Suatu hari dua orang sahabat sepakat untuk mengadakan perjalanan jauh bersama-sama. Mereka sahabat karib yang telah mengenal satu sama lain bertahun-tahun. Yang satu, beranji kepada yang lain, "Aku akan mendampingimu dalam kesulitan dan kegembiraan. Apa pun yang terjadi aku tetap bersamamu lebih-lebih dalam kesulitan di perjalanan."
Teman yang kedua, yang sedikit lemah dan penakut sangat senang mendengar janji itu. Mereka kemudian bepergian bersama-sama. Dalam perjalanan itu mereka harus melewati sebuah hutan lebat. Karena janji itu, teman yang lemah tidak takut. Akan tetapi, sesudah setengah perjalanan tiba-tiba muncul dari kejauhan seekor beruang besar. Segera teman yang kuat itu memanjat sebatang pohon untuk menyelamatkan diri, meninggalkan temannya. Teman yang lemah tidak dapat mengikuti apa yang dilakukan oleh teman yang kuat. Di saat panik itu tiba-tiba muncul gagasannya. Dia segera berbaring di tanah pura-pura mati. Dia menutup matanya rapat-rapat dan tidak berani bernafas.
Teman yang di atas pohon mengamati beruang mendekati sahabatnya. Beruang melangkah ke tempat orang itu berbaring, berjalan mengelilinginya, berhenti sesaat dekat telinganya dan dengan tenang pergi menghilang. Dengan rasa lega teman yang berada di pohon itu turun, sementara yang satunya duduk.
"Aku mengamati beruang itu tampaknya membisikkan sesuatu kepadamu," kata teman yang lebih kuat.
"Ya, beruang itu berbisik bahwa begitu bodohnya aku mempercayai engkau," jawab orang itu dengan sikap dingin.
Sebuah janji mesti ditepai. Mengapa? Karena janji itu adalah utang yang mesti dilunasi. Kalau tidak, sebuah janji hanya meninggalkan rasa tidak damai di dalam hati seseorang. Kisah di atas mau menunjukkan bahwa sebuah janji yang tidak ditepati itu sangat menyakitkan hati. Suatu persahabatan bisa putus gara-gara janji yang tidak ditepati itu. Karena itu, orang mesti berani bertanggung jawab atas janji yang diucapkannya itu.
Dalam kehidupan berkeluarga ada janji perkawinan. Janji ini mesti ditepati oleh suami istri, agar hidup berkeluarga tetap harmonis. Kesetiaan pada janji perkawinan yang sudah diucapkan itu memberikan suatu bobot tersendiri dalam hidup berkeluarga. Dalam kesetiaan itu terjadi suatu suasana saling percaya. Ada kepastian dalam membangun hidup berkeluarga, karena suami istri saling percaya dan setia pada janji.
Keluarga seperti ini biasanya sebuah keluarga yang sungguh-sungguh menghayati iman kepada Tuhan. Sebuah keluarga yang tidak hanya mengandalkan kekuatannya sendiri dalam membangun hidup berkeluarga. Sebuah keluarga yang yakin bahwa tanpa bantuan Tuhan mereka tidak bisa berdaya.
Sebagai orang beriman, kita diajak untuk tetap setia pada janji yang telah kita ucapkan apa pun kondisi hidup kita. Hanya dengan setia dan menepati janji itu kita akan mendapatkan kepercayaan dari orang-orang di sekitar kita. Mari kita berusaha untuk tetap setia pada janji yang telah kita ucapkan. Kita laksanakan janji-janji itu demi kedamaian dan keharmonisan dalam hidup bersama. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.
168
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.