Apa sikap Anda ketika Anda mengalami kejatuhan dalam perjalanan hidup ini? Apakah Anda senantiasa memiliki sikap syukur atas anugerah Tuhan bagi hidup Anda?
Ada seorang teman menceritakan pengalaman hidupnya. Ia mengaku, sering ia merasakan keajaiban dalam hidupnya. Tidak pernah terpikir ia akan tinggal di kota besar dan bertemu orang-orang hebat, kenal dengan orang-orang kaya. Atau bergaul dengan para pemuka agama dan ikut menjadi saksi sejarah akan kejatuhan rezim Orde Baru yang sangat berkuasa dan ditakuti. Bahkan ia kemudian punya keluarga.
“Sepertinya semua berjalan begitu saja dan mengalir tanpa ada yang aneh. Tetapi ketika kesadaran itu muncul, saya mengakui ini semua adalah karya Tuhan yang luar biasa. Apalagi ketika datang ke Jakarta, saya hanya berbekal baju dan uang seadanya. Sungguh patut untuk saya syukuri. Saya tidak pernah berhenti untuk bersyukur,” kata teman itu.
Pernah ia memaksakan diri juga untuk melakukan sebuah perubahan yang belum saatnya untuk dilakukan. Tetapi akibatnya menjadi berantakan. Ketika itu, dasar fundamental keuangannya belum siap. Pengetahuan belum cukup dan pengalaman masih minim sekali. Ia tidak peduli terhadap masukan-masukan dari orang-orang lain. Ia memaksa untuk wiraswasta bersama teman-temannya. Namun ketika usaha itu gagal, efek yang ditimbulkan berakibat fatal. Yang paling menderita adalah keluarga.
“Semua tabungan habis dan hutang menjadi bertambah. Beberapa aset terpaksa dijual demi kelangsungan hidup,” katanya.
Baginya, ini semua pelajaran yang sangat berharga, karena punya telinga tetapi tuli. Punya mata tetapi buta dan punya perasaan tetapi mati. Karena itu, ia berusaha untuk mensyukuri setiap pemberian Tuhan. Ia berusaha untuk menerima apa yang telah dikaruniakan Tuhan kepadanya. Dengan demikian, ia mengalami damai dalam hidupnya. Ia boleh bangkit lagi dari keterpurukannya untuk meraih sukses.
Sahabat, banyak orang ingin meraih sukses yang setinggi-tingginya. Banyak orang seolah-olah merasa hidup ini belum memiliki makna kalau belum punya segala-galanya. Akibatnya, orang menjadi stress saat kegagalan menghadang cita-cita mereka. Mereka menjadi orang yang murung dalam hidup ini. Mereka menjadi orang yang tidak berdaya.
Kisah di atas mau mengatakan kepada kita bahwa setiap sikap syukur atas pemberian Tuhan akan menghasilkan banyak buah. Orang yang senantiasa bersyukur adalah orang yang tidak ingin meraih kesuksesan dalam hidupnya secara instan. Ia tidak ingin cepat-cepat memiliki apa saja yang dibutuhkannya demi hidupnya.
Orang beriman itu orang yang mengalami proses kehidupan. Orang seperti ini biasanya berani bergulat dengan dirinya sendiri. Orang yang mau berkorban untuk kebahagiaan dirinya. Ia senantiasa memperhitungkan penyertaan Tuhan dalam hidupnya.
Karena itu, yang dibutuhkan dalam hidup adalah hati yang senantiasa tidak tamak akan harta kekayaan. Mengapa? Karena kekayaan bukanlah jaminan kebahagiaan. Kekayaan hanya menjadi sarana untuk meraih kebahagiaan dalam hidup. Jadi kalau harta kekayaan itu tidak membuat orang bahagia, orang mesti meninggalkannya.
Mari kita mensyukuri kebaikan Tuhan dalam hidup kita. Dengan demikian, kita mengalami kebahagiaan bersama Tuhan. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
858
Ada seorang teman menceritakan pengalaman hidupnya. Ia mengaku, sering ia merasakan keajaiban dalam hidupnya. Tidak pernah terpikir ia akan tinggal di kota besar dan bertemu orang-orang hebat, kenal dengan orang-orang kaya. Atau bergaul dengan para pemuka agama dan ikut menjadi saksi sejarah akan kejatuhan rezim Orde Baru yang sangat berkuasa dan ditakuti. Bahkan ia kemudian punya keluarga.
“Sepertinya semua berjalan begitu saja dan mengalir tanpa ada yang aneh. Tetapi ketika kesadaran itu muncul, saya mengakui ini semua adalah karya Tuhan yang luar biasa. Apalagi ketika datang ke Jakarta, saya hanya berbekal baju dan uang seadanya. Sungguh patut untuk saya syukuri. Saya tidak pernah berhenti untuk bersyukur,” kata teman itu.
Pernah ia memaksakan diri juga untuk melakukan sebuah perubahan yang belum saatnya untuk dilakukan. Tetapi akibatnya menjadi berantakan. Ketika itu, dasar fundamental keuangannya belum siap. Pengetahuan belum cukup dan pengalaman masih minim sekali. Ia tidak peduli terhadap masukan-masukan dari orang-orang lain. Ia memaksa untuk wiraswasta bersama teman-temannya. Namun ketika usaha itu gagal, efek yang ditimbulkan berakibat fatal. Yang paling menderita adalah keluarga.
“Semua tabungan habis dan hutang menjadi bertambah. Beberapa aset terpaksa dijual demi kelangsungan hidup,” katanya.
Baginya, ini semua pelajaran yang sangat berharga, karena punya telinga tetapi tuli. Punya mata tetapi buta dan punya perasaan tetapi mati. Karena itu, ia berusaha untuk mensyukuri setiap pemberian Tuhan. Ia berusaha untuk menerima apa yang telah dikaruniakan Tuhan kepadanya. Dengan demikian, ia mengalami damai dalam hidupnya. Ia boleh bangkit lagi dari keterpurukannya untuk meraih sukses.
Sahabat, banyak orang ingin meraih sukses yang setinggi-tingginya. Banyak orang seolah-olah merasa hidup ini belum memiliki makna kalau belum punya segala-galanya. Akibatnya, orang menjadi stress saat kegagalan menghadang cita-cita mereka. Mereka menjadi orang yang murung dalam hidup ini. Mereka menjadi orang yang tidak berdaya.
Kisah di atas mau mengatakan kepada kita bahwa setiap sikap syukur atas pemberian Tuhan akan menghasilkan banyak buah. Orang yang senantiasa bersyukur adalah orang yang tidak ingin meraih kesuksesan dalam hidupnya secara instan. Ia tidak ingin cepat-cepat memiliki apa saja yang dibutuhkannya demi hidupnya.
Orang beriman itu orang yang mengalami proses kehidupan. Orang seperti ini biasanya berani bergulat dengan dirinya sendiri. Orang yang mau berkorban untuk kebahagiaan dirinya. Ia senantiasa memperhitungkan penyertaan Tuhan dalam hidupnya.
Karena itu, yang dibutuhkan dalam hidup adalah hati yang senantiasa tidak tamak akan harta kekayaan. Mengapa? Karena kekayaan bukanlah jaminan kebahagiaan. Kekayaan hanya menjadi sarana untuk meraih kebahagiaan dalam hidup. Jadi kalau harta kekayaan itu tidak membuat orang bahagia, orang mesti meninggalkannya.
Mari kita mensyukuri kebaikan Tuhan dalam hidup kita. Dengan demikian, kita mengalami kebahagiaan bersama Tuhan. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
858
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.