Pages

21 Desember 2013

Berani Bertanggung Jawab




Beranikah Anda bertanggung jawab atas apa yang Anda lakukan dalam hidup ini? Kalau Anda tidak berani, lalu siapa yang mesti bertanggungjawab atas perbuatan Anda?

Ada seorang ibu yang punya dua orang anak. Keduanya anak-anak yang rajin dan taat kepada orangtua mereka. Biasanya sang ibu memberi tugas kepada mereka untuk membeli minyak. Mereka selalu bergantian membeli minyak. Suatu hari, anak yang pertama terjatuh sambil membawa sebuah cerigen berisi minyak. Tumpah setengahnya.

Sampai di rumah, ia melapor, ”Bu, tadi saya terjatuh. Kaki saya terantuk. Akibatnya, minyak yang saya bawa tumpah. Setengahnya, bu.”

Seminggu kemudian, kejadian yang sama menimpa adiknya. Kali ini, ada sebuah motor yang menyenggol cerigen minyak yang dibawanya. Ia terjatuh bersama cerigen penuh minyak itu. Akibatnya, setengah dari minyak itu tumpah sia-sia. Ia merasa sangat sedih. Ia menangisi minyak yang hilang itu. Tapi apa mau dikata. Ia hanya bisa membawa pulang setengah cerigen minyak itu ke rumahnya.

Sampai di rumah, ia melapor, ”Ibu, saya minta maaf. Saya harus bertanggungjawab atas kesalahan yang telah saya lakukan.”

Ibunya bingung mendengar kata-kata anaknya. Lantas ia bertanya, ”Kesalahan apa, nak?”

Anak itu berkata, ”Saya tidak bisa menyelamatkan cerigen berisi minyak. Begitu saya disenggol motor, minyak itu tertumpah sebagian. Saya sudah berusaha sekuat tenaga untuk menyelamatkan seluruh minyak itu, tetapi saya tidak mampu. Saya siap menerima hukuman.”

Sahabat, dua peristiwa yang sama, tetapi ditanggapi secara berbeda. Anak pertama memandang peristiwa itu dari sudut yang negatif. Kalau sudah jatuh, ya sudah. Tidak perlu ada usaha untuk menyelamatkannya. Ia hanya menjalankan tugasnya. Yang penting ia sudah berhasil membawa minyak itu sampai ke rumahnya. Itu sudah cukup. Tentu hal ini bukan suatu keutamaan dalam hidup beriman.

Sedangkan anak yang kedua telah berusaha mati-matian untuk menyelamatkan minyaknya. Ia merasa bertanggung jawab atas tugas yang diberikan kepadanya. Karena itu, ia siap menerima hukuman atas keteledorannya.

Mochtar Lubis, seorang sastrawan dan penulis terkenal Indonesia, mengatakan bahwa ciri pertama orang Indonesia adalah tidak mau bertanggungjawab atas perbuatannya. Orang melempar tanggung jawab. Orang tidak berani mempertanggungjawabkan apa yang dilakukannya. Hal ini tampak dalam hidup sehari-hari. Misalnya, orang yang tidak mau bertanggungjawab atas perbuatannya biasanya mengalihkan tanggung jawab itu kepada orang lain. Ia akan bilang, “Ini bukan saya. Orang lain yang melakukannya.”

Sebagai orang beriman, tentu kita tidak ingin hal seperti ini terjadi atas diri kita. Orang beriman itu selalu berani mempertanggungjawabkan perbuatan yang dilakukannya. Orang yang dewasa dalam imannya adalah orang yang sungguh-sungguh mampu mempertanggungjawabkan imannya di hadapan Tuhan dan sesama. Dengan demikian, ia dapat menjadi kuat dalam imannya. Ia tidak mudah goyah oleh berbagai godaan yang datang kepadanya. Mari kita berusaha untuk bertanggung jawab atas apa yang kita lakukan. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT


1015

1 komentar:

Deen mengatakan...

Saya setuju dengan anda,dalam setiap perbuatan kita harus bertanggung jawab.

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.