Pages

15 April 2014

Mengasihi Seperti Tuhan Mengasihi Kita



Sudahkah Anda mengasihi saudara Anda yang paling dekat dengan tulus hati? Kalau belum, mengapa Anda belum bisa mengasihinya dengan hati yang tulus?

Suatu hari seorang ibu tiba-tiba meninggal dunia. Beberapa menit sebelumnya ia baru saja menelephone seorang temannya. Tetapi begitu selesai memutuskan hubungan telephone, ia pun merebahkan diri. Ia menghembuskan nafas terakhirnya. Banyak orang tidak percaya akan peristiwa itu. Orang-orang yang mendengar berita itu pun menggeleng-gelengkankan kepala. Ada yang berkata, “Begitu cepat dia pergi untuk selamanya. Tidak disangka. Dia meninggal dengan begitu damai.”

Pada hari pemakaman, ribuan orang datang melayat. Kali ini mereka datang bukan karena mereka terkejut oleh peristiwa kematian yang tiba-tiba itu. Tetapi lebih dari itu, mereka ingin memberikan penghormatan yang terakhir bagi ibu itu. Mereka mencintai ibu itu. Mereka menyanginya.

Salah seorang pelayat berkata, “Dia orang yang baik. Dia peduli terhadap sesamanya. Ia tidak memilih orang dalam bergaul. Ia bergaul dengan semua orang.”

Seorang yang lain lagi mengatakan bahwa ibu itu seorang yang beramal dengan hati yang tulus. Ia tidak mencari muka. Ia tidak mau disanjung-sanjung. Karena itu, pantaslah ribuan orang melayat saat dia meninggal dunia. Tidak sedikit pula dari para pelayat itu meneteskan air mata. Mereka merasa kehilangan seseorang yang sangat berjasa bagi perjalanan hidup mereka.

Sahabat, kebaikan seseorang tidak dinilai dari seberapa besar ia mengasihi, tetapi dari seberapa besar ia dikasihi oleh orang lain. Mengasihi berarti orang berani memberikan hidup bagi yang lain tanpa mengharapkan balasannya. Hal ini sering sulit terjadi, karena banyak orang takut kehilangan dirinya. Banyak orang takut kehilangan kasih itu. Padahal ketika orang mengasihi yang lain, orang mendapatkan kasih yang tak henti dari sesamanya itu.
  
Kisah di atas mau mengatakan kepada kita bahwa perbuatan baik dalam kasih itu tinggal tetap di dalam diri orang-orang yang menerima kasih itu. Mengapa? Karena kasih itu tak berkesudahan. Kebencian, iri hati dan kesombongan akan berlalu, tetapi kasih terhadap sesama akan dikenang terus-menerus. Kasih tidak membunuh, tetapi kasih justru memberi hidup kepada manusia.

Namun kasih yang sungguh-sungguh kudus dan asali berasal dari Tuhan. Setiap hari Tuhan mencurahkan kasih-Nya ke dalam hati manusia. Sering manusia melewatkan kasih Tuhan itu. Manusia tidak bisa menerima kasih Tuhan, karena mau mengandalkan dirinya sendiri. Manusia berpikir bahwa kemampuannya mampu melakukan kasih yang besar kepada sesamanya.

Untuk itu, yang dibutuhkan adalah manusia membuka hatinya lebar-lebar bagi hadirnya kasih Tuhan dalam dirinya. Kesombongan diri mesti dibuang jauh-jauh, karena manusia adalah makhluk yang lemah. Santo Yohanes berkata, “Di luar dari Tuhan yang adalah kasih itu sendiri, tidak ada seorang pun dari kita yang dapat benar-benar mengasihi atau dikasihi” (1Yoh. 4:7-8).

Mari kita saling mengasihi dengan mendasarkan kasih kita pada kasih Tuhan. Dengan demikian, kita boleh ambil bagian dalam kebahagiaan kekal. Tuhan memberkati. **
 


Frans de Sales SCJ

Majalah FIAT


1086

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.