Pages

21 Juni 2012

Memupuk Cinta yang Tak Bersyarat


Apa yang akan terjadi kalau Anda punya cinta yang bersyarat? Tentu saja cinta Anda tidak berbuah kebaikan bagi hidup bersama. Cinta Anda dalam arti tertentu mati. Tidak berguna.

Pagi itu klinik sangat sibuk. Sekitar jam 9:30 seorang pria berusia 70-an datang untuk membuka jahitan pada luka di ibu-jarinya. Seorang perawat menyiapkan berkasnya dan memintanya menunggu. Semua dokter masih sibuk. Mungkin dia baru dapat ditangani setidaknya 1 jam lagi.

Sewaktu menunggu, pria tua itu nampak gelisah. Sebentar-sebentar ia melirik ke jam tangannya. Perawat itu merasa kasihan. Jadi ketika sedang ada waktu luang, perawat itu sempatkan diri untuk memeriksa lukanya. Tampaknya cukup baik dan kering. Tinggal membuka jahitan dan memasang perban baru. Pekerjaan yang tidak terlalu sulit. Atas persetujuan dokter, perawat itu putuskan untuk melakukannya sendiri.

Sambil menangani lukanya, perawat itu bertanya apakah dia punya janji lain hingga tampak terburu-buru. Lelaki tua itu mengatakan bahwa dia hendak ke rumah jompo untuk makan siang bersama istrinya. Hal itu biasa ia lakukan setiap hari. Dia menceritakan bahwa istrinya sudah dirawat di sana sejak beberapa waktu. Istrinya mengidap penyakit Alzheimer.

Perawat itu menanyakan, apakah istrinya akan marah kalau dia datang terlambat. Dia menjawab bahwa istrinya sudah tidak lagi dapat mengenalinya sejak 5 tahun terakhir. Perawat itu sangat terkejut. Ia bertanya, “Bapak masih pergi ke sana setiap hari walaupun istri bapak tidak kenal lagi?”

Sambil menepuk tangan perawat itu, ia berkata, “Dia memang tidak mengenali saya, tapi saya masih mengenali dia.”

Sahabat, ketika orang hidup dalam kasih yang mendalam, orang tidak butuh lagi pengenalan fisik. Yang terjadi adalah orang saling mengerti. Orang saling menghargai dengan penuh persaudaraan. Orang tidak lagi melihat kekurangan dan kelemahan yang ada dalam diri sesamanya. Yang senantiasa ada dalam diri orang adalah sikap siap sedia untuk hidup bersama orang yang dicintai itu.

Kisah di atas memberi kita gambaran tentang kuatnya cinta itu. Ia tidak peduli apakah istrinya bisa mengenal dirinya atau tidak. Baginya, yang lebih penting adalah dia terus-menerus menambatkan cintanya pada kekasihnya. Ia tetap peduli meski sang kekasih tidak lagi menyapanya seperti sewaktu masih sehat.

Tentu saja kita semua ingin memiliki cinta seperti itu. Kita ingin dicintai dengan setulus hati. Kita juga ingin mencintai tanpa syarat. Namun sering kita mengalami kegagalan. Mengapa? Karena hidup kita masih dibalut oleh egoisme. Kita masih mengandalkan kepentingan diri kita sendiri. Kita enggan untuk memiliki cinta yang tulus. Kita mencintai sesama dengan syarat-syarat tertentu yang telah kita pasang. Akibatnya, kita hanya mengarahkan cinta itu untuk diri kita sendiri. Kita hanya ingin bahagia untuk diri kita sendiri.

Sebagai orang beriman, tentu kita ingin memiliki cinta yang tulus. Untuk itu, kita mesti mencintai dengan tulus pula. Kita tidak perlu membuat syarat-syarat yang hanya menghambat kita dalam mencintai. Mari kita mencintai tanpa syarat. Tuhan membekati. **



Frans de Sales, SCJ


911

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.