Pages

21 Desember 2013

Berani Bertanggung Jawab




Beranikah Anda bertanggung jawab atas apa yang Anda lakukan dalam hidup ini? Kalau Anda tidak berani, lalu siapa yang mesti bertanggungjawab atas perbuatan Anda?

Ada seorang ibu yang punya dua orang anak. Keduanya anak-anak yang rajin dan taat kepada orangtua mereka. Biasanya sang ibu memberi tugas kepada mereka untuk membeli minyak. Mereka selalu bergantian membeli minyak. Suatu hari, anak yang pertama terjatuh sambil membawa sebuah cerigen berisi minyak. Tumpah setengahnya.

Sampai di rumah, ia melapor, ”Bu, tadi saya terjatuh. Kaki saya terantuk. Akibatnya, minyak yang saya bawa tumpah. Setengahnya, bu.”

Seminggu kemudian, kejadian yang sama menimpa adiknya. Kali ini, ada sebuah motor yang menyenggol cerigen minyak yang dibawanya. Ia terjatuh bersama cerigen penuh minyak itu. Akibatnya, setengah dari minyak itu tumpah sia-sia. Ia merasa sangat sedih. Ia menangisi minyak yang hilang itu. Tapi apa mau dikata. Ia hanya bisa membawa pulang setengah cerigen minyak itu ke rumahnya.

Sampai di rumah, ia melapor, ”Ibu, saya minta maaf. Saya harus bertanggungjawab atas kesalahan yang telah saya lakukan.”

Ibunya bingung mendengar kata-kata anaknya. Lantas ia bertanya, ”Kesalahan apa, nak?”

Anak itu berkata, ”Saya tidak bisa menyelamatkan cerigen berisi minyak. Begitu saya disenggol motor, minyak itu tertumpah sebagian. Saya sudah berusaha sekuat tenaga untuk menyelamatkan seluruh minyak itu, tetapi saya tidak mampu. Saya siap menerima hukuman.”

Sahabat, dua peristiwa yang sama, tetapi ditanggapi secara berbeda. Anak pertama memandang peristiwa itu dari sudut yang negatif. Kalau sudah jatuh, ya sudah. Tidak perlu ada usaha untuk menyelamatkannya. Ia hanya menjalankan tugasnya. Yang penting ia sudah berhasil membawa minyak itu sampai ke rumahnya. Itu sudah cukup. Tentu hal ini bukan suatu keutamaan dalam hidup beriman.

Sedangkan anak yang kedua telah berusaha mati-matian untuk menyelamatkan minyaknya. Ia merasa bertanggung jawab atas tugas yang diberikan kepadanya. Karena itu, ia siap menerima hukuman atas keteledorannya.

Mochtar Lubis, seorang sastrawan dan penulis terkenal Indonesia, mengatakan bahwa ciri pertama orang Indonesia adalah tidak mau bertanggungjawab atas perbuatannya. Orang melempar tanggung jawab. Orang tidak berani mempertanggungjawabkan apa yang dilakukannya. Hal ini tampak dalam hidup sehari-hari. Misalnya, orang yang tidak mau bertanggungjawab atas perbuatannya biasanya mengalihkan tanggung jawab itu kepada orang lain. Ia akan bilang, “Ini bukan saya. Orang lain yang melakukannya.”

Sebagai orang beriman, tentu kita tidak ingin hal seperti ini terjadi atas diri kita. Orang beriman itu selalu berani mempertanggungjawabkan perbuatan yang dilakukannya. Orang yang dewasa dalam imannya adalah orang yang sungguh-sungguh mampu mempertanggungjawabkan imannya di hadapan Tuhan dan sesama. Dengan demikian, ia dapat menjadi kuat dalam imannya. Ia tidak mudah goyah oleh berbagai godaan yang datang kepadanya. Mari kita berusaha untuk bertanggung jawab atas apa yang kita lakukan. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT


1015

20 Desember 2013

Hati-hati, Ada Musuh dalam Diri Kita

 

Pernahkah Anda menyadari bahwa dalam diri Anda ada musuh yang sedang mengintai diri Anda? Kalau Anda belum pernah menyadarinya, baik kalau saat ini Anda sungguh-sungguh menyadarinya. Mengapa? Karena ternyata musuh yang ada dalam diri Anda itu bisa menghancurkan diri Anda.

Suatu hari seorang anak muda merasa takut luar biasa. Tidak ada angin, tidak ada hujan deras. Dia hanya merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan dirinya sendiri. Ia berusaha untuk menenangkan dirinya. Tetapi tetap saja ada sesuatu yang ia rasakan membuat ia sangat cemas.

Ia tidak tinggal diam atas hal itu. Ia mendatangi seseorang yang ia anggap bisa memecahkan persoalan dirinya. Seorang bijak yang ia kenal sangat berpengaruh atas begitu banyak orang yang mengalami persoalan dalam hidupnya. Setelah bertemu dan menceritakan kondisi dirinya, ia bertanya kepada orang bijak itu, ”Apa yang terjadi dengan diri saya?”

Orang bijak itu tersenyum. ”Anak muda, yang Anda takutkan sebenarnya tidak perlu. Tidak ada yang mengancam dirimu. Jadi kamu tidak perlu takut,” kata orang bijak itu.

Anak muda itu terkejut mendengar kata-kata orang bijak itu. Ia termenung sesaat. Lantas ia mulai menemukan hal yang sesungguhnya. Ia merasa bahwa ada musuh yang sedang mengancam dirinya. Tetapi musuh itu bukan berasal dari dirinya sendiri. Musuh itu ternyata berasal dari dirinya sendiri.

Selama ini ia selalu menuruti apa yang menjadi kemauan dirinya. Ketika kemauannya menjadi begitu kuat, ia tidak bisa menolak. Ia tidak bisa memilah antara kemauan yang baik dan kemauan yang buruk. Semua ia anggap baik. Akibatnya, yang buruk pun menjadi baik baginya. Ia pun merasa ketakutan. Ia takut untuk tidak mengikuti kemauannya.

Sahabat, seringkali manusia merasa takut akan sesuatu yang sebenarnya tidak ada. Orang terjebak dalam bayang-bayang yang dibuatnya sendiri. Akibatnya, orang masuk dalam suatu kekeliruan dalam hidup ini. Kisah di atas mau menunjukkan bahwa manusia semestinya mengendalikan kemauan dirinya. Apa yang dimaui itu belum tentu baik dan benar untuk kehidupan ini.

Kita hidup dalam dunia di mana godaan untuk memenuhi kemauan diri kita begitu kuat. Hal ini disebabkan oleh berbagai hal seperti keinginan untuk menyamai orang lain. Kita ingin sama atau bahkan lebih dari orang lain. Karena itu, kita berusaha sekuat tenaga untuk memenuhi keinginan diri kita. Tentu saja kondisi seperti ini sangat menggangu hidup kita. Kita berusaha sekuat tenaga, meskipun sebenarnya kita tidak mampu untuk memenuhi setiap keinginan diri kita.

Sebagai orang beriman, kita diajak untuk membuat suatu pertimbangan yang matang terhadap begitu banyak kemauan atau keinginan yang ada dalam diri kita. Kalau kita tidak mampu memilih kemauan yang baik dan berguna untuk diri kita, kita akan merasakan bahwa diri kita sendiri adalah musuh bagi hidup kita. Kita akan mengalami rasa takut dan cemas yang berlebihan. Situasi seperti ini akan mengganggu seluruh hidup kita. Padahal kita mesti berproses dalam pertumbuhan hidup kita.

Mari kita berusaha untuk sungguh-sungguh memilah-milah antara kemauan yang baik dan berguna untuk hidup kita. Kita mesti sungguh-sungguh menyadari bahwa kita hidup bukan hanya untuk memenuhi kemauan diri kita sendiri. Kita mesti berani menundukkan kemauan yang ada dalam diri kita. Jangan kita membiarkan kemauan itu menguasai diri kita. Dengan demikian, kita akan dapat menemukan suatu situasi hidup yang lebih baik di hadapan Tuhan dan sesama. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Fabaloid KOMUNIO/Majalah FIAT

1014

19 Desember 2013

Kesombongan Membawa Kegagalan

 

Pernahkah Anda mengalami kejatuhan karena kesombongan? Mungkin banyak dari Anda yang pernah mengalami hal ini. Nah, apa yang Anda lakukan ketika mengalami hal ini? Tentu Anda ingin mengubah situasi hidup Anda.

Suatu hari, seorang bapak tampak sangat murung. Soalnya adalah usaha-usahanya terbengkalai. Sudah tidak ada apa-apanya lagi. Padahal dulu ia sangat berhasil. Ia menjadi andalan bagi begitu banyak orang. Ia menjadi sandaran bagi kehidupan masyarakat di desanya.

Kepada istrinya, ia berkata, “Ini akibat kesombongan saya. Ketika berada di puncak kejayaan, saya lengah. Saya merasa tidak ada lagi yang menyaingi usaha-usaha saya.”

Istrinya hanya diam. Ia tidak mau menambah perih pedih batin suaminya. Ia sadar bahwa kesombongan telah menggerogoti seluruh usaha dan hidup mereka. Ketika mereka sedang berada pada puncak kejayaan, berbagai nasihat tidak pernah mereka gubris. Bahkan orang-orang yang memberi masukkan dan nasihat itu dianggap bodoh dan tidak berguna.

Sekarang, bapak itu merasa seolah-olah ditinggalkan semua orang. Hanya istrinya yang setia mendampinginya dalam kondisi seperti itu. Ia mendapatkan kekuatan. Ia bertekad untuk kembali memulai usaha-usahanya. Ia sadar bahwa ia mesti mendengarkan nasihat-nasihat sesamanya. Ia tidak ingin mengandalkan kesombongan dan keangkuhannya lagi.

Sahabat, sebab terbesar dari kegagalan manusia adalah kesombongan. Manusia yang sombong biasanya menutup telinganya terhadap berbagai nasihat dari orang lain. Orang yang sombong biasanya menganggap remeh kekuatan orang lain. Orang sombong merasa diri menguasai segala-galanya. Akibatnya ia lengah. Ia tidak mampu membaca tanda-tanda zaman. Ia tidak mampu melihat pesaing-pesaing baru di sekitarnya.

Kisah di atas mau mengatakan kepada kita bahwa orang mesti memiliki suatu integritas kepribadian. Artinya, orang yang mampu menerima setiap bentuk nasihat atau kritik atas dirinya. Kritik atau saran dilihat sebagai sesuatu yang membangun diri dan kemajuan dirinya. Bukan sebagai sesuatu yang menghancurkan dirinya. Justru ketika orang menolak kritik atau saran biasanya cepat atau lambat akan menemukan kegagalan dalam hidup ini.

Kita mengenal ada istilah ilmu padi yang makin berisi makin merunduk. Artinya, orang yang memiliki sesuatu yang banyak itu mesti memiliki kerendahan hati yang lebih mendalam. Dengan kerendahan hati itu, ia dapat memberi hasil yang melimpah kepada sesamanya. Bagai padi yang bulirnya penuh berisi, ia mampu membahagiakan sesamanya.

Sebagai orang beriman, kita diajak untuk memiliki kerendahan hati. Dalam situasi kerendahan hati itu, orang akan menemukan hidup ini menjadi lebih bermakna. Orang mudah mendengarkan sesamanya. Orang mudah menjalin bersahabatan yang tulus dengan sesamanya.

Mari kita berusaha untuk hidup bersahaja dan rendah hati. Bagi kita, hidup ini semakin bermakna ketika kita mampu mendengarkan nasihat atau kritik yang membangun dari sesama kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT

1013

18 Desember 2013

Kejujuran Membawa Keharmonisan

 

Apa yang akan terjadi ketika terjadi ketidakjujuran dalam membangun persaudaraan? Saya yakin yang terjadi adalah pertentangan dan percekcokan.

Ada dua orang kakak beradik yang sepakat untuk punya usaha bersama. Masing-masing mereka menanamkan 50 persen saham. Dalam perjanjian, hasil usaha akan dibagi sama rata. Tidak ada yang kurang, tidak ada yang lebih. Mengapa? Karena masing-masing punya setengah dari saham usaha itu. Kalau ada yang mau mendapatkan keuntungan yang lebih banyak, ia mesti membeli lagi saham dari saudaranya.

Kedua kakak beradik itu pun menjalankan usaha itu bersama-sama pula. Tahun demi tahun mereka lewati bersama. Keuntungan mereka bagi bersama secara adil sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Namun suatu ketika sang adik mulai melakukan hal yang tidak wajar. Ia memanipulasi data-data setelah sejumlah besar uang telah ia ambil. Akibatnya, pada akhir tahun ia mendapatkan keuntungan yang lebih banyak.

Sang kakak mulai menaruh curiga atas kondisi tersebut. Namun berbagai alasan dibuat oleh sang adik, sehingga sang kakak tetap yakin akan ketulusan hati sang adik. Tahun berikutnya, sang kakak mulai mengetahui akal bulus sang adik. Ia mulai menghitung dengan lebih cermat hasil usaha mereka. Yang ia temukan ternyata jauh lebih banyak dari yang biasanya.

Setelah mengadakan pembicaraan dengan sang adik seperlunya, sang kakak memutuskan untuk pecah kongsi. Ia tidak mau dikibuli terus-menerus. Ia tidak mau sang adik tidak adil terhadap dirinya. Ia menuntut kejujuran, tetapi ketika kejujuran tidak bisa dipertahankan lebih baik pecah kongsi. Uang ternyata menjadi pemicu perpisahan mereka. Uang tidak memandang siapa orang yang menggunakannya.

Sahabat, kata orang, urusan uang adalah urusan besar. Karena itu, orang mau bersahabat atas nama segala macam hal, kecuali dalam hal uang. Begitu menyangkut soal keuntungan atau pembagian harta, orang tidak lagi mengenal teman atau saudara. Persaudaraan bisa hancur karena kuasa uang. Uang punya kuasa yang sedemikian tinggi.

Kisah di atas mau mengatakan kepada kita bahwa kejujuran mesti menjadi andalan dalam kebersamaan. Ketika kejujuran tidak bisa diandalkan lagi, orang akan menemukan hidup yang kurang harmonis. Orang tidak bisa saling mempercayai. Yang terjadi adalah percekcokan yang tiada henti, karena orang saling curiga dalam hidup ini.

Dalam kondisi seperti ini, orang mesti instrospeksi diri. Orang mesti menukik ke dalam dirinya sendiri. Orang mesti berani mempertanyakan kembali motivasi dirinya dalam membangun persaudaraan. Orang yang jujur akan membangun persaudaraan demi kebahagiaan bersama. Tetapi orang yang tidak jujur akan membangun persaudaraan demi kepentingan dirinya sendiri. Begitu kepentingannya tidak terpenuhi, orang seperti ini akan menggunakan cara-cara tidak baik untuk memenuhi kepentingan dirinya.

Sebagai orang beriman, kita mesti berani membangun hidup bersama yang harmonis berdasarkan kejujuran. Orang mesti yakin bahwa hanya melalui kejujuran itu, orang mampu membangun hidup yang lebih baik. Kehidupan bersama akan berjalan dengan baik dan harmonis hanya melalui kejujuran yang melimpah rua dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO


1012

Maju Terus meski Ada Rintangan Menghadang



Apa yang akan Anda lakukan, ketika tantangan dan rintangan menghadang perjalanan hidup Anda? Anda berhenti dan menyerah? Atau Anda menghadapinya dengan penuh penyerahan diri kepada Tuhan.

Saya kira banyak dari Anda pernah melihat permainan ular tangga. Atau bahkan banyak dari Anda pernah memainkannya, sebagai cara untuk melepas ketegangan. Tujuan dari permainan tersebut untuk mencapai petak terakhir. Tetapi perjalanan yang harus dilalui tidak selalu mulus. Mengapa? Karena selain tangga, ada ular-ular yang menghalangi perjalanan mencapai tujuan.

Ular tangga ditemukan tahun 1870. Nilai moralnya adalah apapun yang dihadapi, seseorang harus terus bermain jika ingin tiba di akhir. Ular dipakai sebagai simbol pengaruh jahat dari musuh. Sedangkan tangga adalah simbol sesuatu yang baik, yang bisa membawa seseorang naik ke tingkat yang lebih tinggi.

Begitu orang mencapai kepala ular, orang mesti turun lagi ke ekor dari ular itu. Bisa dekat, bisa juga jauh. Dalam situasi seperti ini, orang akan merasa kesal, bahkan kecewa. Kok kenapa sudah hampir sampai puncak, tetapi turun lagi? Tetapi itulah permainan yang menuntut kesabaran dari semua yang bermain.

Sahabat, kita hidup dalam dunia yang penuh dengan pergolakan. Kita bergolak dengan diri sendiri tentang apa yang mesti kita pakai hari ini. Kita bergolak dengan diri tentang apa yang akan kita makan atau bergaul dengan seseorang. Dalam pergolakan itu, kita bisa salah arah. Kita bisa tersesat.

Namun sebagai orang beriman, kita mesti memiliki kesabaran dalam hidup. Ketika kita sabar, kita akan meraih apa yang kita inginkan. Orang yang sabar itu orang yang berani hidup dalam proses. Orang yang tidak ingin cepat-cepat meraih impiannya. Orang yang mau berjuang dalam hidupnya.

Kisah di atas memberi kita suatu gambaran tentang perjuangan yang mesti dilakukan seseorang, ketika menjalani kehidupan ini. Orang tidak boleh putus asa ketika menghadapi tantangan-tantangan. Orang mesti berani bangkit lagi untuk meraih cita-cita menjadi orang yang bahagia dalam hidup ini. Memiliki hidup yang damai dan bahagia tidaklah mudah. Dibutuhkan ketegaran dalam hidup. Dibutuhkan usaha-usaha yang terus-menerus penuh kesabaran. Hanya dengan cara ini, orang akan berhasil dalam hidupnya.

Sebagai orang beriman, kita diundang untuk menjalani hidup ini dengan menyerahkan hidup kepada Tuhan. Hanya dengan memberikan diri kita kepada Tuhan, kita akan mengalami hidup yang damai dan bahagia. Ada tantangan dan rintangan yang mesti kita hadapi. Tetapi rintangan dan tantangan itu mesti menjadi motivasi bagi kita untuk terus melanjutkan perjalanan hidup ini.

Mari kita berjuang untuk mengalami damai dan bahagia dalam hidup ini dengan tekun dan sabar. Dengan demikian, kita akan mengalami sukacita dan damai dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT

1011

16 Desember 2013

Memiliki Sikap Bela Rasa terhadap Sesama



Apa yang akan Anda lakukan, ketika Anda menyaksikan sesama Anda tak berdaya? Anda tinggalkan dia? Atau Anda berusaha untuk memberikan pertolongan kepadanya?

Namanya Nurmala Perpetua Pangaribuan. Sejak tahun 2001 lalu ia menggantikan suaminya menjadi juru parkir di Jalan Kolonel Atmo Palembang. Ia lakukan itu untuk kelansungan ekonomi keluarganya yang terancam oleh penyakit stroke yang diderita suaminya.

Mulai pukul tiga sore, perempuan kelahiran Medan ini mulai melakukan tugasnya mengatur kendaraan yang parkir di depan Bank Mandiri itu. Ia begitu lincah mengatur kendaraan yang keluar masuk di jalanan yang sibuk dan ramai itu. Dengan peluit di mulut dan pakaian warna kuning bertuliskan ‘Juru Parkir’, ia melaksanakan tugasnya demi kelangsungan pendidikan tiga buah hatinya.

Meski sudah membuktikan kemampuannya, namun sang suami masih belum bisa percaya kalau Nurmala dapat menjadi seorang juru parkir yang baik. “Suami saya tidak percaya, kalau saya bisa menggantikan pekerjaannya menjadi juru parkir. Namun saya katakan bahwa kita ini butuh hidup, butuh melanjutkan sekolah anak-anak. Dari mana dapat uang, kalau kita tidak mencari?” kata Nurmala.

Berkat kerja kerasnya itu, seorang anaknya sudah menyelesaikan studinya di sebuah perguruan tinggi di Kota Palembang. Sebenarnya ia merasakan ada beban berat yang mesti ia pikul di pundaknya. Tidak gampang bagi seorang perempuan menjadi tulang punggung bagi keluarga. Namun ia yakin, Tuhan telah memberi kekuatan bagi hidupnya. Karena itu, ia mesti tegar. Ia tidak boleh menyerah begitu saja pada kenyataan hidupnya. “Saya pasrah kepada Tuhan. Apa yang akan terjadi, terjadilah,” katanya.

Sahabat, perjuangan seorang perempuan yang boleh mendapatkan acungan jempol ini tentu saja memberikan kita semangat. Ia tidak berhenti pada situasi hidupnya yang mengancam diri dan keluarganya. Ia mengambil inisiatif untuk menyelamatkan ekonomi keluarganya.

Tentu saja ini suatu perjuangan yang penuh heroik. Seseorang yang rela mengorbankan hidupnya untuk sesamanya merupakan suatu kegembiraan besar bagi sesama. Orang beriman itu mesti memiliki tekad dan kehendak yang kuat untuk keluar dari lilitan kemiskinan. Orang beriman itu orang yang selalu memiliki inisiatif-inisiatif yang positif untuk kebahagiaan bersama.

Tanggung jawab untuk keselamatan itu bukan hanya tanggung jawab orang-orang tertentu saja. Tetapi setiap orang memiliki tanggung jawab yang sama untuk menemukan cara-cara untuk kebahagiaan sesama.

Orang beriman yang berani berjuang untuk hidup sesamanya adalah orang yang sungguh-sungguh menghayati hidupnya secara nyata. Orang seperti ini biasanya memiliki kepekaan terhadap sesama di sekitarnya. Orang yang tidak pernah tinggal diam, ketika menyaksikan sesamanya membutuhkan bantuannya.

Mari kita berusaha untuk memiliki kepekaan terhadap sesama yang membutuhkan bantuan kita. Kepekaan itu mengundang kita untuk memiliki sikap bela rasa terhadap sesama yang menderita. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO

1010

15 Desember 2013

Membiarkan Tuhan Menuntun Hidup Kita


Apa yang akan Anda lakukan ketika Anda merasa seolah-olah terjadi kebuntuan dalam hidup Anda? Anda mencari dan menemukan jalan sendiri? Atau Anda meminta kepada Tuhan untuk membantu Anda?

Ada seorang remaja, ketika lulus SMA, hanya mempunyai satu pilihan untuk kuliah perhotelan. Menurutnya, hal ini sesuai dengan minatnya. Ia berpikir tujuan hidupnya adalah untuk menjadi seorang peramu minuman. Tes demi tes dilewatinya. Namun pada tes terakhir dia gagal. Hal itu membuatnya frustrasi.

Namun pada saat membaca sebuah koran, ia menemukan sebuah pengumuman masuk perguruan tinggi negeri untuk jurusan memasak. Pertama kali ia mengetahui ada jurusan tersebut di sebuah perguruan tinggi. Ia diterima di perguruan tinggi tersebut. Ia belajar sambil bekerja.

Bagi remaja itu, penerimaan terhadap dirinya di perguruan tinggi itu bukan suatu kebetulan. Itu adalah rahmat Tuhan yang ia dapatkan dalam perjalanan hidupnya. Karena itu, ia mau belajar dengan baik. Ia ingin meraih cita-cita bekerja di sebuah hotel sebagai tukang masak di sana.

Ternyata apa yang dia cita-citakan dapat ia raih. Begitu lulus dari perguruan tinggi tersebut, ia diterima di sebuah hotel berbintang lima. Ia bekerja di sana sebagai seorang tukang masak di restoran yang ada di hotel itu. Ia sangat bahagia. Ia mensyukuri kebaikan Tuhan atas keberhasilannya itu. Baginya, ini bukan hasil kerjanya melulu. Ini campur tangan Tuhan atas dirinya. Mengandalkan kekuatannya sendiri, ia tidak mungkin meraih cita-citanya.

Sahabat, banyak orang sering lupa akan kebaikan Tuhan. Mereka merasa bahwa keberhasilan yang mereka capai adalah karya dan usaha mereka sendiri. Jerih payah mereka telah mengantar mereka meraih kebahagiaan dalam hidup ini. Akibatnya, banyak orang menjadi sombong. Orang tidak mau lagi mensyukuri kebaikan Tuhan yang telah memberi mereka segala-galanya untuk hidup ini.

Kisah di atas memberi kita inspirasi untuk selalu terbuka akan penyelenggaraan Tuhan. Hidup kita ini melulu karena kebaikan Tuhan. Andaikan Tuhan tidak memberi kita rahmat demi rahmat, kita tidak akan hidup. Kita tidak punya semangat untuk meneruskan perjalanan hidup ini. Kita menjadi manusia yang hidup tanpa arah.

Karena itu, yang dibutuhkan dari kita adalah suatu sikap syukur yang terus-menerus kepada Tuhan. Caranya adalah membiarkan Tuhan berkarya dalam diri kita. Kita memberi kesempatan kepada Tuhan untuk senantiasa menuntun arah hidup kita. Dengan demikian, hidup ini menjadi semakin bermakna.

Memang, ada berbagai godaan yang menghadang hidup kita. Ketika kita ingin tetap setia kepada Tuhan, ada saja yang menggoda kita untuk meninggalkan Tuhan. Kita ditarik oleh godaan itu untuk berjuang sendirian. Untuk itu, kita mesti yakin bahwa Tuhan ingin menuntun dan memelihara hidup kita. Mari kita arahkan hidup kita senantiasa kepada Tuhan. Dengan demikian, kita mengalami sukacita dan damai dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO

14 Desember 2013

Memiliki Solidaritas bagi Yang Miskin



Apa yang akan Anda lakukan ketika Anda berhadapan dengan sesama Anda yang miskin tak berdaya? Anda meninggalkan dia berjuang sendirian? Atau Anda mau mengulurkan tangan baginya?

Sebuah Rumah kebun yang berlokasi di Jalan Latenri Dolo, Kelurahan Pattirosompe, Kecamatan Tempe, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan itu ukurannya hanya 5x6 meter. Namun siapa menyangka, di dalamnya hidup sepasang suami istri dengan 12 anak.

Diberitakan oleh Kompas.com beberapa waktu lalu, hidup keluarga ini jauh dari layak. Bahkan untuk bertahan hidup, Pance, sang kepala keluarga, harus bekerja serabutan. Salah satunya adalah membersihkan kebun warga dengan upah Rp 10.000 per kebun.

Sambil menggoyang-goyang salah satu bayinya yang masih terus menangis di ayunan, Pance berkata, "Cuma Rp 10.000 satu kebun, biar luas atau kecil tetap Rp 10.000."

Tak hanya Pance, beberapa anaknya yang sudah beranjak besar ikut membantu keluarga dengan menjadi penggembala kambing. Semua anak Pance harus putus sekolah untuk membantu perekonomian keluarga. Terlebih sejak jatah bantuan beras miskin (raskin) dihentikan.

Tentang beras miskin, Pance berkata, "Oh kalau soal raskin itu memang sudah tiga bulan tidak ada. Saya juga tidak tahu apa sebabnya.”

Sementara, sebagian lain anak Pance yang masih balita, hanya bisa berkeliaran di atas rumah panggung yang terbuat dari kayu. Beberapa anak tampak tak mengenakan baju dan bermain dengan keadaan telanjang.

Sebenarnya, dulu Pance adalah pengemudi becak motor (bentor). Namun pascakecelakaan lalulintas yang dialami Pance, kini pemilik bentor tersebut enggan menyewakan angkutan tersebut kepada Pance.

Tentang becak motor itu, Nani, istri Pance, berkata, "Dulu suamiku tukang bentor, tapi sudah tabrakan. Jadi yang punya bentor kasih orang lain untuk bawa bentornya."

Sahabat, kemiskinan selalu mendera hidup manusia. Ada banyak sebab seseorang menjadi miskin. Ada yang miskin karena kehidupan sosial ekonomi yang berat. Untuk makan tiga kali sehari saja mereka tidak mampu menyediakannya. Mereka bekerja keras, tetapi hasil yang mereka peroleh tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.

Kisah di atas menjadi salah satu contoh bagi kehidupan kita. Kemiskinan membahayakan kehidupan. Kemiskinan itu membuat martabat manusia kehilangan maknanya. Untuk itu, yang mesti dilakukan adalah upaya-upaya untuk mengatasi kemiskinan itu. Dibutuhkan suatu solidaritas kemanusiaan. Solidaritas antarmanusia, bukan hanya diserahkan kepada pihak-pihak tertentu untuk memiliki solidaritas terhadap mereka yang miskin itu.

Di tingkat nasional, dibutuhkan pertobatan massal. Korupsi mesti dihentikan, karena uang untuk kebutuhan masyarakat yang lebih luas hanya dinikmati oleh sejumlah kecil orang. Masyarakat yang lemah dan tak berdaya menjadi korban atas perbuatan jahat korupsi itu. Korupsi itu suatu bentuk penyangkalan terhadap martabat manusia. Mengapa? Karena manusia itu makhluk sosial, tetapi orang hanya mementingkan egoismenya saja. Orang tidak memikirkan sesamanya yang sedang berkesusahan.

Orang beriman tentu akan membuang jauh-jauh egoisme yang bercokol dalam dirinya. Artinya, orang beriman memiliki kepedulian terhadap sesamanya yang miskin dan menderita. Orang beriman mencintai sesamanya, karena Tuhan senantiasa mencintai dirinya. Mari kita lepaskan egoisme kita demi hidup yang lebih baik. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO

1008

13 Desember 2013

Kasih yang Tak Pernah Pudar


Apa yang akan Anda lakukan ketika kasih yang Anda berikan dengan tulus dikhianati? Anda frustrasi? Atau Anda tetap mengasihi dengan segenap hati, meski terasa sakit dan menyakitkan?

Ada seorang ibu yang tragis dalam hidupnya. Ia membesarkan dua orang anaknya hingga mereka memiliki pekerjaan yang baik. Tanpa suami yang sudah lama pergi entah ke mana, ibu itu berusaha sekuat tenaga untuk masa depan yang lebih baik bagi anak-anaknya. Ia mendidik mereka dengan disiplin yang keras. Ia sering mengomeli mereka, kalau mereka malas belajar atau bergadang sampai larut malam.

Omelan-omelan dan cara mendidiknya yang disiplin itu membuahkan hasil. Kedua anaknya lulus sarjana dalam waktu bersamaan. Begitu lulus, keduanya pamit untuk mencari kerja di kota yang lebih besar. Mereka juga berpikir untuk menjauh dari sang ibu, agar mereka memiliki kebebasan dalam bergaul.

Setelah mendapatkan pekerjaan yang layak, kedua anak itu memutuskan untuk tinggal di kota dengan mengontrak sebuah rumah. Mereka juga berjanji untuk tidak menghubungi ibu mereka. Bahkan nomor telephon genggam sang ibu pun mereka buang. Artinya, mereka tidak mau berhubungan lagi dengan sang ibu yang begitu mencintai mereka.

Sang ibu selalu berusaha untuk menghubungi mereka, tetapi selalu gagal. Bahkan sering ia mendapatkan jawaban yang tidak mengenakkan. Anak bungsunya berkata, “Tidak perlu cari-cari kami lagi. Kami bukan siapa-siapa. Kami tidak ingin diganggu.” Ibu itu menangis mendengar kata-kata anaknya yang pedas itu. Batinnya terasa sangat menderita. Suatu hari ibu itu meninggal dunia dengan minum racun tikus.

Ia meninggalkan sebuah pesan yang sangat indah, “Anak-anakku, kalian memang bukan siapa-siapa. Tetapi kalian bisa menjadi orang seperti sekarang ini berkat cinta seorang perempuan tak berguna ini. Saya tetap mencintai kalian berdua.”

Sahabat, susu dibalas air tuba. Rasanya begitulah yang bisa kita ungkapkan tentang kisah di atas. Kasih seorang yang dengan tulus mendidik dan membesarkan anak-anaknya, ternyata dibalas dengan pengkhianatan. Tentu saja hal ini terasa sakit dan menyakitkan. Inilah suatu tragedi dalam kehidupan manusia, ketika manusia tidak bisa mensyukuri kebaikan sesamanya.

Kasih seorang ibu begitu indah. Kasihnya sepanjang perjalanan hidup manusia, namun manusia yang dikasihinya sering lupa. Tidak mau menerima dengan baik kasih itu. Mereka menanggapinya secara negatif. Bukan menjadi semangat yang membangkitkan diri untuk terus-menerus berjuang dalam kehidupan ini.

Tetapi kasih tetap hidup. Kasih tetap bertahan hingga akhir zaman. Kasih tak pernah lekang oleh karatnya zaman. Karena itu, apa yang mesti dibuat oleh manusia demi hidup ini? Yang mesti dibuat adalah terus-menerus mengasihi, meski orang yang dikasihi itu menolak kasih itu. Yang penting kita mengasihi dengan memberikan perhatian dan bantuan kepada mereka yang membutuhkan. Kasih yang tanpa pamrih akan membahagiakan sesama kita.

Sebagai orang beriman, hidup dalam kasih akan memberi kita kekuatan untuk tetap melakukan hal-hal yang baik dan berguna bagi diri dan orang lain. Ini yang mesti kita yakini. Ini yang mesti kita hidupi dalam perjalanan hidup sehari-hari. Dengan demikian, hidup ini memiliki makna yang mendalam. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Majalah FIAT


1007

12 Desember 2013

Bangun Strategi Hadapi Tantangan Hidup

 
Apa yang akan Anda lakukan, ketika ada tantangan yang menghadang Anda? Anda patah semangat? Atau Anda justru berjuang sekuat tenaga untuk menemukan berbagai strategi untuk menghadapinya?

Suatu hari ada seorang pemuda yang melakukan perjalanan ke dalam hutan yang sangat lebat. Ia ingin mencari pohon gaharu yang mahal harganya. Pagi-pagi buta ia mulai melakukan perjalanan itu. Ia berpikir, ia akan pulang kembali malam harinya setelah mendapatkan pohon gaharu itu.

Tetapi ia salah prediksi. Setelah seharian masuk hutan, ia belum juga menemukan pohon gaharu itu. Ia mesti bermalam. Malam yang gelap itu membuat ia merasa ciut. Ia takut. Karena itu, menjelang malam ia berusaha untuk membuat api. Soalnya, ia tidak membawa korek api. Tetapi ia sangat butuh api.

Ia tidak hilang akal. Ia berusaha menemukan batu api. Benar. Ia menemukan batu api. Lantas ia mulai membuat api dengan memukul-mukul batu api itu dengan batu yang lain. Ternyata, tidak mudah ia membuat api dari batu api itu. Lama sekali ia berusaha. Hampir seratus kali ia membentur-benturkan kedua batu itu baru ia berhasil menyalakan api. Keringat deras membasahi tubuh pemuda itu, meski suasana di sekelilingnya cukup dingin.

Hal yang membanggakan adalah pemuda itu mau berusaha untuk mendapatkan yang ia inginkan. Meski batu api itu tidak gampang memberikan balasan atas usahanya, tetapi berkat kerja kerasnya, ia mendapatkan yang diinginkannya.

Sahabat, dalam hidup ini kadang-kadang kita berjumpa dengan situasi yang tidak selalu mulus. Ada saja situasi yang membuat kita mesti berjuang keras untuk meraih impian kita. Ada berbagai usaha yang mesti kita lakukan untuk menemukan kesuksesan dalam hidup ini. Ada juga situasi hidup yang memaksa kita untuk bekerja keras. Kadang-kadang hal ini membuat kita patah semangat. Tetapi semestinya kita tetap berjuang untuk meraih impian kita.

Kisah di atas memberi inspirasi kepada kita untuk tetap berjuang dalam hidup ini, apa pun situasinya. Tantangan hidup itu selalu ada dan akan selalu mendatangi kita. Hidup di zaman sekarang tidak selalu mudah. Ada saja godaan untuk meninggalkan nilai-nilai baik yang kita anut selama ini. Kita didesak untuk menerima hidup yang instan yang kurang banyak perjuangannya.

Memang, batu api itu tampak kikir. Dia tidak begitu saja memberi api kepada yang membuatnya. Ia menantang ketangguhan orang yang ingin mendapatkan api itu. Untuk itu, dalam hidup ini yang dibutuhkan adalah membuat strategi-strategi untuk menghadapi berbagai tantangan. Strategi yang baik dan tepat sasaran akan membantu kita untuk mengalami hidup ini lebih bermakna.

Karena itu, orang beriman mesti berani bekerja bersama Tuhan. Orang beriman tidak boleh bekerja sendirian. Tuhan memberi kita kemampuan untuk menghadapi tantangan-tantangan. Tuhan memberi kita kekuatan melalui rohNya, agar kita mampu bertahan terhadap berbagai rintangan yang kita hadapi. Mari kita berjuang bersama Tuhan. Dengan demikian, hidup ini menjadi semakin bermakna. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Majalah FIAT

1006

11 Desember 2013

Mengandalkan Kuasa Tuhan dalam Hidup


Seberapa besar Anda menyerahkan hidup Anda ke dalam kuasa Tuhan? Sebesar nyali Anda? Atau Anda mudah mengandalkan kemampuan diri Anda?

Ada seorang perempuan yang sedang mengalami ketakutan yang luar biasa. Di hadapannya ada sekawanan perampok yang hendak menerjang dirinya. Ia mengerutkan tubuhnya. Tubuhnya bergetar kencang. Para perampok itu mengancam akan menghabisi nyawanya, kalau ia tidak menyerahkan satu butir emas dalam genggamannya.

Mata para perampok itu membelalak. Tetapi meski takut, perempuan itu tidak mau menyerahkan emas itu. Baginya, emas itu tanda kehadiran sang suaminya. Ia sadar, kalau ia serahkan emas itu, hilanglah kekuatannya. Ia tidak akan berdaya sama sekali. Karena itu, meski terancam nyawanya, ia tetap bertahan.

Sebutir emas itu punya makna yang sangat mendalam. Sebelum meninggal, suaminya berpesan agar ia menggunakan sebutir emas itu untuk membesarkan anak-anaknya. Ketika ia butuh uang untuk membiayai sekolah anak-anaknya, ia mesti menggadaikannya. Ia tidak boleh menjualnya atau sebutir emas itu tidak boleh hilang dari genggamannya. Kalau sampai ia jual sebutir emas itu atau emas itu hilang, ia akan kehilangan semua kekuatannya.

Karena itu, perempuan itu tetap mempertahankan sebutir emas itu dalam genggamannya di bawah ancaman para perampok. Ia tidak ingin kehilangan emas itu. Ia tidak ingin kehilangan kekuatannya. Ia tidak ingin mengingkari kesetiaannya kepada suaminya. Ia berjuang untuk mempertahankannya. Ia melawan para perampok itu. Gerombolan perampok itu pun menyerah, karena suara perempuan itu mengundang kehadiran polisi.

Sahabat, manusia sering merasa lemah dalam hidupnya. Manusia merasa tidak punya daya. Untuk itu, yang dibutuhkan adalah kekuatan dari luar dirinya. Bagi manusia beriman, kekuatan dari luar diri adalah kekuatan yang ilahi. Kita menyebutnya Tuhan yang mahapengasih dan mahapengayang. Dia memberikan kekuatan yang luar biasa kepada kita. Tuhan seperti sebutir emas dalam genggaman kita yang memberi kita kekuatan luar biasa untuk bertahan dari marabahaya.

Kisah di atas mau mengatakan kepada kita bahwa perempuan itu mengandalkan kekuatan yang sangat berharga bagi dirinya. Sang suami begitu berharga bagi diri dan seluruh hidupnya. Karena itu, ia berusaha untuk mengikuti nasihat sang suami. Ia tidak ingin kehilangan sesuatu yang sangat berharga dalam hidupnya.

Tentu saja orang beriman senantiasa mengandalkan Tuhan dalam hidupnya. Tuhan itu jauh lebih berharga daripada bongkahan-bongkahan emas. Namun sering manusia mengabaikan Tuhan dalam hidupnya. Manusia lebih memilih kepentingan dirinya sendiri. Manusia lebih mengandalkan kekuatannya sendiri. Akibatnya, berjuang sendirian. Ketika manusia terjebak dalam duka nestapa, baru manusia sadar untuk kembali kepada Tuhan.

Karena itu, kita mesti merendahkan diri di hadapan Tuhan. Kita mesti menyadari keterbatasan diri kita. Kita merendahkan diri kita kepada Tuhan, agar Dia memberi kita kemampuan untuk menjalani hidup ini dengan hati yang riang gembira. Mari kita berjuang bersama Tuhan dalam hidup ini. Dengan demikian, kita menemukan hidup yang penuh sukacita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO


1005

10 Desember 2013

Melakukan Hal-hal Baik meski Berkekurangan



Apa yang akan Anda lakukan, ketika Anda menemukan bahwa diri Anda memiliki begitu banyak kekurangan? Anda bersedih hati dan putus harapan? Atau Anda berusaha untuk melakukan hal-hal yang baik melalui kekurangan-kekurangan itu?

Ada seorang ibu tua yang memiliki dua buah tempayan. Tempayan itu digunakan untuk mencari air. Tempayan itu kemudian dipikul di pundaknya dengan menggunakan sebatang bambu. Suatu hari, salah satu dari tempayan itu retak. Sedangkan yang satunya tanpa cela dan selalu memuat air hingga penuh.

Setibanya di rumah, setelah menempuh perjalanan panjang dari sungai, air di tempayan yang retak itu tinggal separuh. Selama dua tahun hal ini berlangsung setiap hari. Akhirnya, ibu itu membawa pulang air hanya satu setengah tempayan.

Tentunya, si tempayan yang utuh sangat bangga akan pencapaiannya. Namun, tempayan yang retak merasa malu akan kekurangannya. Tempayan yang retak itu sedih, sebab ia hanya bisa memenuhi setengah dari kewajibannya.

Dua tahun berselang. Hal ini dianggap tempayan retak itu sebagai sebuah kegagalan. Akhirnya, ia memberanikan diri untuk berbicara kepada ibu tua di dekat sungai. Ia berkata, "Aku malu, sebab air bocor melalui bagian tubuhku yang retak di sepanjang jalan menuju ke rumahmu."

Ibu tua itu tersenyum. Ia berkata, "Tidakkah kau lihat bunga beraneka warna di jalur yang kau lalui? Namun, tidak ada di jalur yang satunya? Aku sudah tahu kekuranganmu. Aku menabur benih bunga di jalurmu. Setiap hari, dalam perjalanan pulang, kau menyirami benih-benih itu. Selama dua tahun, aku bisa memetik bunga-bunga cantik untuk menghias meja. Kalau kau tidak seperti itu, maka rumah ini tidak seasri seperti ini, sebab tidak ada bunga.”

Sahabat, Kita semua mempunyai kekurangan. Namun, keretakan dan kekurangan itu yang menjadikan hidup kita bersama menyenangkan dan memuaskan. Kita mesti menerima setiap orang apa adanya. Kita mesti mencari dan memandang yang terbaik dalam diri mereka.

Kisah di atas mau mengatakan kepada kita bahwa dalam kekurangan itu, kita bisa melakukan sesuatu yang indah bagi kehidupan. Hanya orang yang tidak sempurna yang mampu berbuat sesuatu untuk sesamanya. Tempayan retak itu telah melakukan sesuatu yang sangat bernilai bagi kehidupan manusia. Ia tidak menyadarinya, tetapi hasil perbuatannya dapat dinikmati oleh manusia.

Sering kita berpikir bahwa kita dapat melakukan sesuatu yang spektakuler, ketika kita telah memiliki segala sesuatu. Ketika kita menjadi manusia sempurna, baru kita merasa berguna bagi orang lain. Tentu saja pandangan ini keliru. Suatu karya yang spektakuler itu dihasilkan melalui kesalahan demi kesalahan. Suatu karya yang dinilai sangat berhasil itu diperoleh melalui trial and error. Sering banyak orang tidak menyadari hal ini.

Karena itu, kita tidak perlu bersedih hati ketika kita merasa diri serba kurang dalam hidup ini. Kita mesti yakin bahwa kita dapat melakukan sesuatu yang berguna bagi sesama kita melalui kekurangan-kekurangan yang kita miliki. Yang dibutuhkan dari kita adalah ketekunan dalam melakukan hal-hal baik. Dengan demikian, kita mampu melakukan hal-hal baik bagi sesama. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO

1004

09 Desember 2013

Menumbuhkan Cinta kepada Ibu

 
Apa yang akan Anda lakukan, ketika Anda mengalami kasih yang begitu dahsyat dan indah dari seorang ibu? Saya yakin, Anda akan mensyukurinya. Anda akan berterima kasih atas kebaikan dan cinta seorang ibu.

Kisah cinta kepada kaum ibu mesti selalu dihidupkan dan dikembangkan dalam hidup ini. Mengapa? Karena kaum ibu telah mengorbankan hidup mereka bagi kehidupan manusia. Mereka telah memelihara hidup kita selama berbulan-bulan di dalam kandungan mereka. Mereka telah membelai setiap anak yang mereka lahirkan dengan cinta yang tulus.

Sosok seorang ibu begitu penting dalam kehidupan seorang manusia. Tanpa sosok seorang ibu yang baik yang mencintai anak yang dilahirkannya, hidup ini menjadi hampa. Tak berguna. Dari hati seorang ibu yang penuh cinta akan mengalir cinta bagi anak-anaknya. Karena itu, setiap orang mesti memiliki kepekaan untuk memberikan penghargaan terhadap kaum ibu.

Hanung Bramantyo, seorang sutradara, menampilkan cinta ibu yang tulus itu dalam film Menembus Impian. Menurut Fedi Nuril yang membintangi film ini, film Menembus Impian bukan sekedar hiburan. Film ini memiliki pesan moral yang tinggi bagi kehidupan manusia.

Melalui film ini, Hanung Bramantyo ingin mengajak para penonton untuk selalu mencintai ibu dan orangtua. Film ini berkisah tentang hubungan, pandangan dan keseharian yang harus dihadapi seorang ibu dengan anaknya.

Tentang hal ini, Hanung berkata, ”Dengan rasa cinta itulah kita bisa menembus semua impian.”

Sahabat, siapa dari antara kita yang kurang mendapatkan cinta yang tulus dari seorang ibu? Tentu saja kita semua mendapatkan cinta yang tulus dari masing-masing ibu kita. Mereka telah memberikan cinta itu dengan cara mereka masing-masing. Yang mereka inginkan adalah agar kita menjadi anak-anak yang baik dan bahagia. Mereka mau agar hidup kita menjadi suatu kegembiraan bagi banyak orang.

Namun kita juga tidak bisa pungkiri bahwa ada juga beberapa ibu yang bersikap sadis terhadap anak-anaknya. Baru saja kita dengar beberapa waktu lalu seorang ibu di Jakarta menyeterika anaknya. Ia lakukan itu karena egosimenya yang begitu dalam. Ia hanya ingin memenuhi keinginannya sendiri. Ia tega menghukum anaknya dengan cara yang begitu keji dan menyakitkan.

Tentu saja kita tidak ingin memiliki ibu yang kurang peduli terhadap hidup kita. Kita ingin sosok ibu yang begitu peduli terhadap kehidupan ini. Mengapa? Karena hati seorang ibu yang baik akan memberikan pendidikan bagi anak-anaknya dengan baik pula. Seseorang yang dididik dengan penuh cinta oleh ibunya juga akan memiliki hati yang penuh cinta.

Mari kita menumbuhkan rasa cinta yang tulus dan mendalam terhadap ibu kita masing-masing. Dengan demikian, kita dapat menjadi orang-orang yang memiliki cinta kasih yang besar kepada ibu kita masing-masing. Dunia akan menjadi semakin damai berkat cinta kasih yang kita miliki. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Majalah FIAT

1003

08 Desember 2013

Melepas Egoisme bagi Hidup yang Lebih Baik




Apa yang akan terjadi ketika egoisme menguasai diri manusia? Tentu saja hidup ini terjadi ketidakharmonisan. Manusia hanya mementingkan diri sendiri. Orang lain menjadi obyek bagi dirinya.

Ketika kaum perempuan belum mendapatkan pendidikan yang memadai, mereka dianggap sebagai kaum yang lemah. Akibatnya, mereka sering tidak diikutsertakan dalam berbagai segi kehidupan. Mereka sering dianggap sebagai pelengkap saja dalam kehidupan kaum pria.

Di zaman dulu, mereka dipingit. Mereka tidak boleh melakukan hal-hal yang baik di luar rumah. Kehidupan publik mereka sangat dibatasi. Akibatnya, kaum perempuan tetap tertinggal dari kaum lelaki dari berbagai segi kehidupan. Kondisi seperti ini mesti bukan menjadi suatu kebanggaan bagi umat manusia. Kita semestinya merasa trenyuh terhadap kondisi seperti ini. Yang mesti kita lakukan adalah kita memperjuangkan kemajuan kaum perempuan.

Setelah pembatasan-pembatasan dibuka, kaum perempuan semakin mendapatkan kesempatan yang banyak untuk mengembangkan diri. Kemajuan-kemajuan di berbagai bidang kehidupan pun raih. Ada yang menjadi guru besar di perguruan tinggi. Ada yang menjadi pilot.

Berliana Febrianti, pemain film dan sinetron, merasa bahwa kemajuan perempuan Indonesia sampai sekarang ini sangat membanggakan.”Perempuan itu makhluk yang kuat. Biarpun mereka mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), perempuan (pada umumnya) tetap memiliki kekuatan untuk bertahan,” kata Berliana.

Tentang KDRT yang sering terjadi, ia mengatakan bahwa kelihatannya perempuan yang mengalami KDRT tersebut tidak memberontak. Hal itu karena mereka ingin melindungi anaknya. Perempuan selalu berpikir panjang.

Untuk itu, ia berharap agar kaum pria tidak berlaku kasar terhadap kaum perempuan. Ibu dari tiga orang anak ini berkata, ”Lebih baik jika kaum lelaki mengerti, kekuatan perempuan itu luar biasa. Setidaknya, mereka bisa mengingat betapa besar kekuatan yang dimiliki ibu mereka.”

Sahabat, KDRT yang terjadi dalam kehidupan bersama itu merupakan salah satu bentuk perendahan terhadap martabat manusia. Kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga itu suatu bentuk tumbuh kuatnya egosime. Orang yang melakukan kekerasan itu hanya mementingkan diri sendiri.

Kuasa egoisme itu bisa dihilangkan, kalau orang menyadari kehadiran sesama bukan hanya sebagai pelengkap. Namun kehadiran sesama itu sebagai suatu keharusan. Mengapa? Karena manusia tidak bisa hidup sendiri. Manusia membutuhkan sesama untuk menjalani kehidupan ini. Orang yang ingin maju dalam hidupnya mesti menerima kehadiran sesamanya.

Kalau kesadaran ini senantiasa tumbuh dalam diri seseorang, ia akan mudah untuk menghargai kehadiran sesamanya. Karena itu, orang beriman mesti menukik ke dalam dirinya sendiri. Orang beriman mesti berani menerima kehadiran sesamanya sebagai partner dalam suka dan duka. Dengan demikian, hidup ini menjadi suatu kegembiraan bagi semua orang. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO


1002

07 Desember 2013

Menyerahkan Hidup pada Perlindungan Tuhan



Ketika Anda mengalami kegagalan dalam hidup ini, apa yang Anda lakukan? Anda tetap terpuruk dalam kegagalan itu? Atau Anda bangkit, karena Anda percaya Tuhan tetap bekerja bersama Anda melalui rahmat demi rahmatNya?

Seorang suami mengatakan bahwa ketika ia menikah, ia masih bekerja sebagai seorang profesional. Kehidupan keluarganya pun selalu berkecukupan. Tidak ada masalah dengan pendapatan bulanan. Gajinya selalu lebih dari cukup untuk kebutuhan keluarganya. Bahkan ketika anak-anaknya lahir dan bertumbuh menjadi besar, mereka selalu berkecukupan. Keluarga ini tampak sangat bahagia.

Namun suatu hari, ia memutuskan untuk berhenti dari pekejaannya karena beberapa alasan. Sang istri tidak keberatan atas tindakannya itu. Toh, anak-anak mereka sudah mulai mandiri. Anak terakhir masih duduk di tingkat akhir perguruan tinggi. Karena itu, bukan menjadi masalah yang besar kalau sang suami memutuskan untuk memiliki usaha sendiri.

Ia mulai membuka bisnis baru yang tidak ada kaitannya dengan pekerjaannya yang dulu. Sebulan, dua bulan ia masih merasa belum ada gangguan. Namun memasuki bulan kelima, ia mulai merasakan bahwa usahanya itu bakal gagal. Ia mulai merasakan bedanya seorang profesional yang memikirkan suatu usaha dengan seorang praktisi lapangan. Seorang praktisi lapangan mesti melakukan hal-hal yang sering tidak terpikirkan oleh para manager perusahaan.

Selain mulai gagal, hutang pun mulai menumpuk. Hal ini menjadi tantangan yang sangat berat. Mereka mesti menguras tabungan untuk membayar hutang-hutang. Sang istri mulai merasa kecewa atas kegagalan itu. Ia mulai kurang bersemangat dalam hidupnya. Tetapi kemudian sang suami memberi semangat kepada sang istri.

“Kegagalan adalah guru yang terbaik. Kita mesti belajar dari kegagalan itu. Kita tidak perlu cemas. Tuhan pasti membantu kita,” kata sang suami.

Dengan semangat ini, mereka meneruskan usaha itu. Usaha mereka kemudian berjalan dengan baik berkat pelajaran yang sangat bermakna dari kegagalan itu. Bulan-bulan berikutnya mereka mulai membayar hutang-hutang. Tahun kedua, mereka mulai menikmati hasil dari usaha mereka itu.

Sahabat, kita hidup dalam dunia yang penuh dengan tantangan. Usaha-usaha yang kita lakukan juga mengalami tantangan demi tantangan. Untuk itu, orang mesti berani bertaruh. Orang mesti berani berjuang dan bangkit dari kegagalan yang dialaminya. Kegagalan bukan suatu kegelapan dalam hidup. Kegagalan menjadi kesempatan untuk belajar bangkit lagi dan meraih kesuksesan dalam hidup.

Untuk itu, orang mesti berserah diri kepada Tuhan. Berjuang sendirian dalam hidup hanya membuat orang mengalami kekecewaan demi kekecewaan ketika menghadapi kegagalan. Kisah tadi memberi kita inspirasi untuk tetap menyandarkan hidup pada Tuhan. Mengapa? Karena Tuhan melindungi hidup kita sejak kita dikandung oleh ibu kita.

Perlindungan Tuhan itu tetap ada selama perjalanan hidup kita. Yang dibutuhkan dari kita adalah hati yang senantiasa terbuka terhadap kebaikan Tuhan. Tuhan tetap setia pada janjiNya. Tuhan tidak mengkhianati ciptaanNya. Hal ini tampak dalam kehidupan kita sehari-hari berupa rahmat demi rahmat yang dicurahkan kepada kita.

Mari kita biarkan Tuhan bekerja dalam diri kita. Dengan demikian, hidup ini menjadi semakin bermakna. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO


1001

06 Desember 2013

Menyadari Makna Kehadiran Anak-anak



Anak-anak adalah generasi penerus dari orangtua. Apa yang akan Anda lakukan terhadap anak-anak Anda, ketika ia mengajukan berbagai pertanyaan yang tampaknya mengganggu ketenangan diri Anda?

Ada seorang ibu yang mempunyai seorang anak yang sedang bertumbuh. Anak itu baru berusia tiga tahun. Namun anak itu sangat aktif. Ia ingin tahu tentang banyak hal. Karena itu, apa saja yang dilihatnya ditanyakan kepada ibunya. Ia sungguh-sungguh merepotkan ibunya. Namun sang ibu dengan penuh sukacita menjawab setiap pertanyaan sang anak. Sang ibu merasa tidak dibebani oleh pertanyaan-pertanyaan anaknya.

Suatu hari, sambil memegang cover sebuah majalah, anak itu bertanya kepada ibunya, “Ma… gambar apa ini?”

Waktu itu ibunya sedang memasak di dapur. Ibunya tampak sangat sibuk. Tetapi ia meninggalkan masakannya. Ia memangku sang anak lalu mulai menjelaskan makna dari cover majalah itu. Sang anak begitu gembira mendengarkan penjelasan sang mama tercinta. Ia tersenyum dan tertawa besar-besar. Ia merasa puas atas penjelasan sang mama.

Tiba-tiba isi wajan menjadi gosong. Cepat-cepat ibu itu melepaskan anaknya dari pangkuannya. Ia bergegas menuju wajan yang gosong. Ia geleng-geleng kepala, karena makanan yang gosong itu. Tetapi ia tidak menyesal. Ia telah memberikan yang terbaik bagi buah hatinya. Ia membangun kedekatan hatinya dengan sang anak.

Ketika ditanya tentang situasi itu, ibu itu berkata, “Memasak sudah biasa saya lakukan. Saya akan melakukannya sepanjang hidup saya. Tetapi menjawab pertanyaan yang polos dari anak saya, tidak akan terulang lagi. Ini kesempatan yang baik bagi saya untuk membimbing dirinya.”

Sahabat, banyak orangtua sering meninggalkan anak mereka sendirian dalam hidup mereka. Mereka merasa waktu mereka selalu disita oleh kesibukan-kesibukan pekerjaan. Mereka harus melakukan banyak hal untuk menghidupi keluarga mereka. Karena itu, sering anak-anak kurang mendapatkan perhatian dari orangtua mereka. Banyak anak yang menjadi korban dari pendidikan yang salah.

Tidak usah heran, kalau banyak anak kurang mengalami kasih sayang dari orangtua. Banyak anak jauh dari orangtua. Akibatnya, banyak dari mereka terjerumus ke dalam kekelaman dosa. Banyak anak yang tidak tahu masa depan mereka. Mereka mengalami masa depan yang suram. Karena itu, narkoba, seks bebas menjadi konsumsi mereka sehari-hari.

Kisah di atas memberi kita inspirasi untuk memiliki hati untuk orang-orang yang terdekat dengan kita. Seorang ibu mesti memiliki kedekatan dengan anak-anaknya. Seorang ibu tidak boleh membiarkan anak-anaknya berjuang sendirian untuk mencari dan menemukan makna kehidupan ini. Seorang anak mesti menemukan makna kehidupan ini dari orang-orang yang terdekat dengannya.

Karena itu, yang dibutuhkan dari para orangtua adalah komitmen untuk tetap setia mendampingi anak-anaknya. Kesibukan-kesibukan dalam berbagai bidang kehidupan bukan menjadi alasan untuk meninggalkan perhatian mereka terhadap anak-anak. Orangtua mesti merefleksikan pentingnya kehadiran buah hati mereka dalam hidup perkawinan itu.

Anak-anak adalah generasi penerus keluarga atau orangtua. Ini yang mesti selalu disadari. Kalau seorang anak sungguh-sungguh mengalami kasih sayang dari orangtua, ia akan merasakan hidup yang damai. Ia memiliki pegangan hidup yang pasti. Ia mengalami ada orang yang sungguh-sungguh peduli terhadap hidupnya. Dengan demikian, ia mengalami sukacita dan bahagia dalam hidupnya. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT


1000

05 Desember 2013

Berusaha Terus-menerus Menangkap Peluang




Ketika Anda merasa hidup ini tidak ada peluang yang jelas, apa yang akan Anda lakukan? Anda pasif saja? Atau Anda aktif menangkap setiap peluang yang ada?

Suatu hari, seorang ayah berpesan kepada putrinya bernama Chatarina, “Sebelum berusia 40 tahun, kamu mesti kerja mati-matian. Kalau kamu tidak bisa melakukannya, hidupmu gagal”.

Pesan almarhum ayahnya terngiang terus dalam pikiran perempuan paruh baya yang akrab dipanggil Rini itu. Karena itu, ia ingin selalu menerapkannya dalam hidup sehari-hari, supaya tidak termasuk dalam orang-orang yang hidupnya gagal.

Tahun 1988, Rini menikah dengan seorang pelaut yang sudah 30 tahun bekerja di kapal Jerman. Suaminya mengajak Rini pindah ke Hamburg. Di sana, Rini gigih mencari pekerjaan. Ia mendapatkan pekerjaan sebagai sopir taksi. Bertahun-tahun ia jalani profesi itu pada siang hari. Sedangkan malam harinya, suaminya yang mengemudikan taksi itu. Suaminya sudah alih profesi.

Rini hidup bahagia dengan suaminya. Ia tidak termasuk orang yang gagal dalam hidup ini. Rini merajut hidupnya yang harmonis dengan suaminya, meski mereka berbeda bangsa. Inilah cita-cita sukses yang pernah diangan-angankan oleh Rini.

Sahabat, memiliki suatu cita-cita itu sangat penting dalam hidup ini. Cita-cita itu memberi motivasi lebih kepada seseorang untuk semakin memacu dirinya dalam meraih sukses. Biasanya orang yang memiliki cita-cita itu orang yang mau bekerja keras. Ia tidak berpangku tangan saja sambil mengharapkan bulan jatuh dari langit.

Orang yang memiliki cita-cita dan ingin meraih cita-citanya itu juga memiliki peluang-peluang untuk maju. Namun ia selalu berusaha untuk menangkap peluang-peluang itu. Ia tidak membiarkan peluang-peluang itu datang kepada dirinya. Ia mesti mengejarnya sampai dapat.

Hidup yang penuh warna-warni ini menawarkan berbagai peluang kepada manusia. Soalnya, apakah manusia mampu menangkap peluang-peluang itu atau tidak? Untuk itu, manusia mesti memiliki kecerdasan dan kecerdikan serta ketulusan dalam hidup ini. Tiga hal ini dapat menjadi bekal bagi seseorang untuk menangkap setiap peluang yang lewat di depan matanya.

Sebagai orang beriman, kita diajak untuk terus-menerus mencari dan menangkap peluang-peluang yang lewat di depan kita dengan kekuatan yang berasal dari Tuhan. Bagi orang beriman, kekuatan Tuhan itu menjadi andalan hidup. Kekuatan Tuhan itu mampu menghantar seseorang untuk sampai pada cita-cita yang sudah lama digantungkannya.

Mari kita berusaha menangkap peluang-peluang yang ada di hadapan kita dengan tulus. Kita berusaha bersama Tuhan yang menjadi kekuatan kita. Dengan demikian, kita boleh mengalami sukacita dan damai dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Majalah FIAT

998

04 Desember 2013

Meninggalkan Egoisme demi Kesetiaan




Apa yang akan Anda lakukan untuk mempertahankan kesetiaan Anda?

Shep adalah seekor anjing yang mengikuti tuannya tercinta ke mana-mana. Ketika tuannya pergi ke ladang yang luas, Shep tetap mengikutinya. Saat tuannya terperosok ke dalam jurang, Shep berusaha membantunya. Caranya dengan menggonggong sekuat-kuatnya, sehingga orang-orang yang lewat dapat membantu tuannya itu.

Ketika tuannya meninggal pada tahun 1936, Shep mengikuti peti mati tuannya ke stasiun kereta api di Fort Benton, Montana, Amerika Serikat. Ketika mereka menolaknya untuk ikut dalam kereta, Shep menunggu di halaman stasiun. Ia menunggu tuannya kembali. Selama enam tahun, Shep memeriksa setiap kereta yang tiba di stasiun untuk mengecek apakah tuannya telah kembali. Tetapi sang tuan tidak pernah kembali lagi.

Tragisnya, Shep ditabrak oleh kereta api yang lewat pada tahun 1942. Kesetiaan itu berakhir dengan kematian. Untuk mengenang kesetiaan anjing ini, dibangun sebuah patung perunggu besar untuk dirinya di sebuah taman kecil di dekat sebuah sungai. Di tugunya ada prasasti kecil dengan tulisan, "Forever Faithful", kesetiaan selama-lamanya.

Sahabat, kesetiaan tidak diraih dalam waktu yang singkat. Kesetiaan itu diraih melalui suatu proses. Ada pengalaman jatuh dan bangun dalam membangun kesetiaan yang kokoh kuat. Ada pengalaman pahit dan manis dalam mengarungi kesetiaan. Ketika orang jatuh ke dalam ketidaksetiaan, orang akan mengalami kegetiran dalam hidup. Orang mengalami hidup ini hampa, karena orang merasa mengkhianati kesetiaannya.

Kisah di atas memberi kita inspirasi untuk tetap bertahan dalam kesetiaan. Anjing itu tidak melupakan kebaikan tuannya. Ia setia demi memiliki relasi yang tetap baik dengan sang tuan. Ia tidak peduli akan panas dan dingin yang dihadapinya. Yang penting adalah berjumpa dengan sang tuan yang pernah mengasihinya itu.

Kesetiaan itu menuntut korban dari manusia. Orang yang setia mesti meninggalkan egoismenya. Ketika seseorang dililit oleh egoismenya, kesetiaannya tidak bisa diandalkan. Orang seperti ini biasanya hanya mementingkan dirinya sendiri. Ia menuntut orang lain untuk setia kepadanya. Ia tidak ingin orang lain mengkhianati kesetiaannya. Tetapi saat orang menuntut kesetiaannya, ia tidak mampu mempertahankannya. Ia mudah meninggalkan kesetiaannya itu. Mengapa? Karena ia hanya mau keinginan dirinya terpenuhi.

Karena itu, orang beriman mesti berusaha untuk tetap memiliki kesetiaannya. Komitmen yang telah dibuat dalam membangun relasi yang lebih dalam mesti selalu dipegang. Orang mesti berani berkorban demi mempertahankan kesetiaan itu. Hanya dengan berkorban, orang mampu bertahan dalam kesetiaan pada sesama dan komitmen yang telah dibuatnya.

Pengkhianatan hanya akan meninggalkan luka yang dalam bagi sesama yang telah begitu dekat dengan kita. Mari kita berusaha untuk senantiasa setia kepada sesama dalam hidup sehari-hari. Dengan demikian, hidup ini menjadi suatu kesempatan untuk membahagiakan diri dan sesama. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Majalah FIAT


997

03 Desember 2013

Hidup Ini Memiliki Nilai yang Tinggi

 
Apa yang Anda lakukan terhadap kesehatan diri Anda? Anda biarkan saja ketika Anda mengalami sakit? Atau Anda berusaha untuk memperjuangkan hidup ini?

Guna meningkatkan kesadaran perempuan akan kesehatan payudara, PERABOI (Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia) bekerja sama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) FORPUBLIK meluncurkan sebuah film televisi atau FTV berjudul Derita Dinda.

Film televisi ini bercerita tentang seorang perempuan yang berjuang melawan kanker payudara di tengah masalahnya dengan sang suami yang berselingkuh. Film ini merupakan bentuk upaya konkret untuk mengedukasi masyarakat, terlebih kaum perempuan, akan pentingnya menjaga kesehatan payudara.

Dokter Sonar berkata, “Masyarakat penting untuk memahami kesadaran kanker payudara dan deteksi dini kanker payudara. Salah satu solusinya adalah melalui kegiatan yang edukatif melalui FTV ini.”

Film yang ditayangkan di TVRI pada Sabtu (31/3/2012) lalu pukul 11.00 WIB itu, bertujuan untuk menginformasikan kepada masyarakat mengenai pencegahan, deteksi dini, dan pengobatan yang tepat akan kanker payudara. Derita Dinda dibintangi Inez Tagor, Panca Prakoso, Tachia Naomi dan Lula Kamal.

Inez Tagor, artis yang sempat vakum dari dunia entertainment ini, mengaku sangat senang mendapat tawaran menjadi pemeran utama dalam FTV tersebut. Ia berkata, “Tawaran ini saya ambil, karena ceritanya yang berdasarkan realita. Banyak pesan moral yang ingin disampaikan kepada masyarakat dalam FTV ini.”

Selain itu, dia berharap agar FTV ini dapat diterima oleh masyarakat. Sehingga ke depannya nanti, dari FTV ini masyarakat tidak perlu cemas akan berobat ke rumah sakit, karena medis menyediakan pengobatan yang terbaik.

Ia berkata, “Masyarakat tidak perlu takut mahal. Masyarakat tidak perlu kuatir, karena banyak rumah sakit akan membantu mengurangi biaya pengobatan.”

Sahabat, sakit atau penyakit merupakan sesuatu yang mengganggu kehidupan manusia. Memang, orang yang hidup tidak lepas dari rasa sakit atau menderita penyakit. Saat seseorang sakit atau menderita penyakit akan mengalami sesuatu yang kurang dalam hidupnya. Kesehatannya terganggu, sehingga orang tersebut butuh penyembuhan bagi bagian tubuhnya yang sakit itu.

Kisah di atas mengatakan kepada kita bahwa kesehatan sangat penting dalam hidup ini. Orang mesti menjaga kesehatannya. Orang tidak boleh acuh tak acuh terhadap kesehatan dirinya. Ketika sakit, orang akan mengalami gangguan dalam hidupnya. Orang merasa tidak normal dalam menjalankan kegiatan-kegiatannya.

Untuk itu, kesehatan dan hidup sehat mesti selalu dipromosikan melalui berbagai cara yang positif. Film Derita Dinda yang mempromosikan penyakit kanker payudara memberi kita semangat untuk memperjuangkan hidup ini. Hidup ini sangat bernilai. Hidup ini memiliki makna yang begitu luhur, sehingga mesti selalu diperjuangkan oleh setiap insan.

Bagi orang beriman, hidup ini titipan Tuhan. Tuhan telah menyerahkan tanggung jawab atas hidup ini kepada manusia. Karena itu, manusia mesti memperjuangkannya sebagai ungkapan terima kasih atas kebaikan Tuhan itu. Mari kita perjuangkan hidup ini. Dengan demikian, kita mengalami sukacita dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO

996

02 Desember 2013

Perjumpaan dengan Tuhan Memotivasi Hidup



Apa makna kehadiran Tuhan dalam hidup Anda? Apakah Tuhan Anda rasakan menyiksa diri Anda? Saya yakin, kehadiran Tuhan membawa damai dalam hidup Anda.

Novel berjudul Ben Hur: A Tale of The Christ yang ditulis oleh Lewis Wallace, sangat memukau sekaligus sarat makna dengan permenungan. Pada saat itu, Ben Hur mengalami tekanan yang luar biasa. Ia mendapat hukuman yang tidak adil. Ibunya dan adiknya hilang tidak tentu rimbanya. Hatinya sedih dan galau.

Tetapi ketika dia merasa haus dalam perjalanan di padang gurun, tiba-tiba ada “Seseorang” yang memberi dia minum. Ben Hur tidak kenal orang itu, namun hatinya tergetar. Ada rasa bahagia tiada taranya. Pengalaman “perjumpaan” itu membuat dirinya semangat untuk hidup dan memiliki motivasi tinggi untuk hidup.

Sahabat, dalam hidup ini, kita kadang mengalami hidup yang sulit dan berat. Ada seorang ibu yang berkata, “Sebagai ibu Rumah Tangga, mengurusi anak-anak dan tugas bermasyarakat cukup menyita waktu dan tenaga. Ibarat kepala jadi kaki dan kaki jadi kepala. Namun pada saat-saat hidup terhimpit, Tuhan seolah-olah datang dalam hatiku, sehingga masalah pun terpecahkan.”

Perjumpaan dengan Tuhan dalam hidup memotivasi hidup kita untuk semakin dalam memaknai hidup ini. Hidup ini tidak sekedar suatu perjalanan yang penuh rutinitas. Hidup ini ternyata memiliki sesuatu yang membahagiakan. Orang mengalami Tuhan yang hidup yang mendampingi dirinya.

Ben Hur mengalami perjumpaan yang menggembirakan dengan ‘Seseorang’ yang membantu dirinya keluar dari persoalan hidupnya. Ia termotivasi untuk terus berjuang dalam perjalanannya di pandang gurun itu. Ia boleh merasakan damai berkat air yang menyegarkan tenggorokannya. Air itu memberi kehidupan baginya.

Bagi orang beriman, Tuhan adalah sumber kekuatan. Tuhan memberi kelegaan dalam hidup ini. Tuhan menunjukkan jalan yang benar bagi kehidupan manusia. Karena itu, yang dibutuhkan dari manusia adalah iman yang mendalam. Iman berarti orang menghidupi kebaikan-kebaikan yang diajarkan oleh Tuhan.

Memang, tidak mudah orang beriman kepada Tuhan. Kadang-kadang atau sering orang digoda untuk meninggalkan Tuhan. Tetapi sebagai insan ciptaan Tuhan, kita mesti yakin bahwa bersama Tuhan kita boleh mengalami damai dan bahagia dalam hidup ini. Godaan-godaan itu mesti dihadapi dengan penuh keyakinan bahwa Tuhan mampu mengalahkan semuanya itu.

Tuhan senantiasa hadir dalam perjalanan hidup kita. Tuhan tidak pernah meninggalkan kita berjuang sendirian dalam hidup ini. Karena itu, mari kita berusaha untuk memotivasi diri kita untuk senantiasa maju dalam hidup ini. Dengan demikian, hidup ini menjadi kesempatan untuk mengalami kasih Tuhan kepada kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO


995

01 Desember 2013

Hari Minggu Adven I: Bersiap-siap Menyambut Kedatangan Tuhan

Minggu, 01 Desember 2013
Hari Minggu Adven I
  

Bersiap-siap Menyambut Kedatangan Tuhan

    
Apa yang Anda lakukan untuk menyambut kedatangan Tuhan dalam hidup Anda? Anda malas-malas saja, karena Anda tidak tahu kapan Tuhan akan datang? Atau Anda mulai melakukan hal-hal yang baik dan benar untuk menyambut kedatangan Tuhan?

Suatu hari Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, "Sebab sebagaimana halnya pada zaman Nuh, demikian pula halnya kelak pada kedatangan Tuhan. Sebab sebagaimana mereka pada zaman sebelum air bah itu makan dan minum, kawin dan mengawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera. Mereka tidak tahu akan sesuatu, sebelum air bah itu datang dan melenyapkan mereka semua. Demikian pulalah halnya kelak pada kedatangan Tuhan. Pada waktu itu kalau ada dua orang di ladang, yang seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan. Kalau ada dua orang perempuan sedang memutar batu kilangan, yang seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan. Jadi apa yang harus kami lakukan? Berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu pada hari mana Tuhanmu datang. Tetapi ketahuilah ini: Jika tuan rumah tahu pada waktu mana pada malam hari pencuri akan datang, sudahlah pasti ia berjaga-jaga. Ia tidak akan membiarkan rumahnya dibongkar. Sebab itu, hendaklah kamu juga siap sedia, karena Tuhan datang pada saat yang tidak kamu duga.

Sahabat, bersiap siaga dalam kehidupan ini tidak mudah. Banyak orang lebih suka santai-santai dalam hidup ini. Padahal semestinya yang mereka lakukan adalah mengerjakan tugas dan kewajiban-kewajiban mereka dengan baik dan benar. Tentuhal ini tidak mudah, kalau mentalitas manusia sudah membentuk manusia untuksantai-santai dalam hidup ini.

Yesus mengajak para murid-Nya untuk berjaga-jaga, karena orang tidak tahu kapan saatnya Tuhan mendatangi mereka. Apakah waktu siang hari, atau malam hari atau pagi hari. Atau waktu orang sedang tidur atau berjalan-jalan. Tidak ada yang pernah tahu saatnya Tuhan datang. Karena itu, yang mesti dilakukan oleh manusia adalah manusia berjaga-jaga. Manusia mesti menyiapkan diri untuk menyambutkedatangan Tuhan itu.

Mulai hari Minggu ini, umat katolik di seluruh dunia memulai Masa Adven. Adven artinya kedatangan. Yang dinantikan oleh umat katolik adalah kedatangan Sang Juruselamat, yaitu Yesus Kristus. Yesus memang sudah datang, ketika Dia lahir di Betlehem dua ribu tahun yang lalu. Namun umat Katolik menyadari bahwa Yesus akan datang lagi untuk membawa semua orang ke dalam Kerajaan Surga.

Nabi Yesaya mengajak umat Israel untuk berjaga-jaga sambil berharap kepada Tuhan. Harapan kita, kita gantungkan pada Tuhan semata. Mengapa? Karena Tuhan menjadi hakim antara bangsa-bangsa danmenjadi wasit bagi banyak suku bangsa. Karena itu, orang akan menempa pedang-pedangnya menjadi mata bajak dan tombak-tombaknya menjadi pisau pemangkas; bangsa tidak akan lagi mengangkat pedang terhadap bangsa. Mereka tidak akan lagi belajar perang.

Yang dipelajari oleh umat beriman adalah saling mengasihi dalam kehidupan sehari-hari. Yang diutamakan adalah mengampuni dan menerima kehadiran sesama. Tentu saja hal ini tidak gampang, karena kita semua masih punya egoisme. Kita masih kuat mementingkan diri kita sendiri.

Berjaga-jaga berarti orang aktif dalam hidupnya. Orang mesti melakukan tugas-tugasnya dengan baik dan benar. Setelah itu, orang mesti mempertanggungjawabkannya kepada Tuhanyang akan datang menjemputnya. Santo Paulus menasihati Jemaat di Roma, “Marilah kita menanggalkan perbuatan-perbuatan kegelapan dan mengenakan perlengkapansenjata terang! Marilah kita hidup dengan sopan, seperti pada siang hari,jangan dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam percabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati. Tetapi kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya.”

Kapan Tuhan akan datang menjemput, tak seorang pun tahu. Yang penting adalah orang selalu bersiap-siap dengan aktif melakukan karya-karya yang baik dan benar. Marikita berjaga-jaga, karena setiap saat Tuhan mendatangi kita. Tuhan memberkati.**



Frans de Sales SCJ

Pusatkan Diri pada Tuhan yang Mahapenyayang

 

Apa yang akan Anda lakukan, ketika Anda berusaha untuk merebut kebahagiaan? Anda memusatkan segala usaha pada diri Anda? Atau Anda berusaha untuk memusatkan perhatian pada Tuhan yang mahabaik?

Suatu hari seorang pemuda pergi ke tempat ibadat. Ia berusaha untuk tiba pada waktunya. Ia membawa serta blackberry kesayangannya. Ia berpikir, nanti kalau pemimpin ibadat berkotbah, ia bisa bbm. Ia bisa gunakan kesempatan itu untuk berkontak dengan teman-temannya.

Benar, saat tiba giliran pemimpin ibadat berkotbah, ia bbm. Dengan asyik ia memencet-mencet blackberrynya. Ia merasa senang. Ia merasa bahagia bisa berkontak dengan teman-temannya. Komunikasi bisa berjalan dengan baik, meski ia sembunyi-sembunyi saja melakukannya. Ia menggunakan kesempatan dalam kesempitan.

Sayang, damai dan bahagia hanya sesaat ia peroleh dari bbm yang ia gunakan selama kotbah pemimpin ibadat itu. Seorang pencopet telah merampas blackberry miliknya. Rupanya pencopet itu menyusup di tengah-tengah jemaat yang sedang beribadat itu. Pemuda itu sangat kesal atas ulah pencopet itu. Ia heran, mengapa ada pencopet yang pura-pura ikut beribadat. Padahal ia ingin menikmati dua kegiatan sekaligus, yaitu mendengarkan kotbah dan bermain bbm. Ia ingin dua hal itu sungguh-sungguh ia gunakan dalam waktu yang sempit.

Sahabat, kita ingin melakukan berbagai kegiatan dalam waktu bersamaan. Seolah-olah kita ini manusia yang super. Kita ingin berhasil dalam hidup ini dengan melakukan banyak hal. Kita ingin bahagia dalam hidup dengan berbagai hal itu. Sayang, keinginan kita sering tidak tercapai. Kita gagal dalam hidup ini. Kita menjadi tidak bahagia.

Kisah di atas mau mengatakan kepada kita bahwa memusatkan perhatian pada suatu titik itu menjadi sesuatu yang sangat penting dalam hidup ini. Orang yang fokus akan mengalami damai dan bahagia dalam hidup ini. Orang yang focus itu lebih banyak suksesnya. Orang tidak bisa melakukan banyak hal secara serabutan. Orang mesti berani memilah-milah, mana yang baik untuk dilakukan untuk kebahagiaan dirinya dan sesamanya.

Fokus hidup orang beriman adalah Tuhan yang mahapengasih dan penyayang. Sering manusia lupa akan hal ini. Manusia sering merasa bahwa pusat perhatian hidupnya adalah kebahagiaan dirinya sendiri. Ternyata tidak. Pusat perhatian manusia mesti ditempatkan pada diri Tuhan yang senantiasa menemani perjalanan hidup manusia.

Karena itu, yang dibutuhkan dari manusia beriman adalah hati yang senantiasa terarah kepada Tuhan. Hati yang selalu berdegup bagi kehadiran Tuhan dalam hidup manusia. Tentu saja hal ini tidak mudah terjadi. Mengapa? Karena manusia ingin mencari kebahagiaannya sendiri. Manusia ingin memenuhi keinginan dirinya. Egoisme manusia begitu kuat, sehingga selalu cenderung untuk memenuhi kesenangannya sendiri.

Mari kita berusaha untuk memusatkan perhatian kita pada Tuhan. Dengan cara demikian, kebahagiaan Tuhan senantiasa mengalir ke dalam hidup kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Majalah FIAT


994