“Mengapa engkau menanyai Aku? Tanyailah mereka, yang telah mendengar apa yang Kukatakan kepada mereka; sungguh mereka tahu apa yang telah Kukatakan. Jikalau kataku itu salah, tunjukkanlah salahnya, tetapi jikalau kataku itu,benar, mengapakah engkau menampar Aku?” (Yoh 18:21, 23).
Malam itu sunyi senyap. Nyanyian jangkrik terdengar sangat lirih. Udara sangat dingin. Para prajurit yang diberi kuasa oleh Yesus untuk menangkap-Nya, menggiring Yesus ke hadapan mantan Imam Besar Hanas. Sebagai mantan Imam Besar tentu saja kewibawaannya tidak sebanding dengan ketika ia masih menduduki jabatan Imam Besar.
Namun toh inilah kesempatan yang sangat baik bagi Hanas untuk berkenalan lebih jauh dengan Yesus. Sebenarnya pengadilan yang terjadi di hadapan Hanas itu pengadilan tidak resmi. Hanas bukan Imam Besar lagi. Imam Besar waktu itu dijabat oleh Kayafas. Karena itu, Yesus tidak bisa dijatuhi hukuman oleh Hanas. Akibatnya, pertanyaan-pertanyaan Hanas kepada Yesus sekedar basa-basi.
Namun tampaknya jawaban-jawaban Yesus berisikan gugatan terhadap Hanas. Yesus tidak ingin dipermainkan oleh Hanas dengan basa-basi itu. Yesus berbicara dengan tegas, “Aku berbicara terus terang kepada dunia: Aku selalu mengajar dirumah-rumah ibadat dan Bait Allah, tempat semua orang berkumpul.”
Rupanya Hanas bukanlah seseorang yang rajin mengikuti perkembangan situasi di Palestina. Atau barangkali dia seorang Yahudi yang kurang begitu taat beribadat, sehingga tidak tahu mengenai ajaran-ajaran Yesus yang dimaklumkan di rumah-rumah ibadat dan Bait Allah.
Dalam hal ini Hanas sungguh digugat oleh Yesus. Sebagai seorang terkemuka dalam masyarakat semestinya dia memberi teladan kepada masyarakat. Tetapi dia mengabaikan hal yang paling besar, yaitu ambil bagian dalam karya penyelamatan Allah. Karena itu, kepada Hanas, Yesus tidak mau mengulangi lagi ajaran-ajarannya. Saat-saat Yesus sudah begitu dekat. Tidak ada kesempatan lagi bagi Hanas untuk mendengarkan pengajaran mengenai Kerajaan Allah.
“Mengapa engkau menanyai Aku? Tanyailah mereka, yang telah mendengar apa yang Kukatakan kepada mereka, sungguh mereka tahu apa yang telah Kukatakan,” tandas Yesus. Menyadari bahwa Hanas tidak memiliki wewenang untuk mengadilinya, Yesus menggugat Hanas. Ia tidak berhak mengadili Anak Manusia, sehingga ia pun tidak sepantasnya memperoleh jawaban dari Yesus.
Yesus tampil ke hadapan umum bukan pertama-tama sebagai pemimpin partai politik yang menghimpun massa untuk mengadakan kudeta. Yesus tampil sebagal tokoh pembaru religius. Yesus ingin mengembalikan bangsa Israel kepada sikap menyembah Allah yang benar. Karena itu, Hanas tidak punya kompetensi untuk mengadili Yesus sebagai tahanan politik. Hanas semestinya menyadari hal ini. Tindakan Hanas adalah suatu skandal besar dalam pengadilan. Ia mesti digugat karena kesalahannya menjadikan Yesus sebagai tahanan politis.
Jawaban Yesus sangat tepat. Yesus menyuruh Hanas menanyakan tentang diri-Nya kepada orang-orang yang telah mendengarkan pengajaran-Nya. Maksudnya agar Hanas semakin yakin bahwa Yesus bukanlah seorang pengacau keamanan yang menimbulkan kegoncangan stabilitas nasional. Yesus datang membawa kabar baik dan kegembiraan bagi manusia.
Untuk melampiaskan rasa penasarannya, Hanas menggunakan sisa-sisa kekuasaannya menyuruh penjaga menampar wajah Yesus. Sebuah tamparan terhadap wajah polos murni yang tidak bersalah. Sebuah tamparan yang bisa menjadi bumerang bagi dirinya sendiri, karena gugatan Yesus semakin gencar. “Jikalau kataku itu salah, tunjukkanlah salahnya, tetapi jikalau kataku itu benar, mengapakah engkau menampar Aku?” tanya Yesus.
Hanas semakin penasaran, karena ia melakukan suatu kekeliruan besar. Suatu tindakan membabi buta yang menghancurkan nama baiknya, karena ia tidak dapat menemukan bukti kesalahan pada diri Yesus. Kewibawaan sebagai mantan Imam Besar musnah dihadapan orang yang benar. Kebenaran itu tidak dapat ditutupi oleh segudang tipu muslihat. Kebenaran itu tetap suatu kebenaran yang memaksa orang untuk menerimanya tanpa tedeng aling-aling. Dalam hal ini sebenarnya Yesuslah yang mengadili Hanas, tokoh masyarakat yang terpandang tetapi menyimpan berbagai tipu muslihat.
Dewasa Ini: Yesus masih Menggugat
Menarik sekali mengamati fenomena pengadilan di Indonesia. Sidang kasus-kasus korupsi ditangani oleh hakim-hakim dan jaksa-jaksa profesional. Dalam persidangan itu menjadi jelas bahwa ada oknum tertentu yang menjadi terdakwa dan ada pembela. Di sisi lain, ada jaksa yang menyampaikan tuduhan-tuduhan. Sementara hakim dan stafnya berupaya sejauh mungkin menemukan kebenaran tuduhan dan kesalahan terdakwa. Jadi di sini ada sekurang-kurangnya empat instansi yang berperan dalam persidangan, yaltu terdakwa, jaksa penuntut umum, pembela dan hakim. Sebenarnya masih ada instansi lain, yaitu saksi-saksi yang meringankan atau memberatkan terdakwa.
Sidang pengadilan kasus-kasus korupsi itu berjalan lancar-lancar saja. Tampaknya parahakim dan jaksa tidak mendapat tekanan dari atas. Tentu saja sistem persidangan seperti ini sungguh-sungguh berbeda dengan persidangan atas diri Yesus dihadapan Hanas. Hanas tidak mau tahu akan adanya saksi-saksi. Padahal Yesus sudah mengatakan terus terang, agar Hanas menanyai orang-orang yang mendengarkan ajaran-Nya.
Secara obyektif persidangan kasus-kasus korupsi lebih sportif ketimbang persidangan di hadapan Hanas. Namun ada juga persidangan dalam kasus-kasus tertentu, misalnya kasus Marsinah, yang jelas-jelas merupakan suatu permainan. Terdakwa Ny. Mutiara, misalnya, pada awalnya dituduh ikut terilbat dalam pembunuhan Marsinah. Bersama rekan-rekannya yang lain ia diculik dan dihadapkan ke meja hijau. Dalam persidangan selanjutnya jaksa berusaha meyakinkan majelis hakim bahwa Ny. Mutiara terlibat.
Dengan berbagai upaya menghadirkan para saksi, jaksa ngotot bahwa nyonya muda itu pantas mendapatkan hukuman yang setimpal. Tetapi pembela Mutiara justru membalikkan tuduhan jaksa. Dengan kesaksian-kesaksian yang lebih meyakinkan, akhirnya Ny. Mutiara dibebaskan meski ia sempat mendekam dalam sel penjara.
Pengadilan jenis ini mirip dengan pengadilan terhadap diri Yesus. Kebenaran akhirnya mengalahkan tipu muslihat. Kepalsuan akan tetap digugat oleh kesaksian otentik. Karena itu, sebenarnya dalam pengadilan, orang mesti ekstra hati-hati. Jangan-jangan yang mangadili justru akan duduk di kursi pengadilan. Sama seperti Hanas yang menggugat menjadi tergugat. Karena itu, harga diri akan jatuh lantaran kesewenang-wenangan dalam menggunakan kebenaran.
Dewasa ini Yesus akan tetap membela mereka yang benar, tetapi diajukan ke pengadilan atau mereka yang diperlakukan secara tidak adil. Betapa banyak orang yang mengalami nasib seperti Yesus. Begitu banyak orang yang hanya kesalahan sepele mendekam di penjara berbulan-bulan. Sementara para koruptor yang jelas-jelas menyengsarakan masyarakat dibiarkan bebas berkeliaran mencari mangsa baru. Dalam diri orang-orang yang diurapi, Yesus akan tetap berseru, “Jikalau kataku itu benar mengapa engkau menampar Aku?” **
Frans de Sales SCJ
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.