Apa yang Anda buat untuk menemukan kebahagiaan dalam hidup? Anda kumpulkan harta sebanyak-banyaknya? Atau Anda berusaha untuk membantu sesama Anda dengan ikhlas hati?
Suatu hari, seorang ibu cantik berpakaian mewah datang ke psikiater untuk konsultasi. Ia merasa seluruh hidupnya kosong tak bermakna. Hatinya terasa sangat pedih. Sang psikiater itu jatuh kasihan menyaksikan kondisi ibu itu. Namun sang psikiater tidak punya waktu untuk berbicara dengannya.
Namun ia tidak hilang akal. Psikiater itu memanggil seorang perempuan tua, yang sudah lama bekerja di kantor psikiater itu. Ia meminta perempuan tua itu untuk menceritakan cara ia menemukan kebahagiaan. Ia meminta perempuan itu mendengarkan saja curhat ibu yang cantik itu.
Ibu yang cantik itu pun menceritakan duka yang mendalam dalam hatinya. Setelah menceritakan hal itu, perempuan itu membagikan pengalaman hidupnya. ”Suami saya meninggal karena kanker. Tiga bulan kemudian putra tunggal saya meninggal ditabrak truk. Saya tak punya siapa pun. Tak ada yang tertinggal. Saya tak bisa tidur, tak bisa makan, tak bisa senyum. Saya bahkan berpikir mau bunuh diri,” kata perempuan tua itu.
”Tetapi kenapa kamu tidak jadi bunuh diri?” tanya perempuan cantik itu.
”Nah, ini yang menarik. Suatu malam, ketika pulang kerja, seekor kucing mengikuti saya. Karena di luar dingin, saya membiarkan anak kucing itu masuk ke dalam rumah. Saya memberinya susu, yang langsung habis diminumnya. Anak kucing itu mengeong dan mengusapkan badannya ke kaki saya. Untuk pertama kalinya dalam bulan itu, saya bisa tersenyum. Saya lalu berpikir, jika membantu anak kucing bisa membuat saya tersenyum, mungkin melakukan sesuatu untuk orang lain bisa membuat saya bahagia,” perempuan tua itu menjelaskan.
Wanita cantik itu tertawa. Ia merasa ada sesuatu yang mampu menghibur dirinya. ”Apa yang kamu buat selanjutnya?” tanyanya.
”Hari berikutnya, saya buat kue dan bawa ke tetangga yang sakit, yang terbaring di ranjang dan tak bisa bangun. Setiap hari saya mencoba melakukan sesuatu yang baik pada seseorang. Melihat mereka bahagia, membuat saya bahagia,” tutur perempuan tua itu.
Sahabat, kita semua memiliki kesempatan untuk membahagiakan diri kita. Ada berbagai cara untuk membahagiakan diri kita. Namun sering kita kurang mampu menangkap cara-cara itu untuk membahagiakan diri kita. Karena itu, yang kita butuhkan adalah kita berusaha untuk membuka diri kita terhadap berbagai cara untuk membahagiakan diri kita.
Kisah di atas mau mengatakan kepada kita bahwa tenggelam dalam kesedihan dan keputusasaan hanyalah suatu cara untuk menutup jalan menuju kebahagiaan. Perempuan tua itu sungguh-sungguh mengalami hidup ini penuh arti saat dia boleh menyapa sesamanya. Saat dia boleh mengungkapkan kasihnya kepada sesamanya, saat itu pula kebahagiaan memenuhi dirinya.
Kita sering merasa berat untuk mengulurkan tangan kita bagi sesama kita. Kita merasa bahwa saat kita membantu orang lain, saat itu pula apa yang kita miliki hilang lenyap. Akibatnya, kita enggan untuk berbagi dengan sesama kita. Kita lebih mudah menyimpan apa yang kita miliki untuk diri kita sendiri.
Tentu saja sikap seperti ini bukan sikap orang beriman yang baik. Inilah sikap egois yang mesti kita buang jauh-jauh. Wanita cantik yang kaya dalam kisah di atas tidak mengalami sukacita dalam hidupnya, karena ia hanya memikirkan dirinya sendiri. Dia tidak memikirkan sesamanya. Karena itu, mari kita berusaha untuk membagiakan diri dengan melayani sesama dengan hati yang ikhlas. Dengan demikian, kita boleh mengalami damai dan sukacita dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
857
Suatu hari, seorang ibu cantik berpakaian mewah datang ke psikiater untuk konsultasi. Ia merasa seluruh hidupnya kosong tak bermakna. Hatinya terasa sangat pedih. Sang psikiater itu jatuh kasihan menyaksikan kondisi ibu itu. Namun sang psikiater tidak punya waktu untuk berbicara dengannya.
Namun ia tidak hilang akal. Psikiater itu memanggil seorang perempuan tua, yang sudah lama bekerja di kantor psikiater itu. Ia meminta perempuan tua itu untuk menceritakan cara ia menemukan kebahagiaan. Ia meminta perempuan itu mendengarkan saja curhat ibu yang cantik itu.
Ibu yang cantik itu pun menceritakan duka yang mendalam dalam hatinya. Setelah menceritakan hal itu, perempuan itu membagikan pengalaman hidupnya. ”Suami saya meninggal karena kanker. Tiga bulan kemudian putra tunggal saya meninggal ditabrak truk. Saya tak punya siapa pun. Tak ada yang tertinggal. Saya tak bisa tidur, tak bisa makan, tak bisa senyum. Saya bahkan berpikir mau bunuh diri,” kata perempuan tua itu.
”Tetapi kenapa kamu tidak jadi bunuh diri?” tanya perempuan cantik itu.
”Nah, ini yang menarik. Suatu malam, ketika pulang kerja, seekor kucing mengikuti saya. Karena di luar dingin, saya membiarkan anak kucing itu masuk ke dalam rumah. Saya memberinya susu, yang langsung habis diminumnya. Anak kucing itu mengeong dan mengusapkan badannya ke kaki saya. Untuk pertama kalinya dalam bulan itu, saya bisa tersenyum. Saya lalu berpikir, jika membantu anak kucing bisa membuat saya tersenyum, mungkin melakukan sesuatu untuk orang lain bisa membuat saya bahagia,” perempuan tua itu menjelaskan.
Wanita cantik itu tertawa. Ia merasa ada sesuatu yang mampu menghibur dirinya. ”Apa yang kamu buat selanjutnya?” tanyanya.
”Hari berikutnya, saya buat kue dan bawa ke tetangga yang sakit, yang terbaring di ranjang dan tak bisa bangun. Setiap hari saya mencoba melakukan sesuatu yang baik pada seseorang. Melihat mereka bahagia, membuat saya bahagia,” tutur perempuan tua itu.
Sahabat, kita semua memiliki kesempatan untuk membahagiakan diri kita. Ada berbagai cara untuk membahagiakan diri kita. Namun sering kita kurang mampu menangkap cara-cara itu untuk membahagiakan diri kita. Karena itu, yang kita butuhkan adalah kita berusaha untuk membuka diri kita terhadap berbagai cara untuk membahagiakan diri kita.
Kisah di atas mau mengatakan kepada kita bahwa tenggelam dalam kesedihan dan keputusasaan hanyalah suatu cara untuk menutup jalan menuju kebahagiaan. Perempuan tua itu sungguh-sungguh mengalami hidup ini penuh arti saat dia boleh menyapa sesamanya. Saat dia boleh mengungkapkan kasihnya kepada sesamanya, saat itu pula kebahagiaan memenuhi dirinya.
Kita sering merasa berat untuk mengulurkan tangan kita bagi sesama kita. Kita merasa bahwa saat kita membantu orang lain, saat itu pula apa yang kita miliki hilang lenyap. Akibatnya, kita enggan untuk berbagi dengan sesama kita. Kita lebih mudah menyimpan apa yang kita miliki untuk diri kita sendiri.
Tentu saja sikap seperti ini bukan sikap orang beriman yang baik. Inilah sikap egois yang mesti kita buang jauh-jauh. Wanita cantik yang kaya dalam kisah di atas tidak mengalami sukacita dalam hidupnya, karena ia hanya memikirkan dirinya sendiri. Dia tidak memikirkan sesamanya. Karena itu, mari kita berusaha untuk membagiakan diri dengan melayani sesama dengan hati yang ikhlas. Dengan demikian, kita boleh mengalami damai dan sukacita dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
857
1 komentar:
sangat menginspirasi Romo, setuju bhw kebahagiaan tidak hanya menerima yg baik tapi juga berbagi yang baik bagi sesama..
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.