Apa yang akan Anda rasakan ketika Anda melayani orang lain dengan sikap terpaksa? Saya yakin, Anda akan merasa tidak nyaman. Anda merasa apa yang Anda lakukan kurang memberikan buah bagi hidup Anda.
Suatu hari seorang guru bijaksana mengirim murid-muridnya ke suatu desa. Setelah melaksanakan tugas-tugas yang diberikan kepada mereka, murid-murid itu kembali kepada guru bijaksana itu. Mereka melapor, “Guru, kami diterima dengan baik. Kami diberi makan dan minum serta penginapan yang baik sekali. Tetapi lebih dari itu, nama guru menjadi tersohor di sana.”
Guru bijaksana itu berkata, “Memang benar apa yang telah terjadi. Kalian adalah orang-orang yang patuh setia. Namun jangan bersukacita karena kalian bisa buat apa saja di desa itu. Jangan kalian hanya tergiur oleh pelayanan-pelayanan yang diberikan. Lebih dari itu, kalian mesti menunjukkan kebaikan-kebaikan dari hati yang tulus.”
Semua murid itu terpesona oleh kata-kata sang guru bijaksana itu. Mereka berjanji untuk tidak bangga akan perbuatan-perbuatan yang menaikkan popularitas diri mereka. Mereka ingin melakukan hal-hal yang baik dan benar bagi kehidupan manusia. Mereka tidak ingin terperosok ke dalam puja dan puji murahan.
Sahabat, ada berbagai sebab mengapa seseorang bangga akan dirinya. Ada orang yang bangga, karena dapat mengalahkan lawan-lawannya. Seorang pelajar bangga dapat meraih nilai tertinggi saat ujian. Ada orang yang bersukacita karena dapat tampil di hotel mewah dan menghibur banyak orang dengan sukses.
Kisah di atas mengingatkan kita bahwa kita tidak hanya bangga dan bersukacita atas hal-hal yang kecil. Masih ada hal-hal yang lebih besar yang semestinya memberikan kebanggaan dan sukacita yang lebih besar. Orang bangga karena dapat melayani banyak orang. Orang bersukacita karena dapat berbagi hidupnya kepada sesamanya. Orang dapat membahagiakan sesamanya.
Tentu saja hal seperti ini tidak mudah, karena manusia masih dilingkupi oleh kepentingan-kepentingan dirinya. Manusia masih sering didominasi oleh egoismenya. Manusia masih dikuasai oleh rasa senang atau tidak senang dalam melayani sesamanya. Tentu saja hal seperti ini menghambat perkembangan dan kemajuan manusia. Semestinya orang dengan bebas dan rela melayani sesamanya. Sebuah pelayanan yang dilakukan dengan terpaksa hanya menjadi beban bagi kehidupan.
Orang beriman mesti berani beralih dari pelayanan yang hanya dilakukan secara terpaksa ke suatu pelayanan dengan sepenuh hati. Hal ini akan membantu orang beriman untuk dengan bebas melayani orang lain. Tidak ada beban yang mesti dipikul. Semuanya menjadi suatu kerelaan yang dengan bebas diemban sbagai makhluk ciptaan Tuhan.
Hasilnya adalah kebahagiaan yang akan dinikmati dalam hidup. Bukan sekedar suatu kenikmatan fisik, tetapi lebih dari itu suatu kebahagiaan batin yang dialami lebih langgeng dalam hidup ini.
Mari kita terus-menerus berusaha untuk semakin melayani dengan hati yang tulus. Dengan demikian, hidup ini menjadi suatu kesempatan untuk mengalami sukacita yang belimpah-limpah. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales SCJ
Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT
1162
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.