Pages

30 Januari 2012

Semangat Berusaha untuk Hidup Lebih Baik

Setiap orang menginginkan hidup yang aman dan tenteram. Untuk itu, ada berbagai usaha untuk membangun hidup yang damai dan sejahtera.

Suatu hari seorang investor memanggil orang-orang yang menggunakan uangnya. Ia ingin mereka mempertanggungjawabkan modal yang telah diberikan kepada mereka. Baginya, investasi yang ia berikan itu mesti menghasilkan. Tidak boleh ada yang menyia-nyiakannya. Mereka mesti berhasil dalam usaha mereka itu.

Ada tiga orang yang mendapatkan modal dari investor itu. Masing-masing mereka mendapatkan modal sesuai dengan kemampuan mereka. Orang yang pertama datang menghadap investor itu. Ia melaporkan kegiatan usaha dengan modal sepuluh milyar rupiah. Menurut orang itu, selama satu tahun modal itu ia gunakan untuk usaha yang menghasilkan laba bersih sebanyak 15 milyar rupiah.

Investor itu sangat senang mendengar sukses dari orang yang menjalankan usaha itu. “Baik sekali usahamu itu. Kamu orang yang baik dan setia. Kamu sudah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Saya menambahkan lagi modal untuk usahamu itu,” kata investor itu.

Lantas datang orang yang kedua. Dengan wajah gembira, ia menyampaikan hasil usahanya selama satu tahun. Dengan modal lima milyar rupiah, ia menghasilkan sepuluh milyar rupiah. Usahanya pun berkembang dengan pesat. Melihat hal itu, sang investor sangat gembira. Modal lima milyar itu ia ambil kembali tanpa ada bunga. Sedangkan dari laba sepuluh milyar itu, investor itu menyerahkan kepada orang itu tujuh milyar rupiah sebagai modal usaha. Tiga miliar rupiah menjadi modal dari investor itu. Ada suasana sukacita di antara mereka. Ada rasa puas atas apa yang telah dilakukan.

Namun dengan wajah yang bermuram durja orang yang ketiga menghadap investor itu. Ia melaporkan kegagalan demi kegagalan atas usaha-usahanya. Modal tiga milyar rupiah yang diberikan kepadanya tidak ia gunakan dengan sebaik-baiknya. Ia hanya biarkan saja di dalam brankas di rumahnya.

Sang investor sangat marah mendengar penjelasan dari orang yang ketiga itu. Ia tidak habis pikir, mengapa uang yang begitu banyak dibiarkan nganggur di dalam brankas.

“Yang saya kehendaki adalah kamu mau berusaha untuk kemajuan dirimu sendiri. Bukan untuk saya. Baiklah. Saya ambil semua investasi yang telah saya berikan kepadamu. Kamu tidak layak untuk menjalankan usaha,” kata investor itu dengan penuh penyesalan.

Sahabat, masing-masing kita dipercaya untuk mengelola kemampuan-kemampuan yang ada pada diri kita. Tentu saja saat kita diciptkan, kita telah dibekali dengan berbagai perangkat. Kita tidak diciptakan seperti kertas putih yang kosong. Di dalam diri kita sudah ada berbagai hal yang mesti kita kembangkan.

Kisah di atas mau mengatakan kepada kita bahwa setiap orang telah diberi tanggung jawab. Tugas setiap orang adalah mengembangkan tanggung jawab itu melalui karya-karya yang berguna bagi kehidupannya. Tujuannya untuk menjadi bekal bagi perjalanan hidup kita. Untuk menggapai ketenteraman dan kebahagiaan hidup, orang mesti berusaha. Orang tidak bisa menunggu mutiara yang indah jatuh dari langit.

Sebagai orang beriman, kita ingin terus-menerus mengusahakan kemampuan-kemampuan yang ada dalam diri kita. Kita tidak hanya ingin tinggal diam. Kita mau dengan penuh kreativitas menumbuhkan kemampuan-kemampuan kita. Dengan demikian, kita menjadi orang-orang yang maju dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


865

Bertumbuh dalam Kasih


Kita hidup berkat kasih dari Tuhan dan sesama. Karena itu, kita mesti tumbuhkan kasih itu dalam hidup ini. Hanya dengan menumbuhkan kasih itu, kita dapat meneruskan kehidupan ini.

Ada seorang duda yang sangat kaya. Ia mempunyai seorang anak laki-laki yang sangat ia kasihi. Mereka punya kegemaran yang sama, yaitu mengoleksi lukisan-lukisan terkenal. Mereka berkeliling dunia untuk mencari dan mengumpulkan lukisan-lukisan itu. Karya-karya tak ternilai harganya dari Picasso, Van Gogh, Monet dan banyak lainnya menghiasi dinding rumah mereka. Duda itu sangat bangga dengan keahlian anaknya memilih karya-karya bermutu.

Ketika musim dingin tiba, perang melanda negeri mereka. Anak muda itu pergi untuk membela negerinya. Setelah beberapa minggu, ayahnya menerima telegram bahwa anaknya telah hilang. Kolektor seni itu dengan cemas menunggu berita berikutnya. Ternyata yang dicemaskan terjadi: anaknya telah tewas ketika sedang merawat seorang temannya yang terluka. Keinginan untuk merayakan ulang tahunnya bersama anaknya sirna sudah. Ia merasa sedih dan kesepian.

Pada hari ulang tahunnya, terdengar ketokan di pintu yang membangunkan orang tua itu. Ketika ia membuka pintu, seorang serdadu berdiri di depannya dengan membawa bungkusan besar. “Saya adalah teman anak bapak. Saya adalah orang yang sedang diselamatkannya, ketika ia tewas. Bolehkah saya masuk sebentar? Ada sesuatu yang ingin saya perlihatkan,” kata serdadu itu.

Serdadu itu menuturkan bahwa anak orang tua itu telah menceritakan padanya kecintaannya, juga ayahnya, pada barang-barang seni. “Saya adalah seorang seniman. Saya ingin memberikan pada Anda barang ini,” kata serdadu itu.

Lantas ia pun membuka bungkusan yang dibawanya itu. Ternyata di dalamnya ada lukisan foto anak orang tua itu. Memang, bukan karya yang sangat bagus dibandingkan dengan lukisan-lukisan yang telah dimilikinya. Tetapi lukisan itu cukup rinci menggambarkan wajah anaknya. Dengan terharu, orang tua itu memajang lukisan itu di atas perapian, menyingkirkan lukisan-lukisan lain yang bernilai ratusan juta rupiah.

Sahabat, apa yang sangat berharga dalam diri Anda? Jawabannya tentu saja ada banyak hal yang berharga dalam diri Anda. Namun ada satu yang sangat berharga, yaitu hidup yang penuh kasih sayang. Melalui hidup yang penuh kasih itu, Anda akan mengalirkan kebaikan demi kebaikan bagi sesama Anda.

Kisah orang tua yang kehilangan anak tadi menjadi suatu inspirasii bagi kita. Ternyata orang tua itu menjadi sedih karena kehilangan putranya. Ia mengalami duka yang mendalam begitu mendengar gugurnya sang anak di medan perang. Tetapi hidupnya kembali bersemi begitu ia menyaksikan kembali foto wajah ayahnya.

Kasihnya yang begitu besar terhadap anaknya membuat ia bersedih hati saat kehilangan sang anak. Namun kasih itu pula yang telah memberi ia kekuatan untuk melanjutkan perjalanan hidup ini. Ia sadar bahwa hanya melalui kasih itu ia mampu membahagiakan orang lain.

Kita hidup berkat kasih yang kita peroleh dari sesama kita. Kita tidak bisa hidup tanpa kasih. Namun hidup kita menjadi semakin bermakna, ketika kita mengalami begitu besarnya kasih Tuhan atas diri kita. Tuhan tidak pernah meninggalkan diri kita. Tuhan senantiasa mengasihi kita melalui penyertaanNya bagi diri kita. Mari kita tumbuhkan kasih dalam hidup kita. Dengan demikian, hidup ini menjadi semakin bermakna. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


864

28 Januari 2012

Syukuri Peristiwa-peristiwa Kecil dalam Hidup

Apa yang akan Anda lakukan, ketika Anda mengalami hal-hal kecil yang menyulitkan hidup Anda? Tentu Anda akan berusaha untuk menyingkirkannya. Namun apa yang akan Anda lakukan, ketika hal-hal kecil itu menguntungkan Anda?

Setelah peristiwa 11 September, sebuah perusahaan mengundang karyawan dari perusahaan lain yang selamat untuk menceritakan pengalamannya. Sebagian besar karyawan meninggal saat terjadinya serangan atas WTC. Pada pertemuan pagi itu, pimpinan keamanan menceritakan kisah, bagaimana mereka bisa selamat. Semua kisah itu hanyalah mengenai hal-hal yang kecil.

Seorang kepala keamanan perusahaan selamat pada hari itu, karena mengantar anaknya hari pertama masuk TK. Karyawan yang lain masih hidup, karena hari itu adalah gilirannya membawa kue untuk murid di kelas anaknya. Seorang wanita terlambat datang karena alarm jamnya tidak berbunyi tepat waktu. Seorang karyawan terlambat, karena terjebak di NJ Turnpike saat terjadi kecelakaan lalu lintas.

Seorang karyawan ketinggalan bus. Seorang karyawan menumpahkan makanan di bajunya, sehingga ia perlu waktu untuk ganti pakaian. Seorang karyawan mobilnya tidak bisa dihidupkan. Seorang karyawan masuk ke dalam rumah kembali untuk menerima telepon yang berdering. Seorang karyawan mempunyai anak yang bermalas-malasan, sehingga tidak bisa siap tepat waktu untuk berangkat bersama-sama. Seorang karyawan tidak memperoleh taksi.

Seorang karyawan baru saja membeli sepasang sepatu baru. Ia memakai sepatu baru pagi itu dan berangkat kerja dengan penuh semangat. Tetapi sebelum sampai di kantor yang berada di lantai 40 gedung WTC, sepatu itu menyebabkan luka di tumit. Ia berhenti di sebuah toko obat untuk membeli plester. Inilah yang menyebabkan ia bisa tetap hidup sampai hari ini.

Sahabat, pernahkah Anda dihalangi oleh hal-hal kecil dalam hidup Anda, sehingga membuat Anda tidak maju? Mungkin banyak. Hal-hal kecil seperti itu tentu saja menyakitkan hati Anda. Anda ingin membangun hidup yang lebih baik, tetapi Anda tidak bisa lakukan. Ada saja halangan-halangan yang membuat Anda tidak bisa maju.

Kisah di atas mengungkapan pengalaman para karyawan yang mengalami keselamatan berkat hal-hal kecil. Hal-hal itu seolah-olah menjadi penghalang bagi hidup mereka. Tetapi ketika terjadi tragedi-tragedi besar dalam hidup, orang pun mulai merasa beruntung boleh diselamatkan oleh hal-hal kecil itu.

Kadang kita merasa bahwa pengalaman-pengalaman kecil dalam hidup ini tidak memiliki makna yang mendalam. Kita baru sadari setelah kita menyaksikan sendiri hal-hal kecil itu sungguh-sungguh membantu kita untuk keluar dari kesulitan-kesulitan hidup.

Karena itu, kita mesti mensyukuri peristiwa-peristiwa kecil dalam hidup kita itu. Dengan demikian, kita semakin menjadi orang yang kuat dalam iman dan kasih. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


863

26 Januari 2012

Tumbuhkan Kasih yang Tak Terbatas Rata Penuh



Apa yang menjadi hal yang utama dalam hidup Anda? Diri Anda sendiri? Atau kehidupan bersama dengan semua orang?

Suatu hari seorang gadis mendatangi seorang bijak. Ia bertanya kepada orang bijak itu tentang dosis kasih yang sehat. Orang bijak itu terkejut mendengar pertanyaan itu. Ia tidak habis pikir, di zaman seperti ini masih ada orang yang peduli terhadap kasih. Bukankah kasih satu terhadap yang lain sudah semakin musnah? Bukankah kasih itu sudah terkamuflase dengan berbagai bentuk egoisme dan kepentingan diri?

“Sebenarnya apa yang kamu rasakan dari kasih itu? Apakah kamu punya masalah dengan kasih?” tanya orang bijak itu kepada gadis itu.

Gadis itu tersenyum mendengar pertanyaan orang bijak itu. Ia tidak siap untuk menjawab pertanyaan orang bijak itu. Bagi gadis itu, kasih itu adalah segala-galanya dalam hidup ini. Orang yang tidak mempunyai kasih tidak akan mengalami damai dalam hidupnya. Yang ada adalah permusuhan yang terus-menerus.

Setelah lama terdiam, gadis itu berkata, “Saya ingin hidup secara baik dan normal. Saya tidak ingin hidup saya dipenuhi oleh permusuhan. Saya ingin hidup saya selalu dipenuhi oleh kebaikan dan kasih.”

Orang bijak itu berdecak kagum atas jawaban gadis itu. Ia tidak menyangka bahwa gadis itu akan menjawab seperti itu. Karena itu, orang bijak itu berkata, “Anda telah menemukan damai dalam hidup saat Anda mulai bicara tentang kasih. Anda telah mulai merajut hidup yang bahagia saat Anda mengutamakan kasih di atas segala-galanya.”

“Tetapi yang saya butuhkan adalah berapa dosis kasih yang sehat yang harus saya gunakan dalam satu hari?” Tanya gadis itu.

“Nak, dalam hal kasih, tidak ada dosis. Yang harus Anda lakukan adalah mengasihi terus-menerus tanpa batas. Ketika Anda mengasihi sesamamu, saat itu pula Anda mengalami sukacita dan damai,” kata orang bijak itu.

Sahabat, banyak orang mengalami kekeringan kasih dalam hidupnya. Akibatnya, mereka membatasi kasih itu. Mereka tidak mau melakukan hal-hal yang lebih besar dan baik bagi sesama. Mengapa hal seperti ini terjadi dalam kehidupan manusia? Hal ini terjadi karena manusia egois. Manusia melakukan sesuatu bagi sesamanya hanya untuk kebahagiaan dirinya sendiri.

Kisah tadi mau mengatakan kepada kita bahwa kasih itu tidak berkesudahan. Orang yang melakukan hal-hal yang baik bagi sesamanya mesti mendasarkan perbuatannya pada kasih itu. Kasih tidak bisa dibatasi seperti dokter yang memberi dosis kepada seorang penderita sakit. Mengapa? Karena setiap orang yang melakukan kasih itu menumbuhkan kehidupan.

Orang yang mengutamakan kasih dalam hidupnya akan menemukan hidup ini begitu indah. Ia memberi hidup dengan kasih yang tak terbatas. Dari waktu ke waktu ia akan bertumbuh menjadi orang yang kaya akan kebaikan.

Memang, tidak mudah untuk bertumbuh dalam kasih itu. Mengapa? Karena orang sering dikuasai oleh egoisme. Orang dikuasai oleh kepentingan dirinya sendiri. Orang tidak dikuasai oleh kasih yang tak terbatas terhadap sesamanya.

Karena itu, orang beriman mesti selalu mengutamakan kasih dalam hidupnya. Dengan demikian, hidup ini menjadi lebih indah dan baik. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

861

25 Januari 2012

Mempertanggunjawabkan Pemberian Tuhan bagi Hidup

Apa yang menyusahkan Anda hari ini? Apakah hati Anda berbeban, karena sejumlah masalah yang mengancam Anda? Apakah Anda dipenuhi oleh kegelisahan dan kekuatiran? Mengapa Anda kuatir atau cemas? Bukankah Tuhan begitu baik terhadap Anda? Bukankah Tuhan telah mengabulkan permohonan Anda hari ini?

Suatu hari, seorang anak datang kepada ayahnya. Ia meminta ayahnya untuk membelikan mainan mobil untuk dirinya. Ia ingin sekali bermain mobil-mobilan untuk menumbuhkan semangat dalam hidupnya. Ia yakin, ayahnya akan mengabulkan permohonannya.

“Ayah, satu permintaan ini saja yang saya ajukan kepada ayah. Tolong belikan saya mobil-mobilan,” kata anak itu.

Ayahnya tersenyum mendengar permintaan anaknya. Ia menganggukkan kepala tanda setuju. Lantas ia mengusap-usap kepala anaknya. “Nak, apa saja yang kamu minta akan ayah kabulkan. Yang penting adalah kamu pertanggungjawabkan apa yang ayah berikan kepadamu,” kata ayah itu.

Anak itu menganggukkan kepala. Ia mau bertanggungjawab atas pemberian ayahnya itu. Karena itu, ketika ayahnya memberi dia sebuah mobil-mobilan yang cantik, ia menggenggamnya erat-erat. Ia menggunakannya dengan sebaik-baiknya. Ia yakin, hanya dengan memelihara mobil-mobilan itu, ia dapat mempertanggungjawabkan pemberian ayahnya itu.

Sahabat, kepada kita semua telah diberi berbagai hal oleh Tuhan. Kita diberi bakat-bakat yang mesti kita kembangkan dengan sebaik-baiknya. Kita diberi kesempatan untuk hidup dalam dunia ini. Ketika kita meminta pertolongan dari Tuhan, kita diberi berbagai hal. Tuhan begitu baik kepada kita.

Kisah tadi mencerminkan Tuhan yang baik itu. Tuhan yang baik itu hadir dalam diri sang ayah yang mengabulkan permohonan anaknya. Tuhan yang baik itu juga mengharapkan pertanggungjawaban atas kebaikan yang telah diberikanNya itu. Karena itu, kita mesti memelihara pemberian Tuhan itu dengan baik dan benar.

Namun dalam hidup ini ada orang yang rakus. Ada orang yang selalu merasa tidak cukup atas pemberian dari Tuhan itu. Orang seperti ini ingin selalu memiliki banyak hal bagi darinya. Orang ingin menumpuk banyak hal bagi dirinya. Padahal Tuhan mengharapkan agar pemberian-Nya itu digunakan untuk kebaikan. Pertanggungjawaban atas pemberian Tuhan itu mesti ditunjukkan dengan melakukan hal-hal yang baik dan berguna bagi sesama.

Orang yang menyalahgunakan pemberian Tuhan biasanya mengalami kegalauan dalam hidupnya. Orang seperti ini biasanya tidak mengalami sukacita dan damai. Karena itu, orang diharapkan untuk sungguh-sungguh mempertanggungjawabkan pemberian Tuhan itu. Caranya adalah dengan berbuat amal baik bagi sesamanya.

Sebagai orang beriman, kita diundang untuk terus-menerus melakukan hal-hal yang baik dan benar bagi sesama. Dengan cara itu, kita mempertanggungjawabkan kasih karunia Tuhan kepada kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

23 Januari 2012

Membangun Cinta yang Tulus

Apa yang akan Anda lakukan kalau Anda mengalami kesulitan dalam membangun kasih dengan sesama? Anda putus harapan? Atau Anda akan berusaha terus untuk merebut kasih itu?

Ada seorang gadis yang sangat merindukan kasih sayang seorang ayah. Selama ini ia merasa bahwa seorang lelaki yang ada di rumahnya hanyalah sosok yang mengerikan. Lelaki itu jarang menyapanya dengan penuh kasih. Ia merasa lelaki itu begitu jauh dari dirinya. Tidak ada ikatan batin yang begitu dekat dengan lelaki itu.

Karena itu, gadis itu tidak merasakan ada sentuhan kasih yang bermakna dari lelaki itu. Menurut ibunya, lelaki itu adalah ayah kandungnya. Lelaki itu pula membiayai seluruh hidupnya. Ia bisa pergi ke sekolah berkat kerja keras lelaki itu. Namun gadis itu merasa bahwa hubungan mereka begitu formal. Hubungan mereka begitu kaku bagai atasan dan bawahan.

“Benar bahwa ia membayar uang sekolahku. Ia juga membiayai kebutuhan hidupku. Tapi sebatas itukah yang disebut kasih sayang seorang ayah? Dia tak lebih daripada seseorang yang harus memenuhi sebuah tuntutan hukum untuk mendampingi diriku. Tetapi ia bukanlah ayahku. Setiap ongkos yang keluar untuk membayar uang sekolahku harus aku bayar dengan derai air mata dan isakan tangis. Harus aku bayar dengan mata yang membengkak. Inikah kasih sayang seorang bapak?” kata gadis itu.

Gadis itu hidup dalam malapetaka. Hatinya tidak tenang. Ia tidak mendapatkan kasih sayang yang sesungguhnya dari seorang ayah. Ia tidak menemukan kehangatan dari seorang ayah. Ia merasa kecewa terhadap hidupnya. Namun suatu hari ia berusaha untuk bangkit. Ia tidak mau menunggu terlalu lama ayahnya berubah. Ia memaksakan diri untuk menjalin hubungan yang lebih baik dengan ayahnya. Hasilnya? Relasi di antara mereka menjadi lebih baik. Mereka boleh bersenda gurau. Ia boleh merasakan kehangatan hati seorang ayah.

Sahabat, apa yang menjadi dasar hidup Anda? Mungkin orang yang mata duitan akan mengatakan bahwa dasar hidupnya adalah uang. Punya uang yang banyak akan menjadikan dirinya mudah untuk membangun masa depannya. Mungkin orang yang mengutamakan kehidupan bersama akan mengatakan bahwa dasar hidup itu adalah membangun kebaikan dalam relasi yang harmonis.

Bagi orang beriman, dasar hidup itu terletak pada cinta yang mendalam terhadap sesama. Hanya dengan mencintai sesama, hidup akan menjadi lebih baik. Orang akan mengalami damai dalam hidupnya di saat cinta akan sesama menjadi dasar hidup. Kisah gadis tadi menunjukkan bahwa ia ingin memiliki cinta yang tulus dari sang ayah. Ia tidak ingin relasi mereka hanya sekedar antara ayah dan anak. Ia ingin mendapatkan sapaan lembut dari seorang ayah.

Untuk itu, orang tidak bisa menunggu satu pihak saja untuk mengusahakan cinta yang tulus itu. Cinta yang tulus akan memiliki kemampuan yang luar biasa, kalau diusahakan bersama. Gadis tadi sungguh-sungguh berusaha untuk memiliki cinta yang tulus itu. Ia tidak tinggal diam. Ia berusaha untuk mendapatkan cinta yang tulus itu. Caranya adalah dengan lebih dahulu membangun cinta itu. Ia tidak hanya menunggu. Ia bergerak. Ia aktif untuk menciptakan cinta yang tulus itu.

Mari kita berusaha untuk menciptakan cinta yang tulus dalam hidup kita dengan berusaha aktif membangun hidup dalam cinta. Dengan demikian, hidup ini menjadi semakin damai dan indah. Hidup ini menjadi suatu kesempatan untuk membahagiakan sesama. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


859

20 Januari 2012

Mensyukuri Kebaikan Tuhan

Apa sikap Anda ketika Anda mengalami kejatuhan dalam perjalanan hidup ini? Apakah Anda senantiasa memiliki sikap syukur atas anugerah Tuhan bagi hidup Anda?

Ada seorang teman menceritakan pengalaman hidupnya. Ia mengaku, sering ia merasakan keajaiban dalam hidupnya. Tidak pernah terpikir ia akan tinggal di kota besar dan bertemu orang-orang hebat, kenal dengan orang-orang kaya. Atau bergaul dengan para pemuka agama dan ikut menjadi saksi sejarah akan kejatuhan rezim Orde Baru yang sangat berkuasa dan ditakuti. Bahkan ia kemudian punya keluarga.

“Sepertinya semua berjalan begitu saja dan mengalir tanpa ada yang aneh. Tetapi ketika kesadaran itu muncul, saya mengakui ini semua adalah karya Tuhan yang luar biasa. Apalagi ketika datang ke Jakarta, saya hanya berbekal baju dan uang seadanya. Sungguh patut untuk saya syukuri. Saya tidak pernah berhenti untuk bersyukur,” kata teman itu.

Pernah ia memaksakan diri juga untuk melakukan sebuah perubahan yang belum saatnya untuk dilakukan. Tetapi akibatnya menjadi berantakan. Ketika itu, dasar fundamental keuangannya belum siap. Pengetahuan belum cukup dan pengalaman masih minim sekali. Ia tidak peduli terhadap masukan-masukan dari orang-orang lain. Ia memaksa untuk wiraswasta bersama teman-temannya. Namun ketika usaha itu gagal, efek yang ditimbulkan berakibat fatal. Yang paling menderita adalah keluarga.

“Semua tabungan habis dan hutang menjadi bertambah. Beberapa aset terpaksa dijual demi kelangsungan hidup,” katanya.

Baginya, ini semua pelajaran yang sangat berharga, karena punya telinga tetapi tuli. Punya mata tetapi buta dan punya perasaan tetapi mati. Karena itu, ia berusaha untuk mensyukuri setiap pemberian Tuhan. Ia berusaha untuk menerima apa yang telah dikaruniakan Tuhan kepadanya. Dengan demikian, ia mengalami damai dalam hidupnya. Ia boleh bangkit lagi dari keterpurukannya untuk meraih sukses.

Sahabat, banyak orang ingin meraih sukses yang setinggi-tingginya. Banyak orang seolah-olah merasa hidup ini belum memiliki makna kalau belum punya segala-galanya. Akibatnya, orang menjadi stress saat kegagalan menghadang cita-cita mereka. Mereka menjadi orang yang murung dalam hidup ini. Mereka menjadi orang yang tidak berdaya.

Kisah di atas mau mengatakan kepada kita bahwa setiap sikap syukur atas pemberian Tuhan akan menghasilkan banyak buah. Orang yang senantiasa bersyukur adalah orang yang tidak ingin meraih kesuksesan dalam hidupnya secara instan. Ia tidak ingin cepat-cepat memiliki apa saja yang dibutuhkannya demi hidupnya.

Orang beriman itu orang yang mengalami proses kehidupan. Orang seperti ini biasanya berani bergulat dengan dirinya sendiri. Orang yang mau berkorban untuk kebahagiaan dirinya. Ia senantiasa memperhitungkan penyertaan Tuhan dalam hidupnya.

Karena itu, yang dibutuhkan dalam hidup adalah hati yang senantiasa tidak tamak akan harta kekayaan. Mengapa? Karena kekayaan bukanlah jaminan kebahagiaan. Kekayaan hanya menjadi sarana untuk meraih kebahagiaan dalam hidup. Jadi kalau harta kekayaan itu tidak membuat orang bahagia, orang mesti meninggalkannya.

Mari kita mensyukuri kebaikan Tuhan dalam hidup kita. Dengan demikian, kita mengalami kebahagiaan bersama Tuhan. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ



858

18 Januari 2012

Berbagi Hidup demi Kebahagiaan Bersama

Apa yang Anda buat untuk menemukan kebahagiaan dalam hidup? Anda kumpulkan harta sebanyak-banyaknya? Atau Anda berusaha untuk membantu sesama Anda dengan ikhlas hati?

Suatu hari, seorang ibu cantik berpakaian mewah datang ke psikiater untuk konsultasi. Ia merasa seluruh hidupnya kosong tak bermakna. Hatinya terasa sangat pedih. Sang psikiater itu jatuh kasihan menyaksikan kondisi ibu itu. Namun sang psikiater tidak punya waktu untuk berbicara dengannya.

Namun ia tidak hilang akal. Psikiater itu memanggil seorang perempuan tua, yang sudah lama bekerja di kantor psikiater itu. Ia meminta perempuan tua itu untuk menceritakan cara ia menemukan kebahagiaan. Ia meminta perempuan itu mendengarkan saja curhat ibu yang cantik itu.

Ibu yang cantik itu pun menceritakan duka yang mendalam dalam hatinya. Setelah menceritakan hal itu, perempuan itu membagikan pengalaman hidupnya. ”Suami saya meninggal karena kanker. Tiga bulan kemudian putra tunggal saya meninggal ditabrak truk. Saya tak punya siapa pun. Tak ada yang tertinggal. Saya tak bisa tidur, tak bisa makan, tak bisa senyum. Saya bahkan berpikir mau bunuh diri,” kata perempuan tua itu.

”Tetapi kenapa kamu tidak jadi bunuh diri?” tanya perempuan cantik itu.

”Nah, ini yang menarik. Suatu malam, ketika pulang kerja, seekor kucing mengikuti saya. Karena di luar dingin, saya membiarkan anak kucing itu masuk ke dalam rumah. Saya memberinya susu, yang langsung habis diminumnya. Anak kucing itu mengeong dan mengusapkan badannya ke kaki saya. Untuk pertama kalinya dalam bulan itu, saya bisa tersenyum. Saya lalu berpikir, jika membantu anak kucing bisa membuat saya tersenyum, mungkin melakukan sesuatu untuk orang lain bisa membuat saya bahagia,” perempuan tua itu menjelaskan.

Wanita cantik itu tertawa. Ia merasa ada sesuatu yang mampu menghibur dirinya. ”Apa yang kamu buat selanjutnya?” tanyanya.

”Hari berikutnya, saya buat kue dan bawa ke tetangga yang sakit, yang terbaring di ranjang dan tak bisa bangun. Setiap hari saya mencoba melakukan sesuatu yang baik pada seseorang. Melihat mereka bahagia, membuat saya bahagia,” tutur perempuan tua itu.

Sahabat, kita semua memiliki kesempatan untuk membahagiakan diri kita. Ada berbagai cara untuk membahagiakan diri kita. Namun sering kita kurang mampu menangkap cara-cara itu untuk membahagiakan diri kita. Karena itu, yang kita butuhkan adalah kita berusaha untuk membuka diri kita terhadap berbagai cara untuk membahagiakan diri kita.

Kisah di atas mau mengatakan kepada kita bahwa tenggelam dalam kesedihan dan keputusasaan hanyalah suatu cara untuk menutup jalan menuju kebahagiaan. Perempuan tua itu sungguh-sungguh mengalami hidup ini penuh arti saat dia boleh menyapa sesamanya. Saat dia boleh mengungkapkan kasihnya kepada sesamanya, saat itu pula kebahagiaan memenuhi dirinya.

Kita sering merasa berat untuk mengulurkan tangan kita bagi sesama kita. Kita merasa bahwa saat kita membantu orang lain, saat itu pula apa yang kita miliki hilang lenyap. Akibatnya, kita enggan untuk berbagi dengan sesama kita. Kita lebih mudah menyimpan apa yang kita miliki untuk diri kita sendiri.

Tentu saja sikap seperti ini bukan sikap orang beriman yang baik. Inilah sikap egois yang mesti kita buang jauh-jauh. Wanita cantik yang kaya dalam kisah di atas tidak mengalami sukacita dalam hidupnya, karena ia hanya memikirkan dirinya sendiri. Dia tidak memikirkan sesamanya. Karena itu, mari kita berusaha untuk membagiakan diri dengan melayani sesama dengan hati yang ikhlas. Dengan demikian, kita boleh mengalami damai dan sukacita dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


857

17 Januari 2012

Menemukan Kehendak Tuhan dalam Hidup


Anda ingin hidup Anda bahagia? Anda ingin sukses dalam hidup ini? Sandarkanlah hidup Anda pada Tuhan.

Kurt Warner merupakan olahragawan AS. Ia adalah pemain American Football yang masih aktif sampai saat ini. Berbagai penghargaan telah ia raih dari cabang olahraga favorit masyarakat negara berjulukan "Pam Sam" tersebut. Di tahun 2008 ketika ia membawa timnya, Arizona Cardinals sebagai juara National Football Leage atau NFL, di tahun yang sama itu pula Kurt menerima penghargaan Walter Payton NFL Man of the Year Award.

Dalam sebuah wawancaranya dengan sebuah media Amerika Serikat, pria berbadan tegap ini membuka rahasia mengenai kesuksesan yang ia raih. Ia mengatakan bahwa apa yang ia dapatkan selama ini, karena ia menempatkan Tuhan sebagai tempat paling pertama di dalam hidupnya.

Setiap hari, ia bersama dengan istri dan anak-anaknya mengambil saat teduh. Bersama istri dan anak-anaknya, ia mempraktikkan apa yang telah mereka baca pada hari itu. Yang mereka baca adalah teks-teks Kitab Suci. Melalui Kitab Suci itu, mereka mendengarkan kehendak Tuhan bagi hidup mereka. Kebiasaan itu terus dilakukan oleh Kurt dan keluarganya sampai hari ini.

“Saya senang membaca dan merenungkan Kitab Suci. Tuhan berbicara kepada saya melalui Kitab Suci,” kata Kurt.

Sahabat, banyak orang ingin hidup damai dan tenang. Banyak orang ingin menemukan bahagia dalam dunia ini. Namun banyak orang tidak mengalami damai itu. Ketenangan yang mereka dambakan seolah-olah tak kunjung tiba. Kebahagiaan yang mereka harapkan tak pernah mereka raih. Mengapa hal ini bisa terjadi? Tentu saja jawabannya tidak segampang membalikkan telapak tangan.

Kisah di atas memberi inspirasi bahwa damai dan ketenangan yang kita inginkan itu bersumber dari Tuhan. Manusia tidak bisa memberikan damai dan ketenangan yang sejati. Manusia hanya mampu memberikan damai dan ketenangan yang sementara. Sedangkan Tuhan memberikan damai dan ketenangan yang abadi. Kurt Warner mampu meraih sukses yang memberikan damai dalam hidupnya berkat campur tangan Tuhan.

Karena itu, ia tidak meninggalkan Tuhan saat ia menjadi orang yang tenar dan sukses. Ia tetap menempatkan Tuhan di tempat yang pertama dan utama dalam hidupnya. Caranya adalah dengan mendengarkan dan merenungkan kehendak Tuhan bagi hidupnya.

Tentu saja banyak orang merasa sulit untuk mendengarkan kehendak Tuhan bagi hidupnya. Mengapa? Karena orang ingin hidup sesuai dengan kehendak dirinya sendiri. Orang tidak mau mendengarkan kehendak Tuhan bagi dirinya. Orang bahkan merasa bahwa kehendak dirinya itulah yang terbaik yang mesti ia ikuti. Tentu saja orang punya kebebasan untuk menentukan arah hidupnya.

Namun orang beriman mesti selalu mengutamakan kehendak Tuhan dalam hidupnya. Caranya adalah dengan mendengarkan dan merenungkan kehendak Tuhan itu. Untuk itu, orang beriman mesti menyediakan waktu untuk membaca, mendengarkan dan merenungkan kehendak Tuhan melalui Kitab Suci agama kita masing-masing. Dalam Kitab Suci itu, kita mendengarkan kehendak Tuhan yang baik bagi kita.

Mari kita berusaha untuk mendengarkan dan merenungkan kehendak Tuhan bagi hidup kita. Dengan demikian, hidup ini menjadi kesempatan untuk melaksanakan kehendak Tuhan. Bukan hanya memenuhi kehendak kita sendiri. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

16 Januari 2012

Membangun Keselarasan demi Hidup Bahagia


Apa yang Anda sungguh-sungguh inginkan dalam hidup ini? Harta kekayaan yang melimpah? Tentu saja harta kekayaan bukan yang utama. Mengapa? Karena harta kekayaan bukan jaminan untuk hidup bahagia.

Ada seorang gembala yang memiliki sebuah biola. Karena ia bukanlah seorang pemusik, maka setiap kali memainkannya, nada-nada itu terasa sumbang. Ia tidak tahu bagaimana cara menyelaraskan nadanya.

Suatu hari ia menulis sebuah surat ke salah satu stasiun radio di daerahnya. Ia meminta orang radio tersebut untuk memperdengarkan kunci nada "A" pada hari dan jam yang telah ditentukan.

Pengelola radio itu merasa begitu tersentuh dengan kata-kata yang ditulis oleh sang gembala. Ia memutuskan untuk mewujudkan harapan gembala itu. Pada hari yang ditetapkan, diperdengarkanlah kunci nada dasar "A" lewat siaran radio. Dan benar setelah diputar, gembala itu bisa menyelaraskan dawai biolanya. Rumah yang ia diami bersama keluarga pun akhirnya dapat dipenuhi dengan musik yang riang gembira.

Gembala itu belajar sendiri untuk memainkan biolanya. Ia tidak perlu menyimpan saja biolanya. Berkat pendengarannya yang tajam, gembala itu mampu menghibur orang-orang yang dikasihinya dengan nada-nada indah dari biolanya. Sungguh, suatu usaha yang tidak sia-sia.

Sahabat, keselarasan hidup merupakan dambaan semua orang. Setiap orang ingin hidup damai dan tenteram. Orang ingin hidup bahagia bersama orang-orang yang dicintainya. Karena itu, membangun keselarasan dengan Tuhan dan sesama menjadi bagian dari kehidupan manusia.

Kisah gembala yang menyelaraskan nada biolanya dari siaran radio menjadi suatu inspirasi bagi kita. Kita diundang untuk terus-menerus menyelaraskan hidup kita dengan kebaikan-kebaikan yang Tuhan berikan kepada kita. Kalau hidup kita tidak selaras dengan Tuhan dan sesama, kita akan mengalami ketimpangan-ketimpangan dalam hidup. Keharmonisan dan damai tidak terjadi dalam hidup kita.

Membangun keselarasan dalam hidup menjadi suatu kesempatan untuk membangun hidup yang lebih baik. Keselarasan itu ditemukan dalam perjalanan hidup manusia. Keselarasan itu mesti diperjuangkan terus-menerus. Orang tidak menunggu keselarasan itu datang begitu saja. Karena itu, keselarasan mesti diusahakan atau dikejar oleh manusia.

Orang beriman membangun keselarasan hidup bersumber dari Tuhan. Tuhan menjadi sumber keharmonisan hidup. Mengapa? Karena pada Tuhan ada damai. Pada Tuhan ada sukacita dan kegembiraan. Dari Tuhan manusia menimba kebaikan demi kebaikan, karena Tuhan hanya memberi kebaikan dan kasih kepada ciptaanNya.

Karena itu, orang beriman mesti terus-menerus datang kepada Tuhan untuk menimba sukacita dan kasih setia. Hanya dengan kasih setia itu, orang beriman mampu membangun keselarasan hidup dengan Tuhan dan sesamanya. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

225

13 Januari 2012

Mengampuni Itu Kekuatan yang Mendamaikan

Adakah hari ini Anda melakukan dosa dan kesalahan? Adakah hati orang-orang yang dekat dengan Anda merasa tertusuk oleh perbuatan atau kata-kata Anda yang tidak menyenangkan?

Ketika Nelson Mandela memegang jabatan sebagai presiden Afrika Selatan, ia menunjuk sebuah komisi untuk menghukum orang-orang yang telah melakukan tindak kekejaman selama berlangsungnya politik apartheid. Setiap pejabat kulit putih yang dengan sukarela menemui pendakwa dan mengakui kesalahannya, tidak akan dihukum.

Suatu hari, seorang wanita dipertemukan secara langsung dengan pejabat yang telah secara brutal membunuh anak laki-laki satu-satunya dan suami yang sangat dikasihi. Ketika ditanya apa yang ingin ia lakukan terhadap pejabat itu, ia menjawab, “Meskipun saya tidak memiliki keluarga, saya masih memiliki banyak cinta untuk diberikan.”

Kemudian ia meminta pejabat itu untuk mengunjunginya secara teratur, supaya wanita itu bisa memperlakukannya dengan penuh kasih. “Saya ingin memeluknya supaya ia tahu bahwa pengampunan saya itu nyata,” kata wanita itu.

Ketika wanita itu menuju tempat saksi, pejabat itu merasa sangat malu dan menyesal sampai ia pingsan. Kepedihan yang ditunjukkan wanita itu bukanlah balas dendam yang penuh dosa, melainkan api pemurnian cinta. Api itu dikaruniakan Tuhan yang dapat memunculkan penyesalan dan perdamaian. Kasih itu memberi dan mengampuni.

Sahabat, dunia akan menjadi lebih damai di kala kita saling memberi kebaikan. Kejahatan yang dibalas dengan kejahatan hanyalah menimbulkan kematian bagi hidup. Kita saksikan kejahatan Presiden Moamar Kadhafi yang dibalas dengan kejahatan Amerika dan sekutunya hanyalah menghasilkan kematian. Banyak rakyat tak berdosa yang mesti mengakhiri hidupnya dengan sia-sia.

Kisah perempuan pengampun tadi memberi kita inspirasi untuk terus-menerus memperjuangkan kehidupan. Caranya adalah dengan menumbuhkan pengampunan yang mendalam di dalam hatinya. Ia telah kehilangan segala-galanya. Ia tidak ingin membalas kejahatan dengan kejahatan. Karena itu, ia berani mengampuni pembunuh suami dan anaknya. Ia ingin menyalurkan kasih yang telah ia perolah dari Tuhan kepada sesamanya.

Dalam hidup sehari-hari, kita tidak pernah lepas dari dosa dan kesalahan. Hal ini terjadi karena kita manusia lemah. Kita adalah manusia yang terbatas. Kita boleh saja berjanji untuk tidak melakukan lagi dosa dan kesalahan. Namun kita tetap saja jatuh ke dalam dosa dan kesalahan.

Karena itu, yang kita butuhkan adalah pengampunan. Yang kita butuhkan adalah hati yang penuh belas kasihan mau menerima kita kembali. Kalau kita menuntut atau mengharapkan pengampunan dari orang lain, mengapa kita merasa sulit untuk mengampuni orang yang bersalah kepada kita? Mengapa kita enggan untuk menerima permohonan maaf dari sesama kita?

Orang beriman mesti selalu punya hati yang berbelas kasih. Orang beriman mesti selalu menimba kasih Tuhan yang senantiasa mengalir dalam hidupnya. Untuk itu, kita mesti selalu membuka hati kita bagi rahmat Tuhan. Dengan demikian, kita mampu mengampuni sesama yang melakukan dosa dan kesalahan. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


854

12 Januari 2012

Menumbuhkan Gaya Hidup Mengampuni


Dalam hidup sehari-hari, kita jatuh ke dalam dosa atau sesama kita melakukan dosa terhadap kita. Saat kita menyakiti hati sesama kita, kita berusaha untuk meminta pengampunan. Apa yang kita lakukan, ketika sesama kita menyakiti hati kita?

Enrico ditangkap Gestapo dan dipenjarakan karena ketahuan menyembunyikan keluarga Yahudi selama 2 tahun. Pada malam Natal 1944, komandan kamp Jerman memanggil dan mengejeknya.

“Aku ingin kau melihat makan malam Natal yang dikirim istrimu untukmu. Istrimu juru masak yang hebat! Dia telah mengirimimu makanan setiap hari, tetapi akulah yang menikmati semua itu,” kata komandan kamp.

Enrico yang kurus dan lapar melihat ke makanan di atas meja itu. “Aku tahu istriku ahli masak yang hebat! Aku yakin engkau pasti menikmati makan malam Natal ini,” kata Enrico.

Komandan itu heran dan memintanya untuk mengulangi apa yang dikatakannya. Enrico mengulangi ucapannya. Ia menambahkan, “Aku harap engkau menikmati makan malam ini, karena aku mengasihimu.”

“Keluarkan dia dari sini! Dia sudah gila,” serta merta komandana itu berteriak.

Perang berakhir dan Enrico dibebaskan. Tuhan memulihkan kesehatan dan usahanya. Suatu kali ia mengajak istrinya kembali ke kota ke tempat dia pernah dipenjarakan. Ia ingin mengunjungi komandan kamp Jerman itu.

Enrico teringat bahwa komandan itu menyukai masakan istrinya. Mereka pun berbelanja dan mencari sebuah tempat memasak. Setelah selesai, mereka mendatangi rumah komandan itu dengan dua keranjang makanan.

Begitu berhadapan dengan komandan itu, Enrico bertanya, “Engkau tidak mengenali saya tuan?”

Komandan itu menggelengkan kepalanya.

“Pada Natal 1994, saya berada di kantormu. Saya mengatakan bahwa saya mengasihimu dan engkau menganggap saya gila,” kata Enrico sambil menatap mata mantan komandan itu.

Komandan yang sudah tua tenta itu merasa takut. Ia mundur beberapa langkah. Namun dengan tegas, Enrico meyakinkan dirinya bahwa tidak ada apa-apa yang akan terjadi atas dirinya.

“Dulu saya mengatakan bahwa saya mengasihimu dan saya masih tetap mengasihimu. Perang telah usai. Istri saya dan saya ingin duduk bersama keluargamu untuk makan bersama. Maukah engkau menerima permohonan kami?” tandas Enrico.

Sahabat, pengampunan yang tulus merupakan keutamaan yang mesti selalu dipegang teguh oleh manusia. Dengan pengampuna itu, orang mampu menjalani hidup ini dengan baik dan benar. Mengampuni orang yang berdosa jauh lebih baik daripada membinasakannya.

Kisah di atas mau mengatakan kepada kita bahwa mengampuni mesti menjadi gaya hidup dalam hidup orang beriman. Pengampunan yang dengan tulus kita ungkapkan kepada sesama menjadi suatu kesempatan untuk hidup baru. Orang yang melakukan dosa dan kesalahan dapat bangkit untuk hidup secara baik dan benar.

Tentu saja memiliki gaya hidup mengampuni seperti ini tidak mudah. Orang mesti berani meninggalkan gengsi dan harga diri. Mengapa? Karena dosa dan kesalahan itu menyakitkan. Dosa dan kesalahan itu bagai pisau yang menyayat-nyayat. Karena itu, yang dibutuhkan adalah suatu kerendahan hati untuk rela mengampuni sesama yang berdosa itu.

Yang mesti selalu kita ingat adalah mengampuni adalah sebuah keputusan yang penuh resiko untuk menyelamatkan sesama. Mengampuni menantang kita segera meninggalkan masa lalu dan mendorong kita masuk ke masa depan yang cerah. Mari kita berusaha untuk memiliki gaya hidup mengampuni. Dengan demikian, hidup ini menjadi lebih indah. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ



853

11 Januari 2012

Mengatasi Keinginan Diri


Dalam hidup ini kita berhadapan dengan dorongan untuk memenuhi keinginan diri kita. Apa yang akan Anda lakukan, ketika Anda mengalami hal seperti ini? Apakah Anda mengikuti dorongan itu atau Anda berusaha untuk mengatasinya?

Suatu siang seorang anak berusia 14 tahun berkunjung ke rumah neneknya. Kebetulan waktu itu adalah jam makan siang. Dari luar, anak itu sudah mencium aroma kue yang sedang dibuat neneknya. Tetapi, ketika ia masuk dapur ingin mencicipi, neneknya melarang.

“Kue itu untuk dimakan setelah makan nasi. Ayo, nenek sudah masak banyak lauk kesukaanmu. Kita makan bersama-sama,” kata neneknya.

Meski agak kecewa, anak itu lalu duduk makan. Ia makan hingga dua piring, sehingga sangat kekenyangan. Sesudah selesai makan, barulah sang nenek mengeluarkan kue yang tadi ia janjikan. Sayang, kue itu tidak dihiraukan anak itu. Perutnya sudah kelewat kenyang.

“Oh, nenek. Saya sudah sangat kenyang. Nanti saja makan kuenya,” kata anak itu.

Baru beberapa saat berlalu, anak itu sangat ingin makan kue. Tetapi karena sudah terlalu kenyang, maka kue itu tidak lagi menarik di matanya. Ia tidak bergairah lagi untuk menikmati kue yang enak itu. Ia menolak karena perutnya sudah tidak bisa menampung lagi makanan. Ia sadar akan keterbatasan dirinya.

Sahabat, kesadaran untuk merasa cukup menjadi suatu hal yang baik dalam kehidupan ini. Orang yang merasa cukup akan hidup ini akan mampu bersyukur atas kebaikan Tuhan atas dirinya. Orang tidak perlu lagi mencari dan mencari untuk menumpuk kekayaan bagi dirinya sendiri.

Kisah di atas memberi inspirasi kepada kita untuk memiliki prinsip untuk tidak mengumpulkan berbagai kekayaan bagi hidup kita. Anak itu sadar akan keterbatasan dirinya. Ia tidak perlu melanjutkan keinginan dirinya untuk menumpuk makanan di perutnya. Ia mesti tahu diri.

Sayang, dalam kehidupan kita menyaksikan banyak orang terus-menerus tergoda untuk menumpuk kekayaan bagi dirinya sendiri. Mengapa terjadi korupsi dan manipulasi dalam kehidupan manusia? Karena orang ingin menumpuk kekayaan bagi dirinya sendiri sebanyak-banyaknya. Orang selalu merasa tidak cukup atas apa yang dimilikinya. Orang ingin memiliki lebih dari yang sudah dipunyainya.

Akibatnya, kepentingan umum digunakan untuk kebutuhan pribadi. Orang tega membiarkan banyak orang menderita demi kemajuan dirinya sendiri. Orang tidak bisa menahan keinginan untuk memiliki. Ia jatuh ke dalam godaan untuk memiliki kekayaan orang lain.

Sebagai orang beriman, tentu kita ingin menjauhkan diri dari usaha menumpuk harta kekayaan sebanyak-banyaknya. Orang beriman mesti sadar bahwa harta kekayaan itu milik Tuhan semesta alam. Tuhan memberikan harta itu untuk digunakan demi kebahagiaan manusia. Ketika kita meninggal dunia, kita juga tidak membawa kekayaan itu. Yang kita pertanggungjawabkan kepada Tuhan adalah perbuatan-perbuatan baik kita terhadap sesama.

Mari kita berusaha untuk tidak terjebak dalam keinginan demi keinginan yang menghambat kita untuk membahagiakan diri kita. Seorang bijak berkata, ”Tetapi tiap tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya” (Yak 1:14). Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


852

10 Januari 2012

Kasih Setia Tuhan selalu Menyertai Kita

Hidup kita tidak selalu mulus. Ada saat kita tergelincir dan jatuh. Apa reaksi Anda di saat Anda jatuh terpuruk? Anda memberontak terhadap Tuhan?

Jason mendapatkan beasiswa untuk sekolah di Amerika. Betapa senangnya Jason, karena jangankan sekolah di Amerika, untuk kuliah di Indonesia saja orangtuanya tidak mungkin bisa membiayai. Ia pun mempersiapkan diri dengan penuh semangat untuk berangkat ke Amerika. Ia telah menorehkan cita-cita yang tinggi. Ia ingin meraih cita-citanya itu.

Setahun setelah ia kuliah di Amerika, orang yang membiayai kuliahnya atau memberi beasiswa masuk penjara. Sponsornya itu dituduh melakukan penggelapan uang. Otomatis Jason tidak punya uang lagi. Jason pun berusaha bekerja sebagai pencuci mobil. Ia menyimpan uangnya untuk membiayai kuliahnya dan kebutuhan di sana. Setahun berselang, Jason dirampok dan dipukuli hingga babak belur. Ia harus dirawat di rumah sakit. Karena tidak punya uang, ia dipulangkan ke Indonesia.

Betapa kecewanya Jason. Ia patah hati. Ia tidak bisa meraih cita-citanya menjadi seorang pebisnis. Tuhan sepertinya memberikan harapan yang luar biasa kepadanya, namun kemudian mengambilnya dengan cara yang sangat menyakitkan. Jason hanya bisa berdoa, berserah sepenuhnya kepada Tuhan.

Setelah lima bulan berada di Indonesia, pria yang pernah memberinya beasiswa akhirnya keluar dari penjara. Ternyata ia hanya dijadikan kambing hitam. Pria ini kembali menyekolahkan Jason. Bahkan ia mempersiapkan usaha untuk Jason. Jason tamat kuliah dan kemudian menjadi wakil direktur perusahaan milik donaturnya yang memberinya beasiswa.

Sahabat, sering orang mempertanyakan kebaikan Tuhan atas dirinya di saat ia mengalami hidup yang kurang menyenangkan. Orang menjadi kurang percaya kepada Tuhan. Orang melarikan diri dari Tuhan. Orang memberontak kepada Tuhan. Orang menuntut Tuhan untuk mengabulkan permohonan-permohonannya.

Pengalaman yang sama terjadi pada diri pemuda Jason. Ia sempat mempertanyakan kebaikan Tuhan atas dirinya. Ia merasa seolah-olah Tuhan meninggalkan dirinya berjuang sendiri dalam hidupnya. Ia merasa Tuhan tidak peduli terhadap dirinya. Namun ternyata Tuhan begitu baik. Tuhan tidak meninggalkan dirinya berjuang sendirian. Tuhan masih menuntun dirinya. Tuhan masih memperhatikan dirinya.

Dalam hidup ini Tuhan sering menyentuh hidup kita dengan berbagai cara. Tuhan menunjukkan kasihNya kepada kita dengan cara-cara yang sering kita tidak bisa mengerti. Namun kita sering kurang peduli. Kita merasa bahwa penderitaan dan duka yang kita alami sebagai tanda Tuhan yang menjauhi hidup kita.

Orang beriman mesti meyakini bahwa kasih setia Tuhan selalu hadir dalam kehidupan ini. Setiap langkah hidup kita senantiasa dipenuhi oleh kasih setia Tuhan. Karena itu, kita diajak untuk tetap membangun kesetiaan kepada Tuhan. Dengan demikian, kita menemukan hidup yang damai dan bahagia.

Tentang kasih setia Tuhan, seorang beriman berdoa, ”Tetapi aku, kepada kasih setia-Mu aku percaya, hatiku bersorak sorak karena penyelamatan yang datang dari Tuhan” (Mzm 13:6a). Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

851

09 Januari 2012

Terus-menerus Mempromosikan Damai


Ada begitu banyak sesama kita yang mengalami penderitaan karena perang. Beberapa waktu lali di Libya terjadi perang yang melibatkan pemimpin negeri itu dengan rakyatnya yang dibantu oleh Amerika Serikat dan sekutunya. Apa reaksi Anda? Anda diam saja? Atau Anda mau mempromosikan damai?

Yusup Kusnadi dan Kartini adalah TKI pasangan suami-istri asal Indonesia yang berada di Libya pada saat negara tersebut dilanda peperangan. Keduanya pun terpaksa tidur di ruangan bawah tanah untuk menjaga keselamatan diri mereka.

Yusup dan Kartini bekerja untuk seorang pengusaha Libya bernama Dr Hasan Husein Agil, yang memiliki hubungan dekat dengan anak pemimpin Libya, Saiful Islam Kadhafi. Keduanya digaji US$ 500 per bulan secara rutin dan diperlakukan secara baik oleh sang majikan.

Sejak berlakunya no-fly zone dan makin gencarnya serangan pasukan koalisi, kondisi negara pimpinan Muammar Khadafi itu makin mencekam. Akibatnya, kedua TKI asal Cianjur, Jawa Barat, ini terpaksa tidur di ruang bawah tanah bersama keluarga majikan.

Salah seorang staf KBRI Tunis, Muhammad Yazid, berkata, ”Mereka berdua beserta Hasan Husein Agil dan keluarganya tidur di ruang bawah tanah demi menjaga keselamatan akibat peperangan yang terjadi antara tentara pro-Kadhafi melawan pasukan koalisi.”

Menurut Yazid, Yusup dan Kartini telah berhasil dievakuasi oleh KBRI Tripoli yang terus melacak WNI yang masih tertinggal di Libya. Keduanya tiba di ibu kota Tunis dan disambut di Wisma Duta RI pada Kamis (31/3/) malam lalu.

”Evakuasi keduanya dari Libya menuju Tunisia berjalan lancar, meski melewati puluhan check-point sebelum sampai di perbatasan. Pemeriksaan di beberapa check-point cukup ketat, terutama jika pemeriksaan dilakukan oleh tentara pro-Kadhafi,” kata Yazid.

Agar lolos dari pasukan Khadafi, lanjutnya, sopir yang membawa kedua TKI tersebut juga harus menyebutkan nama majikan Yusup dan Kartini. Beruntung, majikan mereka adalah pengusaha terkenal di Libya. Dengan demikian, mobil mereka bisa masuk ke Tunisia dengan selamat melalui pintu perbatasan Ras Jedir.

Sahabat, perang, apa pun bentuknya selalu meninggalkan duka derita bagi kehidupan. Ada begitu banyak korban jiwa. Padahal mereka yang meninggal itu belum tahu tentang persoalan yang sebenarnya. Mereka menjadi korban suatu sistem kekuasaan yang arogan. Suatu sistem kekuasaan yang tidak menghormati kehidupan.

Kisah di atas mau mengatakan kepada kita bahwa penderitaan karena perang sangat menusuk hati manusia. Orang tidak bisa hidup secara normal lagi. Orang mesti bersembunyi dari ancaman atas kehidupan mereka.

Sebagai manusia beriman, tentu saja kita menolak setiap bentuk perang yang ditawarkan oleh para penguasa. Mengapa demikian? Karena perang menimbulkan jiwa yang pilu. Perang meninggalkan berbagai bentuk kekacauan dalam hidup manusia. Ada manusia tak berdosa yang mesti meninggal sia-sia.

Untuk itu, kita diajak untuk senantiasa berusaha menciptakan damai dalam hidup. Hanya dalam damai, kita mampu membangun hidup yang lebih baik. Hanya melalui damai kita dapat mewujudkan hidup yang lebih baik dalam dunia ini. Mari kita terus-menerus mempromosikan damai. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

850

06 Januari 2012

Membuang Kebencian dari Diri Kita

Pernahkah Anda merasa benci yang sangat kuat terhadap sesama Anda? Apa yang Anda lakukan setelah itu? Anda meninggalkan orang itu atau Anda mendekatinya untuk menjalin relasi yang lebih baik?

Raja Sapor dari Persia berkuasa pada abad keempat. Ia membenci orang yang percaya kepada Tuhan. Ia menganiaya mereka dengan keji. Ia menghancurkan tempat-tempat ibadat. Dua orang bersaudara bernama Jonas dan Barachisius mendengar kabar mengenai penganiayaan ini. Banyak orang yang percaya kepada Tuhan dijatuhi hukuman mati.

Jonas dan Barachisius memutuskan untuk pergi menolong dan menyemangati mereka untuk tetap setia kepada Tuhan. Jonas dan Barachisius sadar benar bahwa mereka, juga dapat tertangkap. Namun hal itu tak menghalangi mereka. Hati mereka terlalu dipenuhi kasih bagi sesama, sehingga nyaris tak ada ruang untuk memikirkan diri sendiri.

Akhirnya, kedua bersaudara itu tertangkap dan dijebloskan ke dalam penjara. Kepada mereka dikatakan bahwa jika mereka tidak menyembah matahari, bulan, api dan air, mereka akan dianiaya dan dijatuhi hukuman mati. Tetntu saja, mereka menolak menyembah suatupun atau siapapun terkecuali Tuhan yang benar dan esa. Mereka harus banyak menderita, tetapi mereka berdoa. Kedua bersaudara itu menanggung siksa aniaya yang ngeri, namun tak hendak menyangkal iman mereka kepada Tuhan. Pada akhirnya, mereka dijatuhi hukuman mati dan dengan sukacita menyerahkan nyawa bagi Tuhan. Jonas dan Barachisius wafat pada tahun 327.

Sahabat, tantangan hidup beriman selalu ada dalam kehidupan manusia. Ada berbagai tantangan yang menghadang manusia. Ada saja upaya-upaya untuk menghambat orang yang beriman. Tentu saja kita semua pernah mengalami hambatan-hambatan dalam hidup beriman.

Misalnya, kita mau pergi ke tempat ibadat untuk beribadat, tetapi ada acara televisi yang enggan kita tinggalkan. Acara tersebut merupakan acara kesayangan kita. Acara favorit kita. Jadi kita merasa rugi untuk meninggalkan acara tersebut. Akibatnya, kita mengorbankan niat baik kita untuk beribadat.

Kisah di atas mengungkapkan sulitnya orang beriman dalam suasana kebencian. Kebencian terhadap sesama menyebabkan hilangnya nyawa orang lain. Ada orang yang mesti mati sia-sia karena kebencian itu. Dalam situasi benci, mata orang menjadi buta. Kegelapan selalu menyelimuti hidup manusia.

Dalam hidup sehari-hari, kita diajak untuk menumbuhkan semangat untuk mencintai sesama. Bukan sikap benci. Semangat mencintai memberikan nafas kehidupan kepada manusia. Sedangkan kebencian menumbuhkan kematian bagi hidup sesama.

Untuk itu, orang yang beriman dalam hidup sehari-hari mesti berani memiliki semangat mencintai sesamanya. Dengan demikian, hidup ini menjadi suatu kegembiraan dalam hidup bersama. Mari kita tumbuhkan semangat mencintai dengan membuang kebencian dari hidup kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


849