Menjelang pertengahan bulan, pusing mulai melanda seorang bapak. Pekerja kontrak di sebuah rumah sakit terkenal di Jakarta ini harus memikirkan biaya tambahan bagi anak keduanya yang baru saja lulus SMP. Anaknya itu harus melanjutkan sekolahnya ke tingkat SMA. Artinya, ia mesti menyiapkan biaya tambahan untuk sang anak. Padahal gaji pria berusia 42 tahun ini tidak besar.
”Kalau masuk SMA swasta, uang masuk sekitar Rp 2 juta. Kalau ke sekolah negeri, belum tentu dapat. Ah, pusing,” kata bapak yang sehari-hari bertugas membersihkan salah satu bagian selasar rumah sakit itu.
Sebagai pegawai lepas, ia diupah Rp 41.000 per hari. Kalau absen, melayanglah upah hari itu. Bila dikumpulkan, ia menerima sekitar Rp 1,2 juta per bulan. Uang itulah yang menjadi satu-satunya sumber keluarga lantaran istrinya tidak bekerja. Dengan uang itu, ia menghidupi istri dan empat orang anaknya. Mereka memilih tinggal di Citayam, karena biaya hidup di daerah ini lebih murah ketimbang di Jakarta, termasuk biaya sekolah.
Setiap bulan, keluarga ini menyisihkan Rp 200.000 untuk iuran pendidikan dua anak mereka yang duduk di kelas III SMP dan I SD. Sisanya digunakan untuk makan dan transportasi bapak itu ke tempat kerja.
Sahabat Sonora, kehidupan manusia ternyata tidak segampang yang dipikirkan banyak orang. Apalagi hidup yang dialami mereka yang berpenghasilan pas-pasan. Mereka harus berusaha sekuat tenaga untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar hidup mereka. Mereka harus berjuang mati-matian untuk mendapatkan sesuap nasi.
Kisah Yudi tadi menunjukkan kepada kita bahwa usaha keras mesti ia lakukan demi keberhasilan anak-anaknya. Ia mesti mengorbankan hidupnya demi orang-orang yang disayanginya. Ada tantangan yang mesti ia hadapi. Ada rintangan yang mesti ia lewati. Dan ketika ia berhasil melewati rintangan-rintangan itu, ia akan mengalami sukacita. Kegembiraan menjadi bagian dari hidupnya.
Tentu saja suatu kesuksesan dalam hidup diraih melalui korban. Orang mengatakan bahwa keberhasilan itu diraih berkat tetes-tetes airmata yang dicucurkan. Orang yang mau berhasil tanpa berkorban hanyalah bermimpi.
Orang yang mencintai sesamanya tanpa berkorban juga hanyalah suatu mimpi. Karena itu, orang yang sungguh-sungguh mencintai sesamanya mesti berani mengorbankan hidupnya bagi yang dicintainya itu.
Karena itu, orang beriman mesti berani mengorbankan hidupnya demi kebaikan hidup sesamanya. Ketika seseorang mengorbankan hidupnya demi mereka yang dicintainya, ia akan menemukan hidup ini menjadi lebih bermakna. Hidup ini menjadi lebih indah. Mari kita berusaha untuk terus-menerus berkorban demi mereka yang kita cintai. Dengan demikian, hidup ini menjadi semakin indah dan damai. Hidup ini bukan menjadi beban, tetapi menjadi berkat bagi banyak orang. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
758
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.