Pages

07 Januari 2014

Berusaha tetap Setia kepada Tuhan




Kesetiaan sering mudah diucapkan, tetapi sulit dilaksanakan dalam hidup. Orang merasa begitu mudah untuk mengikrarkan kesetiaan itu di hadapan Tuhan dan sesama. Namun begitu hendak melaksanakan kesetiaan itu, orang mulai bingung. Orang tidak tahu mesti buat apa.

Ada seorang pembantu rumah tangga yang tampaknya sangat sibuk. Pagi-pagi ia sudah memegang sapu untuk menyapu halaman. Ia tampak rajin sekali. Tetapi di tangan kirinya ia selalu memegang HP kesayangannya. Dua tahun terakhir ini ia mulai menggunakan HP untuk berkontak dengan orang-orang yang dikenalnya.

Akibatnya, pendapatannya mulai berkurang. Kalau dulu ia masih bisa menyimpan gaji yang lumayan di akhir bulan, kini hanya tersisa sedikit. Untuk beli pulsa saja ia mesti menghabiskan hampir sebagian dari gajinya. Belum lagi ia mesti membeli barang-barang kebutuhan pribadinya. Kadang-kadang ia mengeluh tentang keadaan seperti itu. Tetapi ia tidak bisa menghentikan kebiasaannya untuk mengontak teman-teman atau kenalan-kenalan lain melalui HP.

Suatu hari, ia ditegur oleh ibunya di kampung. Ibunya mengeluh, karena uang kiriman dari putrinya itu tidak sesering dulu. Bahkan beberapa kali ibunya tidak mendapatkan apa-apa dari putrinya. Padahal ia mesti menghidupi tiga orang anaknya yang masih sekolah.

Pembantu rumah tangga itu kemudian mengambil keputusan yang drastis. Ia sadar bahwa hasil keringatnya untuk membiayai adik-adiknya di kampung. Ia sudah mengorbankan segalanya untuk kelangsungan hidup keluarganya. Ia berkorban untuk tidak sekolah demi adik-adiknya. Karena itu, ia memutuskan untuk menjual HP yang dimilikinya. Ia tidak mau lagi memboroskan gajinya hanya untuk hal-hal yang tidak berguna. Hasilnya, tiga kali sebulan ia mengirim uang untuk ibunya yang sudah janda itu. Adik-adiknya dapat bersekolah dengan baik dan tenang. Sang ibu tidak perlu terlalu cemas lagi.

Sahabat, banyak orang di zaman sekarang terkena penyakit afluenza yang menjangkiti masyarakat negara maju. Saat orang memiliki harta benda dan berbagai kemudahan hidup, mereka cenderung menjalani hidup yang konsumtif. Mereka juga mengejar kenikmatan bagi diri sendiri. Akibatnya, orang tidak lagi pikir tentang penghasilan dan pengeluaran.

Tampaknya penyakit afluenza ini sedang menjangkiti banyak orang di negeri ini. Banyak orang mulai mengubah gaya hidup. Kalau dulu orang mesti hidup hemat, sekarang orang ingin lebih menikmati hidup. Orang tidak peduli apakah penghasilannya cukup untuk hidup sebulan atau tidak. Yang penting enjoy saja dulu. Soal punya banyak hutang, itu soal kemudian.

Kisah di atas menunjukkan bahwa penyakit afluenza bisa menyerang siapa saja. Tidak pandang, apakah itu orang yang sudah makmur atau belum. Setiap orang yang punya kesempatan untuk menikmati hidup ini dengan cara hidup konsumtif, penyakit afluenza akan siap menyerang.

Sebagai orang beriman, kita mesti waspada terhadap hal ini. Kita mesti tetap bertahan untuk penuh perhitungan dalam menggunakan apa yang kita miliki. Kita tidak hidup hanya untuk hari ini. Kita juga tidak hidup untuk diri kita sendiri. Kita hidup untuk orang lain juga. Kita hidup untuk suatu masa yang panjang.

Mari kita berusaha untuk tetap setia pada iman kita yang sudah kita bangun bertahun-tahun. Kita ingin hidup sesuai dengan panggilan kita sebagai orang beriman. Kita ingin berjuang bersama Tuhan dan sesama dalam meraih kesuksesan dan kebahagiaan. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT


0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.