Apa yang akan Anda lakukan, saat Anda berhadapan dengan sesama Anda yang banyak bicara? Anda biarkan saja? Anda cuek saja? Atau Anda mengambil ide-idenya untuk melakukan berbagai hal yang baik bagi kehidupan ini?
Sudah lima bulan ini, seorang teman saya tidak mau menonton televisi lagi. Ia mogok. Bahkan layar televisi yang ada di rumahnya dia tutup dengan kertas putih. Ia mau berdiam diri saja. Ia tidak mau mendengarkan obrolan-obrolan para politisi di televisi. Menurutnya, para politisi itu hanya mengumbar ide-ide. Mereka lebih banyak bicara. Mereka tidak punya telinga untuk mendengarkan suara rakyat, meski mereka selalu mengklaim bahwa mereka selalu peduli terhadap kepentingan rakyat.
Nyatanya, menurut teman saya itu, banyak kejanggalan terjadi di negeri ini. Ada korupsi yang dibiarkan terus-menerus berlangsung. Padahal ada puluhan juta rakyat Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan. Anehnya lagi, rakyat yang berusaha mati-matian untuk memenuhi kebutuhan mereka, tetapi para politisi itu menyetujui pemungutan pajak.
Melihat situasi seperti itu, teman saya itu kesal. Ia protes. Ia mogok. Langkah selanjutnya adalah ia merencanakan untuk tidak mau bayar pajak. Ia tahu bahwa hal ini melanggar peraturan. Tetapi ia lakukan itu demi tegaknya keadilan. Apalagi selama ini ia sering ditekan oleh petugas pajak untuk menyuap.
Ia berkata, “Saatnya kita harus ambil tindakan. Kita tidak bisa biarkan praktek-praktek kejahatan merajalela terus-menerus.”
Sahabat, ada orang-orang yang lebih suka berbicara daripada melakukan hal-hal yang berguna bagi kehidupan bersama. Orang yang banyak bicara merasa lebih hebat daripada yang sedikit bicara. Soalnya adalah apakah yang dibicarakan itu demi kebahagiaan bersama? Atau yang dibicarakan itu hanya untuk kesenangan pribadi?
Mungkin baik kita mengikuti usulan untuk mendengar lebih banyak dan berbicara lebih sedikit. Mendengar membuat kita belajar banyak hal dari orang lain. Orang yang banyak bicara memberikan ide-ide bagi kita. Kita mendapatkan berbagai masukan bagi karya kita. Karena itu, kita tidak perlu menggerutu saat ada orang di sekitar kita yang banyak bicara. Kita tidak perlu mogok untuk mendengarkan orang lain yang berbicara banyak itu.
Mendengar juga memungkinkan kita untuk membangun hubungan yang lebih baik dengan sesama kita. Mungkin kita akan mudah membangun relasi yang berguna bagi hidup kita. Dengan cara demikian, kita menjadi orang yang punya banyak sahabat.
Kisah teman saya di atas menjadi suatu pertimbangan yang baik juga. Ia punya sikap yang tegas. Tetapi kurangnya adalah ia mudah mogok. Ia berhenti untuk melakukan sesuatu yang baik bagi sesamanya. Ia memilih untuk bersikap pasif. Semestinya ia mulai membangun relasi dengan sesamanya. Dengan demikian, ia memiliki banyak kemungkinan untuk melakukan hal-hal yang baik bagi hidupnya dan sesamanya.
Orang beriman mesti berani memberikan solusi bagi suatu situasi yang kurang baik. Bukannya mengambil sikap mogok dan tidak melakukan hal-hal yang baik bagi sesama. Mari kita tetap berusaha untuk mendengarkan banyak dan berbuat banyak bagi kehidupan. Dengan demikian, hidup ini menjadi suatu kesempatan untuk membahagiakan diri dan orang lain. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales SCJ
Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT
1028
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.