Entah karena terlalu lama bermain game perang yang menggunakan pedang, seorang anak kalap mengambil pedang dan menusuk keluarganya saat diminta berhenti bermain game.
Itulah yang terjadi di suatu pagi di Switzerland. Seorang anak berumur 19 tahun tak terima diminta berhenti bermain game kesukaannya oleh ibunya. Kesal, ia langsung mengambil pedang sepanjang 60 cm dan menusuk sang ibu layaknya menikam musuh di dalam game.
Kejadian itu sontak membuat kakak pemain game itu membela sang ibu. Alhasil, sang kakak juga terkena tusukan. Kedua korban segera dilarikan ke rumah sakit, karena menderita luka tusukan di tangan dan perut.
Beberapa hari kemudian kedua korban tersebut sudah membaik. Sang kakak sudah tak lagi dirawat, sementara ibunya masih dirawat untuk pengobatan lebih lanjut.
Tidak dijelaskan lebih detil, game apa yang sangat digandrungi remaja kalap itu. Hanya disebutkan, game tersebut merupakan Role Playing Game (RPG) yang banyak menggunakan pedang untuk membasmi musuh.
Saat ditangkap dan diperiksa, remaja itu dinyatakan sehat dan tidak menderita penyakit psikologis apapun. Perbuatannya itu murni karena marah dan kalap. Sebesar itukah pengaruh game kesukaannya hingga dapat 'terbawa' ke dalam kehidupan nyata?
Sesuatu yang sepele bisa membawa akibat fatal bagi kehidupan. Menegur anak sendiri yang terlalu berlebihan dengan hobbynya bisa saja membawa malapetaka. Untuk itu, orang mesti hati-hati.
Dalam kehidupan sehari-hari kita berjumpa dengan orang-orang yang begitu total dengan hobby-hobbynya. Misalnya, ada suami yang hobby memelihara burung-burung. Di waktu pagi, siang dan sore, ia mencurahkan perhatiannya untuk burung-burung peliharaannya. Ia begitu tenggelam dalam kehidupan burung-burung itu. Sering terjadi ia lebih peduli pada burung-burung itu daripada anak-anak atau istrinya. Prioritas perhatian untuk mereka semakin merosot. Akibatnya, relasi mereka menjadi renggang. Padahal anak-anaknya membutuhkan perhatian yang lebih untuk pertumbuhan kepribadian mereka.
Ada banyak dalih yang akan keluar dari mulut suami itu kalau diingatkan oleh istrinya tentang perhatian bagi anak-anaknya. Ia akan membela diri. Misalnya, ia akan mengatakan bahwa perhatian untuk anak-anak bisa dilakukan oleh ibu atau guru-guru di sekolah. Nanti kalau anak-anak yang sudah mulai menyeleweng dari kaidah-kaidah kehidupan bersama, lalu ia mulai sadar. Syukur-syukur kesadaran itu muncul sebelum penyelewengan itu belum terlalu jauh. Tetapi kalau sudah terlalu jauh akan berakibat fatal bagi kehidupan anak-anak itu.
Sebagai orang beriman, kita ingin agar kita memiliki prioritas-prioritas dalam hidup ini. Kita ingin menempatkan hal yang paling utama dalam hidup kita. Hal-hal lain yang menjadi pendukung hidup kita bukan menjadi prioritas perhatian kita. Untuk itu, keluarga-keluarga mesti duduk bersama menentukan prioritas apa yang menjadi perhatian mereka dalam kehidupan bersama. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.
180
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.