Pages

21 Maret 2013

Berkorban dengan Hati yang Tulus


 

Apa yang akan Anda lakukan, ketika menyaksikan orang yang Anda kasihi tergolek lemah karena penyakit? Anda biarkan saja? Atau Anda ambil inisiatif untuk memberikan pertolongan?

Ada seorang anak yang begitu antusias mendonorkan salah satu organ bagian dalam bagi ibu tercintanya. Untuk dapat melanjutkan hidupnya, sang ibu membutuhkan organ tubuh yang dicangkokan ke bagian yang sudah tidak berfungsi lagi.

Ketika keluarganya bingung mencari pendonor, sang anak langsung menyediakan dirinya. Ia tidak kuatir akan hidupnya. Baginya, mendonorkan salah satu organ tubuhnya bagi orang yang sangat dicintainya merupakan suatu perbuatan yang terpuji. Namun motivasi yang lebih dalam lagi adalah ia mencintai sang ibu. Ia tidak ingin sang ibu menderita terlalu lama. Ia ingin, agar sang ibu menikmati damai dan bahagia dalam hidupnya.

Anak itu berkata, ”Saya rela memberikan organ tubuh saya untuk mama tercinta. Dia telah begitu mencintai saya. Dia telah mengorbankan hidupnya saat melahirkan saya. Jadi tidak ada alasan bagi saya untuk tidak memberikan organ tubuh yang sangat dibutuhkan oleh mama.”

Hasil dari pengorbanan anak itu adalah sang ibu dapat melanjutkan hidupnya. Ia tidak perlu merasakan deraan penyakit yang menggerogti tubuhnya. Ia boleh hidup bersama mereka dalam suasana saling mengasihi. Operasi pencangkokan berhasil dengan baik. Sang anak juga mengalami kedamaian dan ketenteraman dalam hidupnya.

Ia berkata, ”Saya menjadi lebih bahagia lagi, ketika menyaksikan mama lebih ceria. Penyakitnya telah sembuh. Ia dapat hidup tenang bersama kami semua.”

Sahabat, pengorbanan yang dilakukan dengan hati yang tulus membawa sukacita dan damai. Orang yang berani berkorban untuk kebahagiaan sesamanya akan menemukan bahwa hidup ini sungguh-sungguh memiliki makna. Makna kehidupan itu senantiasa diperjuangkan dalam setiap langkah hidupnya.

Kisah di atas memberi kita inspirasi betapa hidup begitu bernilai. Seorang anak yang tidak ingin sang mama mengalami penderitaan dalam hidupnya rela mengorbankan dirinya. Ia tidak peduli akan sakit yang akan dideritanya. Baginya, yang penting adalah kebahagiaan bagi orang yang dicintainya.

Tentu saja dalam hidup kita, kita mengalami berbagai hambatan dalam hidup. Hambatan-hambatan itu bisa menjadi penghalang bagi kebahagiaan dalam hidup kita. Untuk itu, dibutuhkan korban untuk mengatasi hambatan-hambatan itu. Kadang-kadang korban itu tidak mendatangkan rasa sakit. Namun sering pula korban itu membuat orang merasa sakit dalam hidupnya.

Yang penting adalah sikap orang dalam berkorban. Orang yang tidak tulus dalam berkorban akan mengalami rasa sakit yang luar biasa, ketika harus mengorbankan sesuatu yang berharga dalam dirinya. Sebaliknya, orang akan mengalami situasi yang damai dan bahagia, ketika ia dengan hati yang tulus berkorban bagi sesamanya.

Karena itu, orang beriman diajak untuk memiliki disposisi batin yang baik dalam usaha berkorban bagi sesamanya. Untuk itu, dibutuhkan suatu latihan yang terus-menerus. Mengapa? Karena berkorban dengan hati yang tulus itu tidak datang tiba-tiba. Ada proses yang menyertai suatu pengorbanan yang tulus. Mari kita berusaha berkorban dengan hati yang tulus. Dengan demikian, hidup ini menjadi sesuatu yang indah. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Majalah FIAT


956

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.