Pages

22 Maret 2013

Menata Hidup untuk Hidup yang Bijaksana

 
Apa yang akan Anda lakukan, kalau Anda tidak menata hidup Anda dengan baik? Satu hal yang akan Anda alami adalah hidup ini kurang punya makna. Anda hidup, tetapi Anda tidak punya tujuan yang jelas.

Ada seorang gadis yang kurang bijaksana. Ia selalu membenci dirinya sendiri. Setiap kali ada sesuatu yang tidak baik terjadi dalam masyarakat, ia menyalahkan dirinya. Bahkan ia menuduh dirinya yang melakukan hal itu. Akibatnya, hidupnya menjadi tidak tenang. Ia selalu merasa dikejar-kejar oleh bayang-bayang kesalahan itu.

Dalam keseharian hidupnya, gadis itu kemudian tumbuh menjadi gadis yang kurang normal. Secara fisik, ia sering mengalami sakit kepala yang menyeramkan. Ia juga sering merasa sakit pada bagian punggungnya. Secara psikis, ia tidak bisa bertumbuh menjadi orang yang punya pendirian yang kuat. Ia mudah dipengaruhi oleh orang-orang di sekitarnya. Hidupnya selalu terombang-ambing bagai hidup di atas air.

Gadis itu sering merasa terpukul. Ia merasa bersalah. Ia merasa bahwa hidup ini tidak memiliki makna apa-apa. Ia hidup, tetapi seluruh eksistensinya seolah-olah tidak tampak apa-apa. Ia telah berusaha untuk menangkap kembali makna kehidupan ini. Namun ia merasa gagal. Tidak ada kekuatan untuk mengembalikan dirinya untuk hidup normal.

Sahabat, kita hidup dalam dunia yang serba menantang. Kalau kita lengah sedikit saja, kita bisa kehilangan arah hidup. Untuk itu, kita mesti membangun hidup dengan baik dan benar. Kita mesti memiliki suatu pendirian mengenai hidup ini. Kita mesti menciptakan tujuan hidup itu. Dengan demikian, hidup ini menjadi semakin memiliki makna bagi diri kita.

Kisah di atas mau mengatakan kepada kita bahwa orang mesti menata hidupnya dengan bijaksana. Hanya dengan kebijaksanaan itu, orang mampu memiliki suatu makna yang mendalam. Hanya dengan menata hidupnya secara baik dan benar, orang akan mengalami sukacita dan bahagia dalam hidup ini.

Karena itu, orang tidak bisa hidup hanya dari rutinitas hariannya saja. Hal-hal yang rutin bisa membuat orang jenuh. Hal-hal yang rutin itu menutup orang untuk kreatif dalam hidupnya. Orang tidak bisa menciptakan suasana yang menyenangkan bagi dirinya dan sesamanya. Orang yang hidup dalam rutinitas akan mengalami suasana yang kurang menggairahkan.

Untuk itu, orang tidak boleh berhenti belajar dalam hidupnya. Dengan belajar hal-hal yang baru, orang menyerap ilmu-ilmu baru. Dengan demikian, kejenuhan dalam rutinitas itu dapat diatasi. Hidup yang penuh kebijaksanaan menjadi bagian dari cara hidup kita sehari-hari. Artinya, kita mampu menjalani hidup ini dengan penuh kegembiraan dan bahagia.

Sebagai orang beriman, kita tentu menyertakan Tuhan dalam hidup kita. Kita yakin bahwa Tuhan senantiasa membantu kita dengan memberikan semangat dalam menjalani hidup ini. Tuhan memacu kita dengan firman-firmanNya yang menyegarkan jiwa kita. Untuk itu, kita mesti tetap membuka hati kita kepada Tuhan. Kita membiarkan Tuhan masuk dan memberikan semangat bagi perjalanan hidup kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO

958

Tetap Menaruh Pengharapan pada Tuhan



Apa yang Anda lakukan, kalau doa dan permohonan Anda belum dikabulkan? Apakah Anda masih menaruh pengharapan pada Tuhan?

Suatu ketika Tuhan berjanji kepada Abraham, “Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya. Maka firmanNya kepadanya: ‘Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu’” (Kej 15:5).

Sayang, bertahun-tahun janji itu belum ditepati. Istri Abraham, Sara, tetap tidak memiliki anak selama bertahun-tahun. Bahkan saat usia kedua orang kudus itu sudah sangat tua, belum juga ada tanda-tanda bahwa Sara akan melahirkan seorang anak pun.

Namun Abraham tidak kecewa. Abraham tetap percaya bahwa suatu ketika Tuhan menapati janji-Nya. Tuhan tidak pernah berbohong. Tuhan senantiasa setia pada janji-Nya. Karena itu, dalam situasi seperti itu Abraham tetap setia kepada Tuhan. Ia memberikan hidupnya kepada Tuhan. Ia tidak menggerutu kepada Tuhan. Keyakinannya tetap, yaitu Tuhan akan tetap menepati janjiNya.

Penantian selama 39 tahun itu tidak sia-sia. Tuhan menepati janji-Nya. Tuhan memperhatikan Sara, seperti yang difirmankanNya. Sara pun mengandung. Lalu ia melahirkan seorang anak laki-laki bagi Abraham dalam masa tuanya, pada waktu yang telah ditetapkan. Abraham berumur 100 tahun saat Ishak lahir, sedangkan Sara 90 tahun. Tidak ada kata terlambat bagi Tuhan! Dia membuat segala sesuatu indah pada waktu-Nya.

Sahabat, secara manusia kita pasti akan kecewa saat janji yang telah diberikan kepada kita ternyata belum terpenuhi. Mungkin kita akan sakit hati. Ada yang mungkin menyerah pada keadaan. Ada yang berhenti berharap kepada Tuhan dan mulai memakai logika. Ada yang kemudian mencari pertolongan pada hal-hal di luar Tuhan.

Padahal Nabi Yeremia berkata, “Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada Tuhan!” (Yer 17:5). Kisah Abraham menjadi contoh bagi kita untuk tetap berharap pada Tuhan, meski apa yang kita harapkan belum terpenuhi.

Dalam situasi sulit, kita berdoa kepada Tuhan untuk memohon pertolongan. Kita menaruh harapan pada Tuhan. Namun kita sering tergoda untuk meninggalkan Tuhan, karena doa permohonan kita belum dikabulkan. Untuk itu, yang mesti kita lakukan adalah tetap bertahan pada iman kita akan Tuhan. Tuhan mengabulkan doa dan permohonan kita pada waktunya. Tuhan akan membahagiakan kita pada saat yang tepat. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO

957

21 Maret 2013

Berkorban dengan Hati yang Tulus


 

Apa yang akan Anda lakukan, ketika menyaksikan orang yang Anda kasihi tergolek lemah karena penyakit? Anda biarkan saja? Atau Anda ambil inisiatif untuk memberikan pertolongan?

Ada seorang anak yang begitu antusias mendonorkan salah satu organ bagian dalam bagi ibu tercintanya. Untuk dapat melanjutkan hidupnya, sang ibu membutuhkan organ tubuh yang dicangkokan ke bagian yang sudah tidak berfungsi lagi.

Ketika keluarganya bingung mencari pendonor, sang anak langsung menyediakan dirinya. Ia tidak kuatir akan hidupnya. Baginya, mendonorkan salah satu organ tubuhnya bagi orang yang sangat dicintainya merupakan suatu perbuatan yang terpuji. Namun motivasi yang lebih dalam lagi adalah ia mencintai sang ibu. Ia tidak ingin sang ibu menderita terlalu lama. Ia ingin, agar sang ibu menikmati damai dan bahagia dalam hidupnya.

Anak itu berkata, ”Saya rela memberikan organ tubuh saya untuk mama tercinta. Dia telah begitu mencintai saya. Dia telah mengorbankan hidupnya saat melahirkan saya. Jadi tidak ada alasan bagi saya untuk tidak memberikan organ tubuh yang sangat dibutuhkan oleh mama.”

Hasil dari pengorbanan anak itu adalah sang ibu dapat melanjutkan hidupnya. Ia tidak perlu merasakan deraan penyakit yang menggerogti tubuhnya. Ia boleh hidup bersama mereka dalam suasana saling mengasihi. Operasi pencangkokan berhasil dengan baik. Sang anak juga mengalami kedamaian dan ketenteraman dalam hidupnya.

Ia berkata, ”Saya menjadi lebih bahagia lagi, ketika menyaksikan mama lebih ceria. Penyakitnya telah sembuh. Ia dapat hidup tenang bersama kami semua.”

Sahabat, pengorbanan yang dilakukan dengan hati yang tulus membawa sukacita dan damai. Orang yang berani berkorban untuk kebahagiaan sesamanya akan menemukan bahwa hidup ini sungguh-sungguh memiliki makna. Makna kehidupan itu senantiasa diperjuangkan dalam setiap langkah hidupnya.

Kisah di atas memberi kita inspirasi betapa hidup begitu bernilai. Seorang anak yang tidak ingin sang mama mengalami penderitaan dalam hidupnya rela mengorbankan dirinya. Ia tidak peduli akan sakit yang akan dideritanya. Baginya, yang penting adalah kebahagiaan bagi orang yang dicintainya.

Tentu saja dalam hidup kita, kita mengalami berbagai hambatan dalam hidup. Hambatan-hambatan itu bisa menjadi penghalang bagi kebahagiaan dalam hidup kita. Untuk itu, dibutuhkan korban untuk mengatasi hambatan-hambatan itu. Kadang-kadang korban itu tidak mendatangkan rasa sakit. Namun sering pula korban itu membuat orang merasa sakit dalam hidupnya.

Yang penting adalah sikap orang dalam berkorban. Orang yang tidak tulus dalam berkorban akan mengalami rasa sakit yang luar biasa, ketika harus mengorbankan sesuatu yang berharga dalam dirinya. Sebaliknya, orang akan mengalami situasi yang damai dan bahagia, ketika ia dengan hati yang tulus berkorban bagi sesamanya.

Karena itu, orang beriman diajak untuk memiliki disposisi batin yang baik dalam usaha berkorban bagi sesamanya. Untuk itu, dibutuhkan suatu latihan yang terus-menerus. Mengapa? Karena berkorban dengan hati yang tulus itu tidak datang tiba-tiba. Ada proses yang menyertai suatu pengorbanan yang tulus. Mari kita berusaha berkorban dengan hati yang tulus. Dengan demikian, hidup ini menjadi sesuatu yang indah. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Majalah FIAT


956

Kasih Menutupi Segala Keburukan

 
Apa yang akan Anda lakukan kalau tidak ada kasih dalam hidup bersama? Anda akan biarkan saja situasi seperti itu berlangsung? Atau Anda mulai menempuh berbagai cara, agar kasih menjadi andalan hidup bersama?

Suatu hari terjadi percekcokan yang hebat antara sepasang suami istri. Pasalnya, mereka mulai kehilangan kasih. Relasi di antara mereka mulai meredup. Mereka berjuang sendiri-sendiri. Mereka kurang saling memperhatikan. Kalau mereka mulai saling peduli, itu karena mereka masih punya tanggung jawab terhadap anak-anak mereka. Karena itu, mereka bertemu hanya untuk membahas tentang masa depan anak-anak mereka.

Situasi ini berjalan begitu lama. Mereka bersandiwara di hadapan anak-anak mereka. Akhirnya suatu ketika mereka memutuskan untuk berpisah. Mereka tinggal di rumah masing-masing. Mereka hanya bertemu secara berkala saja. Mereka hanya bertemu untuk anak-anak mereka. Tampaknya mereka tidak saling membutuhkan. Tiada lagi cinta yang tersisa di antara mereka.

Sahabat, kita hidup berkat kasih karunia Tuhan melalui orang-orang di sekitar kita. Kita hidup dalam sebuah ikatan yang membutuhkan kasih. Orang butuh diperhatikan. Orang butuh disapa dalam hidup sehari-hari. Ini yang semestinya selalu disadari oleh setiap orang. Situasi seperti ini yang mesti selalu diperjuangkan oleh setiap orang. Situasi seperti ini yang semestinya menjadi bagian dari setiap orang.

Namun banyak orang kurang menyadari hal ini. Akibatnya, banyak orang hidup tanpa kasih. Mengapa hal ini bisa terjadi? Hal ini bisa terjadi karena dosa yang mulai menyusup ke dalam hidup manusia. Dosa mulai menggoda manusia untuk meninggalkan suasana hidup dalam kasih itu.

Dosa dapat menyebabkan gesekan, kesalahpahaman bahkan pertengkaran. Dalam kondisi seperti itulah dibutuhkan kasih. Nah, dalam hal mengasihi, harus ada yang memulai. Jika masing-masing bersikeras merasa diri benar, maka kasih tidak akan muncul. Harus ada seseorang yang sadar, bahwa mereka bersaudara. Persaudaraan itu didasarkan pada kasih yang mendalam.

Kisah tadi mau mengatakan kepada kita bahwa hidup yang tidak dikuasai oleh kasih terasa hambar. Bagai sayur tanpa garam. Tidak terjadi komunikasi yang baik. Orang hidup dalam egoisme mereka. Orang dikuasai oleh keinginan-keinginan dirinya saja. Tentu saja suasana seperti ini sangat berbahaya bagi hidup bersama. Pepatah mengatakan, untuk membangun sebuah keluarga dibutuhkan dua orang yang saling mencintai. Tetapi untuk menghancurkan sebuah keluarga, dibutuhkan satu orang egois yang hanya hidup bagi dirinya sendiri.

Untuk itu, orang beriman butuh kasih yang tulus. Orang beriman mesti memperjuangkan kasih, agar hidup dalam suasana penuh damai. Santo Petrus berkata, “Tetapi yang terutama ialah kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain, sebab kasih menutupi banyak sekali dosa” (1Ptr 4:8). Mari kita berusaha membangun kasih yang tulus. Dengan demikian, kita mampu membawa damai dalam hidup bersama. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Majalah FIAT

955

11 Maret 2013

Berusaha untuk Menyadari Hidup

 
Apa yang akan Anda lakukan, kalau Anda ‘terjerat’ oleh penderitaan dalam hidup ini? Tentu Anda akan mengendalikan diri Anda.

Seorang petani kaya mati meninggalkan dua putranya. Sepeninggal ayahnya, kedua putra ini hidup bersama dalam satu rumah. Suatu hari mereka bertengkar dan memutuskan untuk berpisah. Mereka membagi dua harta warisan ayahnya. Setelah harta terbagi, masih tertingal satu kotak yang selama ini disembunyikan oleh ayah mereka.

Ketika membuka kotak itu, mereka menemukan dua buah cincin di dalamnya. Yang satu terbuat dari emas bertahtakan berlian. Yang satu lagi terbuat dari perunggu murah. Melihat cincin berlian itu, timbullah keserakahan sang kakak. Ia berkata, “Kurasa cincin ini bukan milik ayah. Namun warisan turun-temurun dari nenek moyang kita. Karena itu, kita harus menjaganya untuk anak-cucu kita. Sebagai saudara tua, aku akan menyimpan yang emas dan kamu simpan yang perunggu.”

Sang adik tersenyum. Ia berkata, “Baiklah, ambil saja yang emas, aku ambil yang perunggu.”

Keduanya mengenakan cincin tersebut di jari masing-masing dan berpisah. Sang adik merenung, “Tidak aneh kalau ayah menyimpan cincin berlian yang mahal itu, tetapi kenapa ayah menyimpan cincin perunggu murahan ini?”

Dia mencermati cincinnya. Ia menemukan sebuah kalimat terukir di cincin itu, ”Ini pun akan berlalu.”

Kakak-beradik tersebut mengalami jatuh-bangun dalam kehidupan. Ketika panen berhasil, sang kakak berpesta pora. Ia bermabuk-mabukan, lupa daratan. Ketika panen gagal, dia menderita tekanan batin, tekanan darah tinggi, hutang sana-sini. Demikian terjadi dari waktu ke waktu. Akibatnya, ia kehilangan keseimbangan batinnya, sulit tidur, dan mulai memakai obat-obatan penenang. Akhirnya, dia terpaksa menjual cincin berliannya untuk membeli obat-obatan yang membuatnya ketagihan.

Sementara itu, ketika panen berhasil sang adik mensyukurinya. Ia tetap teringat akan kata-kata di cincin perunggunya. Hal itu menyadarkan dirinya untuk tidak larut dalam pesta pora dan kemabukan. Ketika panen gagal, ia tidak larut dalam kesedihan. Ia boleh mensyukuri kebaikan Tuhan, meski panen gagal. Ia tetap hidup dalam keseimbangan batin. Ia tidak perlu ketagihan obat-obatan.

Sahabat Sonora, kesadaran sering datang terlambat. Orang yang sakit diabetes, misalnya, harus banyak melakukan pantang. Namun banyak penderita diabetes sulit untuk pantang. Mereka ingin makan yang manis-manis dan enak-enak. Akibatnya, kandungan gula dalam darah menjadi begitu tinggi. Hal ini berakibat pada jantung, karena aliran darah kurang lancar.

Kisah tadi mengingatkan kita untuk memiliki kesadaran diri yang terus-menerus. Artinya, orang mesti selalu menjaga dirinya, agar tidak dikuasai oleh ketamakan. Yang mesti selalu kita ingat adalah segala sesuatu yang ada di atas dunia ini akan berlalu. Suatu ketika akan berakhir hidup ini. Karena itu, orang mesti berusaha mengendalikan diri, agar tidak terjerumus ke dalam kesulitan hidup.

Orang beriman tentu boleh belajar dari kesahajaan hidup sesama. Dengan demikian, orang memiliki keseimbangan hidup. Orang tidak perlu terbentur oleh frustrasi, kecemasan dalam hidup ini. Kalau orang punya kesadaran untuk mengendalikan dirinya, orang akan menemukan sukacita dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO

954

10 Maret 2013

Mendidik Hati agar Peduli terhadap Sesama

 
Kalau Anda berjumpa dengan sesama yang menderita, apa yang akan Anda lakukan? Anda biarkan saja atau Anda membantunya?

Suatu siang seorang bapak berjalan-jalan sambil makan roti. Ia melewati trotoar di mana beberapa pengemis duduk berderet-deret. Secara tidak sengaja, bapak itu menjatuhkan sekeping roti. Ia berjalan terus meninggalkan tempat itu.

Setelah agak jauh, ia menoleh ke belakang. Ia heran luar biasa. Beberapa anak yang berlepotan keringat sedang mengerubungi sepotong roti itu. Padahal roti itu sudah kotor. Ia merasa prihatin atas kondisi itu. Ia segera kembali ke tempat anak-anak itu berkerumun. Ia mengamati wajah mereka satu per satu. Air matanya kemudian jatuh membasahi wajahnya.

Bapak itu kemudian mengeluarkan beberapa lembar uang lima puluh ribu rupiah. Tanpa pikir panjang, ia membagikan uang itu kepada anak-anak itu. Ia meminta mereka untuk membeli makan siang, agar mereka tidak perlu memungut makanan yang dibuang orang. Namun anak-anak itu malah menertawakannya. Mereka memandang dirinya sebagai orang yang aneh. Mengapa? Karena mereka sudah biasa melakukan hal seperti itu. Mereka hidup dari makanan yang dibuang orang.

Bapak itu semakin heran mendengar pernyataan mereka. Ia tidak habis pikir, mengapa mereka punya prinsip hidup seperti itu. Bukankah manusia mesti punya prinsip untuk membebaskan diri dari kemiskinan hidup? Sejak itu, bapak itu memutuskan untuk berjuang bagi pengentasan orang-orang miskin.

Sahabat, pengalaman hidup bersentuhan dengan sesama membantu orang untuk menyadari betapa mulia martabat manusia itu. Begitu menyadari berharganya martabat manusia, orang kemudian bergerak untuk menyelamatkan martabat manusia ketika mengalami penindasan. Tentu saja penindasan itu tidak hanya terjadi secara fisik. Orang yang miskin juga mengalami penindasan, karena kekurangan sandang, pangan dan papan. Orang miskin mengalami kesulitan untuk mengekspresikan dirinya secara leluasa, karena kekurangan yang dimilikinya.

Kisah tadi mengatakan kepada kita bahwa orang mesti memiliki kepedulian terhadap sesamanya. Orang tidak bisa membiarkan sesamanya lapar dan haus. Orang tidak bisa membiarkan sesamanya mengalami penderitaan dalam hidupnya. Untuk itu, orang mesti mendidik dirinya untuk menjadi mudah tersentuh oleh situasi hidup sesamanya.

Orang beriman senantiasa dipanggil untuk punya kepedulian terhadap sesamanya. Mengapa? Karena orang beriman telah diciptakan dengan hati yang lembut. Hati itu digunakan untuk mudah tersentuh oleh penderitaan sesamanya. Memang, tidak mudah orang memiliki hati yang mudah tersentuh oleh penderitaan sesamanya. Namun kita bisa belajar dari pengalaman sesama kita yang peduli terhadap hidup sesamanya.

Mari kita bersyukur atas indahnya hidup ini. Sambil bersyukur, kita mendidik hati kita untuk mudah tersentuh oleh penderitaan sesama kita. Dengan demikian, hidup ini semakin baik dan indah. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT

953

01 Maret 2013

Memilih Hidup yang Baik

 
Setiap hari Anda punya pilihan-pilihan. Bagaimana Anda memilih untuk hidup yang lebih baik dan bahagia? Anda tidak bisa menentukan pilihan hidup itu sendirian. Anda butuh bantuan Tuhan.

Suatu hari ada seorang pencari emas yang menemukan sejumlah besar emas yang sangat indah di sebuah ladang. Ia tahu pemilik ladang itu tidak menyadari kalau ada emas di ladangnya. Karena itu, ia memutuskan untuk membeli ladang itu. Ia mau bayar berapa pun harga ladang itu. Baginya, emas itu jauh lebih berharga daripada ladang itu.

Pemilik ladang pun setuju dengan apa yang diinginkan pencari emas itu. Pemilik ladang itu mendapatkan sejumlah uang. Beberapa lama kemudian, sang pemilik baru mulai mengadakan penambangan di ladang itu. Ratusan ton emas ia peroleh dari ladang itu. Setelah dikurangi biaya produksi, ia mendapatkan keuntungan yang sangat besar. Ia menjadi orang yang kaya raya. Hidupnya menjadi lebih sejahtera. Sedangkan pemilik ladang sebelumnya gigit jari. Hasil penjualan ladang itu hanya untuk hidup tiga tahun.

Sahabat, hidup manusia itu terbentuk oleh pilihan-pilihan, terbentang dari yang biasa-biasa sampai yang memeras otak. Mau jadi apa saya nanti, mau pakai baju apa saya hari ini? Mau makan apa hari ini dan hari esok? Harus menikah dengan siapa? Apakah karir masa depanku? Orang harus memilih. Orang tidak bisa berhenti di tengah jalan. Seorang bijak berkata, “Di depan setiap orang terbentang jalan yang luhur dan rendah dan tiap orang menentukan jalan yang harus ditempuh jiwanya.”

Kisah di atas menunjukkan bahwa kesuksesan seseorang itu tumbuh berkat pilihan yang dilakukan dengan penuh resiko. Sang pencari emas berani mempertaruhkan modalnya untuk meraih kesejahteraan hidup. Tentu saja, ia tahu resiko besar akan menimpa dirinya, kalau di ladang itu tidak ada emas ratusan ton.

Keberanian menghadapi resiko itu menunjukkan bahwa ia orang yang beriman. Orang yang punya pegangan hidup pada Tuhan. Orang yang memiliki arah hidup yang jelas. Orang yang bekerja dengan perhitungan-perhitungan yang cermat, karena yakin Tuhan senantiasa menyertai dirinya.

Besar dan kecil, pilihan-pilihan kitalah yang menata hari-hari hidup kita. Untuk itu, orang mesti menetapkan pilihan hidupnya. Mau jadi apa dia kelak, saat sekaranglah yang mesti mulai ditentukan. Orang tidak perlu menunggu lama-lama. Dengan menetapkan pilihah hidup itu, orang mulai membangun strategi-strategi untuk meraih sukses dalam hidupnya.

Orang beriman senantiasa menjatuhkan pilihan hidup setelah menemukan rencana Tuhan atas dirinya. Tuhan punya rencana atas diri setiap orang. Tuhan telah menetapkannya sejak Dia menciptakan manusia itu. Yang penting bagi manusia adalah bagaimana ia menemukan rencana Tuhan itu bagi dirinya. Untuk itu, orang butuh penegasan roh. Orang mesti mencari dan menemukan rencana Tuhan itu bagi dirinya.

Mari kita berusaha menentukan pilihan hidup kita bersama Tuhan. Dengan demikian, hidup ini memiliki makna. Hidup ini menjadi suatu kesempatan untuk membahagiakan diri dan sesama. Let’s always move on and move up. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT

952