Pages

02 April 2015

Akulah Roti Kehidupan

Tubuh Tuhan tak bernyawa masih tergantung di atas salib. Dukacita telah usai, karena kemenangan telah dicapai dalam kemuliaansalib. Paripurnalah sudah pergumulan hidup Yesus dalam menuntaskan tugas perutusan-Nya ke dalam dunia.
  
Ratap tangis para perempuan yang mengikuti jalan salib Tuhan telah berubah menjadi kegembiraan. Mengapa? Karena Tuhan Yesus telah menang atas dosa. Iblis telah dihancurleburkan melalui perjalanan salib yang mengerikan itu. “Sesungguhnya kamu akan menangis dan meratap, tetapi dunia akan bergembira; kamu akan berdukacita, tetapi dukacitamu akan berubah menjadi sukacita,” sabda Yesus kepada para rasul yang dikasihi-Nya (Yoh 16:20).
 
Sukacita itu memiliki suatu dasar alasan yang kuat, yaitu karyapenebusan yang telah dituntaskan Tuhan Yesus di atas kayu salib. Manusia kembali memiliki hidup berkat penyerahan diri Sang Guru kepada kehendak Bapa. “Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku,” kata Yesus.
   
Suatu penyerahan diri yang menjadikan manusia menemukan kembali hakekat hidupnya sendiri sebagai citra Allah dalam persatuan dengan Allah. Dalam Tuhan Yesus, manusia berjumpa kembali dengan Allah. 
 
Tubuh yang lunglai tak bernyawa itu kini menjadi roti kehidupanbagi manusia. “Inilah TubuhKu yang diserahkan bagi kamu,” sabda Yesus ketika merayakan Ekaristi bersama para murid-Nya dalam Perjamuan Malam Terakhir (Luk 22:19).
   
Tubuh Tuhan itu kini menjadi milik manusia. Ketika manusia menerimanya sebagai santapan bagi kehidupan, manusia menyatakan kasih dansetianya kepada Dia yang telah dimuliakan di puncak gunung Kalvari. Tubuh Tuhan itu menjadi bekal perjalanan hidup manusia dalam pengembaraannya di dunia ini.
   
Tuhan telah menyediakan bagi manusia yang tertebus suatu rezeki yang tidak pernah binasa. “Aku berkata kepadamu, bukan Musa yang memberikan kamu roti dari sorga, melainkan Bapa-Ku yang memberikan kamu roti yang benardari sorga. Karena roti yang dari Allah ialah roti yang turun dari sorga dan yang memberi hidup kepada dunia,” kata Yesus kepada orang-orang Yahudi yang masih berpandangan bahwa Musa-lah yang memberi mereka manna di padang gurun.
   
Yesus memberikan jaminan kepada manusia bahwa manusia yang datang kepada-Nya akan memperoleh hidup yang kekal. Apalagi kedatangan manusia itu untuk menerima tubuh Tuhan sendiri. Dunia mendapatkan hidup dari Tubuh Tuhan sendiri yang tanpa banyak kata memberikan seluruh hidup-Nya bagi manusia. 
  
“Akulah roti hidup. Nenek moyangmu telah makan manna di padang gurun dan mereka telah mati. Inilah roti yang turun dari sorga: Barangsiapa makan daripadanya, ia tidak akan mati. Akulah roti hidup yang turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah Daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia” (Yoh 6:48-51).
   
Yesus kembali menegaskan bahwa menyambut Tubuh-Nya dan memakan pemberian-Nya manusia tidak akan mengalami kebinasaan. Bahkan manusia akan memperoleh hidup untuk selama-lamanya. Bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi? Hal ini bisa terjadi, kalau manusia memiliki iman kepada Tuhan Yesus yangmemberikan diri-Nya untuk hidup manusia itu.
  
Berulang kali Yesus menandaskan kepada orang banyak yang mengikuti-Nya untuk percaya kepadaNya. Ia membuka mata hati mereka untuk menerima bahwa Ia diutus oleh Bapa untuk menebus dosa manusia. Namun manusia sering kali menolak Tuhan Yesus sebagai satu-satunya penyelamat umat manusia.
 
“.... hendaklah kamu percaya kepada Dia yang telah diutus Allah.... sesungguhnya barangsiapa percaya, ia mempunyai hidup yang kekal,” kata Yesus kepada orang banyak yang masih mempersoalkan kehadiran-Nya (Yoh 6:29;47).
  
Karena itu, Tuhan Yesus menuntut sikap iman yang benar kepada-Nya. Keterbukaan hati manusia terhadap kehadiran Tuhan Yesus menjadi kunci utama untuk mempunyai hidup yang kekal.

Dewasa Ini: Roti Itu masih Ada

Sejak masih muda Yustinus, sebut saja begitu namanya, tidak pernah absen mengikuti Perayaan Ekaristi setiap pagi. Kalau dia tidak hadir dalam Ekaristi di gereja parokinya, itu karena ia menderita sakit berat atau bepergian jauh. Baginya, tiada hari ia lewatkan tanpa memulai dengan menyambut Tubuh Tuhan.
    
“Sudah sejak masih anak-anak saya melakukan ini. Waktu kecil saya sering menjadi misdinar setiap pagi. Mungkin pastor sampai bosan melihat saya mendampingi dia setiap pagi,” kata Yustinus yang kini berusia 80 tahun itu.
    
Meski sudah berusia 80 tahun, Yustinus masih tetap ke gereja setiap pagi. Bahkan kini ia didampingi sang istri tercinta yang juga sudah mulai mengikuti Ekaristi setiap pagi sejak 10 tahun lalu. Mereka tampak bahagia usai menyambut Tubuh Tuhan Yesus.
 
“Mungkin banyak orang masih mempertanyakan apa manfaatnya mengikuti Ekaristi setiap pagi. Saya tidak mempertanyakannya lagi, karena inilah sumber hidup saya,” tutur Yustinus yang pensiunan guru itu.
   
Bagi Yustinus, menerima Tubuh Tuhan berarti memperoleh bekal hidup bagi perjalanan hidupnya. Ia merasakan bahwa hidup tanpa Tuhan Yesus segalanya tiada berarti. Hidup bersama Tuhan Yesus memberikan makna yang mendalam bagi pergumulan hidupnya sehari-hari.
  
“Saya yakin saya selalu disertai oleh Tuhan Yesus. Tuhan Yesus tidak akan pernah meninggalkan saya,” tandas Yustinus sambil melempar seutassenyumnya.
  
Keyakinannya akan penyertaan Tuhan itu membuat Yustinus senantiasa setia mengikuti Perayaan Ekaristi. Ia mengaku bahwa tubuh Kristus sungguh-sungguh menguatkan perjalanan hidupnya sebagai seorang kristiani.
 
Ternyata Tubuh Kristus yang Ia sambut setiap pagi itu menguatkannya dalam kehidupan sehari-hari sebagai anggota masyarakat didesanya. Menurut masyarakat, Yustinus sangat rajin dalam kegiatan-kegiatan dikampungnya.
   
“Bapak Yustinus itu sangat rajin, kalau ada kegiatan di kampung ini. Walaupun sudah tua, dia tetap datang untuk memberikan dukungan sewaktu anggota masyarakat lain mengadakan kegiatan,” kata Ibu Ani yang tetangga Yustinus itu.
  
Kehadirannya yang aktif dalam masyarakat di kampungnya ia timba dari Tuhan Yesus sendiri. Ia yakin, sewaktu hidup di Palestina Tuhan Yesus juga aktif di dalam kehidupan masyarakat. “Buktinya, Tuhan Yesus juga datang kepesta perkawinan di Kana. Di sana Ia sangat peduli terhadap tuan rumah yang kehabisan anggur,” kata Yustinus mengenai alasan keterlibatannya dalam kehidupan bermasyarakat.
   
Tubuh Tuhan Yesus memang menguatkan Yustinus dalam perjalanan hidupnya. Ia pun merasa tidak pernah bosan menerima Tubuh Tuhan itu meski setiap pagi ia lakukan itu. Mengapa? Karena Yesus adalah roti kehidupan. “Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi,” sabda Tuhan Yesus (Yoh 6:35).
   
Yustinus tetap meyakini bahwa Tuhan Yesus adalah roti hidup yang memberi dia kehidupan kekal. Roti hidup itu telah mengajaknya untuk melibatkan diri dalam kehidupan bersama sesama. Ia menjadi peduli terhadap sesama di sekitarnya yang membutuhkan bantuannya. Berani menerima atau menyambut Tubuh Tuhan berarti berani pula memberikan diri bagi sesama. Yustinus telah mempraktikkan ajaran Tuhan Yesus yang memberikan nyawa-Nya bagi hidup dunia. Roti itu masih ada sampai sekarang! **

Frans de Sales SCJ

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.