Terbetik berita beberapa waktu lalu seorangg murid kelas dua sebuah SMP di Jakarta Utara nekat bunuh diri. Ia mengakhiri hidupnya dengan menggantung diri di rumah. Pasalnya adalah ia sering dimarahi oleh orangtuanya. Menurut keterangan, orangtuanya meminta dirinya untuk rajin sekolah. Orangtuanya melarangnya untuk mengikuti Kelompok Belajar (Kejar) Paket C.
Tidak terima dimarah terus-menerus, bocah berusia lima belas tahun itu nekat menggantung dirinya. Awalnya ia dimarahi oleh orangtuanya, karena ia tidak masuk sekolah. Anak itu memang malas pergi ke sekolah. Akibatnya, dua kali ia tertinggal kelas. Adiknya yang terpaut dua tahun dengannya kini sama-sama duduk di kelas yang sama.
Menurut beberapa warga, anak itu dikenal sebagai anak yang nakal. Dia memiliki hobi balap motor liar. Dia tidak bergaul di daerah di mana ia tinggal. Teman-temannya kebanyakan berasal dari daerah lain.
Sahabat, berita seperti ini tentu saja membuat hati kita sakit. Ada anak manusia yang mesti mengakhiri hidupnya dengan begitu tragis. Seolah-olah tidak ada jalan yang lebih baik untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Orang mudah sekali mengambil jalan pintas.
Tentu saja persoalan bunuh diri dari seorang anak mesti diselidiki secara cermat. Ada banyak hal yang menyebabkan seorang anak memutuskan untuk mengakhiri hidupnya secara tragis. Misalnya, keharmonisan yang tidak pernah ia dapatkan dalam hidup berumahtangga. Yang ia peroleh dari keluarganya adalah suasana yang mencekam dirinya. Orangtua yang biasa bertengkar, misalnya, dapat menjadi pemicu seorang anak mengakhiri hidupnya secara tragis. Atau kehadiran dalam keluarga yang tidak diterima dengan baik dapat menimbulkan rasa takut dalam dirinya. Ia pun memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.
Kalau situasi keluarga yang kurang mendukung hidup seorang anak, maka orangtua mesti mawas diri. Orangtua mesti mulai mencari cara-cara yang terbaik untuk memperbaiki kondisi keluarga. Orangtua mesti mulai membangun suatu kehidupan yang lebih harmonis.
Dengan demikian, keluarga dapat menjadi tempat yang membahagiakan bagi seorang anak. Keluarga dapat menjadi tempat bagi seorang anak untuk menimba kasih sayang. Keluarga menjadi tempat bagi seorang anak untuk belajar mencintai hidupnya.
Sebagai orang beriman, kita mesti mendahulukan cinta kasih dalam membangun hidup berkeluarga. Di dalam keluarga itu selalu ada suasana yang bahagia. Dalam keluarga itu masing-masing pihak mampu menimba kebaikan untuk hidup masing-masing. Karena itu, dibutuhkan komitmen bersama dalam membangun hidup bersama yang bersumber dari cinta kasih. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ'
747
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.