Pages

10 Februari 2012

Memaknai Nilai Sebuah Pengorbanan


Dalam hidup ini, setiap orang memiliki kesempatan untuk berkorban. Namun korban itu akan sia-sia, kalau dilakukan hanya untuk mendapatkan pujian. Korban yang memiliki nilai adalah korban yang dilandasi oleh kasih yang mendalam.

Pada tanggal 4 Desember 2006 lalu, seorang prajurit berumur 16 tahun melihat sebuah granat dilemparkan ke atas. Granat itu kemudian jatuh ke dalam mobil perang yang diawakinya bersama empat orang temannya.

Prajurit itu berada di atas kendaraan memegang senapan mesin. Ia masih memiliki waktu untuk melompat keluar untuk menyelamatkan diri. Namun sebaliknya, ia melompat ke dalam tepat di atas granat. Sebuah tindakan pengorbanan demi menyelamatkan empat rekan prajurit lainnya.

Tubuh prajurit itu hancur berkeping-keping. Darah berserakkan membasahi kendaraan itu. Empat rekannya selamat. Mereka dapat meneruskan hidup mereka. Sedangkan prajurit muda itu mesti mengorbankan hidup untuk mereka.

Salah seorang dari empat prajurit itu berdecak kagum atas tindakan heroik itu. Ia berkata, “Saya tidak bisa bayangkan, kalau teman kita ini tidak melompat keluar dari kendaraan. Tentu kita semua telah mati. Tetapi dia telah memilih untuk mati demi kehidupan kita semua.”

Mereka pun mengumpulkan tubuh teman mereka yang berserakan itu. Mereka menguburkannya dengan cara yang sangat hormat. Di pusara teman mereka itu tertulis kata-kata, “Dia telah menyerahkan nyawanya untuk kami.”

Sahabat, masih adakah orang yang punya semangat untuk mengorbankan dirinya bagi sesamanya? Masih adakah orang yang merelakan egoismenya bagi kemajuan dan keselamatan sesamanya? Saya yakin, pasti masih ada di antara kita yang mau berkorban bagi sesamanya. Ada berbagai bentuk pengorbanan yang bisa ditunjukkan untuk sesama.

Misalnya, seorang suami rela mengorbankan waktunya demi istrinya yang sedang dirawat di rumah sakit. Ia menunggui sang istri berjam-jam sepanjang hari. Baginya, tidak ada hal lain yang lebih berharga daripada kesehatan istrinya. Ia ingin istrinya segera sembuh. Ia ingin istrinya kembali tersenyum setelah sekian lama wajahnya muram durja oleh terjangan penyakit. Inilah suatu pengorbanan.

Kisah tadi menunjukkan kepada kita bahwa pengorbanan itu membawa kehidupan bagi sesama. Ia tidak peduli terhadap keselamatan dirinya. Ia lebih peduli terhadap keselamatan keempat rekannya. Pengorbanan yang dilakukan dengan tulus hati membuahkan kebaikan bagi kehidupan bersama.

Setiap kita mempunyai kesempatan untuk berkorban bagi kehidupan bersama. Yang penting adalah kita mesti memaknai nilai pengorbanan itu. Apa yang sesungguhnya kita perjuangkan, sehingga kita berani berkorban? Apakah yang kita perjuangkan hanyalah kepentingan diri kita sendiri? Atau yang kita perjuangkan itu sesuatu yang sungguh-sungguh berguna bagi kehidupan bersama?

Tentu saja orang yang rela berkorban itu biasanya didorong oleh kasih yang berkobar-kobar bagi sesama. Kasih itu memberi daya atau semangat berkorban itu. Karena itu, orang beriman mesti selalu berkorban berdasarkan kasih yang tulus dari dalam dirinya. Tanpa kasih yang tulus, korban kita hanyalah suatu kesia-siaan. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


870

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.