Pages

04 Desember 2015

Berjuang Merebut Kebahagiaan

 
Apa yang akan Anda lakukan ketika menyadari bahwa Anda punya karakter yang berbeda yang cenderung menjadi kekurangan diri Anda? Saya yakin, Anda akan tetap berjuang untuk menjalani hidup ini dengan baik dan benar.

Manusia dewasa diklasifikasi menjadi 5 jenis menurut karakter mereka masing masing. Pertama, Candor yang memiliki sifat jujur. Apa pun situasinya, orang ini selalu jujur dalam hidupnya. Kedua, Erudite yang memiliki sifat jenius. Ketiga, Amity memiliki sifat suka damai. Orang seperti ini selalu memperjuangkan damai bagi diri dan sesama. Keempat, Dauntless yaitu seorang pemberani yang berani memperjuangkan sesamanya. Kelima, abnegation sebagai penolong tanpa pamrih.

Namun ada sebuah istilah yang disebut dengan Divergent. Istilah ini untuk orang yang tidak masuk dalam lima jenis karakter tersebut. Mengapa? Karena orang seperti ini memiliki banyak kepribadian yang menonjol di dalam dirinya.

Dalam Film Divergent, dikisahkan seorang wanita bernama Tris (Shailene Woodley) yang harus menghadapi tes penentuan nasib. Namun ia merasa gugup dan penasaran di golongan manakah ia akan masuk. Namun ketika menjalani tes, ia merasa ada yang tidak beres.

Ternyata hasilnya, Tris tidak masuk golongan mana pun. Ternyata, seorang wanita yang sedang menguji dirinya, menyuruh untuk merahasiakan identitas diri Tris sebagai Divergent. Setelah itu, Tris harus berjuang, agar dapat diterima di golongan Dauntless. Ia selalu berusaha untuk lulus dalam tes keberanian yang mengancam nyawanya itu. Tes itu dimulai dari terjun di atas gedung hingga dilempari pisau.

Fakta yang mengejutkan adalah ketika Tris tahu salah satu instrukturnya, Four (Theo James), juga seorang Divergent. Tris pun tetap berusaha untuk bertahan hidup di tengah persaingan politik yang menyingkirkan para Divergent yang dianggap sangat berbahaya.



Banyak Dimensi

Manusia itu memiliki dimensi yang banyak. Setiap orang diberi berbagai kemampuan untuk menjalani hidup ini dengan baik dan benar. Berbagai tantangan dapat dihadapi dengan kemampuan yang ada dalam diri manusia itu. Manusia ditantang untuk mengembangkan dirinya, agar tetap bertahan dalam situasi apa pun.

Kisah di atas memberi kita inspirasi untuk tetap menjalani hidup ini apa adanya, meski terjadi sesuatu yang menyimpang dalam hidup ini. Orang tidak boleh menyerah, ketika tantangan menghadang dirinya. Orang mesti tetap berjuang dengan menggunakan apa yang ada dalam dirinya.

Memang, tidak mudah orang berjuang dengan situasi yang terbatas. Namun orang mesti yakin bahwa Tuhan yang telah menciptakan dirinya telah menyediakan hal-hal yang cukup untuk perjalanan hidup ini. Tuhan telah menyediakan bekal yang cukup untuk merebut kebahagiaan dalam hidup ini.

Orang beriman mesti yakin bahwa kemampuan yang ada dalam dirinya menjadi bekal yang cukup untuk merebut kebahagiaan. Orang beriman tidak boleh terus-menerus meratapi hidupnya. Orang mesti bangkit untuk merebut kebahagiaan itu. Mari kita terus-menerus berjuang bagi kehidupan yang lebih baik. Dengan demikian, kita dapat menjalani hidup ini dengan penuh sukacita dan damai. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO - Palembang

1180

Mengubah Hidup meski Ada Risiko

 
Ketika hidup Anda tidak mengalami kemajuan, apa yang akan Anda lakukan? Saya yakin, Anda akan memutuskan untuk memulai hidup baru.

Pada tahun 1967, dalam usia 50 tahun, penyanyi Blus John Lee Hooker memenuhi mobilnya dengan pakaiannya, dua buah gitar, sebuah amplifier dan uang tunai 12 ribu dollar. Ia meninggalkan Kota Detroit menuju Oakland di California, Amerika Serikat, untuk memulai kehidupan baru. Ia tahu, tak seorang pun yang dekat dengannya di sana.

Ia melupakan 30 tahun hidupnya di Detroit, 23 tahun hidup perkawinannya yang penuh masalah dan enam orang anak. Tiga puluh tahun karya seni menunggunya di depan. Di barat (Amerika), ia tidak hanya menjadi penyanyi blus asal Detroit. Ia menjadi seorang raja music blus. Ia bergabung dengan sejumlah pemain blus di San Fransisco seperti Elvin Bishop, Michael Bloomfield, Charlie Musselwhite dan Luther Tucker.

John Lee Hooker menjadi seorang yang sangat berperan dalam komunitas blus. Ia dibackup oleh begitu banyak musisi. Ia membangun relasi dengan band blues bernama Canned Heat. Bersama-sama kemudian mereka merekam album Hooker ‘n Heat pada 1970 yang menjadi album terlaris.

Dalam dua puluh tahun sesudahnya, Hooker tetap memproduksi lagu-lagu ciptaannya. ia mengadakan pertunjukan-pertunjukan ke berbagai negara bagian di Amerika Serikat. Ia berhasil dengan baik. Dalam tiga puluh tahun itu, ia boleh menjalani hidup yang penuh sukacita. Ia raih semua itu setelah suatu keputusan penuh risiko saat telah berusia 50 tahun dengan problem keluarga yang membelit hidupnya.

Dalam bagian hidupnya yang kedua ini, Hooker bahkan menemukan cinta, bertemu dengan istri keempatnya, Millie Strom, saat mengadakan pertunjukkan di Vancouver. Baginya, hidup bersama Strom merupakaan saat yang paling membahagiakan dalam hidupnya. Ia berusaha menikmati hidup itu dengan orang-orang yang ada di sekitarnya.



Berani Menghadapi Risiko

Tidak ada yang merencanakan hidup yang berantakan. Setiap orang ingin menjalani hidup ini dengan baik, mulus dan bahagia. Setiap orang ingin meraih hidup yang damai, namun perjalanan untuk hidup yang damai itu tidak selalu mulus. Ada saja tantangan yang mesti dihadapi dan dilewati.

Kisah di atas memberi kita inspirasi untuk berani mengubah hidup kita dari keterpurukan menjadi lebih baik. John Lee Hooker membuat suatu keputusan yang penuh risiko. Ia mengubah hidupnya secara radikal pada usia 50 tahun. Ia sukses mengubah hidupnya dengan cemerlang. Ia meraih kesuksesan hidup dalam sisa hidupnya selama tiga puluh tahun itu.

Memang, butuh keberanian untuk meraih hidup yang lebih baik. Tanpa keberanian, orang hanya bermimpi untuk meraih kesuksesan dalam hidup ini. Suatu keputusan untuk memulai hidup secara baru tentu memiliki risiko yang sangat besar. Namun memutuskan untuk bertahan dalam cara hidup yang lama juga membawa risiko bagi hidup manusia. Orang tidak akan maju dalam hidup ini.

Karena itu, memutuskan untuk mengubah cara hidup selalu menjadi sesuatu yang baik. Memang, orang seperti memasuki suatu perjudian. Namun ketika ada kesempatan untuk mengubah hidup, orang mesti berani berbelok haluan.

Orang beriman mesti memutuskan suatu hidup baru bersama Tuhan. Tuhan memberikan perlindungan dan arah bagi hidup manusia. Rahmat Tuhan senantiasa memberi inspirasi bagi manusia untuk menjalani hidup ini dengan penuh sukacita. Tuhan membekati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO - Palembang

04 November 2015

Menjaga Hati Tetap Baik

 
Hati yang baik mesti selalu dijaga dan dirawat. Namun banyak orang kurang peduli terhadap hal ini. Akibatnya, relasi dengan sesama kurang membahagiakan.

Pagi itu, kebun bunga yang asri di depan rumah berantakan. Pasalnya, semalam suntuk tikus-tikus tanah berpesta. Tiba-tiba mereka keluar dari dalam tanah. Rupanya tikus-tikus itu sudah lama membuat sarang di dalam tanah. Mereka keluar untuk mencari makan saat mereka kelaparan. Apa saja yang mereka temukan, mereka lahap untuk mengenyangkan perut mereka.

Bunga-bunga yang indah luluh lantak begitu diserang oleh tikus-tikus tanah itu. Sang pemilik rumah yang menyaksikan hal itu hanya gigit jari. Apalagi tikus-tikus itu sudah hilang entah ke mana. Ia hanya berjanji untuk memusnahkan tikus-tikus itu dengan racun tikus.

Pemilik rumah lantas segera memperbaiki taman di halaman rumahnya. Lobang tikus segera ia tutup dengan semen. Ia berharap bahwa dengan cara itu, tikus-tikus itu akan mati terkubur di dalam tanah. Ia tidak mau melihat situasi yang berantakan berlangsung lebih lama. Ia juga berjanji untuk menyiapkan penjaga taman berupa kucing yang suka berburu tikus.



Memberi Kesejukan

Hati manusia kadang-kadang seperti taman yang indah. Hati yang baik yang selalu dirawat akan memberikan kesejukan bagi orang-orang yang ada di sekitar kita. Orang merasa nyaman berada di sekitar kita. Bahkan orang akan menemukan damai saat berjumpa dengan kita.

Kisah di atas mau mengatakan kepada kita bahwa tidak selamanya hati manusia itu seperti taman yang indah. Bisa saja terjadi suatu ketika hati kita hancur lebur oleh perbuatan kita sendiri. Bila kita tidak memelihara hati kita, kita bisa diserang seperti tikus yang menghancurkan taman bunga itu. Akibatnya, hati kita tidak berbentuk lagi.

Soalnya, bagaimana kita mampu menciptakan hati yang indah? Hati yang indah dapat diciptakan melalui hidup baik dengan sesama di sekitar kita. Kita mesti membangun relasi yang baik dengan sesama. Relasi yang baik itu dibangun dengan menghargai kehadiran sesama kita. Kita tidak menjadi pribadi yang mendominasi kehidupan bersama. Sebaliknya, kita memberi perhatian kepada sesama kita.

Memang, mesti diakui bahwa hal ini tidak mudah. Mengapa? Karena kita memiliki egoisme dan kepentingan diri. Kita ingin diri kita dihormati dan dihargai lebih dari yang lain. Untuk itu, dibutuhkan suatu sikap rendah hati untuk berani menerima dan menghargai sesama kita. Dengan demikian, relasi dengan sesama semakin baik. Hidup kita menjadi semakin berguna bagi diri dan sesama.

Seorang bijaksana berkata, “Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan.” Hati yang baik memancarkan kehidupan. Untuk itu, hati yang baik perlu dijaga dengan penuh kewaspadaan. Mengapa? Karena setiap saat musuh-musuh yang berkeliaran dapat menghancurkan bangunan hati kita yang sudah baik dan indah itu.

Karena itu, kita butuh bantuan dari rahmat Tuhan. Tuhan menginginkan hati yang baik dan indah untuk tumbuh dan berkembang bagi kebaikan bersama. Tuhan ingin hati kita bisa semarak seperti taman bunga yang indah. Tunas-tunas baru, kondisinya sehat dan segar, sejuk, asri dan penuh warna.

Mari kita jaga hati kita dengan penuh kewaspadaan. Dengan demikian, kita dapat menjadi pembawa damai dan sukacita bagi orang lain. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO – Majalah FIAT

Palembang – Kota Mpek-mpek

1178

26 Oktober 2015

Menumbuhkembangkan Talenta dalam Diri

 
Setiap orang memiliki talenta. Bahkan talenta itu tidak hanya satu. Ada banyak talenta di dalam diri manusia. Tema permenungan kita malam ini adalah Menumbuhkembangkan Talenta dalam Diri.

Sejak kecil seorang gadis telah dididik oleh orangtuanya untuk mengembangkan talenta-talenta yang dimilikinya. Anak itu tumbuh menjadi orang yang sangat trampil. Ia punya ketrampilan memasak. Menggunakan piano, ia bisa memainkan musik klasik dengan sangat baik. Ia menjadi seniman lukis yang piawai. Orangtuanya sangat mengagumi anaknya itu.

Menurut pengakuan kedua orangtuanya, anak itu membutuhkan banyak waktu untuk bisa memasak dengan baik dan benar. Tangannya sempat melepuh terkena percikan minyak. Namun anak itu tidak putus asa. Ia malah melanjutkan memasak. Ia tidak peduli akan rasa sakit yang dialaminya. Baginya, itulah resiko dalam mengembangkan talenta.

Ketika berlatih musik, jari-jarinya yang tegang pernah dipukuli guru musiknya. Ia mencucurkan airmata karena rasa sakit. Tetapi ia tidak mau berhenti. Ia melanjutkan pelajaran musik itu hingga menjadi seorang pemain piano yang piawai. Ia bertumbuh dalam bidang musik itu dan menjadi pencipta lagu yang top. Namun anak itu tidak pernah puas akan pencapaiannya. Ia terus-menerus mengembangkan bakat-bakatnya.


Banyak Talenta

Seorang bijaksana mengatakan bahwa pemenang adalah seseorang yang mengenal talenta-talentanya, mengembangkannya sehabis-habisnya dan menggunakan talenta-talenta itu untuk meraih tujuan hidupnya.

Para peneliti pendidikan menyimpulkan bahwa kebanyakan orang memiliki tiga atau lima telenta utama. Setiap talenta itu dapat dikembangkan dan digunakan secara baik untuk kepentingan diri dan orang lain. Memang, memiliki talenta-talenta itu mudah. Mengapa? Karena sejak terjadi pembuahan antara sel sperma dan sel telur, seseorang sudah memilikinya. Namun mengembangkan talenta-talenta itu membutuhkan waktu, usaha-usaha dan komitmen yang berkepanjangan.

Kisah di atas mengatakan kepada kita bahwa setiap orang punya talenta, bahkan lebih dari satu. Tetapi kalau talenta itu dibiarkan begitu saja, talenta itu tidak akan bertumbuh dan berkembang dengan baik. Talenta itu bahkan akan mati dan tidak berguna apa-apa.

Anak dalam kisah di atas tahu mampu mengembangkan talentanya dengan baik, meski ia mengalami kesulitan dan derita. Ia butuh waktu untuk mengasah talentanya itu. Ia punya semangat tinggi. Ia tidak putus asa dalam mengembangkan talenta-talentanya.

Menemukan dan mengembangkan talenta-talenta khusus kita dapat menjadi sesuatu yang menyenangkan dan memuaskan perjalanan hidup kita. Semakin banyak kita mengembangkan talenta-talenta kita, kita akan mengalami rasa puas yang besar. Kita tidak perlu cemas akan kehidupan ini. Kita dapat melakukan banyak hal baik dengan talenta-talenta yang kita miliki itu.

Orang beriman senantiasa bekerja bersama dengan Tuhan dalam mengembangkan talenta-talentanya. Untuk itu, kita mesti selalu menaruh pengharapan pada rahmat Tuhan. Tuhan memberi ita kekuatan di kala kita mengalami dukacita dalam mengembangkan talenta-talenta kita. Mari kita terus-menerus mengembangkan talenta-talenta dalam diri kita. Dengan demikian, kita dapat menemukan sukacita dan damai dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO – Majalah FIAT

Dari Betlehem, Palestina

1178

25 Oktober 2015

Menerima Perbedaan untuk Memperkaya Hidup

 
Apa yang akan Anda lakukan ketika Anda diperlakukan secara tidak adil? Saya yakin, Anda akan marah. Anda akan merasa sakit di hati.

Dani Alves, back sayap Barcelona FC, memperoleh perlakuan rasis dari fans Villarreal, tahun lalu. Seorang penonton melempar pisang kepadanya saat ia hendak mengambil tendangan pojok. Ia segera mengambil pisang itu dan memakannya di hadapan para penonton sebelum melakukan tendangan bebas.

Atas jawaban atas lemparan pisang itu, Dani Alves mengaku terkejut mendapatkan banyak dukungan dari berbagai kalangan. Rasanya, Alves ingin membalas perlakuan fans itu di internet. Di Eropa, melempar pisang kepada seseorang merupakan simbol rasialisme, karena menyatakan orang tersebut sama dengan monyet.

Pemain dari seluruh dunia memposting sebuah gambar sambil memegang pisang, sebagai bentuk dukungan terhadap Alves. Presiden FIFA, Sepp Blatter, juga menyesalkan tindakan fans Villarreal itu. Sebagai hukumannya, fans itu dihukum seumur hidup tidak boleh memperlihatkan batang hidungnya di El Madrigal, Stadion Vilareal, Spanyol.

Dalam sebuah wawancara, Alves mengaku dukungan itu sungguh mengejutkannya. Pemain asal Brasil itu berkata, "Saya terkejut karena semua orang memberikan dukungan. Itu merupakan sesuatu yang saya lakukan tanpa memikirkan dampaknya. Dunia telah berkembang dan kita harus berevolusi dengan itu. Jika bisa, saya ingin memposting foto suporter itu di internet untuk balas mempermalukannya."



Saling Memperkaya

Dunia sudah maju begitu pesat. Sayang, masih ada saja orang-orang yang punya pikiran yang picik. Orang hanya mementingkan dirinya sendiri. Masih ada orang yang hanya berjuang untuk rasnya sendiri. Padahal peradaban manusia telah berevolusi dalam kemajuan yang pesat.

Kisah di atas menjadi suatu kisah yang sangat menyedihkan bagi kehidupan manusia. Rasa hormat terhadap sesama begitu rendah. Padahal semua orang memiliki martabat yang sama. Tuhan menciptakan manusia itu setara. Tuhan pun mencintai semua ciptaan itu tanpa membeda-bedakan. Karena itu, ketika seseorang mendiskreditkan sesamanya, ia menolak ciptaan Tuhan sendiri. Artinya, orang itu menolak kebaikan Tuhan bagi hidupnya.

Tuhan menciptakan manusia dengan warna kulit dan ras yang berbeda-beda dengan maksud yang baik. Tuhan ingin, agar manusia saling berbagi kehidupan. Hal ini juga mau menegaskan bahwa kehidupan ini memiliki warna-warni. Hidup yang berwarna-warni itu hidup yang menyenangkan, indah dan baik.

Karena itu, orang beriman mesti terus-menerus memperjuangkan kehidupan bersama sebagai upaya untuk menemukan damai. Orang beriman mesti berani berbagi kehidupan meski memiliki ras yang berbeda. Perbedaan itu memperkaya kehidupan manusia. Mengapa? Karena melalui perbedaan itu orang saling belajar tentang hal-hal yang baik dan menyenangkan.

Mari kita terus-menerus menghargai kehidupan ini dengan menerima perbedaan yang ada. Dengan demikian, hidup ini menjadi suatu kesempatan untuk saling memperkaya. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO – Majalah FIAT

Dari Betlehem, Palestina

1177

24 Oktober 2015

Memelihara Hati Kita dengan Baik

 

Mengapa hati Anda kurang terasa damai? Ada berbagai jawaban atas pertanyaan sederhana ini. Namun satu hal yang pasti adalah karena Anda tidak menjaga dan memelihara hati Anda dengan baik.

Dalam suatu acara rohani anak-anak, setiap peserta diberi sebutir telur oleh panitia. Pesannya adalah telur itu dijaga agar jangan pecah atau hilang. Telur itu mesti selalu dibawa setiap saat selama acara rohani berlangsung sampai akhir acara. Entah mereka mengikuti session, makan, tidur, bahkan ke kamar mandi, telur itu tidak boleh mereka tinggalkan.

Siapa saja yang kehilangan telur atau sampai memecahkannya, maka ia akan mendapatkan ‘hukuman’ dari Panitia. Dua hari kemudian, ketika acara rohani itu selesai, legalah mereka semua. Namun ada beberapa orang yang harus menanggung hukuman, karena memecahkan telur mereka. Seperti halnya menjaga sebutir telur yang mereka lakukan, demikian juga kita harus menjaga hati.

Seorang anak yang memecahkan telur berkata, “Saya sudah menjaganya sedemikian rupa. Tetapi hanya teledor sedikit saja, telur itu pecah. Saya sangat menyesal telah memecahkan telur itu. Artinya, saya belum bisa menjaganya dengan baik.”

Anak itu mengerti bahwa ia mesti menjaga hal-hal yang berharga yang dimiliki dirinya. Ia berjanji kepada pembimbing acara rohani itu untuk memelihara hatinya dengan sebaik-baiknya. Ia boleh mendapatkan hukuman atas kelalaiannya. Namun ia dapat belajar banyak hal tentang kehidupan.



Jangan Ceroboh

Persoalan terbesar yang dihadapi oleh semua manusia di dunia ini adalah persoalan hati. Dari hati muncul motivasi. Dari hati muncul rencana. Dari hati timbul perasaan. Dari hati kemarahan diungkapkan. Dari hati keluarlah pikiran-pikiran, perkataan dan tindakan.

Namun banyak orang kurang menyadari hal ini. Banyak orang sering ceroboh dalam hidup ini. Akibatnya, mereka kehilangan hati yang tulus dan murni dalam menjalani hidup ini. Mereka bertindak seenaknya saja. Ada hal yang hilang dari hidup mereka, sehingga mereka kurang punya ketahanan hidup.

Bagi kita, hati adalah area yang penting dalam kehidupan ini. Hati yang baik mengatur dan mengarahkan setiap hal yang kita kerjakan. Untuk itu, kita mesti menjaga hati kita dengan sebaik-baiknya. Caranya dengan menghidupi nilai-nilai kebaikan yang bersumber dari Tuhan sendiri.

Kalau kita mampu menjaga hati kita dari hal-hal yang kurang baik, kita mampu memancarkan kebaikan Tuhan dalam hidup ini. Kita dapat menemukan bahwa Tuhan begitu mencintai hidup kita. Tuhan tidak pernah menolak kehadiran kita. Tuhan tetap menguasai diri kita, bukan hal-hal lain yang sering mengganggu hidup kita.

Sang bijak berkata, “Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan” (Amsal 4:23). Mari kita menjaga hati kita, agar kita mampu memancarkan kasih Tuhan kepada sesama kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO – Majalah FIAT

Palembang (masih) Kota Asap


1176

Mengandalkan Kebaikan Tuhan dalam Hidup

 
Apa yang Anda andalkan dalam perjalanan hidup Anda di dunia yang fana ini? Uang yang banyak? Mobil mewah? Rumah mewah? Atau istri yang cantik, suami yang ganteng? Orang beriman tentu tidak mengandalkan semua itu. Orang beriman mengandalkan penyelenggaraan Tuhan dalam perjalanan hidupnya.

Burung-burung yang beterbangan secara liar memang tidak menabur dan menuai. Namun Tuhan terus-menerus memelihara burung-burung itu. Mereka mendapat makanan setiap kali mereka mencari. Mereka juga dapat melepas dahaga mereka dari embun yang diturunkan Tuhan setiap pagi.

Sebuah penelitian terhadap aktivitas kehidupan burung menemukan fakta bahwa burung murai setiap hari bangun dini hari pukul 2.30. Burung-burung murai itu kemudian mencari makanan hingga larut pukul 21.30. Jadi, setiap hari mereka bekerja selama 19 jam. Tak cuma itu. Burung-burung murai juga bolak-balik ke sarang mereka hingga sekitar 200 kali sehari, demi memberi makan anak-anak mereka.

Sungguh luar biasa Tuhan memelihara burung-burung itu. Tuhan tidak membiarkan satu pun ciptaanNya mengalami derita dan susah. Tuhan telah menyediakan semuanya dalam alam semesta ini.

Sayang, banyak orang tidak menyadari penyelangaraan Tuhan ini. Akibatnya, mereka menebang pohon dengan sesuka hati. Mereka membakar hutan tanpa peduli merugikan banyak orang. Asap tebal dan pekat membunuh kehidupan, baik manusia maupun seluruh ekosistem di dalamnya. Manusia memusnahkan lingkungan hidup.



Gantungkan Hidup pada Allah Semata

Yesus berkata, “Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung. Namun burung-burung itu diberi makan oleh Tuhan yang ada di surga.”

Tuhan menyelenggarakan hidup ini bagi kelangsungan hidup ciptaanNya. Hal ini menunjukkan bahwa Tuhan senantiasa peduli terhadap semua yang ada dalam alam semesta ini. Tuhan senantiasa mengasihi dan memberi yang terbaik bagi kehidupan manusia. Memang, manusia sering kurang mengerti akan kasih Tuhan yang begitu besar. Manusia lebih mengutamakan egoisme dirinya.

Seperti burung-burung Murai yang bekerja keras demi hidup diri dan anak-anaknya, manusia pun mesti bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bekerja berarti manusia menanggapi kasih Tuhan kepada manusia. Manusia meneruskan karya cipta Tuhan dalam hidup ini.

Yang penting adalah sekeras apa pun kita berusaha memenuhi kebutuhan, kita mesti selalu mendahulukan kebaikan dan kebenaran. Kita mendahulukan nilai-nilai kekudusan dan kebenaran yang Tuhan tetapkan bagi hidup kita. Kita melandasi setiap karya dan kerja dengan kasih. Inilah kunci dari kebaikan Tuhan bagi manusia.

Seperti burung-burung Murai yang mengandalkan rahmat Tuhan, orang beriman pun senantiasa menyerahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan. Hanya dengan penyerahan diri itu, orang mampu menjalani hidup ini dengan damai dan sukacita. Hidup menjadi lebih bermakna, karena Tuhan dipersilahkan masuk dan tinggal di dalam hati dan hidup kita.

Mari kita terus-menerus menyerahkan hidup kita kepada penyelenggaraan Tuhan. Dengan demikian, hidup kita penuh dengan buah-buah yang berlimpah dengan kebaikan dan kebenaran. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO – Majalah FIAT

Palembang - (masih) Kota Asap


1172

23 Oktober 2015

Ketahanan dalam Menjalani Hidup



Apa yang akan Anda lakukan ketika Anda menyaksikan seorang bintang yang hebat? Anda tentu saja mengaguminya. Anda mungkin gemas terhadapnya. Namun apakah cukup sampai di situ. Tentu saja yang diharapkan adalah lebih dari itu.

Cristiano Ronaldo masih terus memperlihatkan penampilan mengagumkan bersama Real Madrid sejauh ini. Rekor apalagi yang sudah ia pecahkan dan rekor apa yang akan ia lalui? Tiga gol yang dicetak Ronaldo ke gawang Villarreal pada suatu akhir pecan, membuat pemain berkebangsaan Portugal itu telah mencetak 22 gol dalam 18 penampilannya bersama Madrid, di Liga Spanyol pada musim kompetisi 2014/2015 yang lalu.

Catatan itu rupanya cukup istimewa, karena Ronaldo melewati catatan legenda Madrid, Ferenc Puskas, yang mencetak 21 gol dalam 18 pekan pada musim 1960-61 atau 50 tahun silam.

Di bawah Ronaldo dan Puskas, ada Gaspar Rubio, Manuel Alday, Alfredo Di Stefano dan Hugo Sanchez yang mencetak 19 gol dalam 18 pekan di masa kejayaan mereka masing-masing. Lantas, rekor apalagi yang bakal dipecahkan Ronaldo di pekan-pekan selanjutnya? Ada sebuah catatan penting yang bisa ia patahkan, yaitu pemain tercepat yang mencetak 50 gol di Liga Spanyol buat Madrid.

Saat ini, catatan tersebut dikuasai oleh Puskas yang membutuhkan 54 pertandingan untuk mencatat 50 gol di La Liga. Kemudian ada nama Di Stefano yang menorehkannya dalam 56 pertandingan. Ronaldo saat ini total sudah mencetak 48 gol dalam 47 pertandingan Liga Spanyol. Artinya, bila Ronaldo mampu mencetak setidaknya dua gol dalam enam pertandingan Liga Spanyol ke depan, maka rekor Puskas pun bakal patah.



Tidak Bercabang-cabang

Begitulah kehebatan Cristiano Ronaldo. Tentu ada rahasia di balik kesuksesan Ronaldo. Ia tidak pakai jimat atau mendatangkan roh-roh halus. Yang ia lakukan setiap hari adalah latihan yang keras. Ia gunakan waktu sebaik-baiknya untuk mengasah ketrampilannya menggiring bola dan menceploskannya ke dalam gawang lawan. Catatan rekor yang dibuatnya tentu saja mengagumkan banyak orang. Kita juga termasuk yang mengagumi apa yang dilakukan oleh Cristiano itu.

Namun sering kita hanya terpaku pada mengagumi kehebatan seseorang. Kita tidak mencontoh kehebatan orang itu. Memang, kita tidak perlu menjadi sama dengan orang itu. Namun yang mesti kita lakukan adalah menimba semangat yang dimiliki oleh orang yang hebat itu. Dengan demikian, kita tidak hanya mengagumi kehebatannya.

Selain latihan yang keras, tentu saja orang yang hebat itu juga memiliki kedisiplinan yang tinggi. Ia mesti latihan tepat waktu. Ia tidak boleh malas-malasan. Ia juga mesti beristirahat pada waktunya. Tetapi ia juga mesti fokus pada apa yang sedang dijalaninya. Pikirannya tidak bercabang-cabang. Hanya satu hal yang mesti ia lakukan, yaitu ia memusatkan perhatian pada apa yang sedang ia lakukan itu.

Nah, sering banyak orang gagal dalam hal ini. Ketahanan orang kurang terlatih untuk hal ini. Karena itu, kita butuh waktu untuk membangun hidup kita. Dengan demikian, kita memiliki ketahanan dalam menjalani hidup ini. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO – Majalah FIAT

Palembang (masih) Kota Asap

1175

21 Oktober 2015

Memberi Semangat kepada Orang yang Dekat

 
Apa yang akan Anda lakukan, kalau bawahan Anda melakukan kesalahan dalam bekerja? Anda diamkan saja? Atau Anda menegurnya sambil memberikan pengarahan kepadanya?

Ada seorang pemimpin yang agak judes. Setiap kali ada anak buahnya yang melakukan kesalahan, ia selalu berkata ketus. Ia tidak peduli apakah kesalahan itu kecil atau besar. Ia tidak punya rasa toleransi. Namun dengan cara itu, para karyawannya belajar untuk bertanggung jawab atas pekerjaan mereka. Para karyawannya menjadi lebih teliti dalam mengerjakan suatu pekerjaan.

Hasilnya sangat mengagumkan. Usaha yang mereka lakukan bersama-sama itu berkembang pesat. Mereka boleh membangun hidup yang lebih baik berkat upah yang mereka peroleh semakin meningkat dari waktu ke waktu. Hidup para karyawan itu menjadi semakin sejahtera.

Tentang sikapnya itu, pemimpin itu berkata, ”Saya punya cara tersendiri menghadapi kesalahan yang dilakukan oleh para karyawan saya. Memang saya tampak judes, tetapi setelah itu saya membimbing mereka untuk memperbaiki diri. Dengan cara begitu, para karyawan itu tidak merasa dihancurkan. Justru mereka merasa disapa.”

Menurut pengakuan para karyawannya, mereka mendapatkan banyak hal baik dari sikap pemimpin mereka. Memang, ketika mereka melakukan kesalahan, terasa sakit saat ditegur. Namun begitu mendapat bimbingan yang baik dan benar dari pemimpin, mereka berkembang menjadi lebih baik.



Mendampingi Sesama

Tidak setiap pemimpin mempunyai pendekatan yang sama terhadap suatu masalah. Ada pemimpin yang begitu peduli terhadap bawahannya sampai-sampai tidak melihat sedikit pun kesalahan yang dilakukan bawahannya. Pemimpin seperti ini biasanya terlalu percaya kepada bawahannya. Bahayanya, saat bawahannya menipu dirinya, ia tidak menyadarinya.

Namun ada pemimpin yang peduli terhadap pekerjaan bawahannya. Ia tidak hanya memberi tanggung jawab seluas-luasnya kepada bawahannya. Namun ia juga mau mendampingi bawahannya itu saat bekerja. Ketika bawahannya melakukan kesalahan, ia tidak segan-segan menegurnya. Namun teguran itu lebih bersifat mendidik bagi kemajuan usaha dan bawahan tersebut.

Kisah di atas menunjukkan kepada kita betapa pentingnya pendampingan bagi mereka yang bekerja dengan kita. Sering kita yang menjadi pemimpin kurang mau tahu terhadap para pegawai atau bawahan kita. Kita membiarkan mereka bekerja sesuai dengan kemampuan mereka. Sebenarnya tidak hanya cukup seperti itu. Mereka butuh pendampingan penuh kasih. Mereka butuh perhatian yang memberikan mereka ketenangan dalam hidup.

Karena itu, perhatian terhadap mereka menjadi hal yang utama dalam usaha-usaha kita. Para karyawan itu aset yang sangat penting bagi kemajuan usaha kita. Untuk itu, mereka perlu mendapatkan penyegaran dengan sapaan-sapaan yang menyenangkan hati mereka. Dengan demikian, mereka dapat memiliki semangat untuk terus memacu diri mereka. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO – Majalah FIAT

Palembang (masih) Kota Asap

1174

19 Oktober 2015

Bersimpuh di Hadapan Tuhan Sang Damai Sejati

 
Pernahkah Anda merasa sepi dalam hidup ini? Pernahkah Anda merasa Tuhan jauh dari hidup Anda? Apa yang Anda lakukan?

Suatu malam seseorang bermimpi. Dia mimpi berjalan bersama Tuhan di sepanjang tepian pantai. Di ujung langit sana tergambar peristiwa-peristiwa dari kehidupannya. Di setiap kejadian, ia memperhatikan ada dua pasang jejak kaki di permukaan pasir, satu punyanya dan lainnya jejak kaki Tuhan.

Pada penayangan dari peristiwa itu di akhir hidupnya, dia kembali melihat jejak kaki di permukaan pasir itu. Dia memperhatikan bahwa banyak kali di dalam kehidupannya hanya ada satu jejak kaki. Dia memperhatikan bahwa saat-saat itu adalah saat-saat genting dan penuh kesedihan. Hal itu sungguh membingungkannya.

Lantas ia bertanya kepada Tuhan tentang hal ini, ”Tuhan, Engkau berkata bahwa sekali aku memutuskan untuk mengikut-Mu, Engkau berjanji akan berjalan selamanya bersamaku. Tetapi aku juga memperhatikan, pada masa aku mengalami kesukaran dalam hidupku, hanya ada satu pasang jejak kaki. Aku sungguh tidak mengerti mengapa di saat-saat aku membutuhkanMu, malah Engkau meninggalkanku.”

Tuhan menjawab, ”Anak-Ku yang Kukasihi, Aku mengasihimu dan tidak akan pernah meninggalkanmu. Pada saat-saat pencobaan dan penderitaanmu, saat di mana engkau hanya melihat ada satu pasang jejak kaki, itulah saat di mana Aku menggendong engkau.”



Tuhan adalah Setia

Banyak orang merasa bahwa Tuhan tidak peduli terhadap hidup mereka. Apalagi di saat-saat susah dan derita. Akibatnya, mereka berjuang sendiri dalam hidup ini. Mereka berusaha sendiri tanpa bantuan Tuhan. Padahal Tuhan senantiasa menawarkan bantuan-Nya.

Kisah di atas menunjukkan kepada kita bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan hidup manusia. Bahkan Tuhan menggendong manusia di saat-saat susah hidupnya. Sering manusia lupa akan hal ini. Sering manusia tidak peduli terhadap penyertaan Tuhan. Manusia berusaha menjauh dari Tuhan melalui kesalahan dan dosa-dosanya.

Karena itu, apa yang mesti dibuat oleh manusia? Yang mesti dilakukan oleh manusia adalah kembali kepada Tuhan. Manusia mesti mempersilakan Tuhan untuk hadir dan bekerja di dalam dirinya. Manusia membiarkan Tuhan masuk dan tinggal di dalam dirinya. Dengan demikian, manusia senantiasa mengalami kasih dan kebaikan Tuhan.

Memang, tidak mudah untuk kembali kepada Tuhan. Apalagi manusia yang telah merasakan nikmatinya dosa. Manusia lebih suka tenggelam dalam lumpur dosa. Padahal dalam kondisi seperti itu yang dialami hanyalah kedamaian semu. Untuk itu, manusia mesti selalu mengarahkan hidupnya kepada Tuhan. Kalau manusia ingin memiliki damai yang sejati, manusia mesti menerima Tuhan dalam hidupnya.

Yang mesti selalu diingat adalah Tuhan senantiasa menuntun hidup manusia dalam untung dan malang. Tentang Tuhan yang baik, seorang bijak berkata, ”Sampai masa tuamu Aku tetap Tuhan dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu” (Yesaya 46:4a). Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO – Majalah FIAT

Palembang (masih) Kota Asap



1173b

Memberi demi Hidup Bahagia


Apa yang membuat Anda bahagia dalam hidup ini? Harta yang banyak? Uang segudang? Ternyata dua hal ini belum cukup untuk membuat seseorang bahagia. Yang membuat seseorang lebih berbahagia dalam hidupnya adalah memberi dengan penuh sukacita.

Ada pernyataan yang menarik diungkapkan oleh dewan pengamat Propinsi British Colombia, Kanada, beberapa tahun lalu. Pernyataan itu adalah "Sudah sering terdengar bahwa uang tidak dapat membeli kebahagiaan. Namun itu kuno, karena pada nyatanya uang bisa membawa kebahagiaan."

Para ilmuwan di Vancouver, Kanada, mengatakan, “Uang sangat mungkin mendatangkan kebahagiaan sepanjang uang itu dipakai untuk tujuan sosial.”

Elizabeth Dunn, psikolog dari University of British Columbia, berkata, “Penelitian menunjukkan sikap memberi menghasilkan efek bahagia”.

Untuk menyimpulkan hal ini, ia bersama Lara Aknin dan Michael Norton, mahasiswa Harvard Bussines School, melakukan observasi terhadap tingkah laku orang-orang. Observasi ini menghasilkan dua kategori.

Pertama, orang yang memiliki uang dengan kecenderungan berbelanja untuk kepentingan pribadi. Orang-orang ini selalu hidup dengan mengomel, tidak puas, adu mulut dengan kasir toko. Mereka juga memarahi anak-anak. Para isteri kesal terhadap suami mereka, karena masih banyak barang yang tidak bisa dibeli.

Kedua, orang yang mengalokasikan sebagian uangnya untuk tujuan sosial seperti menyumbangkan ke yayasan-yayasan atau orang lain yang membutuhkan. Hasilnya ternyata kelompok orang seperti ini merasa lebih berbahagia dalam hidup mereka.



Berbagi Itu Berbuah

Kalau Anda ingin memilih hidup yang bahagia dan terus mengalaminya sepanjang perjalanan hidup di dunia ini, berbagilah. Semakin sering Anda memberi, maka Anda akan menerima kebahagiaan yang lebih besar dari apa yang pernah terbayangkan oleh diri Anda sendiri.

Hasil penelitian di atas mengungkapkan kebahagiaan yang diperoleh saat orang-orang melepas apa yang mereka miliki dengan sukacita. Mereka tidak mengeluh apalagi menggerutu saat memberi. Bahkan mereka memberi dengan sukacita. Hasilnya, kebahagiaan yang menjadi bagian dari hidup mereka. Hidup mereka menjadi lebih enteng.

Orang beriman mesti memberi dengan sukacita, karena Tuhan telah menganugerahkan kebaikan-kebaikanNya kepada manusia. Memang, hal ini tidak mudah, karena manusia sering mengutamakan kebahagiaan dirinya. Kebahagiaan diri orang lain bukan menjadi target utama.

Karena itu, yang dibutuhkan adalah kita memiliki hati yang terbuka pada penyelenggaraan Tuhan. Kita membiarkan hidup kita dipenuhi oleh rahmat dan kebaikan Tuhan. Dengan demikian, kita pun tergerak hati untuk memberi apa yang dibutuhkan oleh sesama kita. Mari kita belajar untuk memberi dengan sukacita, agar hidup kita senantiasa mengalami damai dan bahagia. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO – Majalah FIAT

Palembang (masih) Kota Asap


1173a

13 Oktober 2015

Berani Memberi dengan Sukacita

 
Sebenarnya manusia tidak memiliki apa-apa. Bukankah saat lahir, manusia lahir dalam keadaan telanjang? Artinya tidak membawa apa-apa ke dalam dunia ini. Karena itu, apa yang dimiliki itu mesti diberikan kepada orang lain dengan setulus hati.

Ada seorang anak berusia empat tahun yang suka membagi bekalnya untuk teman-temannya di Play Group. Meski tidak diminta oleh teman-temannya, ia mengulurkan tangannya yang penuh dengan makanan. Ia mau berbagai dengan mereka. Ia ingin apa yang dimiliki menjadi bagian dari teman-temannya.

Saat ditanya oleh gurunya, ia berkata bahwa ia suka memberi saja. Ia tidak ingin apa yang dimilikinya hanya untuk dirinya sendiri.

Ia berkata, “Saya mau beri saja. Tidak ada yang menyuruh.”

Kebiasaan memberi dengan hati yang tulus itu ia teruskan saat dia sekolah di Taman Kanak-kanak. Kerelaannya untuk memberi itu membuat teman-temannya menyukai dirinya. Mereka mau bergaul dengan dia. Tidak ada rasa enggap untuk bermain bersama dengan dia. Ia pun bersyukur punya teman yang banyak.

Tidak Gampang Memberi, Mengapa?

Memberi dengan setulus hati tidak gampang dilakukan oleh manusia zaman sekarang. Lebih baik orang memenuhi dirinya dengan berbagai kebutuhan hidup terlebih dahulu. Sisanya baru diberikan kepada orang lain. Prinsipnya adalah saya dulu, baru orang lain.

Kisah di atas memberi kita inspirasi untuk memberi dengan setulus hati. Ketika orang memberi dengan setulus hati, orang akan menerimanya kembali dengan berlipat-lipat. Tentu saja bukan menerima dalam bentuk materi. Tetapi relasi yang baik akan diperoleh dalam hidup sehari-hari.

Sebenarnya orang dapat memberi dengan setulus hati, kalau orang menyadari bahwa apa yang dimilikinya itu diterima dengan cuma-cuma dari Tuhan. Andaikan Tuhan tidak memberi apa-apa kepada manusia, bagaimana manusia bisa hidup? Bagaimana bisa melakukan hal-hal yang baik dan benar dalam hidup ini?

Tuhan telah memberi manusia berbagai hal untuk kebutuhan hidup manusia, karena Tuhan ingin manusia hidup bahagia. Berbagai kebutuhan itu bukan hanya untuk milik diri seseorang saja. Tetapi apa yang dimiliki itu juga menjadi milik bersama. Artinya, orang mesti berani berbagi saat memiliki harta kekayaan yang melimpah. Kalau tidak berani berbagi dengan yang berkekurangan, apa yang ada akan diambil kembali oleh Tuhan.

Seorang bijaksana berkata, “Hendaklah masing-masing memberi menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan. Sebab Tuhan mengasihi orang yang memberi dengan sukacita.”

Orang beriman mesti memberi dengan sukacita dan tanpa paksaan. Orang beriman memberi dengan cara demikian sebagai ungkapan syukur atas kasih dan kebaikan Tuhan. Tuhan tidak bisa kita lihat dengan mata, maka kita membalas kasih Tuhan itu dengan memberi kepada sesama. Mari kita memberi dengan sukacita. Dengan demikian, hidup ini menjadi kesempatan untuk membahagiakan diri dan sesama. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO dan Majalah FIAT

Palembang – (masih) Kota Asap

1171

12 Oktober 2015

Senantiasa Mengarahkan Hidup kepada Tuhan


Seorang bijaksana berkata, “Hendaklah kamu berakar di dalam Tuhan dan dibangun di atas Dia. Hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu. Hendaklah hatimu melimpah dengan syukur.”

Seorang ibu bercerita tentang anak bungsunya yang sulit sekali berdoa sebelum tidur. Setiap kali ia menidurkannya, anak itu sulit sekali berdoa meski hanya mengucapkan terima kasih atas kebaikan Tuhan sepanjang hari itu. Hal itu sering membuat ibu itu cemas akan anaknya itu.

Namun suatu malam yang dingin, sebelum tidur, anak itu mau berdoa. Tidak ada yang menyuruhnya untuk berdoa. Namun dengan spontan, ia berdoa mengucapkan terima kasih atas kebaikan Tuhan sepanjang hari itu.

Ia berdoa, “Tuhan, terima kasih karena di sekolah guru-guru saya sangat baik kepada kami semua. Mereka mengajar kami dengan penuh kasih. Saya juga berterima kasih, karena Engkau masih memelihara papa dan mama saya.”

Sang mama terkejut mendengar doa anaknya yang panjang itu. Apalagi doa itu dilakukan dalam waktu yang lama. Ada mukjizat apa? Namun sang mama membiarkan anaknya berdoa hingga selesai. Lantas ia mencium anaknya itu dan menidurkannya.

Sekitar tiga menit kemudian, ibu itu mendengar seperti ada orang memanggil. Ia segera melongok ke dalam kamar. Namun semuanya baik-baik saja. Bahkan anaknya yang berdoa sebelum tidur itu tertidur dengan lelap.



Mengapa Cemas tentang Hidup?

Sering orang cemas akan hidup ini. Orang lantas mempersoalkan banyak hal dalam perjalanan hidupnya. Orang menggerutu ketika mesti menghadapi banyak persoalan dalam hidupnya. Padahal kalau saja orang tidak cemas atau menggerutu, orang akan dapat menyelesaikan pekerjaan atau persoalan dengan baik dan benar.

Kisah di atas memberi kita inspirasi untuk tidak cemas dalam hidup ini. Orang yang berani bersyukur atas kebaikan Tuhan tidak akan pernah cemas dalam hidupnya. Sebaliknya orang seperti ini selalu memiliki antusiasme dalam menjalani hidup ini. Orang seperti ini akan membangun masa depan dengan lebih baik.

Seorang bijaksana berkata, “Serahkanlah kekuatiranmu kepada Tuhan, maka Ia akan memelihara engkau!” Tentu saja hal ini tidak mudah. Mengapa? Karena egoisme sering menguasai diri manusia. Manusia merasa diri mampu melakukan apa saja bagi hidupnya. Manusia merasa tidak memerlukan bantuan dari Tuhan.

Baru ketika mengalami jalan buntu dalam hidupnya lalu lari kepada Tuhan. Orang mulai berkeluh kesah kepada Tuhan. Seolah-olah Tuhan adalah tempat sampah. Orang membuang segala duka nestapanya kepada Tuhan. Tentu saja ini bukan sikap hidup orang beriman.

Orang beriman tidak boleh mengizinkan ketakutan, kekuatiran dan egoisme bercokol dalam dirinya. Untuk itu, orang mesti mengarahkan hidupnya hanya kepada Tuhan semata. Berkat Tuhan akan mengalir ke dalam dirinya. Orang mesti percaya bahwa Tuhan tahu apa yang dibutuhkan untuk perjalanan hidup ini. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO dan Majalah FIAT

Palembang – (masih) Kota Asap

1170

11 Oktober 2015

Setia Melaksanakan Tanggung Jawab

 


Setiap orang diberi tanggung jawab oleh Tuhan untuk melakukan hal-hal baik bagi dirinya dan sesamanya. Namun sering orang lari dari tanggung jawab. Orang merasa tidak percaya diri saat mendapatkan tanggung jawab yang berat.

Ada seorang ibu merasa hidupnya kurang begitu bermakna. Pasalnya, anak yang dilahirkannya mengalami cacat. Mata anak itu buta. Tidak bisa melihat apa-apa. Ia sudah berusaha untuk memeriksakan mata anaknya kepada para dokter yang ahli dalam bidang mata. Hasilnya, nihil. Tidak ada perubahan. Anaknya tetap buta.

Ibu itu menjadi putus harapan. Ia menyerah kalah. Ia memutuskan untuk meninggalkan imannya. Ia mau berjuang sendiri. Tentang hal ini, ia berkata, “Sudah lama saya mengikuti Tuhan, kok hidup saya belum juga diberkati?”

Ketika ia mulai berjuang sendirian, banyak halangan menghadang dirinya. Ada saja persoalan yang dia hadapi. Akibatnya, ia tidak mengalami sukacita dan damai dalam hidupnya. Padahal anaknya yang buta itu membutuhkan suasana penuh sukacita. Dengan demikian, ia dapat menjalani hidupnya penuh damai.

Ibu itu kemudian menyadari bahwa berjuang sendirian tidak akan menghasilkan apa-apa dalam kehidupan ini. Ia berbalik kepada Tuhan yang ia imani. Ia bersujud syukur di hadapan Tuhan bahwa ia dipercaya oleh Tuhan untuk memelihara anak yang cacat itu. Ia berterima kasih atas kebaikan Tuhan bahwa ia boleh memiliki cinta yang lebih besar.


Kita Dipanggil untuk Setia

Setiap orang diberi tanggung jawab oleh Tuhan. Tentu saja tanggung jawab itu tidak sama. Ada yang diberi tanggung jawab yang besar. Namun ada pula yang diberi tanggung jawab yang kecil. Semua tanggung jawab yang diberikan Tuhan itu mesti diterima dan dilaksanakan dengan setia.

Kisah di atas memberi kita inspirasi untuk tidak begitu saja menolak tanggung jawab yang diberikan Tuhan kepada kita. Tuhan pasti telah memberikan rahmat dan kemampuan yang sesuai dengan tanggung jawab itu. Karena itu, kita tidak perlu kuatir dalam melaksanakan tanggung jawab yang diberikan Tuhan kepada kita.

Justru tanggung jawab, meski kecil, kalau dilakukan dengan setia akan menghasilkan buah yang berlimpah-limpah bagi kehidupan bersama. Memang, tidak gampang orang setia pada tanggung jawab yang diberikan Tuhan kepadanya. Ada saja godaan-godaan untuk tidak setia terhadap tanggung jawab itu.

Untuk itu, orang mesti berani meminta rahmat dari Tuhan untuk menguatkan dirinya, agar tetap setia kepada Tuhan. Orang tidak perlu mengandalkan kemampuan dirinya sendiri. Orang mesti menyerahkan seluruh hidupnya kepada penyelenggaraan Tuhan. Hanya Tuhan semata menjadi andalan dalam melaksanakan tanggung jawab yang diserahkan Tuhan kepada kita.

Mari kita melakukan tanggung jawab yang diberikan Tuhan kepada kita dengan penuh kesetiaan. Dengan demikian, hidup ini menjadi kesempatan untuk melakukan hal-hal baik bagi Tuhan dan sesama. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO dan Majalah FIAT

Palembang – (masih) Kota Asap

1169

10 Oktober 2015

Kikis Kesombongan, Bangun Relasi dengan Tuhan

 

Apa yang akan Anda lakukan ketika Anda ditilang karena melanggar lalulintas? Saya yakin, Anda tidak begitu saja menerima tilang dari polisi itu. Anda merasa tidak bersalah.

Saya sangat senang menonton pertandingan sepakbola. Selain dapat melihat keterampilan pemain-pemain mengolah bola di lapangan hijau, dari situ saya dapat belajar banyak hal. Saya belajar mengenai sportivitas. Saya belajar tentang karakter para pemain. Tetapi saya juga belajar bagaimana para pemain mesti memikili sikap yang baik dalam bermain sepakbola.

Di dunia sepakbola, setiap pemain tidak bisa menghindari pelanggaran-pelanggaran. Tidak jarang mereka melakukan pelanggaran-pelanggaran yang tidak perlu. Bahkan ada saat di mana mereka mesti melakukan pelanggaran secara sengaja, supaya gawang tidak kebobolan. Atas tindakan tersebut, pasti mereka mendapatkan ganjaran dari wasit berupa kartu kuning atau kartu merah. Jika pelanggaran yang dilakukan pemain sangat berat, maka organisasi sepakbola di mana ia berada biasanya yang akan memberikan ganjaran.

Lionel Mesi atau Kristiano Ronaldo sering menjadi sasaran pelanggaran. Tidak hanya pelanggaran kecil. Bahkan mereka mengalami pelanggaran besar hingga mengalami cedera. Namun mereka tetap sportif. Mereka tidak membalas pelanggaran itu dengan pelanggaran. Mengapa? Karena itulah bagian dari permainan sepakbola.
 
Melepaskan Pamrih

Kata ‘ganjaran’ tidak mesti selalu dikaitkan dengan hal-hal yang negatif. Hal yang positif pun dapat menggunakan kata ini. Ganjaran dapat dipakai untuk menyatakan upah di dunia bagi seseorang ketika berlaku rendah hati. Kata ganjaran ini mempunyai tiga makna. Pertama, seseorang memperoleh kekayaan. Kedua, seseorang memperoleh kehormatan. Ketiga, seseorang memperoleh kehidupan.

Tentu saja kerendahan hati bukan hal yang mudah bagi manusia. Mengapa? Karena manusia sering memiliki sikap pamrih dalam hidup ini. Melakukan sesuatu, kalau ada hadiah atau balasan.

Kisah di atas memberi kita inspirasi untuk tetap memiliki sikap rendah hati dalam hidup ini. Para pemain sepakbola tetap bersikap sportif dan rendah hati saat diganjar kartu kuning atau merah. Mereka menerima, meski dalam hati mereka merasa dihukum secara tidak adil. Mereka rela menerima hukuman atas pelanggaran yang mereka lakukan.

Sering dalam hidup ini, banyak orang tidak mau dihukum saat melanggar aturan-aturan kehidupan. Bahkan mati-matian mereka membela diri. Mereka tidak mau menerima hukuman. Mereka tidak mau menerima begitu saja, kalau dikatakan mereka melakukan pelanggaran-pelanggaran. Padahal sudah ada bukti-bukti bahwa mereka melakukan pelanggaran.

Yang dibutuhkan dari orang beriman adalah membangun relasi yang baik dengan Tuhan. Artinya, kita meminta bantuan dari Tuhan, agar kita senantiasa diberi kerendahan hati. Tuhan menguatkan hati kita untuk rela menerima ganjaran atas perbuatan-perbuatan kita. Memang, tidak mudah. Namun kita mesti terus-menerus mencoba. Mengapa? Karena membangun relasi dengan Tuhan setiap hari akan mengikis kesombongan diri kita.

Seorang bijaksana berkata, “Ganjaran kerendahan hati dan takut akan TUHAN adalah kekayaan, kehormatan dan kehidupan.” Mari kita terus-menerus membuka hati bagi Tuhan. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO – Majalah FIAT

Palembang – (masih) Kota Asap


1168

09 Oktober 2015

Banyak Persoalan, Tetap Setia kepada Tuhan

 
Apa yang Anda lakukan ketika duka nestapa mendera hidup Anda? Anda melarikan diri? Anda menyumpahi Tuhan? Anda menyalahkan orang lain?.

Suatu hari, seorang teman mengalami suatu masalah yang menurutnya berat. Ketika berada dalam situasi tersebut, imannya goyah. Ia mulai mempertanyakan keberadaan Tuhan dalam hidupnya. Ia merasa Tuhan tidak hadir dalam hidupnya. Bahkan Tuhan menjauhi dirinya.

Apa yang ia lakukan kemudian adalah ia merasa marah. Ia merasa jengkel, mengapa Tuhan yang ia yakini selalu hadir dalam dirinya itu ternyata tidak buat apa-apa bagi dirinya. Ia bertanya dalam hatinya, “Mengapa Tuhan menjadi jauh? Apa salah saya?”

Namun kemudian ia sadar bahwa sebenarnya Tuhan selalu hadir dalam setiap peristiwa hidupnya. Tuhan hadir melalui orang-orang di sekitarnya. Ia pun menyesali apa yang telah ia lakukan terhadap Tuhan.

Ia berkata, “Fokus saya terhadap masalah yang sedang saya hadapi membiaskan kasih karunia yang sebenarnya telah Tuhan berikan dalam kehidupan saya. Begitulah yang saat ini sedang terjadi dalam hidup saya. Saya tidak dapat melihat segala hal yang baik dari peristiwa yang menurut saya buruk."

Jangan Panik

Sering orang menjadi panik saat menghadapi persoalan-persoalan hidup. Orang kemudian merasa tidak kuat dalam menghadapi persoalan-persoalan hidupnya. Orang pun mempertanyakan tentang kebaikan Tuhan dalam hidupnya. Bukan hanya mempertanyakan, tetapi lebih dari itu orang menyangkal kehadiran Tuhan.

Kisah di atas memberi kita inspirasi untuk tetap setia kepada Tuhan, meski persoalan demi persoalan kita hadapi dalam hidup ini. Tuhan tidak pernah meninggalkan manusia berjuang sendirian. Tuhan selalu bekerja melalui rohNya dalam diri kita. Bahkan ketika kita tidak menyadarinya, Tuhan memberikan rahmat demi rahmat bagi kehidupan kita.

Memang, kurangnya iman sering membuat orang meragukan kehadiran Tuhan dalam hidupnya. Penderitaan yang dialami dapat membuat orang menolak kehadiran Tuhan. Namun yang mesti disadari adalah Tuhan hadir juga dalam penderitaan manusia. Dalam situasi seperti itu, Tuhan ingin memberikan penghiburan bagi manusia. Tuhan ingin menguatkan manusia.

Karena itu, orang beriman mesti tetap membangun kesetiaan kepada Tuhan dalam hidup ini. Orang mesti tetap yakin bahwa dalam situasi apa pun Tuhan selalu hadir. Tuhan yang hadir itu ingin memberikan yang terbaik bagi hidup ini. Untuk itu, yang dibutuhkan adalah sikap hati yang terbuka lebar-lebar kepada Tuhan.

Sering saat persoalan atau penderitaan datang, manusia menutup hatinya bagi Tuhan. Manusia merasa bahwa kehadiran Tuhan justru membawa derita. Tentu saja pandangan seperti ini keliru. Mari kita selalu membangun pengharapan kepada Tuhan, karena Tuhan itu pengasih dan penyayang. Dengan demikian, kita boleh mengalami sukacita dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales SCJ
Tabloid KOMUNIO – Majalah FIAT
Palembang – Kota Asap


1167

08 Oktober 2015

Terbuka kepada Bantuan Orang Lain



Ketika Anda mengalami kesulitan dalam hidup Anda, apa yang akan Anda lakukan? Saya yakin, Anda akan memohon bantuan dari Tuhan melalui orang-orang yang ada di sekitar Anda.

Ada seorang raja hendak pergi ke pulau seberang. Dia menemui seorang nelayan untuk membeli sebuah perahu. Si raja sangat marah, ketika nelayan itu tidak mau menjual perahunya.

Raja itu berkata, “Dasar bodoh! Apa masih kurang uang yang aku berikan kepadamu? Katakan berapa uang yang kamu inginkan, maka aku akan memberikannya padamu.”

Nelayan itu berkata, “Bukan begitu, raja. Ini adalah perahu saya satu-satunya. Jika raja ingin pergi, maka saya akan dengan senang hati mengantarkannya tanpa harus membeli perahu saya.”

Raja semakin murka mendengar kata-kata nelayan itu. Lantas raja berkata, “Aku tidak butuh bantuanmu. Kau bisa membeli perahu yang lebih besar dari perahumu sebelumnya.”

Dengan tenang, nelayan itu berkata, “Uang tidak akan bisa menjamin keselamatanmu, raja. Saya tahu betul keadaan laut dan perahu ini. Biarkan saya mengantar tuan.”

Raja semakin marah. Ia berkata, “Tidak perlu. Saya bisa membeli barang-barang demi keselamatan saya sendiri.”

Nelayan itu menyerah. Ia memberikan perahunya kepada raja. Ketika sampai di tengah lautan, turunlah hujan badai. Dengan santai raja mengeluarkan sebuah payung besar untuk melindungi tubuhnya. Beberapa saat kemudian perahu mulai penuh dengan air, dan secara perlahan raja mengeluarkan air itu.

Raja berkata dengan sombong, “Ah, semuanya dapat aku atasi dengan baik.”

Tiba-tiba ada gulungan ombak besar menghantam perahunya. Raja tidak dapat menyelamatkan dirinya. Ia tersapu bersama gulungan ombak itu. Karena kesombongan dan kekuasaan yang dia punya, hidupnya berakhir sia-sia.

Butuh Kerendahan Hati

Sering orang merasa mampu dan kuat untuk mengatasi persoalan-persoalan hidupnya. Ketika orang sehat, orang membanggakan dirinya. Orang bisa melakukan apa saja untuk kehidupannya. Orang merasa tidak perlu dibantu oleh orang lain. Lantas orang pun menyombongkan diri.

Kisah di atas memberi kita contoh betapa kesombongan menghancurkan kehidupan. Seandainya raja itu rendah hati sedikit saja, ia tidak perlu hanyut dibawa gelombang besar. Seandainya ia mau mendengarkan kata-kata nelayan itu, ia tentu akan selamat. Sayang, ia hanya mengandalkan kekuasan dan uang yang dia miliki. Meski nelayan itu tidak punya uang yang banyak, dia lebih tahu tentang kondisi cuaca dan laut. Dia punya pengalaman segudang tentang kondisi laut itu.

Selama hidup ini, kita masih membutuhkan pertolongan dan nasihat dari orang lain. Meski orang itu orang yang tampaknya lemah dan tak berdaya, tetapi dia juga memiliki pengalaman tentang hidup ini. Pengalaman sering lebih banyak berbicara tentang kehidupan ini.

Bantuan dari orang lain itu tidak berarti orang lain akan menghambat impian kita untuk meraih tujuan atau cita-cita hidup kita. Namun justru mereka akan menyelamatkan mimpi atau cita-cita kita. Karena itu, dibutuhkan sikap rendah hati dari diri kita untuk menerima setiap bantuan dari orang lain.

Orang beriman mesti selalu terbuka terhadap bantuan dari Tuhan dan sesama. Tuhan punya segudang rahmat dan berkat bagi kita. Sesama punya segunung pengalaman yang kita butuhkan untuk menjadi bekal bagi perjalanan hidup kita.

Mari kita berserah diri kepada Tuhan dengan menerima bantuan yang diberikan-Nya kepada kita. Dengan demikian, kita boleh mengalami damai dan sukacita dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT

Palembang – Kota Asap

04 April 2015

Aliran-Aliran Air Hidup

Tubuh Tuhan lemas tak berdaya dalam penyerahan total kepada Bapa. Begitu nafas terakhir Ia hembuskan, tertunduklah kepala-Nya ingin menyatukan diri-Nya dengan dunia yang telah Ia tebus.
     
Sudah selesaikah semuanya? Tidak! Masih ada rahmat istimewa yang Ia tinggalkan bagi umat Allah yang masih mengembara di dunia ini. Ia tinggalkan aliran-aliran air hidup bagi dahaga jiwa manusia.
  
Serdadu-serdadu serta merta menombak lambung Yesus, begitu mereka tahu bahwa Yesus sudah menghembuskan nafas terakhirNya. Apa yang terjadi? Tombak itu tidak hanya menembus lambung-Nya. Tombak itu merobek juga jantung-Nya. Darah dan air mengalir membasahi tubuh-Nya dan bumi manusia.

Tentu para prajurit itu terheran memandang Yesus yang telah mereka tikam. Mereka tidak tahu artinya. Mereka hanya melaksanakan tugas. Untung ada seorang lain yang menyaksikan peristiwa itu. Ia memberikan kesaksian mengenai kebenaran itu. Ia memandang kepada Dia yang telah mereka tikam. Pada pesta Pondok Daun di Yerusalem, Yesus sudah menyatakan bahwa kehidupan akan diperoleh manusia, kalau mereka mau minum dari aliran-aliran air hidup yang mengalir dari hati-Nya.
   
“Dan pada hari terakhir pada puncak perayaan itu, Yesus berdiridan berseru: ‘Barangsiapa haus, baiklah ia datang kepada-Ku dan minum! Barangsiapa percaya kepadaku, seperti yang dikatakan oleh Kitab Suci: Dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup...’” (Yoh 7:37-38).
    
Yesus meninggalkan aliran air hidup itu untuk dunia yang selalu haus akan kasih Allah. Dunia selalu membutuhkan seteguk air yang mengalir tenang dari hati-Nya yang lembut dan rendah hati. Air yang Dia berikan bukan air biasa seperti Musa yang memberi air kepada umat Israel di padang gurun. 
    
Yesus memberikan air yang tidak akan pernah binasa. Air yang Ia berikan itu mengalir tiada henti. Air itu merasuk setiap hati yang beku, agar menimba mata air hidup yang tidak pernah mati itu.
     
Yesus meninggalkan aliran air hidup dari hati-Nya itu untuk dunia.Siapa saja yang rindu meminumnya mesti datang kepada-Nya, karena Ia tidak pernah menolak setiap jiwa yang haus.

Dewasa Ini: Masih Ada Aliran Air Hidup
 
Setiap pagi seorang ibu selalu berdoa di depan salib di dalam gereja. Salib itu sangat besar. Tampak jelas sekali mahkota duri yang menusuk kepala Yesus. Lantas ada semacam aliran air yang mengalir dari lambung Yesus yang tertikam. Ibu itu melakukan doa itu usai misa harian. Matanya sering memandang ke lambung Tuhan Yesus yang tertikam.
   
Meski salib itu digantung agak tinggi, ia tetap mendongakkan kepala menatap lambung yang tertikam itu. Sementara itu mulutnya komat-kamit melantunkan doa-doa. Entah doa apa. Ia sungguh-sungguh khusyuk menikmati doa pagi usai misa pagi itu sementara umat yang lain khusyuk berdoa kepada Tuhan melalui Bunda Maria dengan menyalakan lilin di depan patung Bunda Maria.
   
“Ibu, mengapa ibu selalu menatap salib itu?” suatu kali saya bertanya kepadanya.

“Saya haus,” jawabnya singkat.

“Mengapa ibu haus?”

“Karena anak-anak saya kurang setia kepada Tuhan Yesus. Ada yang sering pergi ke gereja-gereja lain pada hari Minggu. Ada yang tidak mau ke gereja lagi pada hari Minggu,” tutur ibu itu memberikan alasan.
 
“Jadi?”
 
“Saya ingin menyegarkan rasa haus saya dari lambung Tuhan Yesus yang tertikam. Memandang saja lambung-Nya hati saya terasa disegarkan,” kata ibu itu sembari berjanji untuk membujuk anak-anaknya kembali ke Gereja Katolik.
  
Keesokan harinya, ia tetap berlutut di tempat yang sama memandang salib besar yang terpampang di sebelah kiri altar itu. Ia yakin, denganmemandang lambung Yesus yang tertikam, ia mampu menimba air kehidupan yangmengalir dari hati Tuhan Yesus.
 
“Anak-anak saya mulai sadar. Mereka mulai mau kembali ke Gereja Katolik,” cerita ibu itu suatu hari lain beberapa bulan kemudian.
   
“Reaksi ibu?”
   
“Saya senang sekali. Doa saya dikabulkan oleh Tuhan Yesus. Hari Minggu yang lalu kami sekeluarga duduk di satu deretan bangku di gereja. Usai misa saya mengajak mereka untuk berdoa .Kami bersama-sama memandang lambung Tuhan Yesus yang tertikam. Sungguh luarbiasa! Rasa haus saya sungguh-sungguh disegarkan oleh Tuhan Yesus sendiri,” tutur ibu itu sambil meneteskan air mata kebahagiaan.
   
Ibu dan keluarganya kemudian setiap pagi mengikuti Misa Kudus digereja. Tidak lupa mereka berlutut di hadapan salib Yesus untuk menimba aliran-aliran air hidup yang mengalir dari lambung-Nya yang sobek oleh tombak prajurit-prajurit yang bengis.
    
Aliran-aliran air hidup itu memang masih mengalir hingga kini. Ia tidak pernah berhenti mengalir, karena kasih-Nya tak pernah putus. Ia mengasihi semua orang termasuk para pendosa yang jahat sekalipun. Aliran air hidup yang mengalir itu juga menarik setiap hati yang dahaga, karena pengembaraan yang tak berujung. Tuhan Yesus tetap menantikan setiap orang yang dahaga untuk menimba air kehidupan dari hati-Nya. **

Frans deSales SCJ

02 April 2015

Inilah Anakmu, Inilah Ibumu

Jumat, 03 April 2015
Hari Jumat Agung --- Memperingati Sengsara dan Wafat Tuha
n
     

Yes. 52:13 - 53:12; Mzm. 31:2,6,12-13,15-16,17,25; Ibr. 4:14-16; 5:7-9; Yoh. 18:1-19:42 
    

 Dari ketinggian salib yang memuliakan-Nya, Sang Putra memandangi sang Bunda yang terpuruk dalam kepedihan sore yang mencekam dan sepi. Sang Bunda tercinta masih bersimbah air mata di kala sang Putra yang dikasihi tergantung di salib. Batinnya tersayat, bukan hanya sekadar oleh selembar sembilu. Tetapi sanubarinya terluka bagai ditusuk pedang ’samurai’.

Ramalan Simeon di kala ia mempersembahkan Sang Putra di Bait Allah itu tergenapi. Kini batinnya sungguh-sungguh tertikam sebilah tombak kekejaman. Karena itu, ia menangis meratapi putranya. Ia memandanginya dari bawah salib sambil menyerahkan Putranya ke dalam tangan Sang Bapa.
 
“Kenapa peristiwa keji ini mesti menimpa Engkau? Aku, ibumu, berada di sini siap menerimamu kembali ke dalam haribaanku,” barangkali itulah kata-kata yang pas ia ucapkan dari bibirnya yang gemetar.

“lbu, mengapa engkau menangis? Aku di atas salib ini sedang mengejawantahkan kehendak Bapa-Ku. Aku sudah dimuliakan, karena tugasku sudah purna,” kata Sang Putra, menghibur kepedihan batin sang Bunda.

Memang, Dia sudah mulia dengan memeluk salib yang berat itu. Kemuliaan-Nya semakin sempurna di kala korban-Nya diterima oleh Sang Bapa. Karenanya, Dia ingin agar Sang Bunda pun belajar daripada-Nya. Biarlah ia belajar berkorban, agar semakin banyak orang memperoleh keselamatan.

Caranya adalah dengan menyerahkan murid terkasih-Nya ke dalam tangan Sang Bunda. “Ibu, inilah anakmu,” kata-Nya dari atas kemuliaan-Nya.

Sang Bunda mesti belajar mencapai kemuliaan dengan menerima sesamanya dalam hidup sehari-hari. Hal itu sama seperti yang Dia lakukan ketika menerima semua orang yang datang kepada-Nya. “Hai perempuan, di manakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau? Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang,” kata Yesus kepada seorang perempuan yang hendak dirajam karena kedapatan berbuat zinah.

Inilah suatu contoh betapa kemuliaan yang Dia peroleh itu melalui suatu sikap penerimaan yang tulus terhadap kehendak Bapa. Hal itu Dia wujudkan dengan menerima kehadiran semua orang. Dan pada saat-saat terakhir, ketika Di amenyerahkan diri kepada orang-orang yang mau menangkapnya, Yesus dengan tegas melarang Petrus yang mencabut pedangnya. Dia tidak ingin kehendak Bapa-Nya terhalangi oleh kehendak pribadi-Nya sendiri.

“Sarungkanlah pedangmu; bukankah Aku harus meminum cawan yang diberikan Bapa kepada-Ku?” tandas-Nya kepada Petrus.
  
Di bawah salib kemuliaan itu, Sang Bunda sudah banyak belajar meminum cawan itu. Karena itu, ia rela menerima tugas menjadi ibu bagi semua orang. Ia mesti menimpa dirinya untuk menghadapi berbagai persoalan yang dihadapi anak-anaknya dalam pergulatan hidup di dunia ini. Ia mengajari anak-anaknya memberi makna terhadap setiap penderitaan, karena ia sendiri sudah menemukan makna penderitaan itu dalam diri Sang Putra.
  
Sejalan dengan Sang Bunda, sang manusia pun diberi tugas untuk memberi makna terhadap kehidupan ini. Bagi Tuhan Yesus, hidup bukan berakhir pada penderitaan. Justru penderitaan itu menjadi jalan menuju kemuliaan. Karenanya, Dia mengajak sang murid untuk merefleksikan lebih dalam mengenai hidup ini.

Untuk mencapai kemuliaan, orang mesti pula menerima Tuhan dan sesamanya. Karena itu, Yesus yang mulia di atas salib itu meminta kesediaan sang murid untuk menerima Bunda-Nya yang masih diselubungi dukacita. “Inilah ibumu,” katanya.

Reaksi murid itu sungguh luar biasa. Mulai hari itu, ia menerima Bunda Maria tinggal bersamanya. Tidak diceritakan sampai kapan mereka tinggal bersama. Namun tindakan murid itu menunjukkan bahwa ia rela menerima sesamanya yang menderita. Hanya melalui sikap menerima itu, ia mampu mendapatkan kemuliaan.

Dewasa Ini: Masih banyak Ibu yang Menderita

Suatu ketika seorang ibu tua mendatangi saya. Di tangannya ia memegang sebuah kantong plastik hitam berisi pakaian-pakaiannya. Air mata terus-menerus bercucuran dari matanya membasahi wajahnya yang penuh keriput itu.
 
“Tolong saya, romo. Saya diusir anak saya,” katanya sambil menyeka air matanya.
“Kenapa ibu diusir?”

“Kata anak saya, saya terlalu cerewet. Saya terlalu banyak menuntut. Jadi lebih baik saya tidak tinggal dirumahnya saja,” ibu itu berusaha menjelaskan.

Saya berusaha mengerti keadaan ibu itu. Setelah mengetahui nama dan alamat anaknya, saya mengajak ibu itu pulang ke rumahnya. Kami naik becak sampai di depan pintu rumah anaknya. Saya kaget luar biasa. Saya berhadapan dengan sebuah rumah yang besar dengan halaman luas. Pasti penghuninya bukan orang miskin atau pas-pasan.

“Sayang sekali rumah sebagus ini kurang dihiasi oleh cinta kasih. Masak seorang anak tega mengusir pergi ibu yang telah melahirkannya? Tetapi inilah kenyataan zaman,” kata saya dalam hati.

“Oh, romo. Baru pertama kali kesini?” tanya tuan rumah, seorang ibu muda, sambil mempersilakan saya duduk.

“Yah, pertama kali ini saya kesini. Mudah-mudahan saya tidak mengganggu,” kata saya.
“Sama sekali tidak, romo,” jawabnya singkat sambil menebarkan seutas senyum.

“Saya datang menghantar ibu Anda, dia baru saja mendatangi saya, karena ia mengaku diusir oleh anak kandungnya sendiri,” saya memulai pembicaraan.

lbu muda itu tampak tegang. Wajahnya yang ceria berubah menjadi pucat.

“Kenapa ibu saya, romo?” ia pura-pura bertanya.

“Yah, ibu Anda membutuhkan kasih darimu. Dia butuh diterima. Anda masih ingat kata-kata Tuhan Yesus sewaktu Ia ditinggikan di atas salib? Tuhan Yesus menyerahkan ibu-Nya kepada seorang murid-Nya. Murid itu menerima tanpa banyak kata,” saya mencecar ibu muda beranak dua itu.

“Maafkan saya, romo. Saya kilaf,” katanya sambil mencucurkan air mata penyesalan.

“Saya mengerti. Tetapi sekarang Anda mesti minta maaf dari ibu Anda. Katakan padanya bahwa Anda masih mencintainya,” saya berusaha memahaminya.

“Mama.....” ia berteriak sambil memeluk ibunya yang berdiri perlahan-lahan dari tempat persembunyiannya dibalik kursi yang saya duduki.

Rekonsiliasi pun terjadi. Kasih kembali mereka jalin. Sejak itu, saya tidak pernah mendengar lagi percekcokan di antara mereka. Terjadi suatu harmoni di antara mereka, karena mereka saling menerima sebagai murid-murid Tuhan Yesus.

Namun rekonsiliasi itu bukan berjalan tanpa peran Tuhan Allah yang lebih dahulu menerima kehadiran manusia, apa pun dosa yang telah mereka perbuat. Tuhan tidak pernah melupakan ciptaan-Nya. Kalau pun manusia melupakan Tuhan, Allah tidak akan pernah melupakannya. “Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, sehingga ia tidak menyayangi anak dari kadungannya? Sekalipun dia melupakannya, Aku tidak akan melupakan engkau,” Sabda Tuhan (Yes. 49:15).

Benar, Tuhan menghendaki agar kita tidak saling melupakan, karena kita adalah saudara-saudari yang mesti saling menerima. **

Frans de Sales SCJ

Aku Haus

Saat-saat terakhir penuh penderitaan itu diterima oleh Yesus sebagai suatu jawaban atas kehendak Bapa-Nya. Bapa menghendaki Dia melaksanakan korban salib itu untuk menebus dosa manusia. Melalui salib yang memuliakan-Nya, Yesus menyatukan kembali manusia dengan Allah. Dosa Adam yang lama dihapus oleh Yesus. Manusia memperoleh rahmat penebusan.

Dari atas salib Yesus masih berseru, “Aku haus!”
    
Perjalanan menuju Golgota menyita seluruh tenaga Yesus. Penyerahan diri-Nya di atas kayu salib masih membutuhkan kekuatan ekstra. Ia ingin menuntaskannya. Namun ia masih membutuhkan seteguk air yang bisa menyegarkan kerongkongan-Nya. Dahaga-Nya menuntut Dia untuk berseru meminta tolong kepada sesama manusia. Siapa tahu masih ada orang yang mau mendengarkan permohonannya. Dengan demikian, sisa-sisa terakhir hidup-Nya dapat memperkuat penyerahan diri-Nya secara total kepada Sang Bapa.

Soalnya, orang-orang yang berdiri di bawah salib itu justru kurang tanggap. Mereka justru memberikan anggur asam kepada-Nya. Mereka lebih mengutamakan kebencian dan balas dendam ketimbang memberikan seteguk air segar bagi Tuhan Yesus. Ia terpaksa menghisap anggur asam. Dan itulah yang menjadi saat terakhir.
     
Yesus merasa lelah, letih lesu dan tidak berdaya. Yesus seolah-olah merasa ditinggalkan oleh Bapa-Nya. Injil Matius melukikskan situasi ini dengan kata-kata yang bagus sekali, “Eloi, Eloi, lama sabaktani!” (Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?)
    
Yesus merasa ditinggalkan semua orang. Murid-murid yang dahulu begitu dekat dengan-Nya kini tercerai-berai mencari se!amat sendiri-sendiri. Padahal di saat-saat seperti itu, Ia sangat membutuhkan kehadiran dan dukungan mereka. Karena itu, seruannya itu bagai sebuah gugatan terhadap Bapa-Nya sendiri yang seolah-olah menutup telinga terhadap jeritan penderitaan-Nya.
 
Seolah-olah Ia putus asa menghadapi saat-saat terakhir hidup-Nya. Ternyata tidak! Justru dalam saat-saat seperti itu, Yesus tetap menampakkan konsistensi penyerahan diri-Nya kepada kehendak Bapa-Nya. 
   
Sesudah menghirup anggur asam itu Yesus berkata, “Sudah selesai.” Artinya, Yesus sudah menyelesaikan tugas perutusan-Nya ke dunia. Ia telahmengangkat seluruh umat manusia dari debu dosa. Ia berhasil mempertemukanmanusia dengan Allah dalam diri-Nya.

Dewasa ini: Yesus masih Haus
   
Suatu ketika seorang bapak yang pernah kaya raya mengeluh kepada saya, “Dulu ketika saya masih punya banyak uang dan barang-barang, banyak orang datang kepada saya. Tetapi lihat, apa yang terjadi sekarang? Mereka semua hilang entah ke mana.”
       
“Tetapi masih ada saya di sini. Anggap saja saya ini mewakili mereka yang banyak itu,” saya nyeletuk.

“Yah, tetapi kamu datang terlambat. Kamu tidak dapat apa-apa dari saya. Yang kamu dapatkan hanya keluhan demi keluhan,” katanya sambil memandangsaya dengan wajah yang sedih.

“Kata orang, teman sejati itu baru datang ketika sesamanya beradadalam penderitaan,” kata saya sambil melirik matanya yang sedih.
   
“Akh, itu hanya kata-kata hiburan saja. Tidak seharusnya begitu,” ia menandaskan.
    
Menurutnya, semestinya sahabat itu selalu hadir dalam untung dan malang. Memang, kini ia menghadapi kemalangan karena usaha-usahanya bangkrut. Tetapi semestinya sahabat-sahabatnya yang dulu dekat dengannya tidak serta merta meninggalkannya sendirian.
 
“Manusia itu kejam. Bahkan terhadap sesamanya yang pernah membantu mereka,” ia memecah keheningan.
  
Kini ia merasa dirinya seperti Tuhan Yesus yang tergantung di salib. Ia berteriak-teriak memohon pertolongan, namun orang-orang yang dahulu pernah ia bantu tidak muncul. Di mana mereka?
   
Bapa itu bagai sudah jatuh tertimpa tangga pula. Usaha-usahanyasudah bangkrut dan ia kehilangan teman-temannya yang tercerai-berai mencari selamat sendiri-sendiri. Kini ia tinggal bersama istrinya yang setiamenemaninya siang dan malam. Masih untung memang, istrinya tidak ikut meninggalkan dia.
   
Sebenarnya ia masih punya kekuatan dengan sejumlah uang tabungan dan beberapa hektar tanah. Tetapi ia tidak mau bangkit lagi begitu usaha utamanya dinyatakan bangkrut.
   
“Sekarang ini saya haus,” katanya. “Saya haus akan persahabatanyang tulus dengan sesama. Tampaknya saya sulit menemukan sahabat yang sejati.”
    
“Masih ada sahabat sejati. Hanya saja selama ini Anda belum menemukannya. Mungkin sahabat itu sudah ada,” saya berusaha memberikan semangathidup kepadanya.
   
Memang, dunia ini kurang menyediakan sahabat sejati bagi manusia. Dunia lebih menampilkan kisah-kisah pengkhianatan antar manusia. Karena itu,dunia tetap haus akan persahabatan sejati. Dunia tetap haus akan cinta kasih yang murni. Soalnya, siapa yang berani memberikan seteguk air segar bagi kerongkongan yang semakin mengering?
    
Yesus yang haus cuma mendapatkan anggur asam yang justru membantunya menyelesaikan tugas perutusan-Nya ke dalam dunia. Seteguk air segar juga akan sangat berguna bagi sesama yang haus secara rohani untuk melangkahkan kaki menuju Bapa. Soalnya, maukah orang kristiani menyediakan seteguk air bagi sesamanya yang haus? **

Frans de Sales SCJ