Pages

28 April 2013

Berpegang Teguh pada Tuhan


Apa yang akan Anda lakukan di saat Anda mengalami kegundahan dalam hidup? Apakah Anda tetap berjuang sendiri dengan menolak bantuan Tuhan?

Raja Daud terkenal sebagai raja yang perkasa. Ia memiliki kekuasaan yang begitu besar. Hal ini telah ia tunjukkan sejak kecil, ketika ia mesti berperang melawan Goliat yang lebih besar dari dirinya. Daud menggunakan akalnya yang licik untuk mengalahkan Goliat. Ia berhasil. Ia sukses mengusir musuh besarnya itu.

Namun sebagai manusia, Raja Daud pun pernah merasa takut dan cemas atas hidupnya. Ia merasa sendirian dalam hidupnya. Tuhan tidak lagi dekat dengan dirinya. Saat itu, ia mengalami kekalahan dari musuh-musuhnya.

Untuk itu, Raja Daud berkata kepada Tuhan, “Mengapa Engkau melupakan aku? Mengapa aku harus hidup berkabung di bawah impitan musuh?”

Raja Daud merasa diri ditinggalkan oleh Tuhan. Ia merasa berjuang sendirian. Tuhan yang dahulu begitu dekat dengan dirinya kini menjadi jauh. Bahkan ia merasa kehilangan Tuhan. Ia mencari Tuhan, namun ia tidak menemukannya. Ia mempertanyakan kebaikan Tuhan atas dirinya.

Sahabat, kedekatan dengan Tuhan bukan sesuatu yang terjadi dalam waktu yang singkat. Kedekatan dengan Tuhan itu terjadi dalam proses kehidupan ini. Sejak awal, Raja Daud begitu dekat dengan Tuhan. Bahkan Tuhan sendiri yang telah memilih dia untuk memimpin umatNya. Namun kedekatan itu bisa hilang di kala orang berjuang sendirian. Ketika orang tidak menyertakan Tuhan dalam perjuangan hidup mereka, di saat itu pula orang kehilangan Tuhan.

Karena itu, Raja Daud merasa sakit hati atas kesendiriannya itu. Tuhan yang biasa membantu dirinya itu menghilang dari dirinya. Tanpa Tuhan, Raja Daud tidak punya pegangan hidup. Tanpa Tuhan, Raja Daud merasa tidak bisa berbuat apa-apa. Tanpa Tuhan, Raja Daud tidak berdaya.

Pertanyaan bagi kita yang hidup di zaman sekarang adalah mengapa kita merasa mampu melakukan segala hal tanpa bantuan Tuhan? Atau mampukah kita melakukan hal-hal yang baik tanpa bantuan Tuhan?

Tentu saja kalau ada orang yang merasa mampu melakukan segala hal tanpa bantuan Tuhan itu orang yang sombong. Orang yang angkuh hatinya. Orang yang kurang mengenal dirinya sendiri dan Tuhan. Mengapa? Karena orang yang mengenal dirinya dan Tuhan akan mengatakan bahwa dirinya belum apa-apa. Ia masih butuh bantuan Tuhan dan orang lain. Dirinya adalah manusia yang terbatas.

Kisah Raja Daud yang kehilangan Tuhan menjadi inspirasi bagi kita untuk mampu mengandalkan Tuhan dalam hidup kita. Kita hanya dapat hidup dengan baik dan benar berkat pertolongan dari Tuhan. Mari kita berusaha untuk menyadari kehadiran Tuhan dalam hidup kita. Dengan demikian, hidup ini memiliki makna yang mendalam. Kita mengalami sukacita dan damai, karena Tuhan yang senantiasa hadir dalam hidup kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO


969

26 April 2013

Menumbuhkan Sikap Saling Percaya

 

Apa yang akan Anda lakukan, kalau terjadi ketidakharmonisan dalam hidup bersama? Anda biarkan saja? Atau Anda berusaha untuk membangun keharmonisan itu?

Ada seorang suami yang mudah sekali cemburu. Setiap kali istrinya berbicara dengan lelaki lain, ia merasa cemburu. Ia cemas kalau-kalau sang istri lari ke lain hati. Ia tidak mau istrinya lebih mencintai orang lain. Untuk itu, ia pasang strategi yang ketat untuk mengamati gerak-gerik istrinya.

Akibatnya, ia sering merasa kurang percaya terhadap istrinya. Ia membuat suatu proteksi yang ketat terhadap istrinya. Kalau mau pergi ke luar rumah, istrinya harus memberi tahu. Istrinya pun harus melaporkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan di luar rumah. Padahal istrinya itu sering mengikuti pertemuan ibu-ibu di kampung.

Proteksi yang ketat itu tidak membuat sang suami merasa tenang. Hatinya selalu cemas dan curiga. Ia tidak ingin ada lelaki lain yang mengganggu ketenteram hatinya. Karena itu, setiap kali istrinya mengikuti berbagai kegiatan di luar rumah, ia menjadi body guard yang setia. Ia mendampingi isterinya itu ke mana pun ia pergi.

Awalnya, sang istri merasa aman-aman saja. Namun lama-kelamaan ia merasa diri sangat terkekang. Ia tidak bisa bebas mengekspresikan dirinya. Ia merasa ada yang menghalang-halangi dirinya. Padahal ia ingin bebas. Ia tidak ingin kegiatan-kegiatannya seolah-olah dimata-matai oleh sang suami.

Ia membutuhkan pengakuan dan penghargaan atas kegiatan-kegiatan yang ia lakukan. Namun bukan dengan cara memberikan proteksi yang sedemikian ketat. Ia menjadi kurang percaya terhadap suaminya. Suatu hari ia memutuskan untuk pergi meninggalkan rumah.

Sahabat, setiap orang ingin memiliki kebebasan. Orang yang bebas dapat mengungkapkan hidupnya dengan baik dan benar. Namun karena kesalahpahaman, banyak orang mengalami hidup yang tertekan. Orang tidak merasa bebas untuk mengekspresikan dirinya. Orang merasa diri kurang dihargai.

Mengapa ketidakharmonisan dalam hidup bisa terjadi? Karena orang tidak saling percaya. Suatu komunikasi dari hati ke hati dapat terjalin dengan baik, kalau orang memiliki rasa saling percaya. Kisah di atas menunjukkan kepada kita bahwa kecemburuan itu terjadi karena sang suami tidak bisa berkomunikasi dengan sang istri dari hati ke hati. Keinginannya tidak ia komunikasikan dengan baik. Akibatnya, terjadi kesalahpaman.

Untuk itu, dibutuhkan skill atau ketrampilan dalam berkomunikasi. Orang mesti mampu mengkomunikasikan isi hatinya kepada sesamanya. Dengan demikian, keharmonisan dalam hidup bersama dapat terjalin dengan baik. Mari kita membangun hidup dengan menumbuhkan rasa saling percaya. Dengan demikian, hidup kita menjadi semakin bermakna. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO

Mengatasi Gelombang Kehidupan

 
Apa yang akan Anda lakukan di saat Anda berhadapan dengan gelombang kehidupan ini? Anda lari terbirit-birit? Atau Anda berusaha untuk menghadapinya dengan penuh iman?

Saya masih ingat saat pertama mengadakan perjalanan jauh di tahun 1983. Kapal yang kami tumpangi dari pelabuhan Maumere, Flores, bukanlah kapal penumpang. Tetapi sebuah kapal barang yang mengangkut kopra. Kapal tersebut baru selesai dibuat beberapa bulan sebelumnya. Jadi masih tergolong kapal yang sangat baru. Kapten kapal dan anak buah kapal yang lain termasuk masih baru. Namun mereka tampak sudah sangat berpengalaman.

Malam hari kapal mulai meninggalkan pelabuhan Maumere. Tampak perjalanan begitu mudah. Namun begitu kapal memasuki Selat Sape, dua malam kemudian, semua menumpang berteriak. Mengapa? Karena kapal dihempas oleh gelombang yang tinggi di wilayah Selat Sape itu. Semua penumpang yang tidur digeladak kapal menjadi panik. Mereka takut kalau-kalau kapal itu tenggelam ke dasar laut.

Namun kapten kapal meyakinkan para penumpang bahwa kapal dan seluruh penumpang akan selamat. Kapten kapal dan anak buah kapal yang lain berusaha untuk mengeluarkan kapal dari jebakan ombak yang tinggi. Mereka berhasil. Kapal kemudian berlayar kembali dengan normal membelah laut.

Semua penumpang bertepuk tangan. Ada yang mengangkat dua jempol ke arah kapten kapal yang berdiri tersenyum memandang para penumpang. Ia berteriak, “Kita selamat. Jangan panik lagi. Setelah ini, perjalanan kita sampai Surabaya akan aman-aman saja.”

Sahabat, dalam hidup sehari-hari kita juga mengalami gelombang kehidupan. Ada yang merasakan gelombang yang tinggi menghempas dirinya. Namun ada pula yang merasakan gelombang-gelombang kecil seperti api yang berkecamuk di dalam sekam. Ada dari antara kita yang panik. Ada yang merasa kehilangan pegangan. Ada yang berusaha untuk mencari jalan keluar untuk menghadapi gelombang kehidupan itu. Namun ada yang pasrah begitu saja. Ada yang menyerah tak mau berjuang lagi.

Kisah di atas menunjukkan kepada kita bahwa kalau orang punya usaha untuk keluar dari gelombang kehidupan, selalu ada jalan. Kalau ada keyakinan untuk melepaskan diri dari gelombang kehidupan, orang memiliki kekuatan untuk bangkit. Orang tidak terpuruk dan menyerah kalah begitu saja. Orang menemukan kekuatan untuk berjuang terus dalam kehidupan ini. Orang tetap tegar menghadapi gelombang kehidupan ini.

Orang beriman itu punya pegangan hidup, yaitu Tuhan yang disembah dalam hidup sehari-hari. Setiap hari Tuhan memberikan keyakinan kepada orang beriman untuk tetap bertahan dalam hidup ini. Tuhan mengemudikan hidup manusia.

Yesus bersabda, “Akulah jalan, kebenaran dan hidup.” Tuhan mengarahkan manusia ke jalan yang benar, yaitu kepada diri-Nya. Dengan demikian, manusia memperoleh ketenangan dalam hidup ini. Manusia memperoleh keselamatan yang datang dari Tuhan. Mari kita serahkan hidup kepada Tuhan yang menuntun hidup kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Majalah FIAT


967

23 April 2013

Bersandar pada Kebaikan Tuhan

 
Kalau Anda berhadapan dengan kesulitan-kesulitan hidup, kepada siapa Anda akan memohon bantuan? Kepada orang-orang yang terdekat dengan Anda? Atau kepada Tuhan yang mahapengasih dan penyayang? Tentu Anda punya keyakinan bahwa Tuhan hadir dalam diri sesama Anda. Karena itu, melalui sesama itu Tuhan mengalirkan kasih sayangnya.

Ada seorang ibu yang rajin berdoa untuk adiknya yang sedang menderita penyakit gagal ginjal. Sudah enam tahun ini adiknya itu bergantung pada obat-obatan. Dua tahun terakhir ini adiknya itu mesti menjalani cuci darah. Ia berdoa agar adiknya diberi kekuatan untuk menjalani hidupnya. Pasalnya, sang adik sudah mulai putus asa. Ia tidak ingin adiknya mengakhiri hidupnya dengan cara yang tidak wajar. Ia ingin adiknya itu menemukan damai dalam hidupnya.

Karena itu, tak henti-hentinya ibu itu berdoa bagi kesembuhan adiknya, kalau Tuhan berkenan menyembuhkannya. Ia menyerahkan sang adik sepenuhnya pada penyelenggaraan Tuhan. Ia yakin, Tuhan yang mahabaik dan mahapenyayang itu akan memperhatikan adiknya. Ia mau, agar sang adik juga menyerahkan hidupnya pada penyelenggaraan Tuhan.

Doa-doa ibu itu berbuah. Sang adik kembali menemukan kekuatan untuk setia menjalani proses penyembuhan. Selain obat-obatan yang ia perloleh dari dokter, sang adik juga menjalani pengobatan alternatif. Hasilnya, tidak sering lagi ia menjalani proses cuci darah. Wajahnya semakin berseri-seri. Ia menemukan bahwa doa ternyata mempunyai kekuatan yang sangat luar biasa. Ibu itu tetap setia berdoa. Baginya, berdoa berarti menyerahkan seluruh hidup kepada Tuhan. Berdoa berarti ungkapan iman yang mendalam kepada Tuhan.

Ibu itu berkata, “Saya selalu sadar bahwa saya harus selalu bersandar pada Tuhan. Dialah kekuatan bagi hidup saya dan adik saya.”

Sahabat, banyak orang berteriak-teriak kepada Tuhan, namun Tuhan seolah-olah tuli. Tuhan tidak mendengarkan doa-doa mereka. Mengapa hal ini bisa terjadi? Hal ini bisa terjadi, karena orang berteriak tanpa punya iman yang mendalam. Orang berteriak bahkan sampai memarahi Tuhan, tetapi tidak menyerahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan.

Tentu saja kalau kita mengaku bahwa Tuhan adalah penolong kita, kita tidak hanya berteriak-teriak memohon bantuanNya. Kita juga mesti membuktikan pengakuan iman kita itu melalui hidup kita sehari-hari. Iman yang mendalam itu menjadi tampak melalui penyerahan diri yang tulus kepada Tuhan.

Sayang, banyak orang hanya mengaku dengan mulut bahwa Tuhan itu pedoman hidupnya. Dalam hidup sehari-hari, mereka tidak tunjukkan dengan sikap dan tingkah laku yang baik dan benar. Perbuatan mereka jauh dari kehendak Tuhan. Mereka melakukan sesuatu hanya demi memenuhi keinginan diri sendiri.

Karena itu, kita diajak untuk senantiasa menyerahkan hidup ke dalam kuasa Tuhan. Bersandar pada Tuhan merupakan pilihan utama kita baik dalam untung maupun malang. Kita tetap setia kepada Tuhan yang mahapengasih dan penyayang. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Majalah FIAT

966

20 April 2013

Berefleksi untuk Menemukan Kasih yang Tulus

 
Apa yang akan Anda lakukan, kalau Anda sedang berhadapan dengan situasi yang sulit? Misalnya, orang yang begitu dekat dengan Anda meninggalkan Anda? Apakah Anda membiarkannya pergi begitu saja? Atau Anda berusaha untuk menyalahkan dirinya?

Ada seorang bapak yang mengalami hati yang gundah. Pasalnya, sang istri sedang jatuh cinta dengan pria lain. Tidak hanya itu. Istrinya beberapa hari meninggalkan rumah. Ia tidak tahu di mana istrinya berada. Ia sudah mencari ke beberapa tempat, tetapi ia tidak menemukannya. Bapak itu merasa bersalah. Mengapa ia mesti kehilangan istrinya? Ia masih mencintai istrinya itu.

Suatu hari, ia berpapasan dengan istrinya di suatu tempat yang ramai. Ia sempat memandang wajah istrinya. Namun istrinya kemudian menghindari dirinya. Ia menghilang dalam keramaian. Bapak itu sangat kecewa. Ia ingin menjumpai istrinya, namun ia tidak bisa. Kerinduan yang begitu dalam seolah tidak punya makna apa-apa.

Begitu sampai di rumah, bapak itu memukuli dirinya sendiri dengan sebuah tongkat. Darah mengucur dari dahinya. Itulah tanda penyesalannya, mengapa ia tidak bisa bertemu dengan istrinya. Lantas ia mencoba menelephone istrinya. Namun sang istri tidak pernah menjawab telephonenya. Ia mengirim SMS, namun tidak pernah dibalasnya.

Bapak itu kemudian mengadakan refleksi yang mendalam atas kondisi hidupnya, istrinya dan keluarganya. Dalam refleksinya itu, ia menemukan ada dua hal yang menyebabkan situasi keluarganya karut marut. Pertama, ia terlalu memaksakan kehendaknya. Selama ini ia menjadi seperti seorang raja yang berkuasa penuh atas keluarganya. Tidak ada yang berani membantah kata-katanya, termasuk istri yang sangat dicintainya. Akibatnya, tidak ada suasana hidup yang bebas dalam keluarga itu.

Kedua, ia terlalu egois. Segala hal ia lakukan untuk dirinya sendiri. Ia tidak mau ada orang yang melebihi dirinya. Gajinya ia mau pegang sendiri. Ia menjadi orang yang kikir dengan mengutamakan kebutuhan dirinya sendiri. Akibatnya, sang istri yang tidak bekerja tidak bisa belanja untuk berbagai keperluan keluarga. Kebutuhan anak-anaknya tidak terpenuhi dengan layak. Akibat lanjutnya adalah sang istri nekad meninggalkan dirinya.

Sahabat, sering manusia merasa bahwa kepentingan dirinya yang mesti diutamakan. Kepentingan orang lain nanti dulu. Akibatnya, orang berusaha untuk secara sewenang-wenang menguasai orang lain. Orang tidak memikirkan kepentingan dan kebutuhan orang lain. Jeleknya lagi, hal seperti ini pun sering terjadi dalam hidup bersama.

Pertanyaannya, mengapa hal seperti ini mesti terjadi bahkan menimpa hidup berkeluarga? Tentu saja ada banyak jawaban atas pertanyaan ini. Namun satu hal yang pasti, yaitu orang kehabisan kasih setia kepada sesamanya. Akibatnya, orang hanya mengutamakan dirinya sendiri. Orang tidak melihat kebutuhan hidup sesamanya.

Kisah di atas menunjukkan kepada kita bahwa hidup dalam suasana kasih merupakan hal yang utama. Ketika orang kehilangan kasih, orang juga kehilangan sesama yang ada di sekitarnya. Orang hidup bagai layang-layang putus. Orang tidak bisa lagi mengungkapkan kerinduannya untuk berjumpa dengan orang-orang yang sangat dicintai.

Karena itu, orang beriman mesti selalu mengutamakan kasih di atas segala-galanya. Orang beriman mesti melandaskan hidupnya pada kasih setia yang tulus. Hanya melalui kasih setia yang tulus itu, orang beriman mampu meneruskan perjalanan hidup di dunia ini dengan hati yang damai dan penuh sukacita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO


965

Menjadi Agen Sukacita


 
Setiap orang mempunyai tugas untuk menjadi agen sukacita. Soalnya, apakah Anda menyadari hal ini? Atau Anda tidak mau tahu?

Suatu hari seorang anak berusia lima tahun membangunkan ayahnya. Ia berbisik di telinga ayahnya, “Ayah, hari ini saya mendapat hadiah dari mama. Pasti ayah senang melihatnya.”

Sang ayah tersenyum mendengar bisikan anaknya. Ia pun memeluk anaknya erat-erat sambil mendaratkan sejumlah ciuman kasih. Lantas anak itu menunjukkan hadiah yang diberikan mamanya itu. Ayahnya kembali tersenyum. Hari itu ia sangat bersukacita. Ia melupakan semua persoalan yang dihadapi selama beberapa hari ini.

Ia berkata, “Nak, hati ayah sangat damai hari ini. Kamu begitu baik terhadap ayah. Terima kasih atas kabar gembira ini. Semoga kamu menjadi anak yang bahagia.” Sang anak menemukan damai di hatinya hari itu.

Sahabat, kerinduan setiap keluarga adalah mengalami keharmonisan, kebahagiaan dan sukacita. Namun banyak keluarga yang tidak mengalami hal ini. Banyak rumah tangga yang mewarnai perjalanan hidup mereka dengan pertengkaran. Tidak ada rasa damai. Tidak ada sukacita. Padahal damai dan sukacita merupakan kunci yang menjadi kekuatan bagi setiap keluarga.

Kisah di atas memberi kita inspirasi untuk senantiasa memelihara sukacita dalam hidup sehari-hari. Damai mesti senantiasa ditumbuhkan dalam hidup bersama. Anak itu mengalirkan sukacita yang diperolehnya kepada sang ayah yang sedang ditimpa kesulitan. Ia berhasil. Ayahnya boleh mengalami sukacita. Ayahnya boleh mengalami damai dalam hidupnya.

Sadar atau tidak, sukacita merupakan hal penting yang mesti dimiliki dalam hidup berkeluarga. Orang yang mengalami sukacita akan menemukan bahwa hidup memiliki makna yang dalam. Orang tidak hanya menjalani hidup ini secara rutin saja. Tetapi orang sungguh-sungguh menemukan damai dalam hidupnya.

Untuk itu, setiap orangtua mesti memulai hari-hari hidupnya dengan sukacita. Orangtua mesti mewarnai hidup ini dengan menciptakan suasana damai dalam hidupnya. Hanya dengan cara ini, orangtua dapat mengalirkan sukacita dan damai itu bagi anak-anaknya. Anak-anak dapat mencontoh apa yang dilakukan oleh orangtua mereka. Dengan demikian, anak-anak itu bertumbuh dalam suasana yang penuh sukacita dan damai.

Namun banyak orangtua kurang menyadari hal ini. Yang mereka pentingkan adalah bagaimana bekerja sehabis-habisnya untuk mendapatkan rezeki. Mereka membuang begitu banyak waktu untuk pekerjaan mereka. Mereka kurang menyadari bahwa tugas utama mereka adalah membawa sukacita dan damai bagi hidup bersama.

Karena itu, baiklah kalau para orangtua menyadari dirinya sebagai agen sukacita. Sebagai agen sukacita, mereka mesti menularkan sukacita itu pertama-tama bagi anak-anak mereka. Mereka berusaha untuk membawa sukacita dan damai bagi orang-orang yang terdekat dengan mereka. Dengan demikian, hidup berkeluarga menjadi suatu rahmat yang membahagiakan. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO


964

Andalkan Rahmat Tuhan untuk Lepas dari Kegelapan

 


Apa yang akan Anda lakukan kalau Anda berada dalam situasi kegelapan dan dosa? Anda akan berjuang sendiri untuk melepaskan diri Anda dari situasi itu? Atau Anda akan mengandalkan rahmat Tuhan?

Suatu ketika saya menyusuri suatu lorong yang gelap. Namun saya berjalan dengan lancar saja di lorong itu. Pasalnya, sudah beberapa kali saya melintasi lorong itu di siang hari. Jadi saya sudah agak hafal hal-hal yang ada di sepanjang lorong itu. Namun saat malam itu saya melewati lorong itu, dahi saya terbentur sesuatu. Butir-butir darah segar mengucur membasahi wajah saya. Saya agak panik. Namun saya mampu menguasai diri.

Setelah berhenti sesaat, saya meneruskan perjalanan saya. Di ujung orong itu ada seberkas cahaya. Saya merasa aman. Saya merasa ada sesuatu yang memberi harapan. Meski darah masih mengalir perlahan-lahan, saya terus mengarahkan pandangan saya ke ujung lorong itu. Seberkas cahaya itu mampu meyakinkan saya bahwa saya mampu menembus lorong yang gelap itu. Saya merasa yakin, ada sesuatu yang memberi kekuatan untuk terus maju.

Benar. Kaki-kaki saya terus melangkah hingga di ujung lorong itu. Anehnya, cahaya yang saya lihat itu ternyata tidak ada di ujung lorong itu. Cahaya itu masih jauh dari ujung lorong itu. Cahayanya berpendar-pendar hingga di ujung lorong itu. Saya merasa, cahaya itu hanyalah fatamorgana. Namun cahaya itu telah menguatkan saya untuk terus berjalan, meski darah masih mengalir dari dahi saya. Ada optimisme. Ada kekuatan untuk meraih tujuan.

Sahabat, setiap kita tentu pernah mengalami kegelapan dalam hidup. Kita merasa takut di saat kegelapan melingkupi diri kita. Kita merasa cemas. Kita merasa ada sesuatu yang mesti kita hindari, namun ternyata kita tidak mampu. Ada yang mengancam diri kita. Yang kemudian sering kita buat adalah kita lari menghindari kegelapan itu. Kita berusaha untuk menemukan terang.

Kisah di atas mau mengatakan kepada kita bahwa kita mesti tetap tenang saat kegelapan menghadang kita dalam perjalanan hidup. Kita tidak perlu merasa takut atau panik. Yang mesti kita lakukan adalah tetap memusatkan perhatian pada apa yang semestinya kita lakukan. Dengan demikian, kita mampu melawan kegelapan itu. Kita mampu menemukan cahaya.

Dalam hidup rohani, kegelapan itu juga sering kita alami. Hal ini kita alami saat dosa menguasai hidup kita. Saat kita jatuh ke dalam dosa. Banyak orang tidak mampu menghadapi godaan-godaan dalam hidupnya. Akibatnya, mereka tidak mampu bertahan dalam kebaikan. Mereka jatuh ke dalam dosa. Mereka kemudian dikuasai oleh kegelapan hidup. Mereka merasa cemas, kalau-kalau sukacita batiniah hilang dari diri mereka.

Mereka berusaha untuk keluar dari kegelapan dosa itu. Namun mereka tidak mampu berjuang sendirian. Setiap kali mereka mau keluar dari kegelapan itu, mereka jatuh kembali ke dalam dosa.

Lantas apa yang mesti dilakukan? Tentu saja sebagai orang beriman, kita butuh rahmat Tuhan untuk dapat melepaskan diri dari dosa dan kegelapan itu. Untuk itu, orang mesti membuka hatinya bagi rahmat Tuhan. Orang mesti membiarkan diri dikuasai oleh Tuhan. Dengan demikian, dosa dan kegelapan itu lenyap dari dirinya. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Majalah FIAT


963

Menumbuhkan Optimisme dalam Hidup


 
Apa yang akan Anda lakukan kalau Anda divonis oleh dokter menderita penyakit yang mengancam nyawa Anda? Anda putus asa? Atau Anda justru punya semangat untuk tetap hidup?

Ada seorang ibu yang divonis dokter menderita batu ginjal. Ia divonis dokter untuk menjalani cuci darah, kalau dia ingin terus hidup. Ia tidak bisa menerima begitu saja vonis dokter itu Ia tidak meratapi hidupnya. Ia mencari tahu tentang kondisi kesehatannya kepada dokter yang lebih ahli. Dalam benaknya, ia yakin, ia tidak menderita sakit yang begitu parah.

Hasilnya adalah dokter yang lebih ahli itu memberikan harapan bagi ibu itu. Ia mengatakan bahwa ibu itu tidak perlu terlalu panik atas kondisi kesehatannya. Yang penting baginya adalah ia tetap berusaha untuk menyembuhkan penyakit batu ginjal itu. Yang penting adalah ia mau menjalani proses pengobatan.

Ibu itu semakin memiliki semangat untuk sembuh. Ia melakukan apa saja yang diinginkan dokter itu untuk kesembuhan batu ginjalnya. Ia yakin, ia akan memperoleh kesembuhan. Setelah menjalani pengobatan, satu tahun kemudian ibu itu sembuh total dari sakitnya. Ia yakin, Tuhan bekerja di balik usaha-usahanya itu. Tuhan tidak meninggalkan dirinya berjuang sendirian.

Karena itu, ibu itu mensyukuri kebaikan Tuhan. Ia mempersembahkan hidupnya kepada Tuhan. Caranya adalah dengan melayani orang-orang sakit. Setiap sore hingga malam ia mengunjungi orang-orang sakit di kampungnya. Pertama-tama yang ia lakukan adalah ia memberikan semangat kepada mereka untuk tidak mudah menyerah pada situasi sakit mereka. Ia membangkitkan semangat mereka untuk menghadapi penyakit yang mereka derita.

Sahabat, semangat untuk hidup mesti menjadi bagian dari setiap orang. Mengapa? Karena Tuhan telah memberi hidup ini kepada manusia. Tuhan telah membekali setiap ciptaanNya dengan kemampuan-kemampuan. Tuhan ingin agar kemampuan itu digunakan semaksimal mungkin bagi kebahagiaan hidup.

Namun manusia sering menyerah pada keadaan dirinya saat ia lemah. Manusia kurang berani untuk mencari alternatif-alternatif untuk keluar dari situasi dirinya yang sedang terpuruk. Padahal dengan kemampuan yang telah ada, sebenarnya manusia mampu menghadapi setiap persoalan hidupnya.

Kisah di atas menunjukkan kepada kita bahwa masih ada banyak jalan dan cara untuk menemukan hidup yang lebih baik. Orang tidak perlu terpuruk dalam situasi sulitnya. Orang mesti bangkit dari kesulitan hidupnya. Orang mesti berani menatap hidup dengan lebih optimis. Tentu saja ada banyak tantangan yang mesti dihadapi. Namun orang beriman mesti menghadapi duka dan derita hidupnya bersama Tuhan.

Orang beriman mesti yakin bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan dirinya sendirian dalam perjuangan hidupnya. Tuhan pasti mengulurkan pertolongan, kalau manusia mau meminta pertolongan dari Tuhan. Dengan demikian, hidup ini menjadi suatu kesempatan yang baik untuk mewujudkan kasih kepada Tuhan dan sesama. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO

962

17 April 2013

Membiarkan Kehendak Tuhan Terjadi

Apa yang akan Anda lakukan, ketika Anda punya masalah dalam hidup? Apakah Anda membiarkan masalah itu menggerogoti hidup Anda atau Anda menyerahkannya kepada Tuhan?

Suatu hari ada seorang yang sakit kustadatang kepada Yesus. Ia merasa diri tidak layak di hadapan Tuhan. Karena itu,tanpa memandang wajah Yesus, ia tersungkur di kaki Yesus. Ia berseru, “Tuan,jika Tuan mau, Tuan dapat menyembuhkan aku.” Ia tetap tersungkur di kaki Yesus. Ia sangat mengharapkan penyembuhan bagi dirinya.

Melihat iman yang begitu besar, Yesusmengulurkan tangan-Nya. Ia menjamah orang kusta itu. Lantas Ia berkata, “Aku mau, jadilah engkau sembuh.” Seketika itu juga orang kusta itu sembuh. Tidakada lagi sakit kusta di tubuhnya. Ia sangat bergembira atas situasi itu. Ia memuji Tuhan atas kebaikan Yesus itu.

Penyembuhan itu memberi sukacita bagidirinya. Kini ia boleh bergaul dengan semua orang tanpa merasa rendah diri. Iatidak perlu takut oleh omongan orang tentang penyakit yang dideritanya. Iaboleh hidup normal seperti orang-orang lain dalam masyarakat. Ia bolehberinteraksi dengan sesamanya secara terbuka dan bebas. Ia boleh diterimadengan baik oleh masyarakat di mana dia hidup. Ia tidak perlu diungsikan lagiuntuk merawat dirinya sampai sembuh. Ia sudah bersih dari sakit kusta itu.

Sahabat, sering kita memaksakan kehendak kita kepada Tuhan. Kita lebih mengutamakan keinginan diri kita. Kalau Tuhan belum mengabulkan doa-doa permohonan kita, kita merasa Tuhan tidak peduli terhadap kita dan hidup kita. Kita merasa Tuhan sudah lupa terhadap kehidupankita. Tuhan tidak mencintai kita lagi.

Kisahdi atas menunjukkan kepada kita bahwa pandangan kita itu keliru. Orang tidak boleh memaksakan kehendaknya kepada Tuhan. Dalam berdoa, orang mesti membiarkan kehendak Tuhan terlaksana atas dirinya. Bukan kehendak pribadinya yang mestiterlaksana. Orang kusta dalam kisah di atas tidak memaksakan kehendaknya kepada Tuhan. Ia tidak mewajibkan Tuhan untuk menyembuhkan penyakit kustanya.

Iamenyerahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan. Ia mempercayakan dirinya kepada Tuhan. Ia membiarkan kehendak Tuhan terjadi atas dirinya. Mengapa? Karena kehendak Tuhan itu menjadi kehendak yang terbaik bagi dirinya. Hasilnya luar biasa. Seluruh penyakitnya disembuhkan. Ia menjadi bersih. Ia disucikan oleh Tuhan sendiri.

Orangberiman itu orang yang senantiasa memberikan hidupnya kepada Tuhan. Orang yangselalu mempercayakan dirinya kepada Tuhan. Tentu saja tidak gampang orangmenyerahkan dirinya kepada Tuhan. Sebagai manusia yang masih mengembara didunia ini, orang ingin kehendaknya terjadi dalam hidupnya. Ada kebebasanpribadi yang juga ingin diungkapkan kepada Tuhan.

Karenaitu, sambil kita menjalani hidup di dunia ini, kita menyerahkan hidup kitakepada Tuhan. Dengan demikian, hanya Tuhan yang mampu memberi yang terbaik bagihidup kita. Tuhan memberkati. **

Fransde Sales SCJ
MajalahFIAT


961

14 April 2013

Berdoa dengan Penuh Pengharapan

 

Apa yang akan Anda lakukan kalau Anda merasa doa-doa Anda tidak dikabulkan oleh Tuhan? Anda kesal dan kecewa terhadap Tuhan? Atau Anda terus-menerus menaruh pengharapan kepada Tuhan yang mahapengasih dan penyayang?

Suatu hari seorang bapak agak kesal terhadap Tuhan. Pasalnya, ia sudah berdoa berkali-kali, tetapi tampaknya Tuhan belum mengabulkan doa-doanya. Padahal kebutuhannya sudah sangat mendesak. Ia masih butuh uang untuk biaya pernikahan anaknya. Cukup banyak. Tetapi beberapa hari menjelang pernikahan biaya itu baru ia keluarkan, Tuhan mengabulkan doanya. Ia merasa lega, tetapi ia juga agak kesal. Mengapa Tuhan tidak segera mengabulkan permohonannya?

Ia berkata, “Itulah yang kadang-kadang membuat saya kesal terhadap Tuhan. Kita sudah sangat berharap, agar Tuhan mengabulkan doa-doa kita, tetapi baru di saat-saat terakhir doa-doa itu dikabulkan. Tuhan ini bagaimana? Apakah kita harus selalu bersabar?”

Ia mengibaratkan penantian atas pengabulan doa-doanya itu dengan saat ia sedang haus. Ia sangat merindukan seteguk air. Begitu ia meminum air itu, ia merasa lega. Hilanglah semua kerinduannya untuk meneguk air.

Ia berkata, “Begitu pula doa-doa permohonan kita. Rupanya Tuhan mengabulkan doa-doa kita tepat pada waktunya. Kita harus bersabar menanti pengabulan doa-doa kita itu.”

Bapak itu mengaku, ia sangat penasaran atas tindakan Tuhan itu. Namun ia juga merasa puas atas pengabulan doa-doanya. Ia berharap, ia terus-menerus memupuk rasa cintanya kepada Tuhan. Menurutnya, berdoa kepada Tuhan itu menunjukkan rasa sayang manusia kepada Tuhan yang telah menciptakan dirinya.

Sahabat, kita manusia sering kurang sabar dalam hidup ini. Kita mau agar apa yang kita inginkan segera terlaksana. Demikian pula dalam hal berdoa. Kita merasa bahwa kita sudah berdoa dengan sangat khusyuk dan penuh iman kepada Tuhan. Karenanya, Tuhan mesti segera mengabulkan permohonan kita. Kalau Tuhan tidak segera mengabulkan doa-doa kita, kita menjadi kesal. Kita sewot.

Kisah tadi memberi inspirasi kepada kita untuk tetap menaruh harapan pada Tuhan. Orang yang berharap itu orang yang sungguh-sungguh menyerahkan hidupnya kepada Tuhan. Orang yang membuka hatinya untuk hadirnya Tuhan dalam dirinya. Orang seperti ini biasanya tetap berdoa meski tidak tahu kapan Tuhan mengabulkan doa-doanya.

Selain itu, orang juga mesti tetap tekun berdoa kepada Tuhan. Orang yang tekun itu mengungkapkan kesetiaan dan imannya kepada Tuhan. Hanya dalam ketekunan itu orang mampu menumbuhkan imannya kepada Tuhan. Soalnya, kita sering kurang tekun. Kita gampang menyerah pada situasi hidup kita, karena kita sering memaksakan kehendak diri kita kepada Tuhan. Karena itu, kita mesti terus-menerus belajar untuk tekun dalam berdoa. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ



960

11 April 2013

Nasionalisme sebagai Penghayatan Iman


Apa yang akan Anda lakukan kalau Anda sedang berada di suatu negara yang memberikan jaminan hidup yang lebih bagi Anda? Apakah Anda akan mengganti warga negara Anda?

Nelson Tansu adalah profesor termuda di Lehigh University, Betlehem, Pennsylvania, Amerika Serikat. Ia menjadi profesor saat berusia 26 tahun. Dia bukan seorang warna negara Amerika Serikat. Tetapi dia adalah seorang berwarga negara Indonesia. Dia termasuk ilmuwan yang mulai naik daun dengan tiga hak paten di tangannya.

Sebagai dosen muda, para mahasiswa dan bimbingannya justru rata-rata sudah berumur. Sebab, dia mengajar tingkat master (S-2), doktor (S-3), bahkan post doktoral. Prestasi dan reputasi Nelson cukup berkibar di kalangan akademisi Amerika Serikat. Puluhan hasil risetnya dipublikasikan di jurnal-jurnal internasional.

Dia sering diundang menjadi pembicara utama dan penceramah di berbagai seminar. Paling sering terutama menjadi pembicara dalam pertemuan-pertemuan intelektual, konferensi, dan seminar di Washington DC. Selain itu, dia sering datang ke berbagai kota lain di AS. Bahkan, dia sering pergi ke mancanegara seperti Kanada, sejumlah negara di Eropa, dan Asia.

Yang mengagumkan adalah sudah ada tiga penemuan ilmiahnya yang dipatenkan
di AS, dua di antaranya bidang semiconductor nanostructure optoelectronics devices dan high power semiconductor lasers. Di tengah kesibukannya melakukan riset-riset lainnya, dua buku Nelson sedang dalam proses penerbitan. Bukan main!! Kedua buku tersebut merupakan buku pegangan wajib mahasiswa S-1 di Negeri Paman Sam.

Meski namanya mengangkasa, ia tetap mencintai tanah kelahirannya, Medan. Nelson lahir di Medan, 20 Oktober 1977 lalu. Sampai sekarang ia masih memegang paspor hijau berlambang garuda. Kendati belum satu dekade di AS, prestasinya sudah segudang. Ke mana pun dirinya pergi, setiap ditanya orang, Nelson selalu mengenalkan diri sebagai orang Indonesia.

Ia berkata, "Saya sangat cinta tanah kelahiran saya. Saya selalu ingin melakukan yang terbaik untuk Indonesia.. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar dan merupakan bangsa yang mampu bersaing dengan bangsa-bangsa besar lainnya. Tentu saja jika bangsa kita terus bekerja keras.”

Sahabat, nasionalisme memang penting bagi setiap orang. Bagaimana pun setiap orang dilahirkan di suatu tempat tertentu di negara tertentu. Nasionalisme itu mesti ditumbuhkan meski orang berada jauh dari negeri di mana ia dilahirkan. Ada banyak cara untuk mengekspresikan nasionalisme kita itu.

Nelson Tansu telah menunjukkan kecintaannya terhadap bangsa dan negara di mana ia dilahirkan. Ia tetap bertahan menjadi warga negara Indonesia, meski banyak kemudahan baginya untuk mengubah warga negaranya. Ia tetap mencintai tanah kelahirannya.

Namun sering banyak orang malu mengungkapkan identitas dirinya. Orang merasa malu mengakui diri punya warga negara tertentu. Mereka lebih memilih menjadi warga negara yang lebih kaya atau terkenal.

Sebagai orang beriman, nasionalisme itu menjadi bagian dari penghayatan iman kita kepada Tuhan. Orang yang beriman itu orang yang mampu mengaktualisasikan imannya dalam hidup sehari-hari. Karena itu, iman menjadi iman yang hidup. Bukan hanya sebagai rumusan kata-kata yang kurang bermakna. Iman yang hidup itu diungkapkan dengan menjadi seratus persen warga bangsa ini.

Mari kita tumbuhkan semangat nasionalisme sebagai penghayatan iman kita kepada Tuhan. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Majalah FIAT

959