Apa yang akan Anda lakukan ketika kasih yang Anda berikan dengan tulus dikhianati? Anda frustrasi? Atau Anda tetap mengasihi dengan segenap hati, meski terasa sakit dan menyakitkan?
Ada seorang ibu yang tragis dalam hidupnya. Ia membesarkan dua orang anaknya hingga mereka memiliki pekerjaan yang baik. Tanpa suami yang sudah lama pergi entah ke mana, ibu itu berusaha sekuat tenaga untuk masa depan yang lebih baik bagi anak-anaknya. Ia mendidik mereka dengan disiplin yang keras. Ia sering mengomeli mereka, kalau mereka malas belajar atau bergadang sampai larut malam.
Omelan-omelan dan cara mendidiknya yang disiplin itu membuahkan hasil. Kedua anaknya lulus sarjana dalam waktu bersamaan. Begitu lulus, keduanya pamit untuk mencari kerja di kota yang lebih besar. Mereka juga berpikir untuk menjauh dari sang ibu, agar mereka memiliki kebebasan dalam bergaul.
Setelah mendapatkan pekerjaan yang layak, kedua anak itu memutuskan untuk tinggal di kota dengan mengontrak sebuah rumah. Mereka juga berjanji untuk tidak menghubungi ibu mereka. Bahkan nomor telephon genggam sang ibu pun mereka buang. Artinya, mereka tidak mau berhubungan lagi dengan sang ibu yang begitu mencintai mereka.
Sang ibu selalu berusaha untuk menghubungi mereka, tetapi selalu gagal. Bahkan sering ia mendapatkan jawaban yang tidak mengenakkan. Anak bungsunya berkata, “Tidak perlu cari-cari kami lagi. Kami bukan siapa-siapa. Kami tidak ingin diganggu.” Ibu itu menangis mendengar kata-kata anaknya yang pedas itu. Batinnya terasa sangat menderita. Suatu hari ibu itu meninggal dunia dengan minum racun tikus.
Ia meninggalkan sebuah pesan yang sangat indah, “Anak-anakku, kalian memang bukan siapa-siapa. Tetapi kalian bisa menjadi orang seperti sekarang ini berkat cinta seorang perempuan tak berguna ini. Saya tetap mencintai kalian berdua.”
Sahabat, susu dibalas air tuba. Rasanya begitulah yang bisa kita ungkapkan tentang kisah di atas. Kasih seorang yang dengan tulus mendidik dan membesarkan anak-anaknya, ternyata dibalas dengan pengkhianatan. Tentu saja hal ini terasa sakit dan menyakitkan. Inilah suatu tragedi dalam kehidupan manusia, ketika manusia tidak bisa mensyukuri kebaikan sesamanya.
Kasih seorang ibu begitu indah. Kasihnya sepanjang perjalanan hidup manusia, namun manusia yang dikasihinya sering lupa. Tidak mau menerima dengan baik kasih itu. Mereka menanggapinya secara negatif. Bukan menjadi semangat yang membangkitkan diri untuk terus-menerus berjuang dalam kehidupan ini.
Tetapi kasih tetap hidup. Kasih tetap bertahan hingga akhir zaman. Kasih tak pernah lekang oleh karatnya zaman. Karena itu, apa yang mesti dibuat oleh manusia demi hidup ini? Yang mesti dibuat adalah terus-menerus mengasihi, meski orang yang dikasihi itu menolak kasih itu. Yang penting kita mengasihi dengan memberikan perhatian dan bantuan kepada mereka yang membutuhkan. Kasih yang tanpa pamrih akan membahagiakan sesama kita.
Sebagai orang beriman, hidup dalam kasih akan memberi kita kekuatan untuk tetap melakukan hal-hal yang baik dan berguna bagi diri dan orang lain. Ini yang mesti kita yakini. Ini yang mesti kita hidupi dalam perjalanan hidup sehari-hari. Dengan demikian, hidup ini memiliki makna yang mendalam. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales SCJ
Majalah FIAT
1007
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.