Pages

23 September 2014

Membuka Hati bagi Penyelenggaraan Tuhan


Apa yang akan terjadi ketika Anda menghadapi ketidaksetiaan dalam perjalanan hidup Anda? Anda membalas dendam?

Kenyataan pahit dialami oleh seorang ibu di sebuah tempat di negeri ini. Bagaimana ia bisa tahan? Suaminya selingkuh dengan anak hasil perkawinannya dengan suami sebelumnya. Ia merasa sakit hati. Ia tidak terima diduakan. Untuk itu, ia melapor ke pihak berwajib di tempatnya berada.

Ibu itu mengaku bahwa pertama kali ia tahu kalau suaminya mendua dari pesan singkat di telepon genggam anaknya yang masih berumur 17 tahun. Sambil menangis tersedu-sdu, ia berkata, “Isinya mengajak pacaran. Awalnya saya biasa saja, tapi saya kaget sekali waktu dicek pengirimnya ternyata suami saya sendiri.”

Mencoba tetap berpikir positif, ibu itu kemudian mengonfirmasi isi pesan singkat itu kepada anaknya. Dia semakin kecewa, karena anaknya membenarkan isi pesan singkat tersebut.

“Saat saya tanya, mengaku dia. Katanya sudah sering mereka melakukan hubungan suami istri,” kata ibu itu.

Ibu itu mengungkapkan bahwa pada 2013 lalu, suaminya juga pernah main serong dengan perempuan lain. Namun saat itu, ia merasa kasihan. Proses hukum di polisi pun dihentikan.

“Tapi kalau sekarang, tangkap saja dia. Masukkan ke penjara sampai busuk,” tantang ibu itu.

Sahabat, hidup ini tidak semulus yang dibayangkan. Hidup berkeluarga juga demikian. Selalu saja ada kerikil-kerikil tajam yang menghadang perjalanan hidup seseorang. Namun orang tidak boleh menyerah pada kenyataan hidup yang pahit. Orang mesti bangkit untuk menghadapi kenyataan hidup ini.

Kisah di atas memang mengenaskan. Sebuah kisah yang membuat manusia seolah-olah tidak berdaya. Sang ibu sudah kehabisan kesabaran menyaksikan orang yang begitu dekat dengannya mengkhianati dirinya. Berseminya cinta baru menjadi penghalang bagi dirinya untuk meneruskan perjuangan cintanya.

Tentu saja hal ini terasa sakit. Hal ini menjadi suatu pembelajaran bagi perjalanan hidup sebagai suami istri. Orang mesti selalu hati-hati dan waspada. Bukan berarti orang selalu hidup dalam kecurigaan demi kecurigaan. Tetapi orang mesti lebih waspada dan bijaksana dalam hidup ini.

Bukankah kisah-kisah seperti di atas tidak hanya sekali ini terjadi dalam perjalanan hidup manusia? Bukankah kisah-kisah seperti ini sudah berlangsung ribuan tahun? Waspada membuka mata dan hati orang untuk menjalani hidup ini dengan bijaksana. Orang mesti mampu mengolah setiap peristiwa hidup yang dialaminya pada hari itu.

Tidak ada seorang perempuan pun yang ingin mengalami hal seperti ini. Ini sebuah tragedi bagi kehidupannya. Artinya, peristiwa ini tidak pernah dibayangkan akan menimpa dirinya. Karena itu, yang dibutuhkan adalah suatu upaya untuk terus-menerus mewaspadai ‘si iblis’ menyelinap ke dalam kehidupan berkeluarga.

Untuk itu, keluarga-keluarga mesti membuka hatinya bagi Tuhan. Keluarga-keluarga mesti mempersilahkan Tuhan ambil bagian dalam kehidupan mereka. Hanya dengan cara ini, keluarga-keluarga mampu mengatasi ketidaksetiaan dalam perjalanan hidup berkeluarga mereka. Mari kita terus-menerus berupaya untuk menjauhkan diri dari ketidaksetiaan. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT


1153

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.