Pages

24 Mei 2012

Dalam Susah dan Derita Tetap Setia kepada Tuhan

Apa yang akan Anda lakukan di saat susah dan derita menimpa hidup Anda? Anda melarikan diri dari Tuhan? Atau justru Anda memberikan seluruh hidup Anda kepada Tuhan?

Sebelas Maret lalu menjadi peristiwa kelabu bagi warga Jepang. Prefektur Miyagi hancur luluh oleh tsunami setinggi 14 meter setelah daerah tersebut dihentak gempa 9,8 skala richter. Daerah ini kini tampak seperti hamparan tanah lapang dengan tumpukan bangkai-bangkai besi, kayu, dan tubuh manusia.

Jalan-jalan di Sendai, Ibukota Miyagi, basah dengan genangan air laut dan lumpur. Beberapa warga terlihat berada di jalan, mencari sanak keluarganya yang hilang. Salah satunya adalah Masahira Kasamatsu (76), seorang petani dari luar kota Sendai. Masahira datang bersama istrinya Emiko untuk mencari harta miliknya yang paling berharga, Yoko Oosato, anak perempuannya yang tinggal di Sendai.

Masahira berkata, ”Saya sedang mencari anak saya. Namanya Yoko Oosato apakah anda melihatnya?”

Yoko Oosato telah tinggal di Sendai selama lebih dari 30 tahun. Ia bekerja di Bandara Sendai yang ikut hancur akibat luapan air laut dan gempa bumi. Bandara sendiri dipenuhi dengan puing-puing, lumpur, bangkai-bangkai mobil dan pesawat.

Masahira menceritakan, usai gempa dan tsunami pada 11 Maret 2011 lalu, bersama istrinya, dirinya berangkat menuju Sendai mengendarai mobil pribadi mereka. Tujuannya untuk mencari Yoko. Masahira menghubungi anaknya sejak tsunami menghantam Sendai. Sayang, panggilan telepon tersebut tidak membuahkan hasil.

Butuh waktu 3 hari untuk mencapai Sendai. Jalan-jalan menuju Bandara Sendai hampir tidak bisa dilewati. Di tengah jalan, bahan bakar kendaraan Masahira habis. Akibatnya, Masahira dan Emiko menghabiskan malam di mobil mereka, tanpa penghangat dan bahan bakar. Keesokan harinya, Masahira memutuskan untuk berjalan kaki guna mencapai bandara Sendai.

Masahira berkata, ”Saya tahu begitu banyak yang mati di dalam bandara. Saya tahu bahwa anak saya mungkin hanya satu, di antara begitu banyak yang mati. Tapi harapan saya yang paling dalam adalah bahwa dia masih hidup. Itulah satu-satunya doa saat ini.”

Sahabat, peristiwa alam yang ganas itu telah meninggalkan luka yang dalam bagi warga. Mereka kehilangan banyak hal termasuk nyawa orang-orang yang terdekat. Karena itu, peristiwa nahas itu tidak akan pernah dilupakan. Peristiwa itu menjadi kenangan yang mengerikan.

Kisah Masahira mencari sang anak menjadi suatu kesempatan untuk merefleksikan kekecilan hidup di hadapan Tuhan dan alam semesta. Manusia boleh memiliki kemampuan yang luar biasa untuk menundukkan alam semesta. Namun manusia mesti juga sadar bahwa ia makhluk yang terbatas. Ia makhluk yang punya ketergantungan kepada Yang Mahakuasa.

Karena itu, yang dibutuhkan di saat-saat susah dan derita adalah tangan yang terbuka terhadap penyelenggaraan Tuhan. Namun manusia sering kurang peduli. Manusia lebih mengandalkan kemampuan dirinya sendiri. Manusia berpikir bahwa dengan demikian ia mampu mengatasi setiap persoalan yang dihadapi.

Penyerahan diri yang total kepada Tuhan menjadi satu-satunya cara untuk menjalani hidup ini dengan tenang dan damai. Masahira menyerahkan hidup putrinya kepada Tuhan melalui doa-doanya. Ia yakin, Tuhan akan memberikan yang terbaik bagi putrinya. Mari kita serahkan seluruh hidup kita kepada Tuhan dalam saat-saat susah dan duka hidup kita. Dengan demikian, kita dapat mengalami sukacita dan damai dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.