Dahulu, di sebuah desa kecil yang terpencil, ada sebuah rumah yang dikenal dengan nama "Rumah Seribu Cermin." Suatu hari, seekor anjing kecil sedang berjalan-jalan di desa itu dan melintasi Rumah Seribu Cermin itu. Ia tertarik pada rumah itu dan memutuskan untuk masuk dan melihat-lihat apa yang ada di dalamnya.
Sambil melompat-lompat ceria, ia menaiki tangga rumah dan masuk melalui pintu depan. Telinganya terangkat tinggi-tinggi. Ekornya bergerak-gerak secepat mungkin. Betapa terkejutnya ia ketika masuk ke dalam rumah. Ia melihat ada seribu wajah ceria anjing-anjing kecil dengan ekor yang bergerak-gerak cepat. Ia tersenyum lebar. Seribu wajah anjing kecil itu juga membalas dengan senyum lebar, hangat dan bersahabat.
Ketika ia meninggalkan rumah itu, ia berkata pada dirinya sendiri, “Tempat ini sangat menyenangkan. Suatu saat, aku akan kembali mengunjunginya sesering mungkin.”
Sesaat setelah anjing itu pergi, datanglah anjing kecil yang lain. Namun, anjing yang satu ini tidak seceria anjing yang sebelumnya. Ia juga memasuki rumah itu. Dengan perlahan ia menaiki tangga rumah dan masuk melalui pintu. Ketika berada di dalam, ia terkejut melihat ada seribu wajah anjing kecil yang muram dan tidak bersahabat. Segera saja ia menyalak keras-keras dan dibalas juga dengan seribu gonggongan yang menyeramkan. Ia merasa ketakutan dan keluar dari rumah sambil berkata pada dirinya sendiri, “Tempat ini sungguh menakutkan. Aku takkan pernah mau kembali ke sini lagi.”
Kita senantiasa berhadapan dengan wajah-wajah dalam hidup ini. Ada wajah yang seram, namun hatinya baik. Ada wajah yang ramah, namun bisa saja hatinya penuh dengan iri dan dengki. Tampilan wajah-wajah itu pun tidak sama setiap saat. Bahkan sebuah wajah itu bisa berubah-ubah dalam berbagai situasi.
Karena itu, kita dituntut untuk memiliki kepekaan yang tinggi untuk menafsirkan makna dari wajah-wajah itu. Hidup bersama akan menjadi lebih indah dan harmonis, kalau kita mampu menangkap makna dari wajah-wajah itu. Bisa jadi tampilan wajah seseorang merupakan cermin dari wajah kita sendiri. Kita mesti tanggap ketika wajah seseorang sedang cemberut kepada kita. Menurut survei, anak-anak jaman sekarang sulit sekali menangkap makna wajah ayahnya yang sedang cemberut. Mereka juga sulit sekali mengerti ketika ibu mereka sedang menasihati dan memarahi.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena anak-anak jaman sekarang kurang punya kepekaan terhadap lingkungan di sekitarnya. Yang mereka pelajari di sekolah adalah ilmu pasti yang tidak butuh penafsiran atas yang tampak. Yang tampak itulah yang ada.
Karena itu, sebagai orang beriman, kita diajak untuk senantiasa mencari makna dari apa yang tampak. Ada apa di balik senyum manis yang tersungging di wajah seseorang? Kepekaan terhadap situasi di sekitar kita merupakan hal penting dalam hidup kita. Dengan kepekaan itu, kita dapat mengerti tentang situasi hidup sesama kita. Mari kita berusaha untuk semakin peka akan dunia sekeliling kita. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.
178
Sambil melompat-lompat ceria, ia menaiki tangga rumah dan masuk melalui pintu depan. Telinganya terangkat tinggi-tinggi. Ekornya bergerak-gerak secepat mungkin. Betapa terkejutnya ia ketika masuk ke dalam rumah. Ia melihat ada seribu wajah ceria anjing-anjing kecil dengan ekor yang bergerak-gerak cepat. Ia tersenyum lebar. Seribu wajah anjing kecil itu juga membalas dengan senyum lebar, hangat dan bersahabat.
Ketika ia meninggalkan rumah itu, ia berkata pada dirinya sendiri, “Tempat ini sangat menyenangkan. Suatu saat, aku akan kembali mengunjunginya sesering mungkin.”
Sesaat setelah anjing itu pergi, datanglah anjing kecil yang lain. Namun, anjing yang satu ini tidak seceria anjing yang sebelumnya. Ia juga memasuki rumah itu. Dengan perlahan ia menaiki tangga rumah dan masuk melalui pintu. Ketika berada di dalam, ia terkejut melihat ada seribu wajah anjing kecil yang muram dan tidak bersahabat. Segera saja ia menyalak keras-keras dan dibalas juga dengan seribu gonggongan yang menyeramkan. Ia merasa ketakutan dan keluar dari rumah sambil berkata pada dirinya sendiri, “Tempat ini sungguh menakutkan. Aku takkan pernah mau kembali ke sini lagi.”
Kita senantiasa berhadapan dengan wajah-wajah dalam hidup ini. Ada wajah yang seram, namun hatinya baik. Ada wajah yang ramah, namun bisa saja hatinya penuh dengan iri dan dengki. Tampilan wajah-wajah itu pun tidak sama setiap saat. Bahkan sebuah wajah itu bisa berubah-ubah dalam berbagai situasi.
Karena itu, kita dituntut untuk memiliki kepekaan yang tinggi untuk menafsirkan makna dari wajah-wajah itu. Hidup bersama akan menjadi lebih indah dan harmonis, kalau kita mampu menangkap makna dari wajah-wajah itu. Bisa jadi tampilan wajah seseorang merupakan cermin dari wajah kita sendiri. Kita mesti tanggap ketika wajah seseorang sedang cemberut kepada kita. Menurut survei, anak-anak jaman sekarang sulit sekali menangkap makna wajah ayahnya yang sedang cemberut. Mereka juga sulit sekali mengerti ketika ibu mereka sedang menasihati dan memarahi.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena anak-anak jaman sekarang kurang punya kepekaan terhadap lingkungan di sekitarnya. Yang mereka pelajari di sekolah adalah ilmu pasti yang tidak butuh penafsiran atas yang tampak. Yang tampak itulah yang ada.
Karena itu, sebagai orang beriman, kita diajak untuk senantiasa mencari makna dari apa yang tampak. Ada apa di balik senyum manis yang tersungging di wajah seseorang? Kepekaan terhadap situasi di sekitar kita merupakan hal penting dalam hidup kita. Dengan kepekaan itu, kita dapat mengerti tentang situasi hidup sesama kita. Mari kita berusaha untuk semakin peka akan dunia sekeliling kita. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.
178
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.