Apa yang biasa Anda lakukan ketika penderitaan melanda hidup Anda? Tentu saja Anda akan berusaha untuk keluar dari penderitaan itu. Orang beriman memandang penderitaan sebagai suatu kesempatan untuk bertumbuh dalam iman akan Tuhan.
Ada seorang perempuan yang menderita sakit yang mesti tinggal di kamar. Selama 40 tahun ia tinggal di dalam kamar itu. Kedua tangan dan kakinya telah diamputasi untuk menahan penyebaran penyakitnya ke seluruh tubuhnya. Namun perempuan itu hidup penuh damai dan sukacita. Mengapa bisa terjadi demikian? Karena ia tidak mau menyerah begitu saja pada penyakit yang sedang menggerogoti tubuhnya.
Satu hal yang ia lakukan adalah ia menamai tempat tinggalnya Pondok Harapan Sukacita. Meski hanya di atas tempat tidur, ia berusaha untuk hidup secara kreatif. Di pondok ini ia menyerahkan dirinya dalam doa kepada Tuhan dan aktif dalam pelayanan rohani. Bagaimana ia bisa melakukan pelayanan rohani dalam keterbatasan tubuh seperti itu? Perempuan ini punya cara sendiri.
Dengan pena yang diikatkan pada ujung lengannya yang buntung, ia berkirim surat ke seluruh dunia selama bertahun-tahun. Ia mampu membimbing ratusan orang kepada Tuhan.
Penderitaan yang dialami perempuan itu tidaklah membuatnya patah semangat dan menjadikan dirinya sebagai orang yang tidak berguna. Justru sebaliknya, penderitaannya mendorongnya untuk menjadi lebih kreatif di dalam hidup dan pelayanannya. Sungguh luar biasa.
Sahabat, penderitaan memang menggangu hidup manusia. Penderitaan membuat orang terbatas dalam hidupnya. Penderitaan membuat orang bersedih hati. Namun penderitaan tidak selamanya membuat orang berdukacita. Penderitaan juga membuat orang bangkit untuk menghadapi penderitaan itu dengan sukacita.
Kisah perempuan tadi memberikan suatu perspektif yang berbeda dalam hidup manusia. Ia mesti menghadapi kenyataan penderitaannya. Namun ia tidak menyerah begitu saja. Ia mau hidupnya sungguh-sungguh bermakna. Karena itu, dalam keterbatasannya, ia menulis surat mengenai kabar sukacita. Kabar sukacita itu kemudian menggugah hati begitu banyak orang. Mereka mengikuti panggilan Tuhan untuk menjadi orang beriman.
Tentu saja orang yang beriman secara berbeda memandang penderitaan dibandingkan dengan orang yang tidak beriman. Orang beriman memandang penderitaan sebagai bagian dalam hidup manusia. Penderitaan menjadi kesempatan untuk semakin menyerahkan seluruh hidup kepada Tuhan. Dalam situasi penderitaan itu orang beriman berdoa dengan penuh harapan.
Karena itu, penderitaan mesti menumbuhkan iman. Penderitaan mesti berbuahkan kebaikan bagi kehidupan manusia. Tentu saja hal ini tidak mudah, karena dalam saat-saat penderitaan itu orang mudah meninggalkan Tuhan yang diimaninya. Sebagai orang beriman, kita diajak untuk terus-menerus bertumbuh dalam iman. Dengan demikian, hidup kita menjadi suatu kesempatan berharga dalam membangun kasih bagi sesama. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales SCJ
Majalah MOGI (Cerdas dalam Kasih)
903
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.