Setiap orang menginginkan hidup yang aman dan tenteram. Untuk itu, ada berbagai usaha untuk membangun hidup yang damai dan sejahtera.
Suatu hari seorang investor memanggil orang-orang yang menggunakan uangnya. Ia ingin mereka mempertanggungjawabkan modal yang telah diberikan kepada mereka. Baginya, investasi yang ia berikan itu mesti menghasilkan. Tidak boleh ada yang menyia-nyiakannya. Mereka mesti berhasil dalam usaha mereka itu.
Ada tiga orang yang mendapatkan modal dari investor itu. Masing-masing mereka mendapatkan modal sesuai dengan kemampuan mereka. Orang yang pertama datang menghadap investor itu. Ia melaporkan kegiatan usaha dengan modal sepuluh milyar rupiah. Menurut orang itu, selama satu tahun modal itu ia gunakan untuk usaha yang menghasilkan laba bersih sebanyak 15 milyar rupiah.
Investor itu sangat senang mendengar sukses dari orang yang menjalankan usaha itu. “Baik sekali usahamu itu. Kamu orang yang baik dan setia. Kamu sudah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Saya menambahkan lagi modal untuk usahamu itu,” kata investor itu.
Lantas datang orang yang kedua. Dengan wajah gembira, ia menyampaikan hasil usahanya selama satu tahun. Dengan modal lima milyar rupiah, ia menghasilkan sepuluh milyar rupiah. Usahanya pun berkembang dengan pesat. Melihat hal itu, sang investor sangat gembira. Modal lima milyar itu ia ambil kembali tanpa ada bunga. Sedangkan dari laba sepuluh milyar itu, investor itu menyerahkan kepada orang itu tujuh milyar rupiah sebagai modal usaha. Tiga miliar rupiah menjadi modal dari investor itu. Ada suasana sukacita di antara mereka. Ada rasa puas atas apa yang telah dilakukan.
Namun dengan wajah yang bermuram durja orang yang ketiga menghadap investor itu. Ia melaporkan kegagalan demi kegagalan atas usaha-usahanya. Modal tiga milyar rupiah yang diberikan kepadanya tidak ia gunakan dengan sebaik-baiknya. Ia hanya biarkan saja di dalam brankas di rumahnya.
Sang investor sangat marah mendengar penjelasan dari orang yang ketiga itu. Ia tidak habis pikir, mengapa uang yang begitu banyak dibiarkan nganggur di dalam brankas.
“Yang saya kehendaki adalah kamu mau berusaha untuk kemajuan dirimu sendiri. Bukan untuk saya. Baiklah. Saya ambil semua investasi yang telah saya berikan kepadamu. Kamu tidak layak untuk menjalankan usaha,” kata investor itu dengan penuh penyesalan.
Sahabat, masing-masing kita dipercaya untuk mengelola kemampuan-kemampuan yang ada pada diri kita. Tentu saja saat kita diciptkan, kita telah dibekali dengan berbagai perangkat. Kita tidak diciptakan seperti kertas putih yang kosong. Di dalam diri kita sudah ada berbagai hal yang mesti kita kembangkan.
Kisah di atas mau mengatakan kepada kita bahwa setiap orang telah diberi tanggung jawab. Tugas setiap orang adalah mengembangkan tanggung jawab itu melalui karya-karya yang berguna bagi kehidupannya. Tujuannya untuk menjadi bekal bagi perjalanan hidup kita. Untuk menggapai ketenteraman dan kebahagiaan hidup, orang mesti berusaha. Orang tidak bisa menunggu mutiara yang indah jatuh dari langit.
Sebagai orang beriman, kita ingin terus-menerus mengusahakan kemampuan-kemampuan yang ada dalam diri kita. Kita tidak hanya ingin tinggal diam. Kita mau dengan penuh kreativitas menumbuhkan kemampuan-kemampuan kita. Dengan demikian, kita menjadi orang-orang yang maju dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
865
Suatu hari seorang investor memanggil orang-orang yang menggunakan uangnya. Ia ingin mereka mempertanggungjawabkan modal yang telah diberikan kepada mereka. Baginya, investasi yang ia berikan itu mesti menghasilkan. Tidak boleh ada yang menyia-nyiakannya. Mereka mesti berhasil dalam usaha mereka itu.
Ada tiga orang yang mendapatkan modal dari investor itu. Masing-masing mereka mendapatkan modal sesuai dengan kemampuan mereka. Orang yang pertama datang menghadap investor itu. Ia melaporkan kegiatan usaha dengan modal sepuluh milyar rupiah. Menurut orang itu, selama satu tahun modal itu ia gunakan untuk usaha yang menghasilkan laba bersih sebanyak 15 milyar rupiah.
Investor itu sangat senang mendengar sukses dari orang yang menjalankan usaha itu. “Baik sekali usahamu itu. Kamu orang yang baik dan setia. Kamu sudah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Saya menambahkan lagi modal untuk usahamu itu,” kata investor itu.
Lantas datang orang yang kedua. Dengan wajah gembira, ia menyampaikan hasil usahanya selama satu tahun. Dengan modal lima milyar rupiah, ia menghasilkan sepuluh milyar rupiah. Usahanya pun berkembang dengan pesat. Melihat hal itu, sang investor sangat gembira. Modal lima milyar itu ia ambil kembali tanpa ada bunga. Sedangkan dari laba sepuluh milyar itu, investor itu menyerahkan kepada orang itu tujuh milyar rupiah sebagai modal usaha. Tiga miliar rupiah menjadi modal dari investor itu. Ada suasana sukacita di antara mereka. Ada rasa puas atas apa yang telah dilakukan.
Namun dengan wajah yang bermuram durja orang yang ketiga menghadap investor itu. Ia melaporkan kegagalan demi kegagalan atas usaha-usahanya. Modal tiga milyar rupiah yang diberikan kepadanya tidak ia gunakan dengan sebaik-baiknya. Ia hanya biarkan saja di dalam brankas di rumahnya.
Sang investor sangat marah mendengar penjelasan dari orang yang ketiga itu. Ia tidak habis pikir, mengapa uang yang begitu banyak dibiarkan nganggur di dalam brankas.
“Yang saya kehendaki adalah kamu mau berusaha untuk kemajuan dirimu sendiri. Bukan untuk saya. Baiklah. Saya ambil semua investasi yang telah saya berikan kepadamu. Kamu tidak layak untuk menjalankan usaha,” kata investor itu dengan penuh penyesalan.
Sahabat, masing-masing kita dipercaya untuk mengelola kemampuan-kemampuan yang ada pada diri kita. Tentu saja saat kita diciptkan, kita telah dibekali dengan berbagai perangkat. Kita tidak diciptakan seperti kertas putih yang kosong. Di dalam diri kita sudah ada berbagai hal yang mesti kita kembangkan.
Kisah di atas mau mengatakan kepada kita bahwa setiap orang telah diberi tanggung jawab. Tugas setiap orang adalah mengembangkan tanggung jawab itu melalui karya-karya yang berguna bagi kehidupannya. Tujuannya untuk menjadi bekal bagi perjalanan hidup kita. Untuk menggapai ketenteraman dan kebahagiaan hidup, orang mesti berusaha. Orang tidak bisa menunggu mutiara yang indah jatuh dari langit.
Sebagai orang beriman, kita ingin terus-menerus mengusahakan kemampuan-kemampuan yang ada dalam diri kita. Kita tidak hanya ingin tinggal diam. Kita mau dengan penuh kreativitas menumbuhkan kemampuan-kemampuan kita. Dengan demikian, kita menjadi orang-orang yang maju dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
865
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.