Ada seekor tikus yang hidup mewah di bawah lumbung. Dasar lumbung itu sedikit berlubang, sehingga setiap hari selalu ada butir-butir padi yang jatuh ke lantai bawahnya. Dengan demikian, setiap hari tikus itu dapat makan kenyang. Tikus itu dapat hidup makmur dan ia bangga sekali akan nasib baiknya.
Pada suatu hari, tikus itu mau menunjukkan kemakmuran dan keberuntungan hidupnya kepada tikus-tikus lain. Ia mengundang teman-temannya, agar malam berikutnya datang ke tempat tinggalnya untuk makan malam. Agar tersedia cukup makanan bagi tikus-tikus yang diundang, dua malam sebelum acara pesta makan itu, tikus itu membuat lubang pada dasar lumbung menjadi lebih besar. Tujuannya agar lebih banyak butir-butir padi yang jatuh ke lantai.
Namun pada hari berikutnya, pemilik lumbung itu menemukan lubang besar itu lalu menutupnya rapat-rapat sehingga pada hari menjelang malam pesta itu tidak lagi ada butir padi yang jatuh ke lantai di bawah lumbung.
Pada malam hari yang sudah ditetapkan untuk pesta makan, banyak tikus berdatangan ke bawah lumbung tempat tinggal tikus. Tetapi tidak ada butir-butir padi di bawah lumbung itu. Dengan demikian, gagallah pesta makan malam itu. Alangkah malunya tikus penghuni bawah lumbung itu, sementara tikus-tikus tamu pergi meninggalkan tempat pesta. Ada yang tersenyum, tertawa, menggerutu, mengumpat menurut keberanian, kebiasaan dan gaya masing-masing.
Ada dari antara kita yang sering membanggakan sesuatu yang kita anggap hebat. Seorang bapak menceritakan anaknya yang meraih berbagai prestasi dalam hidupnya. Dengan menceritakan kehebatan anaknya, ia merasa harga dirinya diangkat. Ia menjadi bangga. Ia dapat menepuk dadanya keras-keras begitu mendengar pujian yang dilontarkan oleh orang-orang kepadanya. Sebaliknya ia menjadi loyo, kalau tidak ada yang memujinya.
Kalau ada orang yang tahu persis tentang anaknya, misalnya ternyata anaknya tidak punya prestasi apa-apa, ia menjadi malu. Atau ia berkelit kepada sesuatu yang lain. Ini yang namanya kesombongan palsu. Biasanya orang yang punya prestasi tinggi itu cenderung merendahkan diri di hadapan orang lain. Orang yang tidak mau gembar-gembor.
Kisah tikus yang sombong karena berlimpah makanan tadi dapat menjadi contoh bagi kita. Sebagai orang beriman, kita mesti tetap menunjukkan kerendahan hati kita kepada sesama. Memang ada begitu banyak keahlian dan kemampuan yang kita miliki. Namun semua itu mesti kita gunakan untuk menggembirakan orang lain tanpa rekayasa. Semua yang ada pada diri kita dapat menjadi suatu kesaksian bahwa Tuhan begitu mencintai hidup kita. Tuhan tetap memenuhi hidup kita dengan kebaikan-kebaikan dan rejeki sehari-hari. Mari kita hidup baik di hadapan Tuhan dan sesama. **
Frans de Sales, SCJ
NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.
175
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.