Pages

20 April 2013

Berefleksi untuk Menemukan Kasih yang Tulus

 
Apa yang akan Anda lakukan, kalau Anda sedang berhadapan dengan situasi yang sulit? Misalnya, orang yang begitu dekat dengan Anda meninggalkan Anda? Apakah Anda membiarkannya pergi begitu saja? Atau Anda berusaha untuk menyalahkan dirinya?

Ada seorang bapak yang mengalami hati yang gundah. Pasalnya, sang istri sedang jatuh cinta dengan pria lain. Tidak hanya itu. Istrinya beberapa hari meninggalkan rumah. Ia tidak tahu di mana istrinya berada. Ia sudah mencari ke beberapa tempat, tetapi ia tidak menemukannya. Bapak itu merasa bersalah. Mengapa ia mesti kehilangan istrinya? Ia masih mencintai istrinya itu.

Suatu hari, ia berpapasan dengan istrinya di suatu tempat yang ramai. Ia sempat memandang wajah istrinya. Namun istrinya kemudian menghindari dirinya. Ia menghilang dalam keramaian. Bapak itu sangat kecewa. Ia ingin menjumpai istrinya, namun ia tidak bisa. Kerinduan yang begitu dalam seolah tidak punya makna apa-apa.

Begitu sampai di rumah, bapak itu memukuli dirinya sendiri dengan sebuah tongkat. Darah mengucur dari dahinya. Itulah tanda penyesalannya, mengapa ia tidak bisa bertemu dengan istrinya. Lantas ia mencoba menelephone istrinya. Namun sang istri tidak pernah menjawab telephonenya. Ia mengirim SMS, namun tidak pernah dibalasnya.

Bapak itu kemudian mengadakan refleksi yang mendalam atas kondisi hidupnya, istrinya dan keluarganya. Dalam refleksinya itu, ia menemukan ada dua hal yang menyebabkan situasi keluarganya karut marut. Pertama, ia terlalu memaksakan kehendaknya. Selama ini ia menjadi seperti seorang raja yang berkuasa penuh atas keluarganya. Tidak ada yang berani membantah kata-katanya, termasuk istri yang sangat dicintainya. Akibatnya, tidak ada suasana hidup yang bebas dalam keluarga itu.

Kedua, ia terlalu egois. Segala hal ia lakukan untuk dirinya sendiri. Ia tidak mau ada orang yang melebihi dirinya. Gajinya ia mau pegang sendiri. Ia menjadi orang yang kikir dengan mengutamakan kebutuhan dirinya sendiri. Akibatnya, sang istri yang tidak bekerja tidak bisa belanja untuk berbagai keperluan keluarga. Kebutuhan anak-anaknya tidak terpenuhi dengan layak. Akibat lanjutnya adalah sang istri nekad meninggalkan dirinya.

Sahabat, sering manusia merasa bahwa kepentingan dirinya yang mesti diutamakan. Kepentingan orang lain nanti dulu. Akibatnya, orang berusaha untuk secara sewenang-wenang menguasai orang lain. Orang tidak memikirkan kepentingan dan kebutuhan orang lain. Jeleknya lagi, hal seperti ini pun sering terjadi dalam hidup bersama.

Pertanyaannya, mengapa hal seperti ini mesti terjadi bahkan menimpa hidup berkeluarga? Tentu saja ada banyak jawaban atas pertanyaan ini. Namun satu hal yang pasti, yaitu orang kehabisan kasih setia kepada sesamanya. Akibatnya, orang hanya mengutamakan dirinya sendiri. Orang tidak melihat kebutuhan hidup sesamanya.

Kisah di atas menunjukkan kepada kita bahwa hidup dalam suasana kasih merupakan hal yang utama. Ketika orang kehilangan kasih, orang juga kehilangan sesama yang ada di sekitarnya. Orang hidup bagai layang-layang putus. Orang tidak bisa lagi mengungkapkan kerinduannya untuk berjumpa dengan orang-orang yang sangat dicintai.

Karena itu, orang beriman mesti selalu mengutamakan kasih di atas segala-galanya. Orang beriman mesti melandaskan hidupnya pada kasih setia yang tulus. Hanya melalui kasih setia yang tulus itu, orang beriman mampu meneruskan perjalanan hidup di dunia ini dengan hati yang damai dan penuh sukacita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO


965

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.