Apa yang akan Anda lakukan ketika kejahatan terjadi dalam rumah tangga Anda? Saya yakin, Anda pasti merasa sedih. Anda tentu saja tidak bisa menerima kondisi seperti itu. Apalagi Anda sendiri menjadi korban.
Ibu tiri hanya cinta kepada ayahku saja! Lagu ratapan anak tiri itu mungkin pas menggambarkan mirisnya nasib Aditya, anak berusia delapan tahun yang menjadi bulan-bulanan pelampiasan kekesalan sang ibu tiri.
Ibu tiri itu mengaku sangat kesal terhadap Aditya. "Saya tak sabar menghadapinya. Makanya saya buang saja di kebun sawit dan semoga dijumpai orang. Itu lebih baik, daripada hilang kesabaranku, terbunuhku pulak dia nanti," kata sang ibu tiri.
Akibat dari perbuatan ibu tiri itu, Aditya mengalami penderitaan lahir dan batin. Ibu tiri dan suaminya tega menyiksa Aditya. Setelah itu mereka membuangnya di kebun sawit di areal perkebunan sawit PTP Nusantara V, Desa Talang Kanto, Kecamatan Tapung Hulu, Kampar, Riau, pada Minggu (15 Desember 2013) lalu.
Aditya nan malang menderita luka di sekujur tubuhnya. Bukan hanya itu, ia mengalami trauma psikologis, apalagi melihat sosok perempuan dan gunting. Ia kemudian berada di bawah relawan yang berusaha untuk mengembalikan kondisi psikologisnya.
Ketika digelandang aparat kepoisian, ibu tiri itu menangis tersedu-sedu. Ia akhirnya ditangkap bersama sang suaminya yang merupakan ayah kandung Aditya setelah menjadi buruan polisi. Ibu tiri itu punya beribu dalih hingga siap sumpah mati. Ia mengaku kesal bukan kepalang melihat tingkah polah Aditya yang dianggapnya nakal. Kedua sejoli ini pun mendekam di sel tahanan Mapolres Kampar.
Sang ibu tiri membantah, jika dia punya niat membunuh Adit. Ia berkata, "Saya minta ke suami agar Adit dibuang saja di kebun sawit biar dipungut orang. Karena saya tak tahan lagi mengasuhnya.”
Sahabat, suatu kejahatan terhadap kehidupan terjadi di depan mata. Sang anak manusia mesti menderita oleh perbuatan orang-orang yang sangat dekat dengan dirinya. Ia menjadi bukan siapa-siapa. Kehadirannya ditolak sama sekali. Kehadirannya tidak diperhitungkan oleh orang-orang yang semestinya mencintai dirinya.
Kisah di atas mesti menjadi pelajaran bagi kita semua. Penyiksaan terhadap sesama manusia mesti dihentikan, karena tidak sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan. Manusia tidak punya hak atas hidup orang lain. Hanya Tuhan yang punya hak terhadap diri manusia.
Manusia juga tidak bisa mengatasnamakan Tuhan untuk menyiksa sesamanya, apa pun kelakuan sesamanya itu. Mengapa? Tuhan yang memiliki kehidupan ini pun tidak akan menyiksa ciptaanNya. Bahkan Tuhan dengan sabar menantikan pertobatan dari manusia di kala manusia jatuh ke dalam dosa.
Karena itu, kita mesti mendidik diri kita sendiri. Para suami istri mesti mendidik diri untuk bertanggungjawab atas kehadiran anak-anak dalam keluarga. Para pasangan suami istri mesti belajar untuk memiliki kesabaran dalam mendidik anak-anaknya. Siapa pun anak-anak itu, mereka telah dipercayakan Tuhan kepada para pasangan suami istri. Orang mesti mendidik anak-anak itu dengan penuh kasih sayang.
Mari kita membangun kesadaran akan tanggung jawab dalam mendidik sesama kita. Dengan demikian, hidup ini menjadi kesempatan untuk membahagiakan diri, Tuhan dan sesama. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales SCJ
Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT
1120
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.