Pages

30 November 2013

Bangun Relasi yang Baik dan Intens dengan Sesama


Apa yang akan Anda lakukan ketika sesama Anda dalam hidup bersama mempunyai masalah dalam hidupnya? Anda biarkan saja? Atau Anda terlibat dalam usaha-usaha untuk memecahkan persoalannya?

Ada seorang anak yang merasa kurang bersahabat dengan ayahnya. Ia merasa hidupnya hampa, meski sang ayah ada di sampingnya. Hal itu terjadi karena sewaktu kecil ia jarang berjumpa dengan ayahnya. Ayahnya seorang pengusaha yang sangat sibuk. Setiap kali ia punya masalah, ia selalu curahkan kepada sang ibu. Sedangkan sang ayah selalu merasa ia tidak punya persoalan hidup.

Akibatnya, ia kurang punya relasi yang mendalam dengan ayahnya. “Saya merasa kurang punya cinta terhadap ayah saya. Relasi kami tidak begitu intens. Ketika saya pulang ke rumah, saya jarang bertemu dengan ayah,” kata anak itu.

Kini anak itu punya hidup sendiri. Saat ayahnya berusaha untuk mendekatinya, ia selalu mengelak. Atau ia bisa dekat dengannya, tetapi ia tetap merasa hampa. Relasi antara mereka tidak punya makna yang dalam. Kondisi seperti ini membuat hatinya sedih. Ia ingin sekali dekat dengan ayahnya, tetapi ia mengalami kesulitan untuk mendekati ayahnya. Ada suasana canggung antara mereka.

Situasi seperti ini kemudian membuat dirinya resah. Ia tidak ingin kehilangan ayahnya. Ia tidak ingin hanya dekat dengan ibunya. Ia juga tidak ingin ayahnya merasa terasing dalam keluarganya. Ia ingin ayahnya mau memasang telinga untuk mendengarkan masalah-masalah yang dihadapinya. Ia ingin berbagi pengalaman hidup dengannya.

“Dalam hidup keluarga, semua mesti saling peduli. Ketika ada yang punya masalah, yang lain juga mesti merasakan. Saya ingin ayah saya juga merasakan masalah yang saya alami. Saya ingin ayah bisa membantu saya untuk menyelesaikan masalah-masalah saya,” katanya.

Sahabat, setiap orang ingin membangun relasi yang baik dan intens dengan orang-orang yang terdekat. Relasi yang baik dan intens akan membawa orang pada hidup yang bahagia dan tenteram. Dalam kehidupan bersama itu orang akan saling peduli. Ketika ada yang punya masalah, yang lain ikut terlibat dalam upaya menyelesaikannya.

Kisah di atas mau mengatakan kepada kita bahwa kegundahan dalam hidup bersama terjadi, ketika ada relasi yang kurang baik dan intens. Anak itu merasa sedih, karena relasi dengan ayahnya kurang akrab. Ia ingin mengungkapkan masalah-masalah yang dihadapinya, tetapi ia tidak mampu. Relasi yang kurang dekat dan intens itu menyebabkan ia merasa enggan untuk mengungkapkan masalah-masalahnya kepada ayahnya.

Karena itu, yang dibutuhkan dalam hidup bersama adalah membangun relasi yang baik dan intens. Tentu saja dibutuhkan suatu rasa percaya di antara pada anggota yang hidup bersama itu. Kepercayaan akan memberi suasana bebas untuk saling mengungkapkan persoalan-persoalan yang dihadapi. Mengapa? Karena ketika satu anggota punya masalah, setiap orang yang ada dalam hidup bersama itu punya kesempatan untuk membantu memecahkan persoalan itu.

Orang beriman dipanggil untuk terlibat dalam persoalan-persoalan hidup sesamanya. Tujuannya untuk membantu sesamanya mengatasi persoalan-persoalan itu. Kehadiran seseorang dalam hidup bersama itu menjadi rahmat bagi orang lain. Rahmat itu semakin membuahkan hal-hal baik, ketika digunakan sebaik-baiknya untuk kebahagiaan bersama. Mari kita membangun relasi yang baik dan intens dengan sesama. Dengan demikian, hidup bersama menjadi lebih baik dan menyenangkan bagi semua orang. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

TTabloid KOMUNIO


992

29 November 2013

Menemukan Keselarasan Hidup




Ketika terjadi kekacauan dalam hidup Anda dan masyarakat di mana Anda hidup, apa yang akan Anda lakukan? Anda biarkan begitu saja? Atau Anda berusaha membangun suatu keselarasan dalam hidup bersama?

Pada awal kariernya, Dannecker, seorang pemahat dari Prancis, terkenal karena karyanya yang menampilkan Ariadne dan dewi-dewi Yunani lainnya. Suatu kali ia tedorong untuk mencurahkan seluruh tenaga dan waktunya untuk menghasilkan sebuah adikarya. Ia bertekad untuk mengukir sosok Yesus.

Dua kali usahanya gagal sebelum akhirnya ia mengukir sebuah patung Yesus yang sangat indah. Karyanya begitu indah dan agung, sehingga setiap orang yang memandangnya begitu mengagumi dan mencintainya.

Suatu ketika, ia menerima undangan dari Napoleon Bonaparte, seorang penguasa yang sangat terkenal waktu itu. Kata Napoleon, “Datanglah ke Paris. Tolong ukirkan bagi saya patung Venus untuk ditempatkan di Louvrre.”

Tetapi Dannecker menolak. Bukan karena gengsi. Tetapi ia menyadari bahwa ia tidak bisa melakukan sekaligus dua hal yang berlawanan. Ia berkata, “Tuan, tangan yang pernah memahat Yesus ini tidak akan dapat lagi memahat dewi kafir.”

Bonaparte sangat kagum mendengar kata-kata Dannecker. Suatu sikap yang sangat mengagumkan dari seorang seniman yang sering mengejar setoran. Lebih baik ia tidak mendapatkan penghargaan daripada harus kehilangan hal yang sangat berharga yang telah ia temukan.

Sahabat, kita hidup dalam dunia yang berwajah ragam. Di satu sisi, kita dituntut untuk berbakti kepada Tuhan dalam hidup sehari-hari. Tetapi di sisi lain, kita berhadapan dengan hal-hal yang mencoba untuk mengaburkan iman kita.

Misalnya, banyak orang beribadat begitu khusyuk kepada Tuhan, tetapi dalam hidup sehari-hari mereka tidak menunjukkan iman yang mendalam kepada Tuhan. Tingkah laku mereka tidak sesuai dengan ajaran kebaikan dan kasih dari agama yang mereka anut. Terjadi suatu pemisahan yang mendalam antara ibadat yang meriah dengan hidup yang nyata.

Tentu saja situasi seperti ini tidak dikehendaki oleh Tuhan dan setiap agama. Hidup ini semestinya menjadi perpanjangan dari ibadat atau doa yang disampaikan kepada Tuhan. Kalau orang berdoa agar orang lain bersikap adil terhadapnya, ia mesti juga belajar untuk bersikap adil. Bukannya dalam hidup sehari-hari menindas sesama.

Karena itu, orang beriman itu mesti selalu waspada dan berefleksi diri terus-menerus. Apakah apa yang dilakukannya itu sesuatu yang sesuai dengan iman yang dianutnya atau tidak? Mana yang mesti didahulukan dalam hidup: hukum yang keras yang tidak mengindahkan cinta kasih atau cinta kasih yang membawa kebahagiaan bagi banyak orang?

Sebagai orang beriman, kita ingin agar apa yang kita lakukan itu sesuai dengan apa yang kita ucapkan dalam doa-doa maupun dalam ibadat kita. Orang beriman yang baik itu orang yang selalu hidup secara selaras antara yang dilakukan dan yang didoakan dengan khusyuk dalam ibadat.

Mari kita berusaha untuk selalu hidup dalam keselarasan antara dua hal ini. Dengan demikian, kita dapat menjadi orang-orang yang berkenan kepada Tuhan dan sesama. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO


999

28 November 2013

Selalu Membangun Relasi dengan Tuhan


Apa yang Anda lakukan ketika hati Anda terasa penat dan kurang bersukacita? Anda melarikan diri dari Tuhan dan mencari jalan sendiri?

Suatu ketika, ada seorang ibu berkisah tentang keluarganya. Dia mulai mengingat kembali pengalaman-pengalaman indah, ketika banyak orang bertamu di rumahnya. Banyak tamu yang datang membawa persoalan dan minta diselesaikan. Bahkan tidak jarang ada tamu yang minta bantuan dana.

Waktu itu suaminya adalah seorang pemimpin dan sangat berpengaruh. Banyak orang menaruh hormat dan segan terhadap keluarga ibu tersebut. Di sisi lain, orang-orang pun selalu siap membantu keluarga tersebut apabila dibutuhkan. Itu dulu!

Sekarang keadaan telah berubah. Suaminya telah tiada. Dia meninggal mendadak karena serangan jantung. Rumahnya kini sepi. Orang-orang yang dahulu sering datang ke rumahnya, semuanya sudah menghilang. Semua jasa dan budi baik dari keluarga ibu itu dilupakan begitu saja. Apabila ibu itu minta bantuan orang, semuanya seolah-olah sibuk. Mereka tidak bersedia. Misalnya, ketika ibu itu meminta bantuan orang untuk membetulkan pagar depan rumah yang sudah rusak, tidak ada satu pun orang yang bersedia.

Ibu itu sangat kecewa atas persahabatan dan persaudaraan yang telah tercipta. Orang-orang hanya mau bersahabat pada waktu mereka dalam kesulitan. Keluarga ini ditinggalkan, ketika mereka tidak punya pengaruh lagi. Orang hanya mau berkawan di dalam suka, namun tidak di dalam kesulitan.

Sahabat, kedekatan dengan sesama merupakan suatu bentuk ungkapan kasih kita. Intensitas kasih itu semakin mendalam terjadi, ketika kedekatan itu pun semakin kuat dirasakan. Situasi seperti ini biasanya menumbuhkan persahabatan yang saling menguntungkan. Artinya, orang tidak hanya mencari kesenangan diri sendiri saat menjalin relasi dengan orang lain. Orang sungguh-sungguh memperhitungkan kedamaian dan kebahagiaan sesamanya.

Kisah di atas menjadi suatu pengalaman yang menyakitkan. Orang hanya mau dekat, ketika mengalami kesulitan dalam hidup. Orang menjadi jauh, ketika keuntungan yang dicari tidak ditemukan lagi. Tentu saja relasi seperti ini sebuah relasi yang semu. Ada aji mumpung yang diperjuangkan. Orang tidak peduli akan sesamanya lagi begitu mendapatkan hal-hal yang dibutuhkan untuk hidupnya sehari-hari.

Kisah di atas membantu kita untuk senantiasa merefleksikan jalinan persahabatan yang selama ini kita bangun. Apakah relasi yang kita bangun itu suatu relasi yang tulus tanpa pamrih? Atau kita hanya mau menimba keuntungan bagi diri sendiri dalam membangun relasi dengan sesama?

Bagi orang beriman, dangkal atau dalamnya relasi dengan sesama menjadi cerminan relasinya dengan Tuhan. Dalam hal membangun relasi dengan Tuhan, orang beriman mesti senantiasa menyadari bahwa ia tidak hanya mendekati Tuhan saat membutuhkan bantuan dari Tuhan. Setiap waktu kita selalu mendapatkan rahmat demi rahmat dari Tuhan. Tidak kita minta pun Tuhan menganugerahkan kepada kita kasih setianya.

Karena itu, tidak ada alasan bagi kita hanya membangun relasi dengan Tuhan pada saat-saat kita membutuhkan bantuan dari Tuhan. Kita mesti selalu datang kepada Tuhan dalam setiap situasi hidup kita. Kita biarkan rahmat Tuhan bekerja atas diri kita. Dengan demikian, kita boleh mengalami hidup yang damai bersama Tuhan. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Majalah FIAT

993

27 November 2013

Siap Sedia dalam Hidup Bersama

 

Apa yang akan Anda lakukan ketika Anda menyaksikan keadaan yang tidak berkembang menjadi lebih baik di sekitar Anda? Anda kesal dan meninggalkan tempat di mana Anda tinggal? Atau Anda mencoba untuk memajukan lingkungan Anda?

Ada seorang pemuda yang kuliah di kota mengambil gelar Ir (insinyur) pertanian. Ia berharap nanti kalau sudah selesai diwisuda akan kembali ke kampung halaman. Ia ingin membangun desanya. Ia tidak mau melihat desanya selalu tertinggal. Karena itu, ia punya tekad membaja untuk menuntut ilmu di kota dan kembali membangun desanya.

Tentu saja, teman-temannya menertawakan harapan pemuda itu. Teman-temannya berkata, “Jika akan sukses, seseorang harus bekerja di kantor, memakai dasi serta berpakaian rapi. Jadi nanti ia akan kembali ke kampung dan menjadi petani seperti orang-orang yang tidak berpendidikan. Kapan kayanya?”

Kata-kata teman-temannya itu tidak menjadi penghalang baginya untuk belajar di kota. Justru kata-kata itu menjadi rangsangan bagi dirinya untuk belajar keras. Ia belajar dengan tekun dan membuat riset-riset yang cemerlang dalam bidang pertanian. Ia melakukan praktek-praktek yang akan ia gunakan untuk mengembangkan desanya melalui bidang pertanian.

Begitu lulus, Pemuda itu kembali ke kampungnya. Dengan bekal ilmu pengetahuannya, dia bekerja sebagai petani. Beberapa tahun kemudian pekerjaan pemuda itu menunjukkan hasil. Banyak orang di kampungnya belajar dari cara kerja insinyur muda itu. Mereka semua berhasil. Mereka kemudian bekerja sama lalu mendirikan koperasi usaha tani yang kepemimpinannya diserahkan kepadanya.

Ia mendapat kehormatan bukan karena melakukan pekerjaan yang dicari-cari orang. Malahan sebaliknya. Pekerjaan yang dimulainya adalah pekerjaan yang dianggap tidak layak. Pekerjaan yang semua temannya anggap amat tidak pantas.

Sahabat, sering banyak orang mencari kehormatan diri tidak dengan kerja keras. Mereka merasa bahwa dengan bermalas-malasan mereka dapat meraih cita-cita yang tinggi. Tentu saja pandangan seperti ini keliru. Orang tidak bisa hanya bermalas-malasan dalam hidup ini. Orang mesti berani bekerja keras demi meraih hidup yang lebih baik.

Kisah di atas memberi kita inspirasi untuk memandang hidup ini tidak sebagai suatu kesempatan untuk bersenang-senang saja. Hidup ini punya tujuan yang mesti diraih. Tujuan hidup manusia adalah mengalami hidup yang bahagia dan damai bersama orang-orang di sekitar kita. Kita hidup bukan hanya untuk diri kita sendiri. Kita juga hidup bagi orang lain. Karena itu, ketika kita melakukan suatu pekerjaan, kita juga mengembangkan hidup orang lain.

Untuk itu, dibutuhkan suatu sikap siap sedia untuk melakukan hal-hal yang baik dan benar bagi kehidupan bersama. Dalam sikap siap sedia itu, orang juga punya kepekaan terhadap kebutuhan-kebutuhan lingkungannya. Pemuda dalam kisah di atas tanggap terhadap kebutuhan kampungnya. Penduduk kampung membutuhkan suatu sistim pertanian yang lebih baik dan modern. Ia punya keahlian yang bisa membantu masyarakat untuk semakin maju dalam dunia pertanian.

Orang beriman mesti siap sedia untuk mengubah hidup yang kurang baik menjadi lebih baik. Orang beriman mesti berani mengorbankan hidupnya bagi kemajuan bersama. Mari kita siapkan seluruh jiwa dan raga kita untuk memajukan hidup bersama. Dengan demikian, kita menemukan hidup yang lebih damai dan tenteram. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO


991

26 November 2013

Berusaha Setia Kendati Lemah

 
Sejauh mana kesetiaan Anda kepada orang-orang yang sangat dekat dengan Anda? Ketika Anda merasa dikhianati, apakah Anda masih setia?

Ada seorang anak yang dijanjikan oleh ayahnya untuk jalan-jalan ke pantai dan berenang pada hari Minggu. Itulah hadiah baginya atas prestasi menjadi juara satu di kelasnya, bahkan di sekolahnya. Sudah sering ia meraih prestasi seperti itu, namun baru kali ini ia mendapat hadiah dari sang ayah. Sungguh, suatu kesempatan yang sangat indah baginya bisa jalan-jalan dan berenang.

Ayahnya berjanji akan menepati acara jalan-jalan dan berenang itu. Mendengar janji itu, betapa senang hati anak tersebut. Hatinya berbunga-bunga. Sudah satu minggu, ia tidak bisa tidur hanya karena akan bersenang-senang bersama ayahnya. Anak itu sudah membayangkan bagaimana main-main dengan air, berenang kemudian bakar ikan di pantai.

Tetapi pada hari Minggu pagi, sang ayah mendapatkan telpon dari bos-nya untuk menemaninya keluar kota. Ini masalah pekerjaan, sehingga ia tidak bisa menolak. Ia harus mengikuti perintah bosnya itu. Bosnya akan mengadakan perjalanan bisnis pada hari itu juga. Kalau ia tidak mengikuti perintah itu, bisa-bisa ia dipecat dari pekerjaannya.

Karena itu, dengan hati kecewa ia meminta maaf kepada sang anak yang sudah siap-siap dengan pakaian olahraganya untuk jalan-jalan ke pantai. Mendengar permintaan maaf itu, sanga anak terpana. Ia sangat kecewa. Hadiah yang terindah itu belum terwujud. Janji itu belum menjadi nyata. Air matanya meleleh. Tetapi kemudian ia mesti menganggukkan kepala demi pekerjaan sang ayah. Ia tidak boleh memaksa ayahnya.

Sahabat, banyak janji yang diucapkan dari bibir-bibir manusia. Banyak pasangan suami istri berjanji untuk saling setia saat mereka menikah. Tetapi kemudian janji-janji itu tinggal janji saat ada tantangan yang menghadang kelanggengan keluarga. Ketika ada yang tidak setia alias selingkuh, kesepakatan untuk hidup bersama pun berakhir. Begitu mudah orang mengkhianati cintanya.

Kisah di atas memberi kita inspirasi untuk tetap setia pada janji-janji yang telah kita ucapkan. Apa pun tantangan yang menghadang, semestinya kita tetap setia pada janji yang telah kita buat. Ketika kita membuat suatu janji sebenarnya kita tidak hanya sekedar mengucapkannya. Janji itu mesti terwujud dalam keseharian hidup kita. Janji itu mesti menjadi nyata dalam perjalanan hidup kita.

Untuk itu, kita mesti bercermin dari kesetiaan Tuhan. Dalam perjalanan hidup ini, Tuhan selalu setia kepada manusia, ciptaanNya. Kesetiaan itu tampak dalam rahmat demi rahmat yang dicurahkan ke dalam diri kita. Tuhan tetap setia, meski kita sering tidak setia kepadaNya. Tuhan tetap mengasihi kita, meski kita sering menolak kasih-Nya dengan melakukan dosa dan kejahatan.

Kasih dan kesetiaan Tuhan itu juga tampak dalam memberikan matahari dan udara untuk manusia. Setiap hari kita boleh menghirup udara yang segar. Setiap hari kita boleh mendapatkan sinar matahari untuk kelanjutan hidup kita.

Karena itu, kita diajak untuk tetap setia kepada Tuhan melalui orang-orang yang ada di sekitar kita. Kita mesti berusaha untuk tetap setia pada komitmen yang telah kita buat, meski kita ini manusia lemah. Dengan demikian, hidup ini menjadi suatu kesempatan untuk mewujudkan kasih kita kepada Tuhan dan sesama. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO

25 November 2013

Membangun Kebenaran dalam Hidup

Apa yang akan Anda lakukan ketika Anda menghadapi berbagai kebohongan dalam hidup? Anda biarkan begitu saja? Atau Anda berusaha untuk berusaha untuk hidup benar?

Di Yunani kuno, ada filsuf bernama Socrates (470 – 399 Seb. M). Para penguasa yang culas dibuatnya menjadi marah dan dendam kepadanya. Socrates dianggap telah melakukan tindakan subversif atau tindakan makar. Socrates – si pembela kaum miskin – ini dijatuhi hukuman mati pada umur yang ke-70. Atau Socrates akan selamat, jika tidak menyuarakan kebenaran yang ada dalam masyarakat.

Para muridnya datang kepada Socrates untuk meminta dia mengalah saja. Mereka berharap, ia berkompromi dengan orang yang mempunyai kuasa dan punya uang.

Namun Socrates berkata, “Tidak, tidak! Saya tidak akan diam dan saya tidak akan berhenti untuk membela kaum tertindas. Pengakuan salahku akan membuat mereka enak kembali. Sekarang, setidaknya mereka sudah terjaga. Mereka akan berhati-hati, jika akan mengambil keputusan. Aku membuat diri mereka panas dan gerah serta gelisah. Dan apabila mereka ingin membunuhku, terserah. Tetapi aku tidak akan berhenti untuk berjuang.”

Socrates tidak menghitung untung rugi. Ia memilih mati demi keyakinannya, demi kepeduliannya terhadap masyarakat kecil. Meski sudah mati, namun suaranya masih punya arti bagi yang kecil, bagi yang tersingkir dan yang miskin.

Sahabat, kebenaran sering mengusik oleh orang-orang yang tidak menyukainya. Orang yang ingin berkuasa secara sewenang-wenang sering takut oleh kebenaran. Mereka takut kalau-kalau kebohongan demi kebohongan yang mereka sembunyikan akan ketahuan. Karena itu, siapa saja yang menyuarakan kebenaran akan dibungkam dengan berbagai cara.

Kisah di atas mau mengatakan kepada kita bahwa memperjuangkan kebenaran tidak semudah yang dibayangkan. Orang mesti berani menghadapi berbagai resiko yang akan menimpa dirinya. Socrates berani menghadapi resiko itu. Ia rela dihukum mati, yang penting kebenaran ditegakkan. Suara kebenaran yang diwartakannya mesti tetap berdengung, meski ia diancam hukuman mati oleh para penguasa pada zamannya.

Di negeri ini kebenaran sering kurang dihargai. Banyak orang merasa lebih berguna membohongi orang yang lebih berkuasa daripada dirinya. Atau sebaliknya, banyak orang yang berkuasa merasa patut membohongi bawahannya. Akibatnya, terjadi banyak kebohongan di negeri ini. Ada kebohongan publik yang dilakukan oleh sejumlah orang, sehingga kesejahteraan di negeri ini belum tercapai.

Cita-cita untuk memiliki suatu bangsa yang berkeadilan sosial bagi segenap penghuni negeri ini belum bisa diraih. Masih ada jalan panjang yang mesti dilewati. Masih ada jurang dan ngarai yang mesti dituruni. Pertanyaannya, sampai kapan segenap rakyat di negeri ini dapat merasakan keadilan yang merasa?

Untuk itu, yang mesti dilakukan adalah suatu pertobatan massal. Artinya, orang mesti kembali memperjuangkan kebenaran untuk membangun suatu bangsa yang adil dan sejahtera bagi semua orang.

Karena itu, orang mesti bercermin pada Tuhan yang adalah kebanaran sejati. Orang beriman mesti menerima kehadiran Tuhan dalam hidupnya. Ketika orang dikuasai oleh kebohongan, orang menjauhkan diri dari Tuhan. Tuhan bukan andalan hidupnya. Mari kita andalkan Tuhan untuk membangun kebenaran dalam hidup. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Majalah FIAT

989

24 November 2013

Percayakan Hidup pada Tuhan

 

Apa yang akan Anda lakukan, ketika penyakit menyerang tubuh Anda? Anda menyerah begitu saja? Atau Anda mau berjuang untuk mengatasi penyakit Anda dengan mempercayakan hidup Anda kepada Tuhan?

Michelle Price adalah gadis kecil periang yang senang memanjat pohon, menunggang kuda, bermain ski, bercerita tentang banyak kisah dan menyanyi. Orangtua yang sangat mengasihinya membuat hidup Michelle seolah tak memiliki sedikit beban pun sampai ia berumur 8 tahun. Ketika itu, kaki kanannya mulai terasa sakit dan bengkak.

Setelah beberapa dokter melakukan pemeriksaan, mereka mengatakan kepada orangtuanya bahwa Michelle menderita salah satu jenis penyakit kanker tulang yang mematikan. Dokter itu mengatakan, kesempatan untuk hidup kurang dari 4%. Sebagian besar kakinya harus diamputasi.

Orangtua Michelle sangat ketakutan tentang bagaimana mereka harus menceritakan hal tersebut kepadanya. Ketika mereka akhirnya menceritakan kepada Michelle, maka reaksi pertama dari Michelle: "Oh Papa, saya tidak akan dapat berdansa lagi, jika saya tidak mempunyai kaki! Saya tidak mau menjadi seorang yang cacat!"

Dia menangis terisak-isak untuk beberapa menit. Tetapi ketika ia melihat wajah ibunya dipenuhi air mata, ia berhenti menangis. Ia mengambil napas panjang dan berkata, "Saya akan baik-baik saja, Mami. Jangan menangis. Saya memang takut ketika Papa menceritakan kepada saya, tetapi Tuhan membuat hati saya tenang. Saya akan baik-baik saja. Percayalah, Mami."

Michelle bertanya kepada ayahnya, mengapa Tuhan mengizinkan hal ini terjadi. Ayahnya tidak bisa menjawab. Michelle berpikir untuk beberapa saat. Lantas dengan tersenyum ceria, ia berkata, "Mungkin saya tahu jawabnya. Jika para dokter itu belum memiliki obat untuk mengobati penyakit saya, mungkin mereka dapat mempelajari kaki saya dan menemukannya. Dengan demikian, mereka dapat membantu anak-anak lain yang sakit seperti saya."

Sahabat, banyak orang takut menghadapi penyakit yang sedang mendera tubuh mereka. Mereka mudah panik. Mereka menyalahkan orang lain. Mereka menyalahkan Tuhan yang telah menciptakan diri mereka. Dalam kondisi seperti ini, orang kemudian kehilangan pegangan hidupnya. Orang mudah menyerah pada kenyataan hidupnya. Orang tidak mau berjuang lagi untuk melawan penyakit yang bersarang dalam tubuh mereka.

Kisah di atas memberi kita inspirasi untuk berani menyerahkan hidup kita kepada Tuhan yang telah menciptakan kita. Michelle tidak takut menghadapi penyakit kanker ganas yang mematikan itu. Ia menghadapinya dengan penuh iman. Ia tahu, Sang Pencipta punya rencana atas hidupnya. Tuhan tidak akan meninggalkan dirinya berjuang sendiri. Michelle bahkan menguatkan orang-orang yang ada di sekitarnya untuk tetap percaya pada Sang Khalik.

Hidup beriman itu mesti menjadi nyata dalam hidup sehari-hari. Seseorang yang menyatakan dirinya beriman mesti menunjukkannya dalam kenyataan hidup. Ia tidak bisa hanya beriman dengan bibir saja. Kalau ia beriman hanya dengan bibir, ketika tantangan menghadang dirinya, ia akan melarikan diri. Atau ia menyerah kalah pada tantangan hidup itu. Ia tidak berani memperjuangkan nilai-nilai iman yang dimilikinya. Bahkan ia akan menyalahkan Tuhan yang telah menciptakan dirinya.

Karena itu, orang beriman mesti terus-menerus memupuk imannya. Orang mesti sadar bahwa iman itu belum selesai, ketika orang mengucapkan pengakuan imannya. Orang mesti menghayatinya dalam kehidupan sehari-hari. Tentu saja hal ini tidak gampang. Tetapi orang mesti terus-menerus berjuang untuk tetap bertahan dalam imannya. Mari kita percayakan hidup kita kepada Tuhan. Mengapa? Karena pada Tuhan ada kasih setia dan pengampunan berlimpah. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO

988

23 November 2013

Pusatkan Diri pada Tuhan yang Mahapenyayang

 

Apa yang akan Anda lakukan, ketika Anda berusaha untuk merebut kebahagiaan? Anda memusatkan segala usaha pada diri Anda? Atau Anda berusaha untuk memusatkan perhatian pada Tuhan yang mahabaik?

Suatu hari seorang pemuda pergi ke tempat ibadat. Ia berusaha untuk tiba pada waktunya. Ia membawa serta black berry kesayangannya. Ia berpikir, nanti kalau pemimpin ibadat berkotbah, ia bisa bbm. Ia bisa gunakan kesempatan itu untuk berkontak dengan teman-temannya.

Benar, saat tiba giliran pemimpin ibadat berkotbah, ia bbm. Dengan asyik ia memencet-mencet black barrynya. Ia merasa senang. Ia merasa bahagia bisa berkontak dengan teman-temannya. Komunikasi bisa berjalan dengan baik, meski ia sembunyi-sembunyi saja melakukannya. Ia menggunakan kesempatan dalam kesempitan.

Sayang, damai dan bahagia hanya sesaat ia peroleh dari bbm yang ia gunakan selama kotbah pemimpin ibadat itu. Seorang pencopet telah merampas black barry miliknya. Rupanya pencopet itu menyusup di tengah-tengah jemaat yang sedang beribadat itu. Pemuda itu sangat kesal atas ulah pencopet itu. Ia heran, mengapa ada pencopet yang pura-pura ikut beribadat. Padahal ia ingin menikmati dua kegiatan sekaligus, yaitu mendengarkan kotbah dan bermain bbm. Ia ingin dua hal itu sungguh-sungguh ia gunakan dalam waktu yang sempit.

Sahabat, kita ingin melakukan berbagai kegiatan dalam waktu bersamaan. Seolah-olah kita ini manusia yang super. Kita ingin berhasil dalam hidup ini dengan melakukan banyak hal. Kita ingin bahagia dalam hidup dengan berbagai hal itu. Sayang, keinginan kita sering tidak tercapai. Kita gagal dalam hidup ini. Kita menjadi tidak bahagia.

Kisah di atas mau mengatakan kepada kita bahwa memusatkan perhatian pada suatu titik itu menjadi sesuatu yang sangat penting dalam hidup ini. Orang yang fokus akan mengalami damai dan bahagia dalam hidup ini. Orang yang focus itu lebih banyak suksesnya. Orang tidak bisa melakukan banyak hal secara serabutan. Orang mesti berani memilah-milah, mana yang baik untuk dilakukan untuk kebahagiaan dirinya dan sesamanya.

Fokus hidup orang beriman adalah Tuhan yang mahapengasih dan penyayang. Sering manusia lupa akan hal ini. Manusia sering merasa bahwa pusat perhatian hidupnya adalah kebahagiaan dirinya sendiri. Ternyata tidak. Pusat perhatian manusia mesti ditempatkan pada diri Tuhan yang senantiasa menemani perjalanan hidup manusia.

Karena itu, yang dibutuhkan dari manusia beriman adalah hati yang senantiasa terarah kepada Tuhan. Hati yang selalu berdegup bagi kehadiran Tuhan dalam hidup manusia. Tentu saja hal ini tidak mudah terjadi. Mengapa? Karena manusia ingin mencari kebahagiaannya sendiri. Manusia ingin memenuhi keinginan dirinya. Egoisme manusia begitu kuat, sehingga selalu cenderung untuk memenuhi kesenangannya sendiri.

Mari kita berusaha untuk memusatkan perhatian kita pada Tuhan. Dengan cara demikian, kebahagiaan Tuhan senantiasa mengalir ke dalam hidup kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Majalah FIAT


994

22 November 2013

Bangkit dari Kesedihan dan Penderitaan

 
Apa yang akan Anda lakukan ketika kesedihan dan penderitaan menimpa diri Anda? Anda tenggelam dalam situasi itu terus-menerus? Atau Anda mau bangkit dari situasi seperti ini untuk menatap hidup yang lebih baik?

Suatu hari, ada seorang pemuda meninggal dunia. Ia menderita leukemia, tetapi tidak pernah ada yang tahu. Ia meninggal secara tiba-tiba. Beberapa hari sebelumnya, ia baru saja melamar gadis pujaannya. Rencananya, tiga bulan kemudian mereka akan menikah. Tragis, pemuda itu begitu cepat meninggal dunia.

Kepergiannya untuk selama-lamanya itu meninggalkan kesedihan yang mendalam bagi orang-orang dekatnya. Orangtuanya begitu sedih menyaksikan peristiwa itu. Sang pacar pun mengalami duka yang mendalam. Ia tidak habis pikir, mengapa orang yang begitu dikasihi itu telah meninggalkan dirinya untuk selama-lamanya.

Sang pacar masih menangis selama beberapa hari setelah meninggalnya sang kekasih. Ia begitu sedih. Ia begitu menderita. Ia merasa seolah-olah hidup ini telah berakhir tanpa sang kekasih. Makan tak enak, minum pun tak segar. Ia tetap terpuruk dalam kesedihan yang sangat mendalam. Setiap hiburan yang diberikan kepadanya tidak berguna sama sekali.

Empat puluh hari kemudian, wajah sang pacar masih murung juga. Ia tidak mau bertemu dengan orang-orang. Bahkan sang ibu yang sangat dikasihinya pun ia tidak mau temui. Ia mengunci diri di kamarnya. Ia merasa bahwa dirinya adalah orang yang paling malang di dunia. Kebahagiaan telah direnggut dari dirinya saat sang kekasih meninggal dunia.

Sahabat, penderitaan dan kesedihan boleh saja menimpa diri manusia. Sebenarnya hal-hal ini juga menjadi bagian dari kehidupan manusia. Ada situasi bahagia saat orang mengalami kasih yang begitu besar dari orang-orang di sekitarnya. Tetapi ada juga saat kesedihan dan penderitaan yang melanda hidup manusia.

Kisah di atas mau mengatakan kepada kita bahwa ada orang yang tidak begitu saja menerima kenyataan hidup. Orang menolak kesedihan dan penderitaan yang menimpa dirinya. Orang hanya ingin mengalami hal-hal yang bahagia dan sukacita. Orang hanya mau menerima hal-hal yang baik saja. Yang pahit dan kurang menyenangkan orang ingin cepat-cepat melepaskannya dari hidupnya.

Bisa jadi orang seperti ini kurang peduli terhadap lingkungan sekitarnya. Orang tidak membuka mata dan hatinya untuk melihat dan mengalami duka nestapa yang terjadi dalam hidup sehari-hari. Untuk itu, yang dibutuhkan adalah orang berani membuka mata dan hatinya terhadap kesedihan dan penderitaan yang dialami manusia. Ada orang yang kehilangan suami. Ada orang yang kehilangan orang-orang terdekat yang begitu disayangi dalam waktu yang sekejap.

Tetapi orang-orang ini tidak tenggelam dalam kesedihan dan penderitaan yang berlarut-larut. Mereka mudah bangkit dari situasi hidup seperti ini. Mereka berani menatap hidup ini dengan penuh optimis. Mereka berhasil keluar dari diri mereka untuk melihat dan menyaksikan kenyataan hidup sehari-hari.

Orang beriman mesti terus-menerus memupuk harapannya pada Tuhan yang mahakuasa dan mahakasih. Orang mesti yakin bahwa Tuhan tidak akan meninggalkan dirinya berjuang sendirian dalam perjalanan hidup di dunia ini. Tuhan memberi kekuatan dan semangat bagi manusia untuk bangkit dari keterpurukan hidup.

Mari kita berusaha untuk keluar dari kesedihan dan penderitaan yang kita alami. Kita buka mata dan hati kita terhadap peristiwa-peristiwa hidup kita. Dengan demikian, kita dapat menangkap makna kesedihan dan penderitaan yang sedang kita alami. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT

986

21 November 2013

Berkorban sebagai Ungkapan Kasih yang Tulus


Apa yang akan Anda lakukan, ketika kasih menuntut korban? Anda menghindarinya? Atau Anda berani berkorban demi kasih yang tulus bagi sesama Anda?

Ada dua insan hendak melaksanakan pernikahan dalam beberapa bulan yang akan datang. Sang Gadis berambut panjang, sedang si cowok memiliki biola tetapi tidak memiliki tas biola. Hari Valentine merupakan saat yang tepat untuk saling memberikan kado.

Sang pemuda itu begitu terpesona oleh rambut panjang yang mengurai dari kepala gadis itu. Sayang, kadang-kadang rambut yang panjang itu awut-awutan. Mengapa? Karena tidak ada penjepit yang menyatukan rambutnya. Karena itu, pemuda itu berpikir untuk memberikan kado sebuah jepitan pita emas untuk rambut kekasihnya yang panjang itu. Soalnya, ia tidak punya uang untuk membelikan jepitan pita emas itu.

Karena rasa sayangnya kepada gadis pujaannya, pemuda itu memutuskan untuk menjual biola kesayangannya. Hasil penjualan biola itu ia belikan sebuah jepitan pita emas. Ia membungkusnya dalam sebuah kotak yang indah dengan kertas kado berwarna emas. Bungkusan itu akan ia berikan saat Valentine Day. Ia berpikir, gadis pujaannya akan bergembira luar biasa saat membuka kado itu.

Sementara itu, sang gadis juga ingin memberikan kado untuk pemuda pujaannya. Ia menyaksikan pemuda itu membawa biolanya ke mana-mana, tetapi tanpa tas. Ia kuatir, kalau biola itu rusak di kala diterpa hujan dan angin. Ia memutuskan untuk memotong rambutnya yang panjang itu.

Lantas ia menjual potongan rambut itu. Hasilnya ia gunakan untuk membeli tas untuk biola kesayangan kekasihnya. Ia membungkus tas itu dalam sebuah kotak dengan kertas kado berwarna emas. Ia akan hadiahkan kepada kekasihnya saat Valentina Day. Ia berharap, sang kekasih akan bergembira menerima kado dari tangannya.

Saat Valentine Day tiba, kedua insan itu ingin buat kejutan. Mereka berjanji untuk bertemu di sebuah taman yang indah. Sang gadis membawa kado yang cukup besar. Sedangkan sang pemuda membawa kado yang kecil. Saat berjumpa, keduanya saling terkejut. Sang pemuda terkejut luar biasa menyaksikan kekasihnya yang kini berambut pendek. Padahal ia ingin memberi hadiah sebuah jepitan pita emas untuk rambutnya. Sedangkan sang gadis terkejut, karena biola kesayangan kekasihnya itu sudah lenyap. Semuanya telah lenyap. Tetapi yang tertinggal dalam hati kedua insan itu adalah cinta yang berkobar-kobar.

Sahabat, kasih yang sejati selalu menuntut korban. Orang-orang yang saling mengasihi dengan tulus biasanya tidak memperhitungkan untung atau rugi. Yang mereka lakukan adalah mereka saling memberi diri. Mereka saling memberi hidup. Mereka menumbuhkan kasih itu dalam perjalanan hidup sehari-hari.

Kisah imajinatif di atas memberi kita inspirasi untuk tetap berani berkorban sebagai ungkapan kasih kita yang tulus kepada sesama. Kasih yang tidak egois menumbuhkan buah-buah yang baik dalam kehidupan bersama. Dalam hidup berkeluarga, misalnya, suami istri yang saling mengasihi dengan tulus akan saling berkorban. Mereka saling memberi. Bahkan mereka memberi diri mereka sendiri. Apa pun yang mereka lakukan demi kasih, mereka lakukan dengan tanpa pamrih.

Ketika egoisme menguasai hidup manusia, orang hanya memikirkan dirinya sendiri. Kasihnya hanya berpusat pada dirinya sendiri. Kasih seperti ini tidak berbuah kebaikan bagi hidup bersama. Kasih seperti ini hanya berbuahkan nafsu menguasai yang lain. Orang tidak peduli terhadap sesamanya yang membutuhkan bantuan.

Orang beriman mesti bertumbuh dalam kasih yang tulus. Dengan demikian, hidup ini berbuah kebaikan. Setiap orang akan mengalami damai dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT

985

20 November 2013

Bangun Iman di Atas Firman Tuhan

 

Sejauh mana kekuatan iman Anda? Saat tantangan menghadang Anda, apakah iman Anda tetap kokoh?

Dalam sebuah kegiatan perkemahan pemuda, kaum muda membuat permainan membangun istana pasir di pantai. Beberapa kelompok dibuat dan mereka ditantang untuk membuat istana pasir setinggi mungkin. Ketika mereka sedang membangun istana-istana pasir itu, deburan ombak yang menyapu pantai terus saja menggempur bangunan yang mereka buat.

Menggunakan apapun yang mereka temukan, anak-anak muda itu berusaha membangun istana pasir mereka setinggi dan sekuat mungkin. Mereka berharap, istana pasir itu dapat bertahan terhadap gempuran air laut. Setelah istana itu terbangun, mereka menaruh sebuah bendera kecil di atasnya. Air pasang naik dan anak-anak muda itu kembali ke tenda-tenda mereka masing-masing.

Ketika air pasang itu telah surut, beberapa anak muda itu kembali ke pantai dan mendapati beberapa istana pasir mereka telah hilang, dan yang masih bertahan pun bentuknya sudah tidak karuan. Hasil kerja keras yang mereka banggakan kini sudah lenyap.

Sahabat, kehidupan kita layaknya istana pasir. Ketika kita membangun hidup kita di atas pasir, kita harus siap-siap untuk menghadapi berbagai gempuran. Ada berbagai tantangan yang dapat menjadi penghalang bagi kita untuk mempertahankan kepribadian kita. Iman yang kita bangun akan mudah goyah.

Kisah di atas memberi kita kesadaran untuk membangun hidup kita di atas kekuatan Tuhan. Orang yang mengandalkan kekuatan Tuhan akan menemukan bahwa hidup ini begitu bermakna. Hidup ini menjadi suatu kesempatan untuk merendahkan diri kita di hadapan Tuhan. Kita biarkan diri kita dikuasai oleh Tuhan. Mengapa? Karena hanya Tuhan yang memberi kita kemampuan untuk menghadapi berbagai tantangan yang ada.

Yesus meminta kita untuk membangun kehidupan kita di atas firman Tuhan. Sebagai orang beriman, kita yakin bahwa firman Tuhan itu memberi inspirasi bagi hidup kita. Firman Tuhan itu bagai batu karang yang menjadi dasar dari iman kita.

Yesus juga mengajak kita untuk menjadi pelaku-pelaku dari firman Tuhan. Mengapa? Karena firman Tuhan hanya tetap menjadi kata-kata hampa, kalau tidak dipraktekkan dalam hidup sehari-hari. Kita mesti berani mempraktekkan apa yang telah kita dengar dari firman Tuhan itu. Dengan demikian, iman kita menjadi kokoh kuat. Iman kita tidak mudah dihempas oleh tantangan-tantangan zaman.

Krisis hidup yang kita alami hanya sebuah ujian atas bangunan kehidupan yang telah kita bangun. Kalau kita bangun hidup iman kita dengan baik dan benar, kita tidak perlu kuatir akan badai yang melanda hidup kita.

“Setiap orang yang mendengar perkataanKu dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak roboh sebab didirikan di atas batu. Tetapi setiap orang yang mendengar perkataan Tuhan dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga robohlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya," kata Yesus.

Mari kita bangun iman kita dengan dasar firman Tuhan. Dengan demikian, hidup ini menjadi kesempatan untuk melakukan hal-hal baik bagi Tuhan dan sesama. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO

984

19 November 2013

Menggunakan Keterbatasan Diri untuk Meraih Sukses


 
Apa yang akan Anda lakukan, andaikan Anda menjumpai diri Anda punya keterbatasan-keterbatasan? Anda tenggelam di dalamnya? Atau Anda mau bangkit untuk menggunakan kelebihan-kelebihan yang lain dari diri Anda?

Pria berusia 23 tahun itu tampak semangat memainkan piano. Ia memainkan tuts-tuts piano dengan lincah. Permainannya begitu memukau penonton dalam acara China’s Got Talent di Shanghai Grand Theatre. Lagu yang ia bawakan juga tidak main-main. Malam itu, ia memainkan karya klasik milik pianis ternama asal Prancis bernama Richard Clayderman. Lagu tersebut berjudul Mariage D’amour.

Hal yang semakin mengagumkan dan mengherankan ribuan penonton adalah Liu Wei memainkan lagu sulit itu dengan dua jempol kakinya. Kok bisa? Hal ini ia lakukan karena ia tidak punya tangan. Namun keterbatasan fisik itu tidak memadamkan semangat Liu Wei untuk tampil memukau. Ia ingin meraih impiannya menjadi pianis terbaik di negerinya.

Liu kehilangan dua lengannya dalam sebuah insiden saat dirinya berumur 10 tahun. Dalam insiden itu, Liu menyentuh kabel listrik bertegangan tinggi saat sedang bermain petak-umpet bersama teman-temannya. Ia langsung jatuh pingsan. Setelah melewati masa kritis 45 hari, Liu sadar kedua lengannya telah hilang. Kedua lengannya telah diamputasi. Ia menangis sedih. Mimpi untuk menjadi musisi profesional dan produser musik ternama pun seolah-olah sirna.

Orangtua adalah pihak pertama yang menyadarkannya. Mereka bilang, Liu harus segera bangkit dan melanjutkan hidup. Saat itu, mereka bisa membantu semua keperluan Liu.

“Kamu tidak berbeda dengan orang lain. Kamu hanya menggunakan kakimu sebagai pengganti lengan,” kata ibunya.

Usai memainkan piano dalam acara China’s Got Talent itu, seluruh juri dan para penonton memberikan standing ovation bagi Liu. Dia pun dinyatakan maju ke babak selanjutnya. Di akhir dari rangkaian acara ini, Liu dinyatakan sebagai pemenang China’s Got Talent.

Sahabat, banyak orang merasa diri kurang mampu dalam hidup. Mengapa? Karena berbagai keterbatasan yang mereka miliki. Keterbatasan-keterbatasan, baik fisik maupun psikis, itu seolah-olah membelenggu manusia. Akibatnya, manusia menjadi pasif. Mereka tidak bisa melakukan hal-hal yang lebih besar untuk diri mereka sendiri. Tentu saja pandangan seperti ini tidaklah benar.

Kisah Liu Wei menjadi salah satu contoh bagi kita semua. Liu Wei kehilangan kedua tangannya saat berusia 10 tahun. Hal ini tentu saja membuat hatinya sedih. Cita-citanya untuk sementara mandeg. Namun hal ini tidak membuat Liu Wei tenggelam dalam kepedihan yang terus-menerus. Ia mesti bangkit untuk menatap hidupnya dengan lebih baik. Karena itu, dia berlatih untuk mengasah ketrampilannya. Ia menggunakan apa yang dimilikinya untuk meraih cita-citanya. Ia berhasil!

Ketika orang berani keluar dari kekurangan-kekurangannya, orang akan menemukan suatu sukses dalam hidupnya. Orang tidak perlu terlalu lama meratapi keadaannya yang terbatas itu. Kisah Liu Wei memberi kita inspirasi untuk tetap berjuang dalam hidup ini. Ada banyak kekurangan dan keterbatasan yang ada pada diri kita. Namun semua itu mesti menjadi motivasi bagi kita untuk terus-menerus berjuang. Tidak ada kata menyerah bagi orang yang mau berusaha.

Kita semua telah diberi talenta-talenta oleh Tuhan yang mahapengasih dan penyayang. Talenta-talenta itu mesti kita gunakan untuk memacu diri kita meraih cita-cita yang telah kita canangkan. Kita tidak hanya menunggu durian runtuh. Tetapi kita mesti mengambil inisiatif untuk mengembangkan diri kita.

Untuk itu, dibutuhkan kreativitas dalam mengelola talenta-talenta yang kita miliki. Hasilnya toh lebih banyak kita gunakan untuk kemajuan diri kita sendiri. Mari kita tumbuhkembangkan talenta-talenta yang ada pada diri kita. Dengan demikian, hidup ini menjadi semakin berguna bagi diri dan sesama. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT

987

Menemukan Kebaikan-kebaikan dalam Diri

 

Apa yang membuat Anda memiliki semangat dan optimisme dalam hidup ini? Kelebihan-kelebihan Anda?

Ada dua orang pemuda yang saling bersahabat. Suatu kali sahabat yang satu, sebut saja namanya si Anton, merasa diri tidak berarti. Alasannnya adalah wajahnya kurang tampan, kurus dan sakit-sakitan. Akibatnya, hidupnya loyo dan kurang bersemangat. Tidak ada gairah untuk hidup. Ia menjadi malas-malasan dalam hidup ini.

Sahabatnya, sebut saja namanya, Budi, prihatin dan sedih menyaksikan hari-hari hidup Anton. Budi adalah seorang pelukis. Melihat si Anton yang sedih itu, maka ia mulai melukis wajah temannya itu. Dalam lukisan itu, Anton kelihatan gemuk, tampan dan sehat serta segar.

Setelah lukisan itu jadi, Budi menyerahkannya kepada Anton. Anton sangat terkejut melihat lukisan dirinya yang begitu segar dan semangat. Ia bertanya kepada Budi, “Apakah aku ini seperti ini?”

Tanpa pikir panjang, Budi menjawab, “Ya, kamu itu gemuk, tampan dan sehat.”

Karena kata-kata dari teman itu, kini Anton menjadi kelihatan segar dan bergairah untuk hidup lagi. Ia bangkit dari keterpurukan hidupnya. Ia memandang hidup ini secara lebih optimis. Ia mulai buka usaha untuk kelangsungan hidupnya. Setelah beberapa tahun, ia meraih sukses yang luar biasa. Usahanya menjadi besar. Ia menjadi salah seorang bos yang patut diperhitungkan di kotanya.

Sahabat, sering orang memandang hidup ini dari segi yang negatif dan jelek saja. Orang mengira bahwa banyaknya kekurangan dan kelemahan dalam dirinya akan menghambat perjalanan hidupnya. Akibatnya, orang mudah putus asa dalam usaha-usahanya. Orang bahkan tidak mau melakukan apa-apa untuk kemajuan dirinya sendiri.

Kisah imajinatif di atas memberi kita semangat untuk melihat hidup ini dari segi positif. Meski banyak kelemahan dan kekurangan yang ada dalam diri kita, tetapi masih ada sejumlah kebaikan yang bisa membantu kita untuk maju dalam hidup ini. Kita punya kemampuan untuk meraih sukses dalam hidup ini.

Untuk itu, kita mesti selalu menyadari bahwa Tuhan telah memberi kita begitu banyak hal baik. Hal-hal baik itu mesti kita gunakan sebagai modal untuk membangun hidup kita. Memang, tidak mudah. Ada berbagai tantangan yang mesti kita hadapi. Namun sebagai orang beriman kita mesti yakin bahwa Tuhan tetap membantu hidup kita.

Anton dalam kisah di atas dibantu untuk menemukan makna hidup melalui temannya yang seorang pelukis. Ia diberi semangat untuk menjalani hidup ini dengan baik. Ia diberi kesempatan untuk melihat hidup ini secara lebih optimis. Bantuan itulah yang membuat Anton berubah menjadi orang yang sukses dalam hidupnya.

Karena itu, kita mesti menemukan kebaikan-kebaikan kita untuk hidup yang lebih baik. Mari kita menatap hidup ini dengan penuh semangat. Dengan demikian, hidup ini menjadi kesempatan untuk membahagiakan diri dan sesama. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO


983

18 November 2013

Memaknai Penderitaan dalam Hidup Nyata

Pernahkah Anda mengalami kesedihan yang sangat mendalam? Saya rasa setiap orang pernah mengalaminya. Soalnya, apakah Anda terpaku menyerah pada kesedihan itu? Atau Anda bangkit untuk memaknai kesedihan itu?

Ada seorang ibu yang mengalami kesedihan yang amat mendalam. Orang yang paling dekat dengannya, yaitu sang suami, telah pergi untuk selamanya. Dia mesti berjuang sendirian membesarkan anak-anaknya. Lantas ia pergi ke seorang tua yang bijaksana. Dia meminta nasihat bagaimana mengatasi kesedihannya yang amat mendalam itu.

Melihat ibu yang muram itu, orang tua itu pun berkata, “Saya dapat menolongmu. Tetapi engkau harus terlebih dahulu menyerahkan biji-bijian kepada saya.” Kata orang bijak itu sekali lagi, “Tetapi syaratnya, biji-bijian itu harus engkau dapatkan dari rumah orang yang tidak pernah mengalami kesusahan sama sekali!”

Mata ibu itu terbelalak. Ia berpikir, nasihat itu sangat mudah. Karena itu, dengan penuh semangat ibu itu mulai mencari biji-bijian. Namun, setiap mengunjungi sebuah rumah, ia selalu bertemu dengan orang-orang yang bermasalah. Ia menjadi lemas. “Kok tidak ada seorang pun di dunia ini yang bersih dari masalah?” ia bertanya dalam hatinya.

Akhirnya ia kembali kepada orang tua bijak itu, tanpa membawa satu biji pun. “Alangkah piciknya saya ini! Ternyata kesusahan bisa menimpa siapa saja,” ia berkata kepada orang bijak itu.

Orang tua yang bijak itu pun berkata, “Bagus sekali, engkau telah mendapatkan pelajaran berharga. Karena engkau juga mengalami kesusahan, maka engkau dapat bersimpati dan menghibur mereka. Nah, dengan memberikan penghiburan kepada orang lain, maka kesusahanmu sendiri akan semakin berkurang.”

Sahabat, sering banyak orang merasa bahwa hanya diri mereka yang mengalami penderitaan dalam hidup ini. Orang lain mengalami hidup yang indah dan baik-baik, tetapi diri mereka selalu mengalami duka nestapa. Akibatnya, banyak orang menjadi stress menghadapi hidup ini. Mereka tidak tahu harus buat apa.

Kisah imajinatif di atas mau menyadarkan kita bahwa kita masing-masing memiliki duka dan derita dalam hidup ini. Duka yang kita alami tentu tidak sama dengan duka yang dialami oleh orang lain. Ibu itu merasa hanya dirinya sendiri yang sedang menderita. Orang lain tidak mengalami penderitaan seperti dia alami. Ternyata tidak. Setiap orang punya kesusahannya sendiri.

Bagi kita, yang penting dalam hidup ini adalah kita memaknai arti penderitaan itu. Tidak semua penderitaan membawa kehancuran bagi diri kita. Setiap kali kita mengalami penderitaan, kita mesti berusaha untuk menemukan makna di balik penderitaan itu. Tentu saja Tuhan tidak ingin kita binasa melalui penderitaan itu. Tuhan ingin agar kita semakin mengimani dirinya.

Karena itu, dalam duka dan derita itu kita diajak untuk mencari dan menemukan makna yang terdalam dari penderitaan itu. Penderitaan membuat kita kuat dalam iman. Mengapa? Karena kita berani menyerahkan hidup kita kepada Tuhan, Sang Pencipta kita. Mari kita berusaha sekuat tenaga untuk berserah diri kepada Tuhan. Kita andalkan Tuhan dalam hidup ini. Dengan demikian, hidup ini menjadi kesempatan untuk membahagiakan diri dan sesama. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO


982

16 November 2013

Kritis untuk Hidup Lebih Baik

 
Apa yang terjadi ketika Anda mengkonsumsi obat-obatan yang berlebihan? Pasti Anda akan mengalami ketidakseimbangan dalam hidup ini.

Artis Sienna Miller (30) kuatir dengan berbagai macam obat yang diresepkan dokter di Los Angeles, Amerika Serikat. Dia merasa mendapat resep obat dengan kadar zat adiktif yang tinggi untuk membunuh rasa sakit, yang tidak dibutuhkan oleh dirinya.

Kepada majalah Vogue, Miller mengatakan, semua orang di Los Angeles kecanduan obat-obatan karena sering diresepkan dokter. Bahkan, beberapa artis terkenal yang kecanduan obat penghilang rasa sakit, seperti Steven Tyler dan Gerard Butler, harus masuk ke tempat rehabilitasi.

”Aku sudah diberi resep obat Vicodin, dikatakan untuk menghilangkan rasa sakit. Padahal, aku benar-benar tidak membutuhkannya. Ini benar-benar resep heroin yang bisa membuat kecanduan,” kata Sienna.

Sahabat, setiap orang tentu ingin sehat. Tidak ada orang yang ingin sakit. Ketika orang mengalami sakit, orang cepat-cepat pergi ke dokter untuk memeriksakan diri. Orang kemudian diberi obat sesuai dengan penyakitnya. Namun orang juga mesti kritis berkenaan dengan obat yang diberikan kepadanya. Orang tidak bisa begitu saja mengkonsumsi obat-obat dengan dosis tinggi.

Pengalaman Artis Sienna Miller menjadi contoh bagi kita untuk tetap hati-hati dalam mengkonsumsi obat-obatan. Ia kritis. Ia mampu membaca situasi dirinya. Ia juga belajar dari pengalaman-pengalaman orang-orang lain. Yang ia jaga adalah keselamatan dirinya. Ia sungguh-sungguh mencintai kehidupan.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita juga mesti kritis. Mengapa? Karena pengetahuan kita yang terbatas dapat memicu kita untuk mengikuti apa saja resep obat yang diberikan kepada kita. Kita mengkonsumsinya tanpa memikirkan dampak negatif dari obat-obat kimia itu. Setiap obat kimia memiliki efek samping. Bisa saja efek samping itu bereaksi dalam waktu yang singkat. Tetapi bisa saja bereaksi dalam waktu yang panjang.

Yang kita inginkan adalah kita mempertahankan hidup ini selama mungkin. Tuhan telah memberi kita kesempatan untuk hidup. Karena itu, kita ingin menjalani hidup ini dengan baik dan sehat. Sikap kritis dalam mengkonsumsi obat-obatan menjadi hal yang penting bagi kita. Hanya dengan hidup sehat, kita mampu mengarahkan hidup ini untuk memuji dan memuliakan Tuhan.

Mari kita perjuangkan hidup ini. Dengan demikian, hidup ini memiliki makna yang mendalam. Kita boleh mengalami damai dan sukacita dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Majalah FIAT

981

15 November 2013

Mengubah Kelemahan Menjadi Berkat


 Apa yang akan Anda lakukan terhadap kelemahan-kelemahan dan kurangan-kekurangan yang ada dalam diri Anda? Anda merasa sedih, karena kekurangan-kekurangan itu menjadi penghambat dalam usaha untuk memajukan diri Anda?

Emmanuel "Manny" Yarbrough pernah merasa minder dengan tubuhnya yang begitu besar. Wajar saja ia merasa minder. Dengan tinggi 2 meter dan berat badan 350 Kg, siapa yang tidak merasa dirinya sebagai orang aneh di tengah-tengah masyarakat? Setiap mata memandang kepadanya, begitu ia muncul di depan umum. Ada kalanya, ada orang yang mencibir dirinya. Ada yang mengata-ngatai dirinya sebagai orang yang tidak mampu mengendalikan diri.

Tetapi Emmanuel Manny tidak membiarkan dirinya direndahkan. Ia tidak mau terus berlarut-larut dalam keterpurukan. Ia memutuskan untuk membuang pikiran negatif tentang dirinya. Ia mulai bangkit. Caranya adalah dengan mencoba untuk menggali potensi yang ada di dalam dirinya.

Potensi yang ia temukan adalah olahraga Sumo. Ia pun mulai mendalami olahraga tersebut. Setiap hari ia berlatih olahraga Sumo. Ternyata olahraga itu sangat cocok dengan tubuhnya yang besar. Hasilnya sangat luar biasa. Setelah bekerja keras dan pantang menyerah, Pria asal AS tersebut berhasil menjadi juara dunia amatir Sumo. Ia sekaligus menjadi atlet Sumo paling populer di luar Jepang.

Sahabat, setiap orang punya kekurangan. Tetapi apakah hal itu menjadi alasan bagi kita untuk berhenti berjuang? Ternyata tidak! Kekurangan juga bisa menjadi berkat, ketika kita berusaha membuang jauh-jauh rasa rendah diri terhadap kekurangan yang kita miliki. Kekurangan bisa diubah menjadi suatu kesuksesan, ketika kita punya tekad yang besar untuk sukses dalam hidup ini.

Kisah Emanuel Manny menjadi contoh bagi kita untuk mengubah kekurangan yang kita miliki menjadi daya kekuatan bagi hidup kita. Untuk itu, yang dibutuhkan adalah bekerja keras dengan penuh kesungguhan hati. Kita mesti membuang jauh-jauh anggapan orang tentang diri kita. Belum tentu anggapan orang itu benar.

Sayangnya, kadang kita sendiri lebih mudah melihat kekurangan diri kita sebagai suatu hambatan untuk maju. Akibatnya, kita sering ragu-ragu untuk melakukan hal-hal yang baik dan benar bagi kemajuan diri kita. Kita gampang putus asa untuk mulai mengubah diri kita. Kita merasa diri tidak mampu untuk keluar dari kekurangan diri kita.

Pandangan seperti ini keliru. Kita mesti membuang jauh-jauh persepsi kita yang keliru tentang kekurangan atau kelemahan yang ada pada diri kita. Yang mesti kita lakukan adalah kita mulai bangkit dari kekurangan atau kelemahan itu. Kita jadikan kekurangan kita modal untuk membangun hidup kita.

Memang, hal ini tidak mudah. Tetapi kita mesti berani mulai, agar hidup ini menjadi semakin berguna bagi diri dan sesama kita. Kelemahan yang ada dalam diri kita bukan alasan bagi kita untuk tetap terpuruk dalam kelemahan. Tetapi kelemahan itu menjadi motivasi bagi kita untuk bangkit dan mulai mengembangkan diri kita.

Untuk itu, kita butuh iman. Yesus berkata, “Kalau kamu punya iman sebesar biji sesawai, kamu dapat memindahkan gunung yang ada di hadapanmu ke dalam laut.” Nah, beriman berarti kita mau mengubah kekurangan-kekurangan yang ada dalam diri kita menjadi berkat bagi diri dan sesama. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

980 

Mewujudkan Iman dalam Hidup yang Nyata

 

Apa yang akan Anda lakukan ketika tantangan dan rintangan menghadang Anda? Anda berhenti di tempat atau Anda berani menghadapinya?

Ada seorang perempuan sedang hamil tujuh bulan. Ia tetap bekerja seperti biasa. Ia seorang sopir taksi di Jakarta. Ia sedang mengandung anaknya yang keempat. Demi kelangsungan hidup, perempuan ini mesti bekerja dari jam 4 pagi hingga jam 12 malam. Karena jam kerjanya seperti itu, dia harus tidur di pool, malam libur baru pulang. Suatu pekerjaan yang tidak mudah bagi seorang perempuan yang sedang hamil. Tetapi ia mesti melakukannya demi keluarganya.

Tiga hari ia melakukan pekerjaan itu, satu hari libur. Saat libur itu, ia gunakan kesempatan itu untuk mengurus ketiga anak yang lain yang masih kecil-kecil. Sementara suaminya bekerja sebagai pengawas bangunan. Tuntutan hidup di Ibu Kota memaksa pasangan suami istri itu untuk bekerja. Mereka mesti membagi waktu untuk mengurus ketiga anak mereka.

Bekerja sebagai sopir taksi tidak selalu mulus. Suatu ketika ia dirampok oleh penumpangnya. Uang hasil kerja hari itu ludes. Black Berry-nya pun lenyap dirampas oleh penumpangnya itu. Dalam kondisi seperti itu, ia pasrah. Ia tidak bisa berbuat apa-apa. Ia tidak bisa melawan.

“Saya ingat anak-anak saya yang masih kecil-kecil. Kalau saya melawan lalu dibunuh, siapa yang akan memberi mereka makan?” kata ibu itu.

Di waktu yang lain, seorang penumpang mabuk hampir memperkosa dirinya. Untunglah ia cepat-cepat membawa taksinya ke tempat yang ramai. Begitu berhenti, ia langsung berteriak-teriak. Akibatnya, penumpang mabuk itu pun ditangkap polisi. Bagi perempuan itu, inilah tantangan hidup yang nyata. Ia mesti menghadapinya dengan penuh resiko.

Pengorbanan perempuan itu tidak sia-sia. Hasil keringatnya ia gunakan untuk kebutuhan hidup keluarganya. Anak-anaknya boleh mengalami kasih sayang yang berlimpah. Mereka tidak perlu menderita kelaparan.

“Saya bahagia, meski saya mesti berkorban untuk keluarga saya. Kami hidup rukun dan damai,” katanya.

Sahabat, kebahagiaan itu diperoleh melalui korban. Dalam kehidupan keluarga, suami istri saling berkorban untuk saling memberikan kebahagiaan. Anak-anak akan terjamin hidupnya, ketika suami istri sungguh-sungguh menyadari tugas dan kewajiban mereka. Keluarga seperti ini hidup dalam realitas yang sesungguhnya.

Kisah nyata di atas mau mengatakan kepada kita bahwa korban yang dilakukan dengan penuh cinta kasih akan membawa sukacita dalam hidup. Apa pun yang dilakukan dengan terpaksa hanya menjadi beban dalam hidup ini. Perempuan itu menyadari betul resiko menjadi seorang sopir taksi di kota besar. Namun demi kasih sayangnya kepada keluarga, ia mampu melakukannya dengan penuh sukacita.

Orang beriman mesti berani menampakkan imannya dalam hidup sehari-hari. Iman itu mesti mewujud dalam pengorbanan diri demi kasih sayang yang mendalam kepada sesama yang paling dekat. Korban seperti ini biasanya membawa damai dan sukacita dalam hidup.

Untuk itu, orang beriman mesti berani menghadapi berbagai tantangan dan rintangan. Tantangan dan rintangan itu menjadi motivasi dalam menghayati iman dalam hidup sehari-hari. Hanya dengan berani berkorban, orang akan menemukan jati dirinya yang sesungguhnya dalam hidup yang nyata. Mari kita wujudkan iman dalam hidup sehari-hari dengan mengorbankan hidup kita demi kebahagiaan sesama. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT

979

08 November 2013

Perjuangkan Hidup hingga Nafas Terakhir

 


Apa yang akan Anda lakukan ketika hidup ini terasa kurang membahagiakan? Anda memutuskan untuk menghentikan hidup Anda? Atau Anda akan berjuang sekuat tenaga untuk mempertahankan dan mengembangkan hidup Anda?

Tidak semua orang mengenal Jean-Dominique Bauby, kecuali kaum perempuan dan mereka yang berbahasa Perancis atau mereka yang suka membaca majalah bernama Elle. Ia adalah pemimpin redaksi Elle. Tahun 1996 ia meninggal dalam usia 45 tahun setelah menyelesaikan memoarnya yang ditulisnya dengan sangat istimewa. Ia memberi judul memoarnya dengan Le Scaphandre et le Papillon. Artinya, Buih dan Kupu-kupu.

Tahun 1995, ia terkena stroke yang menyebabkan seluruh tubuhnya lumpuh. Ia mengalami apa yang disebut 'locked-in syndrome', kelumpuhan total yang disebutnya 'seperti pikiran di dalam botol'.

Memang, ia masih dapat berpikir jernih, tetapi sama sekali tidak bisa berbicara maupun bergerak. Satu-satunya otot yang masih dapat diperintahnya adalah kelopak mata kirinya. Jadi itulah caranya ia berkomunikasi dengan para perawat, dokter rumah sakit, keluarga dan temannya.

Mereka menunjukkan huruf demi huruf dan Jean akan berkedip bila huruf yang ditunjukkan itu yang dipilihnya. Bukan main. Luar biasa!

Betapa mengagumkan tekad dan semangat hidup maupun kemauannya untuk tetap menulis dan membagikan kisah hidupnya yang begitu luar biasa. Ia meninggal 3 hari setelah bukunya diterbitkan. Salah satu ungkapan yang dituangkannya dalam memaornya adalah "Saya akan menjadi orang yang paling berbahagia di dunia, jika saya dapat dengan biasa mengunyah ludah yang ada di dalam mulut saya.”

Mengapa ia menulis seperti itu? Karena mengunyah ludahnya sendiri pun ia tidak mampu. Dalam kondisi seperti itu, Jean berjuang. Ia tidak berhenti memupuk semangatnya untuk hidup. Sayang, setahun kemudian setelah stroke itu, ia menghembuskan nafas terakhirnya. Ia meninggalkan kenangan yang manis buat orang-orang di sekitarnya.

Sahabat, perjuangan tanpa henti mesti senantiasa ditunjukkan oleh setiap insan. Mengapa? Karena setiap kita telah diberi kemampuan untuk menumbuhkembangkan hidup kita. Tuhan telah memberi kita martabat yang begitu mulia. Martabat itu mesti kita perjuangkan terus-menerus dalam keseharian hidup kita.

Kisah Jean tadi mengajak kita untuk memandang hidup ini begitu bernilai dan mulia. Kita diberi anugerah yang berlimpah-limpah oleh Tuhan. Hal ini sangat disadari oleh Jean. Ia berjuang meski hanya bisa menggerakkan kelopak mata kirinya. Dalam kondisi seperti itu, ia masih bisa menelurkan sebuah karya yang bernilai.

Hidup ini begitu bernilai. Saya kira semua orang beriman akan setuju terhadap pernyataan ini. Soalnya, banyak orang tahu tentang hal ini, tetapi tidak menjadi kenyataan dalam hidup sehari-hari. Banyak orang melukai diri sendiri dengan dosa dan kesalahan yang dilakukannya. Orang tega membunuh dirinya secara perlahan-lahan dengan mengkonsumsi narkoba, alkohol atau rokok. Orang tega menyengsarakan sesamanya dengan manipulasi dan korupsi.

Orang beriman tentu akan menghindari semua hal negatif yang merugikan dirinya. Karena itu, kita mesti memperjuangkan hidup ini seperti yang telah diperjuangkan oleh Jean hingga nafas terakhirnya. Dengan demikian, hidup ini sungguh-sungguh bermakna. Kita dapat mengalami sukacita dan damai dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT
 
978

04 November 2013

Menghadapi Godaan dengan Cerdas


Hidup yang damai sering tidak terjadi, karena manusia terjebak oleh berbagai godaan si jahat. Apa yang Anda lakukan ketika Anda berhadapan dengan godaan-godaan dari si jahat? Anda lari ketakutan? Atau Anda berani menghadapinya dengan cerdas?

Suatu hari ada seekor kucing menjual cacing. Ia isi cacing-cacing itu dalam gerobak dorongnya. Hari mulai siang. Tetapi belum ada seekor burung pun berminat atas cacing-cacing itu. Ia kesal dengan keadaan itu, karena ia sendiri mulai merasa lapar. Keringat dingin mulai membasahi tubuhnya.

Namun kucing itu tidak hilang akal. Ia berpikir, kalau jual biasa-biasa saja seperti ini ia tidak akan mendapatkan apa-apa. Tidak ada pembeli yang datang untuk membeli cacing-cacing yang sudah ia dapatkan dengan susah payah itu.

Ia berkata, “Saya harus mengubah taktik penjualan. Saya tidak bisa menjual cacing-cacing ini dengan harga mahal.”

Lantas ia pun mulai menjatuhkan harga jualnya. Ia berteriak, “Dijual cacing murah…. Dijual cacing murah…”

Tiba-tiba dari kejauhan terbanglah seekor burung kutilang yang kelaparan. Kucing berteriak. Rupanya sudah lama ia mengincar cacing-cacing itu. Kini ia punya kesempatan untuk membelinya dengan harga murah. Ia akan menggunakan cacing-cacing itu untuk mengenyangkan perutnya.

Tawar-menawar pun dilakukan. Akhirnya disepakati bahwa kucing memberikan seekor cacing dan kutilang menggantinya dengan sebuah bulu sayapnya. Burung kutilang itu pun terbang ke atas pohon dengan seekor cacing setelah ia menukarnya dengan satu bulunya. Ia menyantap cacing itu dengan lahap.

Karena rasa enak dan nikmatnya, burung kutilang itu pun ketagihan. Ia kembali ke gerobak yang sedang didorong oleh kucing itu. Ia menukarkan lagi satu bulunya dengan seekor cacing. Ia lakukan hal itu terus-menerus. Lama-lama bulu di sayapnya mulai habis. Tatkala, burung kutilang tidak bisa terbang, karena bulunya mulai banyak berkurang, kucing itu pun dengan sigap menyergap burung kutilang itu. Kucing itu memangsanya.

Sahabat, si jahat selalu menggunakan berbagai cara untuk memikat manusia. Satu cara tidak berhasil, ia akan menggunakan cara-cara lain yang lebih berdaya guna. Ketika mangsanya lengah, si jahat akan segera menerkamnya. Ia merenggut mangsanya itu hingga hancur berkeping-keping.

Kisah imajinatif di atas mau mengingatkan kita akan kuat kuasanya godaan dalam hidup kita. Ketika kita lengah dalam hidup ini, kita akan menjadi mangsa di jahat. Akibatnya, hidup kita akan mengalami penderitaan demi penderitaan. Kita tidak bahagia dalam hidup ini, karena kita kehilangan damai. Si jahat hanya menawarkan kedamaian semu dalam hidup ini. Damai yang sesungguhnya tidak terjadi dalam hidup kita.

Karena itu, orang beriman mesti cerdas menghadapi godaan-godaan dalam hidupnya. Kita mesti tetap membentengi diri kita dengan iman yang kuat dan teguh kepada Tuhan. Kita mesti yakin bahwa Tuhan senantiasa berada di pihak kita. Dengan demikian, hidup ini menjadi suatu kesempatan untuk membangun damai. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT


975