kemauan kita untuk maju dalam hidup. Cita-cita atau mimpi boleh kita gantungkan setinggi langit. Namun yang dibutuhkan di zaman sekarang adalah kemauan untuk merealisasikan mimpi-mimpi itu.

Orang yang punya kemauan untuk merealisasikan mimpi-mimpinya biasanya orang yang punya rencana yang cermat bagi hidupnya. Ia tidak asal mau melakukan sesuatu. Tetapi sebelum memulai sesuatu, ia merencanakan sebaik-baiknya. Ia punya strategi-strategi untuk menggolkan cita-cita hidupnya.

Orang beriman senantiasa menyertakan Tuhan dalam rencana-rencananya dalam merealisasikan cita-cita hidupnya. Rahmat Tuhan menjadi andalan hidupnya, karena orang beriman selalu menggantungkan diri pada Tuhan. Tanpa intervensi dari Tuhan, orang beriman tidak mampu melakukan hal-hal yang baik dan benar. Mari kita bangun kemauan kita untuk menapaki kehidupan ini dengan lebih baik. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


837

05 Desember 2011

Menumbuhkan Kesabaran


Apa yang akan Anda lakukan ketika hidup ini tampak suram bagi Anda? Anda putus asa? Atau Anda tetap optimis dalam menghadapi situasi seperti ini?

Anda pernah menyaksikan ular yang sedang mengintai mangsanya? Matanya tertuju kepada mangsanya itu. Matanya seolah tidak berkedip. Kalau ada lawan yang mengganggu dirinya, ia akan mengundurkan diri. Ia pura-pura melarikan diri. Tetapi ia tetap fokus pada mangsanya itu. Ia akan kembali kepada mangsanya itu.

Begitu mangsanya lengah, ia akan menyergapnya. Giginya yang tajam itu mencengkeram mangsanya. Racunnya yang mematikan dialirkannya ke dalam tubuh mangsanya. Sementara tubuhnya yang panjang itu melilit mangsanya hingga remuk. Setelah itu, ia mulai melahap mangsanya itu sedikit demi sedikit dengan memasukkannya melalui mulutnya.

Ular bekerja keras untuk mendapatkan mangsanya. Kalau mangsanya besar, ular akan mengeluarkan ekstra tenaga. Ular berani mengorbankan hidupnya demi mendapatkan makanan. Ia mempertaruhkan nyawanya, karena bisa saja mangsanya yang lebih besar memberikan perlawanan yang hebat. Dengan demikian, ular dapat melanjutkan perjalanan hidupnya.

Ular memang begitu cerdik dalam menangkap mangsanya. Ia begitu sabar dan tenang untuk mencari waktu yang tepat dalam menangkap mangsanya. Hemat tenaga dan sukses, itulah yang terjadi dalam kecerdikannya. Ia sungguh memfungsikan otak atau pikirannya.

Sahabat, setiap orang membutuhkan kesabaran dalam hidup ini. Kesabaran membantu orang untuk tetap bertahan dalam meraih kesuksesan dalam hidupnya. Memang, tidak gampang orang bersabar dalam hidup ini. Orang sering tergoda untuk meraih tujuan hidupnya dengan mudah dan gampang. Orang kurang mau bekerja habis-habisan untuk meraih sesuatu yang lebih baik bagi hidupnya.

Kisah di atas memberi inspirasi untuk berani bersabar dalam setiap pekerjaan yang kita emban. Pekerjaan apa pun akan berhasil dengan baik kalau orang memiliki kesabaran dalam hidupnya. Ular dalam kisah di atas berani mempertaruhkan dirinya untuk berhasil meraih mangsanya. Ia tidak takut akan bahaya yang mengancam dirinya.

Kesabaran sering berkenaan dengan kesetiaan seseorang pada panggilan hidupnya. Tentu saja kesetiaan dalam hal ini kesetiaan yang kreatif. Artinya, orang tidak hanya setia begitu saja pada apa yang sedang dikerjakannya. Namun orang mencari cara-cara untuk lebih kreatif dalam menghasilkan sesuatu yang berguna bagi hidupnya.

Kesetiaan itu tidak menunggu perintah dari luar diri. Namun sikap setia itu mampu membantu orang untuk senantiasa siap sedia melakukan hal-hal yang baik dan berguna bagi hidupnya. Orang yang setia biasanya secara aktif menggunakan pikiran-pikirannya yang cerdas untuk meraih impiannya. Sikap pantang menyerah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari hidup orang yang sabar dan setia pada panggilan hidupnya.

Orang beriman mesti memiliki kesabaran dengan cara setia melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Tentu saja ada banyak tantangan dan rintangan. Namun orang beriman akan melewati semua rintangan itu, ketika ia berserah diri kepada Tuhan. Dengan demikian, hidup ini menjadi lebih indah dan baik bagi semua orang. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


835

04 Desember 2011

Ketika Iman dan Perbuatan Bertemu

Apa yang menjadi penghambat dalam hidup beriman Anda? Pernahkah Anda temukan hal-hal yang menghambat itu? Atau Anda merasa sudah menjadi orang beriman yang baik dalam hidup ini?

Seorang nelayan mengoperasikan perahu kecil untuk mengangkut para penumpang. Suatu hari, seorang penumpang memperhatikan bahwa di dua dayung yang dipakai oleh nelayan tersebut terukir kata “Iman” pada salah satu dayung dan kata “Perbuatan” pada dayung lainnya.

Kedua kata tersebut telah menggelitik hati sang penumpang untuk menanyakan maksudnya kepada si pendayung. Merasa bahwa itu adalah kesempatan yang baik untuk bersaksi, si pendayung pun berkata, “Baiklah, aku akan memperlihatkan kepadamu. Ia mengangkat satu dayung. Lantas ia mendayung hanya dengan satu dayung saja yang bertuliskan “perbuatan”. Beberapa kali mendayung, perahu itu hanya berputar-putar di sekitar tempatnya saja.

Setelah itu, ia menaikkan dayung tersebut dan memakai dayung yang bertuliskan “Iman”. Seperti ketika ia memakai dayung pertama, perahu itu juga hanya berputar-putar di tempatnya. Setelah demonstrasi yang ia lakukan, pendayung tersebut mengambil kedua dayung. Ia mulai mendayungnya bersama-sama. Perahu itu pun mulai meluncur maju.

“Ini adalah gambaran kehidupan orang beriman. Iman tanpa perbuatan adalah kemalasan. Sebaliknya, perbuatan tanpa iman adalah kesombongan. Tetapi ketika iman bekerja sama dengan perbuatan, itulah yang akan mendatangkan berkat dan kemajuan,” katanya.

Sahabat, banyak orang merasa bahwa hidupnya sudah cukup berarti dengan beribadat setiap hari. Mereka merasa, imannya telah menyelamatkan diri mereka. Ternyata tidak. Mereka menjadi lemah dalam kehidupan bersama. Mereka hanya memperhatikan hubungan mereka dengan Tuhan. Hubungan dengan sesama tidak mereka pedulikan. Padahal iman itu baru menjadi kuat saat orang menghidupinya dalam kenyataan hidup sehari-hari.

Kisah di atas memberikan kita gambaran betapa iman mesti menjadi nyata dalam kehidupan sehari-hari. Seorang bijaksana mengatakan bahwa iman tanpa perbuatan pada hakekatnya mati. Orang hidup seperti mobil yang tidak bisa bergerak, karena mesinnya mati. Orang tidak punya hati yang menjadi daya dorong untuk melaksanakan perbuatan-perbuatan baik dalam hidup.

Karena itu, yang mesti dilakukan oleh orang beriman adalah memadukan antara pengungkapan iman dan penghayatan iman. Pengungkapan iman menyangkut doa-doa, devosi-devosi, ibadat-ibadat, ziarah-ziarah ke tempat-tempat suci. Sedangkan penghayatan menyangkut cara hidup orang dalam kebersamaan dengan sesama,

Seorang koruptor yang rajin berdoa dan beribadat ibarat mobil yang rusak. Terjadi ketidakseimbangan dalam hidupnya. Antara pengungkapan iman dan penghayatan iman tidak menyatu. Tentu saja ini berbahaya bagi hidup bersama. Orang akhirnya bisa menghalalkan segala cara demi meraih keinginan dirinya.

Orang beriman adalah orang yang sungguh-sungguh memadukan hidup batiniahnya dengan hidup sosialnya. Dengan demikian, tidak terjadi ketimpangan dalam hidup. Mari kita berusaha untuk menghayati iman yang kita ungkapkan dalam doa-doa dan ibadat-ibadat kita. Dengan demikian, kita dapat menemukan sukacita dan kedamaian dalam hidup. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


836

01 Desember 2011

Jangan Menyembah Berhala


Andaikan di depan mata Anda terhampar satu karung uang seratus ribuan. Uang itu bukan milik Anda. Uang sebanyak itu sitaan dari pihak berwenang atas kasus korupsi. Apa reaksi Anda? Anda mengambilnya dan berusaha memilikinya dengan tidak halal? Atau Anda membiarkannya karena uang itu bukan milik Anda?

Ada suatu pengalaman yang sangat memilukan hati nabi Musa ketika ia memimpin bangsa Israel keluar dari Tanah Mesir. Waktu itu, bangsa Israel sedang berada di padang gurung di dekat gunung Sinai. Nabi Musa baru saja menerima Sepuluh Perintah Allah. Ia turun dari gunung Sinai.

Sungguh, hatinya terasa sangat sakit ketika ia menyaksikan bangsa Israel membuat patung lembu dari emas. Mereka kemudian menyembah patung buatan tangan mereka itu. Padahal perintah pertama dari Sepuluh Perintah Allah itu adalah Jangan Menyembah Berhala. Serta merta Nabi Musa melemparkan Sepuluh Perintah Allah ke tanah. Ia merasa malu terhadap Tuhan yang telah membawa bangsa itu keluar dari Mesir. Ia merasa kecewa terhadap perbuatan jahat bangsa itu.

Namun orang-orang tidak peduli terhadap apa yang dilakukan oleh nabi Musa. Mereka merasa bahwa apa yang mereka lakukan itu benar. Mereka menari-nari mengelilingi patung emas itu. Mereka bersorak-sorai memuja patung emas itu. Hati nabi Musa tercabik-cabik. Ia tidak habis pikir, mengapa bangsa Israel tega melupakan Tuhan yang telah begitu mengasihi mereka.

Akhirnya, nabi Musa mengambil tindakan tegas. Ia menghukum bangsa itu. Ia meminta Tuhan untuk menghancurkan patung emas buatan tangan manusia itu. Bangsa Israel kemudian disadarkan bahwa hanya Tuhan yang mesti mereka sembah. Hanya Tuhan yang patut mendapatkan tempat di hati mereka.

Sahabat, sadar atau tidak, banyak dari kita memberhalakan harta kekayaan. Sekarang ini sedang maraknya korupsi. Orang tidak puas dengan apa yang dimilikinya. Orang tidak puas dengan gaji yang didapatnya dari pekerjaannya. Akibatnya, mereka memberhalakan uang. Mereka rela berkorban demi mendapatkan uang sebanyak-banyaknya dengan tidak halal.

Korupsi kemudian merajalela. Siapa yang susah? Ternyata banyak orang yang mengalami penderitaan akibat dari korupsi itu. Misalnya, seseorang yang makan uang untuk proyek air bersih akan meninggalkan kerugian bagi ribuan masyarakat. Seharusnya masyarakat mendapatkan air bersih untuk kehidupan mereka, tetapi karena proyek tidak selesai-selesai, air bersih tidak ada. Masyarakat mesti keluarkan uang untuk membeli air bersih. Ini namanya menyengsarakan rakyat.

Kisah di atas mau mengatakan kepada kita bahwa manusia mesti menggunakan harta kekayaan itu untuk kebaikan. Harta kekayaan yang digunakan secara salah akan menyebabkan orang jatuh pada penyembahan berhala. Ada banyak hal di sekitar kita yang dapat kita nikmati. Tetapi hal-hal itu dapat membawa bahaya yang mematikan, apabila kita gunakan dengan tidak bijaksana.

Orang beriman bebas menggunakan harta kekayaan, tetapi tidak menjadikannya berhala. Nah, mari kita berusaha untuk hidup baik dengan tidak menyembah berhala. Uang dan materi jangan kita jadikan tuhan dalam hidup ini. Dengan demikian, kita akan mengalami sukacita dan damai. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

833