Suatu hari seorang teman mengunjungi saya. Sudah lama sekali kami tidak berjumpa. Karena itu, kami mencurahkan rasa rindu kami dengan obrolan-obrolan masa lalu. Topik pembicaraan yang paling dominan dalam pembicaraan itu tentang live in di Solo, Jawa Tengah. Dalam live in itu, kami tinggal bersama suatu masyarakat dalam waktu yang tidak lama. Tujuan live ini adalah merasakan dan mengalami cara hidup warga setempat.
Ia mengenang kembali saat-saat, ketika ia bersama seorang tukang sampah (betulan) mengumpulkan sampah dari rumah ke rumah.
“Apa komentar warga waktu itu?”tanya teman saya itu, mengingatkan saya.
“Ada yang kasihan sama kita. Ada yang bilang, orang bersih-bersih gitu kok mau jadi tukang sampah,” kata saya.
Teman saya itu tertawa terkekeh-kekeh. Memang, kebanyakan warga kurang begitu mengenal para tukang sampah (betulan) yang hampir setiap hari berkeliling itu. Karena itu, mereka pun tidak tahu, kalau ada sejumlah mahasiswa yang sedang live in alias merasakan kehidupan nyata bersama orang-orang kecil. Ketidaktahuan warga itu menjadi sesuatu yang sangat diharapkan. Mengapa? Karena kalau warga sudah tahu identitas para mahasiswa itu, sudah dapat dipastikan bahwa mereka tidak tega melihat para mahasiswa itu berlepotan kotoran sampah yang berasal dari rumah mereka.
“Saya merasakan bahwa pengalaman live in itu sesuatu yang berguna bagi persiapan saya untuk menjadi seorang pemimpin. Sayang, saya tidak menjadi pemimpin besar di masyarakat. Tetapi toh pengalaman seperti itu tetap saya bawa hingga kini. Saya menjadi lebih peduli terhadap mereka yang kurang mampu,” kata teman saya yang kini sudah menjadi seorang bapak keluarga dengan dua orang anak ini.
Pengalaman hidup sehari-hari sering menjadi guru yang sangat berharga dalam mendidik seseorang memaknai hidup ini. Para pemimpin yang pernah mengalami hal ini akan memperhatikan rakyat yang mereka pimpin. Pengalaman live in itu sesuatu yang sangat berharga dalam proses pembinaan mereka.
Gunungan sampah yang pernah mereka sentuh dapat mengajari mereka bahwa ada warna-warni kehidupan yang mesti mereka jamah dan alami. Kehidupan ini tidak hanya riak-riak kecil nan biasa yang mengalir begitu saja. Kehidupan ini ternyata memiliki suatu makna perjuangan, kalau itu didalami sungguh-sungguh.
Pengalaman ini tentu akan menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam perjalanan hidup seorang pemimpin. Presiden Sukarno banyak ditempa oleh perjumpaan dengan masyarakat kecil. Ketika ia dibuang di berbagai tempat di Tanah Air, ia belajar banyak dari mereka. Ia menjadi seorang pemimpin yang sangat peduli terhadap masyarakat yang dipimpinnya. Karena itu, perjuangannya untuk kemerdekaan bangsa ini merupakan suatu perjuangan yang total. Sebagai orang beriman, apakah kita juga berjuang secara total untuk kebahagiaan sesama kita? Ataukah kita masih hanya berkutat dengan diri kita sendiri? Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.
Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com
361
Bagikan
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.