“Haruskah aku menyalibkan rajamu?” tanya Pilatus kepada orang-orang Yahudi (Yoh. 19:15).
Aneh. Pilatus tetap bertahan bahwa Yesus adalah raja orang Yahudi. Padahal semestinya dia menindak Yesus secara tegas. Dia semestinya menonjolkan kaisar Romawi sebagai satu-satunya penguasa jagat raya waktu itu. Bukankah dia sendiri adalah wakil kaisar yang mesti memerintah wilayah Palestina?
Rupanya Pilatus mulai sedikit demi sedikit sadar bahwa orang yang ada di hadapannya bukan sekadar manusia biasa. Dia memang datang untuk merajai dunia ini! Karena itu, Pilatus takut menjatuhkan hukuman atas diri Yesus. Dia taku ikut bersalah. Ia cemas kalau-kalau sesuatu yang dahsyat akan menimpa dirinya.
Karena itu, Pilatus menyerahkan kembali Yesus kepada orang-orang yang membawanya, “Inilah rajamu!” kata Pilatus.
Tetapi orang-orang Yahudi tetap tidak mau menerima kenyataan bahwa mereka memiliki seorang raja. Bahkan mereka menolak kehadiran Yesus. Di balik penolakan itu tersembunyi suatu rasa takut yang luar biasa. Imam-imam kepala dan orang-orang Farisi takut kalau-kalau Yesus menjadi batu sandungan bagi mereka. Apalagi ketika Yesus menunjukkan kuasanya melalui mukjizat-mukjizat yang menakjubkan.
“Apabila kita biarkan Dia, maka semua orang akan percaya kepadanya dan orang-orang Roma akan datang dan akan merampas tempat suci kita serta bangsa kita,” kata mereka (Yoh. 11:48).
Karena itu, dengan keras mereka menyatakan bahwa mereka tidak mempunyai seorang raja pun. “Kami tidak mempunyai raja selain daripada Kaisar!” teriak orang-orang Yahudi yang sudah diracuni oleh pandangan kaum Farisi itu.
Dalam situasi seperti itu, Pilatus semakin bingung. Sudah berulang kali ia meyakinkan orang banyak itu bahwa Yesus tidak melakukan suatu kesalahan pun, namun orang-orang itu ngotot. Karena itu, ia memilih jalan tengah. Ia menyerahkan Yesus kembali kepada rakyat banyak. Mungkin dalam hatinya ia berpikir masih ada orang yang membela Yesus, karena Yesus toh sudah membantu begitu banyak orang.
Selain itu, Pilatus tampaknya masuk dalam perangkap orang-orang Farisi yang sudah lama memusuhi Yesus. Yesus pernah mengecam orang-orang Farisi itu secara keras sekali. Bahkan Yesus memasukkan mereka ke dalam golongan orang-orang munafik. Karena itu, kesempatan seperti ini menjadi suatu saat untuk menumpahkan segala rasa sakit hati, benci dan iri yang telah terpendam sekian lama.
Usaha untuk menangkap Yesus itu sebenarnya sudah lama berjalan. Cuma cara dan alasan yang tepat belum ditemukan. Barulah sekarang, ketika Yesus dalam keadaan tangan terborgol mereka memiliki kesempatan untuk menghabisi Yesus. Menarik sekali mencermati peristiwa sesudah Yesus membangkitkan Lazarus. Orang-orang Farisi marah mendengar berita itu. Mereka bersepakat untuk membunuh Yesus. Karena itu, Yesus menyingkir ke Efraim dan tinggal bersama murid-murid-Nya di sana. “Sementara itu imam-imarn kepala dan orang-orang Farisi telah memberitahukan perintah supaya setiap orang yang tahu di mana Dia berada memberitahukannya, agar mereka dapat menangkap Dia” (Yoh. 11:57).
Orang-orang Farisi juga takut kehilangan wibawa dengan hadirnya seorang raja yang berasal dari dusun Nazareth. Orang-orang Farisi itu pula telah menghalangi banyak orang untuk secara terus terang percaya kepada Yesus. “Namun banyak juga di antara para pemimpin yang percaya kepadanya, tetapi oleh karena orang-orang Farisi mereka tidak mengakuinya berterus terang, supaya mereka jangan dikucilkan. Sebab mereka lebih suka akan kehormatan manusia daripada kehormatan Allah” (Yoh. 12:42-43).
Akibatnya jelas! Yesus dihukum menurut adat istiadat Yahudi: Yesus disalibkan! Mereka membunuhnya secara keji, meski sebelumnya di hadapan Pilatus mereka sudah menegaskan, “Kami tidak boleh membunuh seseorang” (Yoh. 18:3 1). Pembelaan Pilatus, karena mendapati Yesus tidak bersalah, menjadi sia-sia. Yesus dibawa ke Tempat Tengkorak untuk dihabisi di sana.
Dewasa Ini: Masih Adakah yang Membela Yesus?
Suatu ketika seorang bekas narapidana menceritakan kepada saya mengenai pembelaan yang diberikan kepadanya oleh seorang pembela. Ia sangat bergembira bahwa di zaman ini masih ada yang membelanya secara gratis. Ia seorang yang selalu dililit kemiskinan dalam hidupnya. Karena itu, untuk menghidupi diri dan keluarganya, suatu ketika ia terpaksa mencuri seekor sapi di kampung tetangganya. Malang baginya. Ia ditangkap oleh warga kampung itu ketika sedang melakukan aksinya di malam hari.
“Sungguh, itulah pertama kali saya mencuri. Tetapi saya langsung ditangkap dan dibawa ke kantor polisi beramai-ramai,” katanya.
Lantas ia diajukan ke pengadilan. Seandainya tidak ada seorang pembela beragama Katolik yang berbaik hati, pasti ia akan mendekam di penjara selama beberapa tahun. Pembela itu berusaha habis-habisan untuk mendapatkan hukuman seminimal mungkin baginya.
“Waktu itu, jaksa menuntut saya empat tahun penjara. Saya kaget. Kok hanya seekor sapi, saya dipenjara begitu lama? Bagaimana dengan istri dan anak-anak saya?” cerita mantan napi itu.
Dalam pembelaannya, pembela yang murah hati itu (tidak mau minta bayaran karena yang dibela memang miskin) memberikan berbagai pertimbangan yang mampu meringankan hukumannya. Misalnya, ia seorang ayah dati tiga orang anak kecil-keci lyang masih sangat membutuhkan kehadiran seorang ayah. Ia seorang suami yang baik bagi istrinya dengan tidak pernah menipu atau main serong. Perbuatannya yang melanggar hukum itu baru pertama kali ia lakukan dengan sangat terpaksa.
Hasilnya? Mantan napi itu diputuskan oleh hakim untuk menjalani enam bulan penjara. Ia begitu bergembira. Ia langsung mencium kaki pembelanya itu begitu hakim mengetok palu vonis. Ia menangis terharu, karean ada seorang yang rela meluangkan waktu untuk peduli terhadap dirinya.
Bagi pembela itu, ia bukan hanya berhadapan dengan seorang pencuri sapi. “Saya seperti berhadapan dengan Tuhan Yesus sendiri yang membutuhkan bantuan. Saya melihat orang itu tidak pantas untuk mendapatkan hukuman selamaempat tahun. Jadi saya membela dia habis-habisan. Bukankah Tuhan Yesus pernah mengatakan bahwa kalau kamu menerima salah seorang yang paling hina ini kamu menerima Aku?” kata pembela itu.
Yah,ternyata masih ada pembela yang mau peduli terhadap mereka yang miskin. Masih ada orang yang mau menyelamatkan sesamanya dari ketidakpastian hukum di zaman ini. **
Frans deSales SCJ
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.