Pages

21 September 2012

Memberi dengan Motivasi yang Tulus

Pernahkah Anda memberi sesuatu kepada sesama Anda? Saya kira, kita semua pernah memberi sesuatu kepada sesama kita. Pertanyaannya, bagaimana sikap kita dalam memberi? Apakah kita memberi dengan hati yang tulus atau kita memberi untuk mendapatkan pujian dari orang lain?

Ada dua orang yang terpikat oleh ajakan suatu kelompok beriman. Mereka diajak untuk peduli terhadap orang-orang miskin di sekitar mereka. Kedua orang ini termasuk orang-orang yang kaya. Apa yang mereka lakukan adalah mereka menyumbangkan hal-hal yang berharga yang mereka miliki. Caranya adalah mereka menjual barang-barang berharga itu lalu uang hasil penjualan mereka serahkan kepada kelompok itu.

Yang menjadi persoalan adalah dua orang itu kemudian menyombongkan diri mereka telah memberi perhatian kepada sesamanya yang miskin. Ke mana-mana mereka mencari pujian. Mereka tidak lakukan hal itu dengan hati yang tulus. Akibatnya, mereka ditegur oleh pemimpin kelompok itu. Mereka telah menyalahgunakan maksud kehadiran kelompok itu untuk kepentingan diri mereka sendiri.

Namun kedua orang itu tidak peduli. Mereka terus-menerus mencari perhatian dari banyak orang untuk diri mereka sendiri. Mereka ingin dipuji karena telah melakukan hal-hal yang baik bagi sesama. Akhirnya, kelompok itu mengambil tindakan untuk menghentikan kedua orang itu. Caranya adalah dengan mengeluarkan mereka dari kelompok itu.

Pemimpin kelompok itu berkata, “Kami sudah beri kesempatan bagi mereka untuk menyadari kekeliruan mereka. Namun mereka tidak peduli. Kami harus ambil tindakan tegas. Kami tidak mau ada anggota kami yang memberi dengan tidak tulus hati. Orang yang mencari kebanggaan diri sendiri tidak punya tempat di kelompok kami.”

Sonora, memberi dengan hati yang tulus mesti menjadi andalan hidup orang beriman. Seorang bijaksana mengatakan bahwa orang memberi tangan kanan tidak boleh diketahui oleh tangan kirinya. Artinya, orang tidak boleh mencari keuntungan bagi dirinya sendiri ketika memberi sesuatu kepada sesamanya.

Kisah di atas mau mengatakan kepada kita bahwa kita mesti memberi dengan hati yang tulus. Ketidaktulusan membuat orang hidup hanya untuk kesenangan dirinya sendiri. Orang yang melakukan sesuatu untuk mencari pujian akan menemukan kesulitan dalam hidupnya. Ketika pujian tidak lagi tertuju kepada dirinya, orang seperti ini akan mengalami kelesuan dalam hidupnya. Ia tidak punya semangat lagi untuk hidup. Ia tidak punya gairah lagi untuk melanjutkan perjalanan hidupnya. Padahal hidup manusia mesti terus-menerus berlangsung. Hidup manusia tidak tergantung dari pujian orang lain terhadap diri kita.

Karena itu, kita mesti hati-hati terhadap pujian. Kita mesti tulus dalam memberi sesuatu kepada sesama yang membutuhkan. Janganlah kita gunakan sesama kita yang miskin untuk menaikkan popularitas diri kita. Kalau popularitas yang menjadi tujuan hidup kita, cepat atau lambat kita akan mengalami duka dan derita. Popularitas tidak akan bertahan lama dengan cara seperti ini.

Mari kita memberi dengan hati yang tulus. Dengan demikian, kita menjadi orang-orang yang memiliki hati yang mudah tergerak oleh belas kasihan bagi sesama kita yang menderita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

KOMSOS KAPal

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.