Tubuh Tuhan lemas tak berdaya dalam penyerahan total kepada Bapa. Begitu nafas terakhir Ia hembuskan, tertunduklah kepala-Nya ingin menyatukan diri-Nya dengan dunia yang telah Ia tebus.
Sudah selesaikah semuanya? Tidak! Masih ada rahmat istimewa yang Ia tinggalkan bagi umat Allah yang masih mengembara di dunia ini. Ia tinggalkan aliran-aliran air hidup bagi dahaga jiwa manusia.
Serdadu-serdadu serta merta menombak lambung Yesus, begitu mereka tahu bahwa Yesus sudah menghembuskan nafas terakhirNya. Apa yang terjadi? Tombak itu tidak hanya menembus lambung-Nya. Tombak itu merobek juga jantung-Nya. Darah dan air mengalir membasahi tubuh-Nya dan bumi manusia.
Tentu para prajurit itu terheran memandang Yesus yang telah mereka tikam. Mereka tidak tahu artinya. Mereka hanya melaksanakan tugas. Untung ada seorang lain yang menyaksikan peristiwa itu. Ia memberikan kesaksian mengenai kebenaran itu. Ia memandang kepada Dia yang telah mereka tikam. Pada pesta Pondok Daun di Yerusalem, Yesus sudah menyatakan bahwa kehidupan akan diperoleh manusia, kalau mereka mau minum dari aliran-aliran air hidup yang mengalir dari hati-Nya.
“Dan pada hari terakhir pada puncak perayaan itu, Yesus berdiridan berseru: ‘Barangsiapa haus, baiklah ia datang kepada-Ku dan minum! Barangsiapa percaya kepadaku, seperti yang dikatakan oleh Kitab Suci: Dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup...’” (Yoh 7:37-38).
Yesus meninggalkan aliran air hidup itu untuk dunia yang selalu haus akan kasih Allah. Dunia selalu membutuhkan seteguk air yang mengalir tenang dari hati-Nya yang lembut dan rendah hati. Air yang Dia berikan bukan air biasa seperti Musa yang memberi air kepada umat Israel di padang gurun.
Yesus memberikan air yang tidak akan pernah binasa. Air yang Ia berikan itu mengalir tiada henti. Air itu merasuk setiap hati yang beku, agar menimba mata air hidup yang tidak pernah mati itu.
Yesus meninggalkan aliran air hidup dari hati-Nya itu untuk dunia.Siapa saja yang rindu meminumnya mesti datang kepada-Nya, karena Ia tidak pernah menolak setiap jiwa yang haus.
Dewasa Ini: Masih Ada Aliran Air Hidup
Setiap pagi seorang ibu selalu berdoa di depan salib di dalam gereja. Salib itu sangat besar. Tampak jelas sekali mahkota duri yang menusuk kepala Yesus. Lantas ada semacam aliran air yang mengalir dari lambung Yesus yang tertikam. Ibu itu melakukan doa itu usai misa harian. Matanya sering memandang ke lambung Tuhan Yesus yang tertikam.
Meski salib itu digantung agak tinggi, ia tetap mendongakkan kepala menatap lambung yang tertikam itu. Sementara itu mulutnya komat-kamit melantunkan doa-doa. Entah doa apa. Ia sungguh-sungguh khusyuk menikmati doa pagi usai misa pagi itu sementara umat yang lain khusyuk berdoa kepada Tuhan melalui Bunda Maria dengan menyalakan lilin di depan patung Bunda Maria.
“Ibu, mengapa ibu selalu menatap salib itu?” suatu kali saya bertanya kepadanya.
“Saya haus,” jawabnya singkat.
“Mengapa ibu haus?”
“Karena anak-anak saya kurang setia kepada Tuhan Yesus. Ada yang sering pergi ke gereja-gereja lain pada hari Minggu. Ada yang tidak mau ke gereja lagi pada hari Minggu,” tutur ibu itu memberikan alasan.
“Jadi?”
“Saya ingin menyegarkan rasa haus saya dari lambung Tuhan Yesus yang tertikam. Memandang saja lambung-Nya hati saya terasa disegarkan,” kata ibu itu sembari berjanji untuk membujuk anak-anaknya kembali ke Gereja Katolik.
Keesokan harinya, ia tetap berlutut di tempat yang sama memandang salib besar yang terpampang di sebelah kiri altar itu. Ia yakin, denganmemandang lambung Yesus yang tertikam, ia mampu menimba air kehidupan yangmengalir dari hati Tuhan Yesus.
“Anak-anak saya mulai sadar. Mereka mulai mau kembali ke Gereja Katolik,” cerita ibu itu suatu hari lain beberapa bulan kemudian.
“Reaksi ibu?”
“Saya senang sekali. Doa saya dikabulkan oleh Tuhan Yesus. Hari Minggu yang lalu kami sekeluarga duduk di satu deretan bangku di gereja. Usai misa saya mengajak mereka untuk berdoa .Kami bersama-sama memandang lambung Tuhan Yesus yang tertikam. Sungguh luarbiasa! Rasa haus saya sungguh-sungguh disegarkan oleh Tuhan Yesus sendiri,” tutur ibu itu sambil meneteskan air mata kebahagiaan.
Ibu dan keluarganya kemudian setiap pagi mengikuti Misa Kudus digereja. Tidak lupa mereka berlutut di hadapan salib Yesus untuk menimba aliran-aliran air hidup yang mengalir dari lambung-Nya yang sobek oleh tombak prajurit-prajurit yang bengis.
Aliran-aliran air hidup itu memang masih mengalir hingga kini. Ia tidak pernah berhenti mengalir, karena kasih-Nya tak pernah putus. Ia mengasihi semua orang termasuk para pendosa yang jahat sekalipun. Aliran air hidup yang mengalir itu juga menarik setiap hati yang dahaga, karena pengembaraan yang tak berujung. Tuhan Yesus tetap menantikan setiap orang yang dahaga untuk menimba air kehidupan dari hati-Nya. **
Frans deSales SCJ
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.